• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Konsep Pajak Penghasilan

1. Pengertian Pajak Penghasilan

Kata pajak penghasilan memiliki dua pengertian, yaitu pengertian pajak dan pengertian penghasilan. Waluyo (2006 : 2) mendefinisikan pajak yaitu:

...Pajak sebagai iuran kepada warga Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh wajib pajak, membayarnya menurut peraturan – peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Rp Rp

Total modal (dikurangi penyertaan pemerintah dan sumbangan) 234.668.680,00 Ditambah:

Selisih nilai aktiva yang diperdagangkan dalam neraca dan nilai

setara kas 61.000.000,00 Utang jangka panjang 200.000.000,00 Cadangan untuk resiko investasi 18.888.596,00

Total 514.557.276,00 Dikurangi:

Aktiva yang disewakan 165.984.062,00 Investasi bukan untuk diperdagangkan 68.865.984,00 Aktiva tetap 21.519.160,00

Total 256.369.206,00 Dasar perhitungan zakat 258.188.070,00

Lain halnya dengan definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. Sumitro yang dikutip oleh Waluyo (Ibid : 3) bahwa “ Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang – undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum“. Sedangkan penghasilan menurut Judisseno (2002 : 76) adalah “ Jumlah uang yang diterima atas usaha yang dilakukan orang perorangan, badan, dan bentuk usaha lainnya yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengkonsumsi, dan/atau menimbun serta menambah kekayaan”.

Hal di atas juga senada dengan definisi pajak penghasilan menurut Undang – undang pajak penghasilan Nomor 36 (2008 : Pasal 4 ayat 1) yaitu “ Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut”.

Jika dipandang dari sudut akuntansi sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia yaitu menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 46 (2009 : Paragraf 7) “pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan”.

2. Subjek Pajak Penghasilan

Menurut Undang – undang perpajakan Nomor 36 (2008 : Pasal 2 ayat 1) tentang Pajak Penghasilan “Orang pribadi yang menjadi subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada diindonesia ataupun diluar Indonesia”. Selanjutnya

Judisseno (2002 : 79) memberikan penjelasan tentang kewajiban pajak orang pribadi, badan, warisan dimulai dan berakhir pada :

a. orang pribadi dilahirkan, berada atau berniat bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama – lamanya,

b. badan didirikan atau berkedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia,

c. timbulnya warisan dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagikan.

Menurut Waluyo (2006 : 61) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif, yaitu:

a. orang pribadi bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada diindonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada diindonesia dan mempunyai nia untuk bertempat tinggal di Indonesia

b. bagi badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. c. bagi orang yang tidak bertempat tinggal diIndonesia atau berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang didirikan dan tidak bertempat kedudukan diindonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usahan diIndonesia, kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap diindonesia.

d. bagi orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau berada diindonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan diindonesia yang dapat memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau kegiatan usaha tetap diindonesia, kewajiban pajak sunjektifnya dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menerima penghasilan tersebut.

3. Objek Pajak Penghasilan dan Penghasilan Kena Pajak

Menurut Undang – undang Perpajakan Nomor 36 (2008 : Pasal 4 ayat 1) tentang Pajak Penghasilan “yang menjadi objek pajak penghasilan yaitu setiap

tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun“. Menurut Waluyo (2006 : 67), penghasilan yang menjadi objek pajak dapat digolongkan menjadi:

1. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notarim aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.

2. penghasilan dari usaha dan kegiatan .

3. penghasilan dari modal yang berupa harta gerak maupun harta tak gerak seperti bunga, deviden, royalti, sewa dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha.

4. penghasilan lain – lain seperti pembebasan hutang dan hadiah

Perhitungan penghasilan kena pajak dari suatu badan usaha dihitung berdasarkan laba bersih yang belum dikurangkan pajak maupun zakat. Lapisan penghasilan kena pajak yang diatur dalam Undang – undang Perpajakan untuk wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yaitu:

Penerapan tarif pajak atas penghasilan berdasarkan Undang-undang pajak penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 perhitungan pajak terhutang untuk wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 25%. Untuk keperluan penerapan tarif pajak penghasilan, jumlah penghasilan kena pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. Misalnya diketahui penghasilan kena pajak sebesar Rp 7.576.350,00. Untuk keperluan penerapan tarif pajak penghasilan, penghasilan kena pajak tersebut dibulatkan ke bawah menjadi Rp 7.575.000,00

Hubungan yang paling mendasar antara Undang – undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Undang – undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yaitu laba bersih tahun berjalan dari suatu usaha dapat dikurangkan dengan zakat yang dibayarkan oleh muzakki sehingga penghasilan kena pajak dapat berkurang.

Dalam Undang – undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan Undang – undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, terdapat kaitan yang cukup erat. Dengan adanya UU tersebut umat Islam baik sebagai pribadi maupun sebagai pemilik badan usaha, dapat memperhitungkan zakat yang telah dibayarkan untuk dikurangkan atas penghasilannya dalam menentukan besarnya pajak penghasilan. Peraturan dalam kedua Undang – undang tersebut tercatat dalam Lembaran Negara Nomor 127 (2000 : Pasal 14 ayat 3) dinyatakan “ Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku“.

Berkaitan dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan di atas, terdapat hal – hal yang dijadikan pedoman yaitu:

1. zakat yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak adalah hanya zakat atas penghasilan, dan sepanjang berkenaan dengan penghasilan yang menjadi objek pajak,

2. dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi muslim dan wajib pajak badan yang dimiliki muslim,

3. pembayaran zakat yang dapat diakui sebagai pengurang penghasilan kena pajak adalah kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah,

4. zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat, Lembaga Amil Zakat dan

mustahik tidak termasuk objek pajak.

Dokumen terkait