• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP DAN LANDASAN TEORI 1 Konsep

Dalam dokumen Bahasa dan Sastra Logat Vol 5 No 1 April (Halaman 59-61)

Mulyadi Universitas Sumatera Utara

3. KONSEP DAN LANDASAN TEORI 1 Konsep

Verba ialah sebuah peristiwa prototip yang menunjukkan perubahan properti temporal (Leech 1981:168; Givon 1984:51—52, 64; Elson dan Pickett 1987:20—21; Frawley 1992:142, 144—145). Dari perubahan itu, peristiwa memotivasi kekategorian verba. Perubahan dalam ekspresi peristiwa dimotivasi oleh tingkat kestabilan waktu (Givon 1984:52). Verba keadaan dianggap paling stabil waktunya dalam arti tidak mengalami perubahan waktu. Verba proses kurang stabil waktunya karena bergerak dari suatu keadaan menuju keadaan lain. Verba tindakan tidak stabil waktunya.

Ketiga kelas verba itu akan diuji dengan properti aspektual dinamis, perfektif, dan pungtual. Ciri dinamis berhubungan dengan perkembangan temporal sebuah verba. Perfektif bermakna suatu tindakan sudah selesai dan memengaruhi penderita. Pungtual berarti suatu tindakan terjadi dalam durasi yang singkat dan memengaruhi penderita.

Selanjutnya, peran semantis merupakan generalisasi tentang peran partisipan dalam peristiwa yang ditunjukkan oleh verba (Booij 2007:191). Peran semantis berguna dalam menggolongkan argumen verba. Menurut Levin (2007:3), representasi peran semantis akan mereduksi makna verba melalui seperangkat peran yang diberikan kepada argumennya.

3.2 Landasan Teori

Dalam penelitian ini diterapkan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) dan teori Peran Semantis Rampatan (PSR) untuk menerangkan semantik VBI. Teori MSA bekerja dalam memetakan tipe-tipe semantis VBI, sementara teori PSR berfungsi untuk menerangkan peran semantis argumen VBI. Gambaran tentang kedua teori tersebut dijelaskan secara ringkas di bawah ini.

Teori MSA dipelopori oleh Anna Wierzbicka (1991, 1992, 1996) dan dalam pengembangannya selama lebih dari tiga dekade dibantu oleh rekan-rekan kerjanya—yang utama adalah Cliff Goddard (1994, 1996a, b). Teori MSA bermula sebagai metode analisis makna leksikal yang berbasis pada parafrase reduktif; maksudnya, makna kata-kata yang kompleks dieksplikasi dengan kata-kata yang lebih sederhana, yang lebih mudah dimengerti. Penggunaan metode parafrase reduktif bertujuan untuk menghindari analisis makna yang berputar-putar dan kabur.

Salah satu konsep teoretis utama dalam penentuan tipe semantis verba ialah perangkat makna asali. Seluruh makna asali yang disajikan

❏ Mulyadi Kategori dan Peran Semantis Verba Dalam Bahasa Indonesia

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume V No. 1 April Tahun 2009

dalam teori MSA bertumpu pada eksponen bahasa Inggris. Eksponen ini selain mempunyai properti morfosintaktis yang berbeda, termasuk kelas kata, pada bahasa-bahasa yang berbeda, juga mempunyai varian (aloleksis) kombinasi. Namun, kata-kata yang digunakan dalam metabahasa secara semantis adalah sederhana. Perangkat makna tersebut dalam versi BI diilustrasikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perangkat Makna Asali dalam Bahasa Indonesia

(Diadaptasi dari Goddard 2006:12)

KOMPONEN ELEMEN MAKNA ASALI

Substantif AKU, KAMU,

SESEORANG/ORANG, SESUATU/ HAL, TUBUH Substantif

relasional

JENIS, BAGIAN

Pewatas INI, SAMA, LAIN

Penjumlah SATU, DUA, SEMUA, BANYAK,

BEBERAPA

Evaluator BAIK, BURUK

Deskriptor BESAR, KECIL

Predikat mental PIKIR, TAHU, INGIN, RASA,

LIHAT, DENGAR

Ujaran UJAR, KATA, BENAR

Tindakan, peristiwa, gerakan, perkenaan

LAKU, TERJADI, GERAK, SENTUH

Keberadaan dan milik

ADA, PUNYA

Hidup dan mati HIDUP, MATI

Waktu BILA/WAKTU, SEKARANG,

SEBELUM, SETELAH, LAMA,

SEKEJAP, SEBENTAR, SEKARANG, SAAT

Ruang (DI) MANA/TEMPAT, (DI) SINI,

(DI) ATAS, (DI) BAWAH, JAUH, DEKAT, SEBELAH, DALAM

Konsep logis TIDAK, MUNGKIN, DAPAT,

KARENA, JIKA Augmentor,

intensifier

SANGAT, LEBIH Kesamaan SEPERTI

Dalam penentuan tipe semantis VBI, teori MSA menawarkan polisemi sebagai alat deskripsi. Polisemi adalah sebuah makna bentuk leksikon tunggal yang bersumber dari dua makna asali yang berbeda. Menurut Goddard (1996a:31), ada dua hubungan nonkomposisi yang paling kuat, yakni hubungan pengartian dan hubungan implikasi. Hubungan pengartian diterangkan melalui kombinasi MELAKUKAN/TERJADI dan MELAKUKAN PADA/TERJADI. Seseorang yang melakukan sesuatu pada seseorang atau melakukan sesuatu pada sesuatu dapat dilihat dari sudut pandang ”pasien”; contohnya, jika X

MELAKUKAN SESUATU PADA Y, SESUATU TERJADI PADA Y. Hubungan implikasi terdapat pada eksponen TERJADI dan MERASAKAN; misalnya, jika X MERASAKAN SESUATU, SESUATU TERJADI PADA X.

Selain makna asali dan polisemi terdapat pula konsep sintaksis makna universal, atau disingkat sintaksis MSA, untuk mengacu pada komponen-komponen berstruktur, seperti ‘aku ingin melakukan sesuatu’, ‘sesuatu yang buruk terjadi padamu’, atau ’orang ini merasakan sesuatu yang baik’. Unit dasar dari sintaksis MSA dibentuk oleh substantif dan predikat serta beberapa elemen tambahan yang ditentukan oleh predikatnya. Dalam teori MSA, makna asali yang tergolong sebagai verba dan berfungsi sebagai predikat dalam sintaksis MSA ialah (1) predikat mental [PIKIR, TAHU, INGIN, RASA, LIHAT, DENGAR], (2) ujaran [UJAR, KATA], (3) tindakan, peristiwa, pergerakan, dan perkenaan [LAKU, TERJADI, GERAK, dan SENTUH], (4) keberadaan dan milik [ADA dan PUNYA], dan (5) hidup dan mati [HIDUP dan MATI].

Lebih lanjut, teori PSR merupakan generalisasi dari sejumlah ancangan teoretis tentang peran semantis dan secara khusus dikembangkan dari teori Peran Umum yang diusulkan pertama kali oleh Foley dan Van Valin (1984) dalam Tata Bahasa Peran dan Acuan. Dalam teori ini diproyeksikan gagasan aktor dan penderita pada struktur klausa, baik pada klausa intransitif maupun pada klausa transitif. Kedua peran ini dipahami sebagai relasi semantis universal. Istilah aktor merujuk kepada generalisasi lintas agen, pengalam, instrumen, dan peran-peran lain, sedangkan penderita adalah generalisasi lintas pasien, tema, resipien, dan peran-peran lain. Wujud kedua peran itu pada setiap bahasa berbeda-beda, tergantung dari karakter morfologis dan sintaktis masing-masing. Bagi Van Valin dan LaPolla (1999:143), relasi tematis prototip ialah agen dan pasien; artinya, agen adalah prototip untuk aktor dan pasien adalah prototip untuk penderita.

Aktor dan penderita tidak mempunyai isi semantis yang konstan. Aktor dapat berperan sebagai agen, pengalam, instrumen, dan peran lain, sedangkan penderita berperan sebagai tema, pasien, resipien, dan peran-peran lain. Tidak ada perubahan peran aktor dan penderita pada struktur klausa meskipun konfigurasi sintaktisnya berbeda. Keduanya dapat dipetakan pada argumen predikat transitif dan argumen predikat intransitif. Aktor dan penderita berbeda dengan relasi sintaktis, seperti subjek dan objek, ataupun peran kasus, seperti agen dan pasien. Pada sebuah argumen

❏ Mulyadi Kategori dan Peran Semantis Verba Dalam Bahasa Indonesia

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume V No. 1 April Tahun 2009

verba berbagai peran yang berbeda direalisasikan sesuai dengan ciri semantis predikatnya.

Dalam teori PSR penentuan peran umum pada sebuah verba didasarkan pada struktur logisnya (Van Valin dan LaPolla, 1999:151; Van Valin, 2005:62). Ada tiga kemungkinan dalam pemberian peran umum, yaitu 0, 1, 2. Jika sebuah verba memiliki dua argumen atau lebih pada struktur logisnya, verba itu memerlukan dua peran umum. Apabila sebuah verba mempunyai argumen tunggal pada struktur logisnya, pada situasi ini diperlukan satu peran umum. Pada verba tanpa argumen (mis., verba rain dan snow dalam bahasa Inggris) tidak terdapat peran umum. Sifat peran umum merupakan fungsi dari struktur logis verba. Jika sebuah verba membutuhkan dua argumen, keduanya boleh jadi berupa aktor dan penderita. Pada verba dengan peran umum tunggal, pilihan utamanya diikuti langsung dari struktur logis verbanya. Verba dengan predikat kegiatan pada struktur logisnya diberi peran aktor; jika tidak, perannya adalah penderita.

Pilihan terhadap argumen sebagai aktor dan penderita tidak bersifat acak, tetapi berdasarkan dalil tertentu. Van Valin dan LaPolla (1999) mengusulkan sebuah hierarki pemarkahan untuk lingkungan aktor dan penderita, seperti diringkas pada Gambar 1.

AKTOR PENDERITA

Arg arg 1 arg 1 arg 2 arg pred’ MELAKUKAN melakukan’ (x ... pred’ (x, y) pred’ (x, y) keadaan (x)

Gambar 1. Hierarki Aktor dan Penderita

Pada hierarki di atas, ‘argumen MELAKUKAN’ berperingkat tertinggi, dan argumen ini adalah pilihan yang tak bermarkah untuk aktor. Sementara itu, ’argumen pred’ (x)’ berperingkat terendah dan argumen ini adalah pilihan yang tak bermarkah untuk penderita. Tanda panah menunjukkan peningkatan pemarkahan pada peristiwa tipe argumen tertentu untuk aktor atau penderita. Terkait dengan aktor, pilihan yang bermarkah dimungkinkan jika argumen yang berperingkat lebih tinggi tidak hadir pada klausa. Pada penderita, pilihan itu dimungkinkan apabila tidak hadir pasien pada klausa.

4. METODE PENELITIAN

Tiga tahapan dalam penelitian ini ialah pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data. Data penelitian ini berupa pola- pola tuturan dan kalimat, utamanya yang mengekspresikan berbagai perilaku verba BI. Data juga bersumber dari intuisi kebahasaan peneliti.

Data lisan diperoleh melalui penerapan metode simak dan metode cakap. Data tulis BI dikumpulkan dari surat kabar, majalah, novel, dan kamus. Data intuisi dibangkitkan secara introspektif untuk melengkapi kekurangan yang ada.

Dalam analisis data digunakan metode padan dan metode agih (lihat Sudaryanto, 1993; Mahsun, 2005; Djajasudarma, 2006). Metode padan berguna dalam penentuan tipe-tipe semantis verba BI. Contohnya, verba sedih, hancur, dan

mengambil digolongkan kelas yang berbeda sebab ekspresinya mengacu pada peristiwa yang berbeda. Sedih mengacu pada keadaan mental;

hancur mengacu pada perubahan keadaan; dan

mengambil mengacu pada tindakan. Dengan demikian, ekspresi ketiga verba ini, secara berurutan, mengacu pada keadaan, proses, dan tindakan.

Metode agih diterapkan untuk mengidentifikasi peran semantis VBI. Beberapa teknik analisis yang digunakan ialah teknik ganti, teknik ubah wujud, teknik parafrase, teknik sisip, dan teknik perluas. Melalui penerapan teknik perluas dan teknik ubah wujud, misalnya, dimungkinkan untuk menunjukkan perbedaan peran semantis sebuah argumen verba. Tidak semua teknik itu diterapkan sekaligus, tetapi penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan.

Hasil analisis data disajikan dengan metode informal dan metode formal. Metode informal tampak dalam penggunaan kata-kata atau kalimat yang dikembangkan secara deduktif dan induktif. Metode formal direalisasikan melalui pemakaian tanda, gambar, dan diagram untuk menerangkan contoh-contoh data. Kaidah analisis disajikan melalui teknik konflasi, yaitu penyajian beberapa kaidah tunggal secara berjalin sedemikian rupa sehingga membentuk satu gabungan kaidah ganda.

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen Bahasa dan Sastra Logat Vol 5 No 1 April (Halaman 59-61)