• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.5 Konsep dan Teori

1.5.1 Konsep

Talempong ialah alat musik idiofon khas Minangkabau yang berbunyi nyaring, dan terdapat tiga jenis Talempong yaitu Talempong Duduak, Talempong Pacik dan Talempong Batu. Istilah Talempong dBatu adalah benda padat yang tebuat secara alami dari mineral dan atau mineraloid.

Talempong Batu ialah susunan 6 buah bongkahan batu yang berbunyi nyaring yang terdapat di Nagari Talang Anau, Sumatera Barat. Talempong ini berfungsi sangat sakral bagi masyarakat Talang Anau, bisa menjadi simbol ataupun pengesahan terhadap sesuatu di dalam sebuah upacara adat dalam pertunjukannya. Talempong Batu yang dimaksud adalah Talempong Batu yang berada di Nagari Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

Musik menurut KBBI Pustaka Amani ialah nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan; Analisis ialah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya; Pola ialah bentuk atau model yang biasa dipakai untuk membuat atau menghasilkan sesuatu; dan Ritem adalah tempo atau ketukan pada sebuah lagu. Pola ritem adalah bentuk atau model tempo yang dibuat pada sebuah lagu untuk menghasilkan sesuatu komposisi musik yang indah.

Fungsi yang dimaksudkan penulis adalah bagaimana Talempong Batu disajikan dan untuk apa Talempong Batu itu dimainkan pada masyarakat Talang Anau, Sumatera Barat, dan bagaimana struktur pola ritem permaianan Talempong Batu.

Jadi analisis fungsi musik dan pola ritem yang dimaksudkan disini ialah mengapa musik disajikan dan dalam situasi bagaimana Talempong Batu disajikan dengan struktur pola ritem permainan Talempong Batu di Talang Anau.

1.5.2 Teori

Teori menurut KBBI Pustaka Amani ialah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Untuk membahas konteks dalam situasi apa musik itu digunakan dan mengapa musik di gunakan, maka penulis menggunakan teori use and function yang dikemukakan oleh Allan P.Merriam (1964) didalam bukunya The Anthropology of Music. Merriam menegaskan bahwa penggunaan dan fungsi musik sangatlah penting dalam mengamati suatu pertunjukkan musik, baik dalam konteks hiburan maupun adat/ritual. Maka dari itu Merriam mengemukakan bahwa ada 10 fungsi musik yaitu: (1). Fungsi pengungkapan emosional; (2). Fungsi penghayatan; (3). Fungsi hiburan; (4). Fungsi komunikasi; (5). Fungsi perlambangan; (6). Fungsi reaksi jasmani; (7). Fungsi yangberkaitan dengan norma-norma social; (8). Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara agama; (9). Fungsi kesinambungan budaya; (10). Fungsi pengintegrasian masyarakat.

Penulis juga menggunakan teori dari Jeff Titon dalam bukunya Introduction to The World of Music untuk memperkuat teori-teori diatas, yaitu ada empat hal yang harus diperhatikan dalam melihat suatu gaya musik : (1). Elemen nada yang meliputi

tangga nada, modus, harmoni dan sistem laras; (2). Elemen waktu yang meliputi ritme dan birama; (3). Elemen suara meliputi warna suara dan bunyi dari instrumen, dan (4). Intensitas yang meliputi keras lembutnya suara tersebut, (1984:5). Untuk menganalisis pola ritem, maka dari teori tersebut penulis akan menggunkan langkah ke 2 yaitu “menganalisis waktu yang meliputi meter dan birama dengan pendekatan sistem musik barat.”

Kemudian setelah menggunakan teori-teori diatas, untuk memperkuat teori- teori diatas penulis juga menggunakan teori yang dikemukakan oleh George Thaddeus Jones dalam bukunya Music Theory, yaitu: “yang menjadi fokus dalam membahas ritem adalah durasi dari suatu birama.

Teori Jeff Titon dan George.T Jones sangat penting digunakan untuk nantinya menganalisis struktur pola ritem permianan Talempong Batu. Dari kedua teori tersebut akan muncul analisis struktur pola ritem pada bab v.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode analisis. Metode analisis terbagi menjadi dua, yaitu metode analisis kuantitatif dan metode analisis kualitatif (Silalahi, 2006:304). Dalam tulisan ini, penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis, yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data untuk ditelusuri secara mendalam yang berupa ungkapan, catatan, atau tingkah laku masyarakat yang ada di lapangan.

Dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan metode seperti yang dikemukan oleh Curt Sach dan Bruno Nettl (1964) yaitu field work (kerja lapangan) dan desk work (kerja laboraturium). Field work yaitu wawancara kepada informan

yang valid, observasi di lapangan, serta perekaman. Sedangkan desk work yaitu transkripsi dan analisis data yang telah kita dapat saat penelitian lapangan.

Metode field work dan desk work adalah metode yang wajib untuk seluruh Etnomusikolog, karena kerja lapangan adalah suatu pekerjaan dan pengalaman penelitian yang tidak akan didapatkan jika tidak langsung terjun ke lapangan. Kemudian setelah ke lapangan, maka seluruh data hasil penelitian diolah dalam kerja laboraturium seperti, mengolah data dalam bentuk tulisan-tulisan, mentranskrip wawancara, dan mentranskrip musik.

1.6.1 Studi Kepustakaan

Sebelum observasi lapangan, penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan yaitu dari buku, artikel, jurnal maupun skripsi-skripsi. Studi pustaka ini bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep yang berkaitan dengan penelitian ini.

Buku-buku yang digunakan penulis sejauh ini adalah : Skripsi yang berjudul Analisis Gaya Melodi Talempong Duduak di Desa Unggan Koto Kabupaten Sawahlunto Sijunjung Sumatera Barat (Jagar Lumbanturoan; 1991), menyatakan bahwa lagu Talempong duduak salah satunya ialah Tanti batanti. Lagu tersebut adalah lagu pop Minagkabau, yang dimainkan pada Talempong Duduak/Set, ini sangat berbeda dengan lagu pada Talempong batu yang memainkan lagu-lagu Talempong Pacik. Kemudian skripsi ini juga menyatakan bahwa ada 4 adat didalam Minangkabau dan ada beberapa jenis Talempong yang berada di Minangkabau. Artikel http://aet.co.id/pariwisata/talempong-batu-talang-anau-aset-sejarah-berharga- minangkabau yang menyatakan bahwa Talempong batu ini hanya terdapat di nagari Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Koto, Sumatera Barat.

Buku “Tambo adat Minangkabau” (Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, 2009) yang berisi tentang seluruh tatanan adat Minangkabau dari warisan nenek moyang, termasuk menjelaskan sistem kekerabatan dan sistem pemerintahan di Minangkabau.

1.6.2 Observasi

Penelitian ini dimulai pada 11 Agustus 2015, dengan cara meninjau langsung ke lapangan, kemudian mencari informan pangkal dan informan kunci. Cara ini dilakukan agar memudahkan penelitian yang akan dilakukan penulis dan penulis tahu bagaimana situasi dan kondisi lapangan yang akan dijadikan tempat penelitian. Kemudian Observasi dilakukan untuk memperoleh data yang tidak didapat diperoleh dengan cara melakukan wawancara, yaitu dengan melihat dan mengamati sendiri bagaimana Talempong batu tersebut. Cara tersebut melibatkan penulis sebagai partisipan aktif dalam penelitian ini.

1.6.3 Wawancara

Setelah melakukan observasi lapangan, penulis melakukan tahap wawancara kepada informan pokok yang telah di tentukan yaitu Bapak Ril Afrizal (pengelola dan pemain talempong batu) di Desa Talang Anau. Dalam wawancara ini, penulis menggunakan jenis wawancara riwayat secara lisan (Moleong 2000:137) yaitu wawancara santai seperti pembicaraan sehari-hari yang tidak menggunakan draf pertanyaan yang disusun rapi.

Dalam wawancara kepada informan, beliau menggunakan bahasa Indonesia yang berlogat Minangkabau dan bercampur bahasa Minangkabau yang digunakannya sehari-hari. Dalam hal ini penulis mengalami kesulitan karena kata-kata dalam bahasa Minang yang digunakan adalah kata-kata yang sedikit berbeda dari bahasa

Minang baku, yang biasa didengar oleh penulis. Metode ini sangat banyak membantu penulis dalam meneliti Talempong batu, karena dapat berkomunikasi langsung dengan narasumber yang terpercaya. Kemudian metode ini juga memberikan informasi yang tidak didapatkan pada observasi dan artikel-artikel berkaitan.

1.6.4 Rekaman

Penulis menggunakan alat rekam kamera Panasonic LUMIX FZ40 yang digunakan untuk mengambil dokumentasi berupa foto-foto pada saat kerja di lapangan seperti pada saat wawancara, melihat permainan Talempong batu dan Talempong batu itu sendiri. Kemudiam menggunakan smartphone Lenovo, LG G3 Stylus, Oppo dan iPhone 4 untuk merekam wawancara dengan narasumber yaitu Bapak Ril Afrizal (pengelola dan pemain Talempong batu) dan video saat penulis bermain Talempong batu. Metode ini sangat penting dalam melakukan penelitian ini, karena ini adalah dokumentasi yang kuat yang tidak akan didapatkan dimanapun tanpa merekam dan terjun langsung ke lapangan penelitian.

1.6.5 Kerja Laboraturium

Semua data hasil observasi, wawancara dan perekaman kemudian akan diolah dalam kerja laboraturium yaitu dengan cara menyaring, mengedit, dan menyeleksi data, agar data yang dikumpulkan dapat menjadi satu hasil penelitian yang baik dalam bentuk tulisan yaitu skripsi. Cara ini termasuk mentranskripsi dan menulis atau mengetik hasil penelitian kemudian di cetak dan di jilid sehingga mudah di baca.

1.7Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian penulis adalah di Desa/ nagari Talang Anau, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Lima puluh Koto, Sumatera Barat. Lokasi ini berada di daerah dataran tinggi atau orang Minang biasa menyebutnya daerah darek, yang nagari tersebut banyak batu-batuan disekitarnya. Lokasi ini sedikit sulit dijangkau, baik dengan mobil, motor, maupun kendaraan lainnya. Karena tidak adanya transportasi umum yang arah kesana dan jalan menuju ke desa tersebut sangat kecil dan curam di kelilingi hutan dan jurang.

Dokumen terkait