• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Semantis VB

Dalam dokumen Bahasa dan Sastra Logat Vol 5 No 1 April (Halaman 64-68)

Mulyadi Universitas Sumatera Utara

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Tipe Semantis VB

5.2 Peran Semantis VB

Ciri utama perbedaan antara aktor dan penderita ialah bahwa aktor memiliki gagasan kendali atas situasi yang dinyatakan oleh verba, sedangkan penderita tidak mengandung gagasan kendali. Penderita justru dipengaruhi oleh aktor dengan berbagai cara. Bertolak dari pengertian ini berikut ini dijelaskan peran semantis yang terdapat argumen VBI.

Dalam bahasa Indonesia verba keadaan, apa pun kelas bawahannya, memiliki relasi aktor sebagai pengalam dan relasi penderita sebagai lokatif, stimulus, dan tema. Satu-satunya kasus terdapat pada verba persepsi yang disengaja (mis.

menonton, mengawasi, dan memandang) yang memiliki relasi tematis agen-stimulus. Lebih jelasnya, verba keadaan dengan argumen tunggal, seperti verba sensasi (mis. lapar atau mengantuk), memiliki aktor yang berperan sebagai pengalam. Jika verba keadaan menghadirkan dua partisipan pada struktur logisnya, dan dalam kelompok verba itu termasuk verba kognisi, pengetahuan, emosi, persepsi (yang disengaja), volisi, serta posesi, seluruh kelas verba itu mempunyai aktor yang berperan sebagai pengalam dan penderita yang berperan sebagai lokatif, stimulus, dan tema.

Kehadiran pengalam sebagai peran wajib pada verba keadaan tampaknya berbasis pada fakta bahwa kelas derivasinya merupakan predikat mental. Tipe kognisi seperti memercayai, tipe pengetahuan seperti mengetahui, atau tipe emosi seperti malu, misalnya, mensyaratkan pengalam sebagai partisipan yang memercayai sesuatu, mengetahui sesuatu, atau merasakan sesuatu. Argumen kedua yang hadir pada verba ini yang digolongkan sebagai partisipan yang dipercayai atau yang diketahui adalah lokatif, sedangkan partisipan yang menjadi sasaran perasaan pengalam adalah stimulus. Dalam pada itu, dua argumen pada verba volisi mempunyai relasi pengalam-tema, sedangkan dua argumen pada verba posesi memiliki relasi pengalam-lokatif.

Layak untuk dicatat bahwa verba persepsi yang disengaja seperti menonton, mengawasi, dan

memandang mempunyai peran semantis yang berbeda. Sebagai ilustrasi, ketidakberterimaan (17b) di bawah ini menjelaskan bahwa aktor adalah agen pada struktur logis verbanya.

Misalnya,

(17) a. Kebetulan X mendengar berita itu. b. ??Kebetulan X menonton/mengawasi/

memandang Y.

Verba proses memiliki satu partisipan. Karena partisipan tunggalnya mengalami perubahan keadaan—dan bukan pengendali tindakan, peran semantisnya dipetakan sebagai penderita. Pertanyaan pokoknya adalah apakah

❏ Mulyadi Kategori dan Peran Semantis Verba Dalam Bahasa Indonesia

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume V No. 1 April Tahun 2009

penderita tersebut diderivasi sebagai pasien atau peran semantis yang lain? Dapat dikatakan bahwa pada verba kejadian, seperti pecah, retak, dan

hancur atau verba proses badaniah, seperti sakit,

pingsan, dan hamil, penderitanya ialah pasien. Sementara itu, pada verba gerakan yang melibatkan entitas tidak bernyawa seperti karam,

berputar, dan menggelinding, penderitanya adalah tema, tetapi pada verba gerakan yang melibatkan entitas bernyawa, seperti jatuh, tenggelam, dan

terpeleset, penderitanya adalah pasien. Dalam sistem peran semantis Foley dan Van Valin (1984:51—52), tema diartikan selain untuk entitas yang ditempatkan, juga untuk entitas yang mengalami perubahan lokasi, dan perubahan lokasi ini terjadi bukan atas kehendak entitas itu sendiri.

Pada verba tindakan, ada dua kemungkinan peran derivasi dari aktor, yaitu pemengaruh dan agen. Peran pemengaruh hadir pada verba ujaran dan beberapa subtipe dari verba tindakan, seperti subtipe tampilan (mis. bernyanyi,

menari, dan berdansa) dan subtipe ciptaan (mis.

menulis, mengarang, dan mencetak). Faktanya, jika makna verba tindakan dalam bahasa Indonesia tidak dibatasi, aktor pada hakikatnya dapat menjadi pemengaruh, seperti kalimat berikut: (18) Malaria membunuh sebagian penduduk desa. (19) Badai menghantam rumah penduduk yang

terletak di tepi pantai.

Relasi agen tampak pada verba gerakan agentif satu tempat, seperti datang, berangkat, dan

berjalan. Pada verba gerakan agentif dua tempat, seperti memanjat dan mendaki, relasi tematis di antara kedua partisipannya ialah agen-lokatif. Relasi pemengaruh-lokatif terdapat pada verba ujaran. Pada kelas verba ini, partisipan kedua menjadi lokasi dari ujaran yang disampaikan oleh partisipan pertama. Oleh sebab itu, partisipan keduanya berperan lokatif.

Peran semantis verba perpindahan lebih beragam. Ada kemungkinan penderita dijabarkan menjadi lokatif, tema, atau pasien. Verba

menyanyikan, menulis, dan menyentuh memilih lokatif untuk penderita; verba mencuri,

menyumbang, dan mengangkat memilih tema untuk penderita; dan verba makan, menebang,

menghajar, dan merusak, memilih pasien untuk penderita. Peran tema diberikan karena entitasnya berpindah. Entitas yang menjadi tempat terjadinya peristiwa ditafsirkan berperan sebagai lokatif. Kemudian, entitas yang dipengaruhi sepenuhnya oleh entitas lain, dan menyebabkannya berubah secara fisik ditafsirkan sebagai pasien. Gambaran tentang peran semantis VBI diringkas pada tabel berikut ini.

Tabel 4. Peran Semantis VBI

Peran Semantis Tipe verba Subtipe Struktur Logis

Aktor- Penderita Kognisi pikir’ (x, y) Pengalam-

Lokatif Pengetahuan tahu’ (x, y) Pengalam-

Lokatf marah’ (x, y) Pengalam-

Stimulus Perasaan

lapar’ (x) Pengalam Persepsi lihat’ (x, y) Pengalam- Stimulus tonton’ (x, y) Agen-Stimulus Volisi ingin’ (x, (y)) Pengalam-

Tema KEADAAN

Posesi punya’ (x, y) Pengalam- Tema hancur’ (x) Pasien Peristiwa hamil’ (x) Pasien tumbang’ (x) Tema PROSES Gerakan

Nonagentif jatuh’ (x) Pasien pergi’ (x) Agen Gerakan

Agentif panjat’ (x, y) Agen-Tema Ujaran puji’ (x, y) Pemengaruh-

Lokatif nyanyi’ (x, (y)) Pemengaruh-

Lokatif tulis’ (x, y) Pemengaruh- Lokatif sentuh’ (x, y) Agen-Lokatif curi’ (x, y) Agen-Tema sumbang’ (x, y) Agen-Tema angkat’ (x, y) Agen-Tema makan’ (x, (y)) Agen-Pasien tebang’ (x, y) Agen-Pasien hajar’ (x, y) Agen-Pasien TINDAKAN Perpindahan rusak’ (x, y) Agen-Pasien

6. SIMPULAN

Tipe semantis VBI, berdasarkan skala kestabilan waktu, terdiri atas keadaan, proses, dan tindakan. Pemetaan ciri temporal itu pada ketiga tipe VBI memperlihatkan properti temporal berikut. Verba keadaan dan verba proses tergolong imperfektif dan tak pungtual, tetapi verba keadaan bersifat statis sementara verba proses bersifat dinamis. Verba tindakan memenuhi semua properti semantis itu.

Dengan mengacu pada perangkat makna asali, ketiga tipe utama tersebut mengandung subtipe masing-masing. Verba keadaan memuat subtipe kognisi, pengetahuan, perasaan, persepsi, volisi, dan posesi. Verba perasaan yang dibentuk oleh makna asali ’rasa’ bahkan memiliki sub- subtipe verba emosi dan verba sensasi. Verba proses terdiri atas (1) verba peristiwa—yang dapat dibagi lagi atas verba kejadian dan verba proses badaniah—dan (2) verba gerakan nonagentif. Verba tindakan terdiri atas subtipe gerakan agentif, ujaran, dan perpindahan. Verba perpindahan memuat sejumlah subtipe sesuai dengan kemiripan

❏ Mulyadi Kategori dan Peran Semantis Verba Dalam Bahasa Indonesia

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume V No. 1 April Tahun 2009

atau kesamaan maknanya, antara lain, verba tampilan, ciptaan, ambilan, berian, bawaan, sentuhan, konsumsi, potongan, pukulan, dan rusakan.

Verba keadaan memiliki aktor sebagai pengalam dan penderita sebagai lokatif, stimulus, dan tema, kecuali verba persepsi yang disengaja (mis. menonton, mengawasi, dan memandang) yang memiliki relasi tematis agen-stimulus.

Partisipan tunggal pada verba proses adalah penderita, dan peran ini pada sistem derivasi digolongkan sebagai pasien dan tema. Verba tindakan dengan argumen tunggal seperti pada verba gerakan agentif mempunyai relasi agen. Pada verba ujaran terdapat relasi pemengaruh- lokatif. Verba tindakan dengan subtipe verba perpindahan pada umumnya memiliki aktor sebagai agen dan penderita dipetakan sebagai lokatif, tema, dan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Booij, G. 2007. The Grammar of Words: An Introduction to Morphology. Oxford: Oxford University Press.

Chafe, W.L. 1970. Meaning and the Structure of Language. Chicago: The University of Chicago Press.

Djajasudarma, T. F. 2006. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Refika Aditama.

Elson, B. dan V. Pickett. 1987. Beginning Morphology and Syntax. Texas: Summer Institute of Linguistics.

Foley, W. A. dan R. Van Valin Jr. 1984.

Functional Syntax and Universal Grammar. Cambridge: Cambridge University Press. Frawley, W. 1992. Linguistic Semantics. New

Jersey: Lawrence Erlbaum.

Givon, T. 1984. Syntax: A Functional-Typological Introduction. Vol. 1. Amsterdam/ Philadelphia: John Benjamins.

Goddard, C. 1994. “Semantic Theory and Semantic Universal”. Dalam C. Goddard (ed.) 1996. Cross-Linguistic Syntax from a Semantic Point of View (NSM Approach), 1—5. Canberra: Australian National University.

Goddard, C. 1996a. “Building a Universal Semantic Metalanguage: the Semantic Theory of Anna Wierzbicka”. Dalam C. Goddard (ed.) 1996. Cross-Linguistic Syntax from a Semantic Point of View (NSM Approach), 24—37. Canberra: Australian National University.

Goddard, C. 1996b. “Grammatical Categories and Semantic Primes”. Dalam C. Goddard (ed.) 1996. Cross-Linguistic Syntax from a Semantic Point of View (NSM Approach), 38—57. Canberra: Australian National University.

Goddard, C. 2006. “Semantic Molecules.” [dikutip 15 Oktober 2008] Tersedia dari: http://escape.library.uq.edu.au/eseru/UQ:12 798/goddard_c_ALS 2006. pdf.

Leech, G. 1981. Semantics. England: Penguin Books.

Levin, B. 2007. ”The Lexical Semantics of Verbs III: Semantic Determinant of Argument Realization.” [dikutip 22 Oktober 2008]

Tersedia dari: http://www.stanford.edu/~blevin/lsa07

semdet.pdf.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Moeliono, A.M. (ed). 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Mourelatos, A.P.D. 1981. “Event, Processes, and

State”. Dalam Tedeschi dan Zaenen, ed. 1981.

Mulyadi. 1998. “Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia”. (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.

Shirai, Y. dan R.W. Andersen. 1995. “The Acquisition of Tense-Aspect Morphology: A Prototype Account”. Language, 71: 743—762.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Tampubolon, D.P., Abubakar, dan M. Sitorus. 1979. Tipe-Tipe Semantik Verba Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

❏ Mulyadi Kategori dan Peran Semantis Verba Dalam Bahasa Indonesia

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume V No. 1 April Tahun 2009

Tampubolon, D.P. 1988. “Semantik sebagai Titik Tolak Analisis Linguistik". Dalam Dardjowidjojo, ed. 1988.

Van Valin, R. D. 2005. Exploring the Syntax- Semantics Interface. Cambridge: Cambridge University Press.

Van Valin, R. D. dan R. LaPolla. 1999. Syntax: Structure, Meaning, and Function. Cambridge: Cambridge University Press.

Wierzbicka, A. 1991. Cross-Cultural Pragmatics: The Semantics of Social Interaction. Berlin: Mouton de Gruyter.

Wierzbicka, A. 1992. Semantics, Culture, and Cognition. Oxford: Oxford University Press.

Wierzbicka, A. 1996. Semantics: Primes and Universals. Oxford: Oxford University Press.

Dalam dokumen Bahasa dan Sastra Logat Vol 5 No 1 April (Halaman 64-68)