• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Masyarakat…

BAB I PENDAHULUAN

E. Kerangka Konseptual

3. Konsep Masyarakat…

Masyarakat pada hakikatnya merupakan sistem hubungan antara satu

dengan yang lain. Tiap masyarakat mengalami perubahan dan kontinuitas (kelangsungan), integrasi dan desintegrasi, kerja sama dan konflik. Dasar ikatan masyarakat adalah adanya kepentingan dan nilai-nilai umum yang diterima

anggotanya 22 . Program yang berlawanan dari kelompok masyarakat dan

menyebabkan berkurangnya kesetiaan terhadap nilai-nilai umum itu. Jika hal itu terjadi, masyarakat jelas akan mengalama disintegrasi.

Ralph Linton dalam bukunya The Study of Man: An Introduction berpendapat bahwa nilai-nilai dalam masyarakat dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu nilai-nilai inti (universal); dan nilai-nilai peripheri (alternatives). Universal itu bersifat kuat, integrated, stabil dan diterima sebagian besar anggota masyarakat, bahkan menjadi dasar daripada tata sosial masyarakat. Sedangkan

alternatives sifatnya tidak stabil, kurang integrated dan hanya diterima sebagian

anggota masyarakat. Dasar alternatives adalah adanya kekhususan pada individu. Apabila masyarakat berubah cepat, maka alternatif akan tumbuh banyak, hal itu dapat mengakibatkan universals, isi nilai-nilai inti menjadi berkurang. Akibatnya kebudayaan menjadi hilang pola dan kesatuannya. Tanpa adanya ide-ide dan kebiasaan bersama yang meluas di kalangan masyarakat ,anggota masyarakat tidak akan bertindak sebagai kesatuan dalam menghadapi stimuli, mereka tidak dapat bekerja sama secara efektif.

Manusia pada dasarnya adalah mahluk sosial, memiliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut

gregariousness sehingga manusia juga disebut social animal (hewan sosial),

karena sejak dilahirkan manusia sudah mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu:

1. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya yaitu masyarakat.

2. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.

b. Ciri-ciri dan Jenis Masyarakat

1. Masyarakat setempat (Community)

Istilah community dapat diterjemahkan sebagai masyarakat setempat yang menunjuk pada warga sebuah desa, kota, suku atau bangsa. Apabila anggota-anggota suatu kelompok, baik kelompok itu besar maupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan hidup yang utama, kelompok tadi disebut masyarakat setempat. Sebagai suatu perumpamaan, kebutuhan, seseorang tidak mungkin secara keseluruhan terpenuhi apabila ia hidup bersama-sama rekan lainnya. Dengan demikian, kriteria utama bagi adanya suatu masyarakat setempat adalah adanya

social relationships antara anggota suatu kelompok dengan mengambil

pokok-pokok uraian di atas, dapat dikatakan bahwa masyarakat setempat menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah dengan batas-batas tertentu di mana faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar di antara anggotanya, dibandingkan dengan penduduk di luar batas

wilayahnya23. Dapat disimpulkan secara singkat bahwa masyarakat setempat adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial yan tertentu. Dadsar-dasar masyarakat setempat adalah lokalitas dan perasaan setempat. Dalam mengadakan klasifikasi masyarakat setempat, dapat digunakan empat kriteria yang saling berpautan, yaitu:

1. Jumlah penduduk

2. Luas wilayah, kepadatan penduduk

3. Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh

masyarakat

4. Organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan

Sosialisasi individu lebih mudah karena hubungan yang erat antar warga masyarakat setempat yang masih sederhana. Kesetiaan dan pengabdian terhadap kelompok sangat kuat bahkan mereka merasa seperti memiliki ikatan keluarga. Masyarakat yang sederhana tersebut merupakan suatu unit yang fungsional, yang dalam batas-batas tertentu belum mengenal spesialisasi dan kelompok ini dianggap sebagai suatu kelompok primer.

Kelsall dan Kelsall menyatakan bahwa pada suatu masyarakat merupakan suatu hal yang ditandai adanya ketidaksamaan struktur (structured inequality) yang tampak pada sejumlah pengaturan institusi sosial pada suatu masyarakat. Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya perbedaan dan atau pengelompokkan suatu kelompok sosial (komunitas)

23 Selo Soemardjan dalam Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta:Rajagrafindo, 2007, hlm. 133.

secara bertingkat. Misalnya dalam komunitas tersebut terdapat strata tinggi, sedang, dan rendah.

Strata sosial rendah meliputi keluarga ekonomi lemah seperti, buruh tani, pedagan kecil, karyawan harian, berpendidikan formal rendah, tempat tinggal sederhana dan kurang baik, perhatian pada pemenuhan kebutuhan hari ini, jangkauan hari esok terbatas, anak diarahkan segera lepas dari tanggung jawab, produktivitas rendah, taat, tahan penderitaan, memasukkan sekolah kurang bermutu atau syaratnya ringan. Strata sosial menengah, bercirikan penghasilan melebihi keperluan hidup, biasa menabung, terpelajar, pendidikan sebagai alat kemajuan, menggandrungi masa depan lebih baik, menyekolahkan anak dalam waktu panjang, dan sekolah bermutu tinggi. Dan strata sosial tinggi, yakni keluarga lapisan atas dengan ciri-ciri, kehidupan ekonomi sangat baik, kaya-raya,

berwibawa, tidak khawatir kehidupan ekonomi di kemudian hari,

mempertahankan status, pendidikan formal tidak dipandang sebagai alat mencapai

kemajuan24. Pengelompokkan ini didasarkan pada adanya suatu simbol-simbol

tertentu dianggap berharga dan bernilai, baik berharga atau bernilai sosial, ekonomi, politik, budaya maupun dimensi lainnya dalam suatu kelompok sosial.

c. Dinamika kelompok sosial

Kelompok sosial bukan merupakan kelompok statis. Setiap kelompok sosial pasti mengalami perkembangan serta perubahan. Untuk meneliti gejala tersebut, perlu ditelaah lebih lanjut perihal dinamika kelompok sosial tersebut. Keadaan yang tidak stabil dalam kelompok sosial terjadi karena konflik antar

24

individu dalam kelompok atau karena adanya konflik antar bagian kelompok tersebut sebagai akibat tidak adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan di dalam kelompok itu sendiri. Didalam dinamika kelompok mungkin terjadi antagonisme antar kelompok. Apabila terjadi peristiwa tersebut, secara hipotesis prosesnya sebagai berikut:

1. Bila dua kelompok bersaing, maka akan timbul stereotip

2. Kontak antara kedua kelompok yang bermusuhan tidak akan mengurangi sikap tindak bermusuhan tersebut

3. Tujuan yang harus dicapai dengan kerja sama akan dapat menetralkan sikap tindak bermusuhan

4. Didalam kerja sama mencapai tujuan, stereotip yang semula negatif menjadi positif.