• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Konflik

BAB I PENDAHULUAN

E. Kerangka Konseptual

8. Penyelesaian Konflik

Indonesia mengenal kata damai yang sering diartikan sebagai harmoni, ketenangan dan ketentraman. Filsafat perdamaian juga termuat di Bhagavat Gita yang mengisahkan perjalanan mahabarata yang mengutamakan cara perdamaian,

dan kekerasan adalah pilihan yang mengingkari hati nurani42. Secara umum dalam

studi konflik dan perdamaian konflik kontemporer memilah perdamaian menjadi

dua, yaitu perdamaian positif dan negatif. Seperti telah disebutkan di atas mengenai tiga konsep kekerasan; struktural, langsung, dan budaya, perdamaian sebenarnya juga mengikuti konsep kekerasan ini. Webel menyebutkan istilah

durable peace yang maknanya hampir sama dengan perdamaian positif Galtung.

b. Jenis-jenis Perdamaian

Perdamaian positif berarti terpenuhinya rasa aman dan keadilan ekonomi dari sistem yang berlaku, sampai terhapusnya diskriminasi ras, etnis, dan agama oleh struktur sosial. Perdamaian dalam pengertian langsung bisa disebut juga sebagai perdamaian negatif, dimana orang-orang tidak terancam mengalami luka-luka bahkan nyawa dari tindakan orang atau kelompok lain.

2.1. Perdamaian Positif

Perdamaian psoitif tidak hanya berkaitan dengan usaha mereduksi kekerasan langsung tetapi juga pada pengembangan pengembangan vertikal sosial yang bertanggung jawab terhadap hubungan-hubungan hierarkis di antara orang-orang. Konsep perdamaian positif (positive peace), berdasarkan pada pemahaman dasar dari kondisi-kondisi sosial, cara menghapus kekerasan struktural melampaui tiadanya kekerasan langsung.

2.2. Perdamaian Negatif

Perdamaian negatif berfokus pada tidak adanaya kekerasan langsung, pencegahan dan eliminasi kekerasan membutuhkan pemecahan perbedaan melalui negosisasi atau mediasi daripada memilih paksaan fisik. Barrash dan Webel dengan mengutip Aron menyatakan bahwa perdamaian negatif ini berangkat dari

pandangan realis (dan neorealis) yang memandang bahwa perdamaian adalah absennya perang43. Konsep perdamaian negatif ini kemudian berkembang dalam konsep pembangunan perdamaian negatif (negative peace building) seperti diplomasi, negosiasi, dan resolusi konflik. Dalam kasus tertentu, dengan menggunakan kekuatan militer (strength) seperti peace making dan peace keeping adalah bagian dari menciptakan perdamaian negatif.

2.3. Perdamaian Menyeluruh

Perdamaian menyeluruh adalah upaya melakukan penggabungan konsep perdamaian positif dan negatif. Pandangan perdamaian menyeluruh adalah usaha mengontrol dan mengelola kehidupan secara kontinu daripada yang sesaat (parsial), dengan mereduksi seluruhnya pada bentuk-bentuk yang sederhana. Jika dilihat sebagai satu sumber perubahan, perdamaian tidak dapat dimodelkan sebagai suatu hasil yang statis. Konflik adalah sumber energi yang mendorong tindakan. Paul Lederach menciptakan konsep transformasi konflik (conflict

transformation) sebagai narasi pembangunan perdamaian ini.

Transformasi konflik merupakan proses sosial politik yang menyertakan

aksi-aksi perdamaian negatif dan membentuk sistem perdamaian positif44.

Perdamaian memperkenalkan sebagai perdamaian sosial, stabilitas atau tatanan di dunia dapat dipromosikan sebagai kebangkitan spiritual. Tabel dibawah menunjukkan dimensi perdamaian negara dan positif.

43 Ibid., hlm. 121.

Tabel 1.3

Tabel Perdamaian

Kebutuhan Bertahan Kebutuhan Kondisi yang Positif Kebutuhan Identitas Kebutuhan Kebebasan Perdamaian Negatif

Perlindungan dari Aksi Kekerasan Proteksi oleh Masyarakat, Memberi Kepastian Hukum. Pengakuan dalam Hubungan Sosial, Sosialisasi Eksistensi Akomodasi, Penerimaan (recognition) Perdamaian Positif Pemberian Akses Kesejahteraan Akomodasi Normatif, Keadilan Sosial Kesetaraan, Kesatuan.

Sumber: Buku Sosiologi Konflik & Isu-isu Konflik Kontemporer, Novri Susan.

Pada tabel di atas perdamaian menyeluruh merupakan kondisi yang diakibatkan secara mutual antara perdamaian negatif dan positif. Pada pemahaman ini, menciptakan perdamaian menyeluruh adalah persoalan pembagian kerja di bidang pembangunan perdamaian.

c. Mengelola Konflik (Conflict Management)

Konflik sosial adalah suatu fenomena yang diciptakan oleh manusia sendiri dalam banyak hubungan dan interaksi sosial. Secara definitif management

conflict adalah usaha mereduksi dan menekan (constainment) kekerasan selama

proses konflik melalui pelaksanaan wewenang dan kekuasaan (power). Menurut

Moore, ada beberapa bentuk dan proses pengelolaan konflik45:

a. Avoidance: pihak-pihak berkonflik saling menghindari dan mengharap konflik bisa diselesaikan dengan sendirinya.

b. Informal problem solving: pihak-pihak berkonflik setuju dengan pemecahan masalah yang diperoleh secara informal.

c. Negotiation: ketika konflik masih terus berlanjut, maka para pihak berkonflik perlu melakukan negosiasi. Artinya, mencari jalan keluar dan pemecahan masalah secara formal. Hasil dari negosiasi bersifat prosedural yang mengikat semua pihak yang terlibat dalam negosiasi.

d. Mediation: munculnya pihak ketiga yang diterima oleh kedua pihak karena dipandang bisa membantu para pihak berkonflik dalam penyelesaian konflik secara damai.

e. Executive dispute resolution approach: kemunculan pihak lain yang memberi suatu bentuk penyelesaian konflik.

f. Arbitration: suatu proses tanpa paksaan dari para pihak berkonflik untuk mencari pihak ketiga yang dipandang netral atau imparsial.

g. Judicial approach: terjadinya intervensi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga berwenang dalam memberi kepastian hukum.

h. Legislative approach: intervensi melalui musyawarah politik dari lembaga perwakilan rakyat, kasus-kasus konflik kebijakan sering menggunakan pendekatan ini.

i. Extra legal approach: penanganan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kekuatan legal dan mungkin tidak dimiliki oleh pihak lawan.

Kesimpulan dari pengelolaan konflik Moore adalah tidak harus berjalan sebagai proses bertahap. Hal ini tergantung pada konteks dan jenis konflik.

1. Metode Resolusi Konflik

Resolusi konflik (conflict resolution) adalah proses untuk mencapai keluaran konflik dengan menggunakan metode resolusi konflik. Metode resolusi konflik bisa dikelompokkan menjadi pengaturan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik (self regulation) atau intervensi pihak ketiga (third party

intervention)46. Resolusi konflik melalui pengaturan sendiri terjadi jika para pihak yang terlibat konflik berupaya menyelesaikan sendiri konflik mereka. Intervensi pihak ketiga terdiri atas, resolusi pengadilan, proeses administratif, dan resolusi perselisihan alternatif (alternative dispute resolution).

a. Pengaturan Sendiri

Dalam metode resolusi konflik pengaturan sendiri, pihak-pihak yang terlibat konflik menyusun strategi konflik dan menggunakan taktik konflik untuk mencapai tujuan terlibat konfliknya. Pihak-pihak yang terlibat konflik saling melakukan pendekatan dan negosiasi untuk menyelesaikan konflik dan menciptakan keluaran konflik yang mereka harapkan. Pola interaksi konflik tergantung pada keluaran konflik yang diharapkan, potensi konflik lawan konflik, dan situasi konflik. Tidak ada satu pola interaksi konflik yang terbaik untuk semua tujuan dan semua situasi konflik. Berikut dikemukanan contoh pola interaksi konflik dalam upaya mencapai keluaran konflik yang diharapkan oleh pihak yang terlibat konflik:

1.1. Interaksi konflik dengan keluaran yang diharapkan mengalahkan lawan konflik (win & lose solution)

Dalam interaksi konflik model ini, pihak yang terlibat konflik bertujuan untuk memenangkan konflik dan mengalahkan lawan konfliknya. Pihak yang terlibat konflik berupaya mencapai solusi konflik mengalahkan lawan konfliknya dengan berbagai pertimbangan antara lain sebagai berikut:

1. Merasa mempunyai kekuasaan lebih besar dari lawannya 2. Merasa mempunyai sumber konflik lebih besar

3. Menganggap objek konflik sangat penting bagi kehidupan dan harga dirinya

4. Situasi konflik menguntungkan

5. Merasa bisa mengalahkan lawan konfliknya

1.2. Interaksi konflik dengan tujuan menciptakan kolaborasi atau kompromi (win

& win solution)

Proses resolusi konflik dapat dicapai melalui interaksi konflik antara lain sebagai berikut:

1. Menyusun strategi konflik dengan tujuan melakukan pendekatan kepada lawan konflik agar mau bernegosiasi dan mendapatkan sepenuhnya atau sebagian keluaran konflik yang diharapkan.

2. Menghadapi lawan konflik dengan ramah (sering juga dengan cara keras) agar mau bernegosiasi

3. Mengajak lawan konflik untuk berunding dan bernegosiasi dengan prinsip memberi dan mengambil (give & take)

4. Mengemukakan data, fakta, informasi, atau kejadian yang ada hubungannya dengan konflik secara apa adanya tanpa menyudutkan atau menyalahkan 5. Menganalisis posisi interaksi konflik dari lawan konflik

1.3. Interaksi konflik menghindar

Tujuan dari proses resolusi konflik menghindar adalah menghindarkan diri dari situasi konflik. Pihak yang terlibat konflik berupaya menghindari konflik dengan beberapa alasan, yaitu:

1. Tidak senang terhadap ketidaknyamanan sebagai akibat terjadinya konflik

2. Menganggap penyebab konflik tidak penting

3. Tidak mempunyai cukup kekuasaan untuk memaksakan kehendak 4. Menganggap situasi konflik tidak bisa dikembangkan sesuai

kehendaknya

5. Belum siap untuk melakukan negosiasi

1.4. Interaksi konflik mengakomodasi

Interaksi konflik mengakomodasi bertujuan untuk menyenangkan lawan konflik dan mengorbankan diri. Berikut adalah perilaku konfliknya:

1. Bersikap pasif dan ramah kepada lawan konflik

2. Memperhatikan lawan konfliknya sepenuhnya dan mengabaikan diri sendiri

3. Menyerah pada solusi yang diminta lawan konflik 4. Memenuhi keinginan lawan konflik

2. Intervensi Pihak Ketiga

Sering kali pihak-pihak yang terlibat konflik tidak mampu menyelesaikan konflik yang sudah berlangsung lama dengan menghabiskan sumber-sumber yang dimiliki dan pengorbanan yang besar. Akan tetapi, kedua belah pihak yang terlibat konflik tidak mau mengalah untuk menyelamatkan muka. Menyelamatkan muka sering terjadi jika konflik berkaitan dengan harga diri atau citra diri. Meneruskan konflik akan membuat konflik jalan di tempat atau mereda sebentar, kemudian mulai lagi.

Dalam keadaan seperti ini, intervensi pihak ketiga (third party

intervention) diperlukan. Pihak ketiga – disebut intervener – melakukan intervensi

ke dalam konflik. Pihak ketiga bisa bersikap pasif menunggu datangnya pihak yang terlibat konflik untuk meminta bantuan. Pihak ketiga juga bisa bersikap aktif dengan membujuk kedua belah pihak untuk menyelesaikan konflik mereka. Sebagai contoh, Pak Lurah melalui jajarannya sebagai pihak ketiga bisa meminta warganya yang sedang terlibat konflik untuk menyelesaikan konflik dengan bantuannya.

Resolusi konflik melalui pihak ketiga merupakan kontinum dari intervensi pihak ketiga yang keputusannya tidak mengikat. Keputusan hanya mengikat para pihak yang terlibat konflik sampai pihak ketiga tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan mengenai konflik. Pihak ketiga bisa berupa lembaga pemerintah, lembaga arbitrase yang dibentuk berdasarkan undang-undang, lembaga mediasi hingga pihak ketiga yang dibentuk berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang terlibat konflik.