• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Konsep Zakat Badan Usaha

1. Pengertian Zakat dan Dasar Hukum

Secara fikih perusahaan tidak merupakan objek yang wajib membayar zakat maka yang wajib itu bukan perusahaan tapi pemiliknya. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqi dalam buku Sofyan Syafri Harahap (2001 : 301) bahwa “ Pada tahun kedua hijriyah syara’ menentukan jenis harta yang wajib dizakati, diantaranya yaitu emas dan perak, perniagaan, peternakan, tanaman, dan barang – barang temuan (rikaz) atau harta karun”.

Dalam konteks zakat badan usaha, maka secara syariah, zakat ini merupakan peng-qiyas-an dari zakat perniagaan. Zakat perusahaan kadarnya dihitung berdasarkan neraca perusahaan yang besarnya 2,5%. Namun dalam kaitan dengan pajak, zakat yang digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak berdasarkan laporan laba/rugi. Dengan demikian, akan terjadi kesamaan antara pendapatan yang diperoleh melalui kegiatan usaha perusahaan seperti itu dan penghasilan para pedagang yang diharuskan mengeluarkan zakat perdagangannya ketika mereka menjual hasil perdagangannya.

2. Standar Akuntansi Zakat Badan Usaha

Dari pandangan secara makro maka tujuan akuntansi syariah dikemukakan oleh Triyuwono (2001 : 27) adalah:

a. merupakan dasar dalam perhitungan zakat,

b. memberikan dasar dalam pembagian keuntungan, distribusi kesejahteraan dan pengungkapan terhadap kejadian dan nilai – nilai,

c. untuk meyakinkan bahwa usaha yang dilakukan perusahaan bersifat Islami dan hasil (laba) yang diperoleh tidak merugikan masyarakat.

Oleh sebab itu maka Harahap (2001 : 322) mengemukakan standar akuntansi terhadap zakat yang terpenting adalah sebagai berikut:

a. penilaian current exchange value (nilai tukar sekarang) atau harga pasar. Kebanyakan para ahli fikih mendukung bahwa harta perusahaan pada saat menghitung zakat harus dinilai berdasarkan harga pasar,

b. aturan satu tahun. Untuk mengukur nilai aktiva, kalender bulan harus dipakai kecuali untuk zakat pertanian. Aktiva harus diberlakukan lebih dari satu tahun,

c. aturan mengenai independensi. Peraturan ini berkaitan dengan standar di atas. Zakat yang dihitung tergantung pada kekayaan akhir tahun. Piutang pendapatan yang bukan pendapatan tahun ini dan pendapatan yang dipindahkan ke depan tidak termasuk,

d. standar realisasi. Kenaikan jumlah diakui pada tahun yang bersangkutan apakah transaksi selesai atau belum. Piutang (transaksi kecil) harus dimasukkan dalam perhitungan zakat,

e. yang dikenakan zakat, nisab harus dihitung menurut hadits dimana tidak ditagih zakat dari orang yang tidak cukup kekayaannya senisab,

f. net total (gross) memerlukan net income. Setelah satu tahun penuh,

biaya, hutang, dan penggunaan keluarga harus dikurang dari income yang akan dikenakan zakat,

g. kekayaan aktiva, apakah di Negara Islam atau bukan, jika pemiliknya adalah Islam, maka harus dimasukkan dalam perhitungan kekayaannya yang akan dikenakan zakat dan dihitung nisab.

Triyuwono ( 2001 : 81 ) menjelaskan bahwa yang termasuk dalam aktiva yang dikenai kewajiban zakat (selain aktiva tetap) adalah kas dan setara kas, piutang, aktiva yang diperoleh untuk diperdagangkan dan aktiva pembiayaan.

a. Kas dan Setara Kas

Kas terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro, sedangkan setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat liquid, berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi resiko perubahan yang signifikan.

b. Piutang

Piutang adalah klaim tehadap pihak lain atas penyerahan barang atau jasa dalam rangka kegiatan usaha perusahaan. Piutang di sini adalah piutang netto setelah dikurangi provisi untuk piutang ragu – ragu.

c. Aktiva yang diperoleh untuk diperdagangkan (seperti persediaan, surat berharga, real estate dan lain - lain).

Aktiva yang diperoleh untuk diperdagangkan harus diukur pada nilai ekivalen tunainya pada saat zakat sampai haul dan nisab-nya.

d. Aktiva Pembiayaan (seperti mudharabah, musyarakah, salam,

istishna’ dan lain - lain).

Aktiva Pembiayaan haruslah merupakan aktiva bersih (netto) dari semua provisi untuk semua nilai atau non-collectibility-nya. Dana – dana yang digunakan untuk mendapatkan aktiva tetap yang berhubungan dengan aktiva pembiayaan harus dikurangkan.

Mengenai masalah pengklarifikasian aktiva tersebut, Gambling dan Karim dalam Buku Muhammad (2005 : 164) menyatakan bahwa “ Pengklarifikasian aktiva menjadi aktiva lancar (current asset) dan aktiva tetap (non-current asset) mempunyai arti yang berbeda dalam pandangan syariah Islam. Dari kacamata syariah tentunya pengklarifikasian aktiva tersebut digunakan untuk mengidentifikasi aktiva yang terkena zakat (zakatable assets)”.

3. Nisab dan Perhitungan Zakat Badan Usaha

Dalam menentukan kapan sebuah perusahaan dapat dikenakan zakat dari hasil usahanya harus memenuhi syarat – syarat yang telah diatur dalam fikih. Sementara itu para ahli fikih menyatakan perhitungan zakat perusahaan masih menemui kesulitan karena adanya perbedaan format perhitungan serta elemen laporan keuangan yang berbeda dengan format baku saat ini dengan menurut fikih. Perbedaan itu misalnya dalam menghitung laba, menghitung biaya, aktiva tetap, dan sebagainya. Oleh sebab itu, maka Muhammad (2005 : 164) mencoba untuk memberikan penjelasan dalam hal pengukuran zakat ini yaitu “ Untuk kepentingan zakat, pengukuran yang lebih relevan digunakan adalah net cost

accounting atau net realizable value atau Continuously Contemporary Accounting

(CoCoA) dan tidak menggunakan historical cost accounting”.

Dalam perbankan syariah, telah diatur suatu standar untuk pembuatan laporan keuangannya yang berbeda dengan perbankan konvensional pada umumnya. Dengan dikeluarkannya PSAK No. 59 yang walaupun diakui belum sepenuhnya murni bersifat syariah karena merupakan penggabungan dari PSAK yang ada. Prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum serta standar lain yang diadopsi dari luar negeri, maka ada beberapa jenis laporan keuangan harus disajikan oleh sebuah lembaga keuangan syariah yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK No. 59 tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah (2009 : Paragraf 68):

a. komponen laporan keuangan mencerminkan kegiatan komersial: (1) laporan posisi keuangan

(2) laporan laba rugi (3) laporan arus kas

(4) laporan perubahan ekuitas,

b. komponen laporan keuangan mencerminkan kegiatan sosial : (1) laporan sumber dan penggunaan dana zakat ; dan (2) laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan

c. komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut

Lebih jauh lagi Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK No. 59 tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah (Ibid : Paragraf 41) menyebutkan bahwa:

Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas, tetapi

juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas yang diterima di masa depan. Oleh karena itu, laporan keuangan menyediakan jenis informasi transaksi masa lalu dan peristiwa lainnya yang paling berguna dalam pengambilan keputusan.

Kemudian Ikatan Akuntan Indonesia masih dalam buku yang sama PSAK No. 59 tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah (Ibid : Paragraf 42) menyatakan ”penghitungan pendapatan untuk tujuan bagi hasil usaha menggunakan dasar kas”.

Walaupun sebenarnya untuk paragraf 42 dalam PSAK 59 masih dalam proses perdebatan yang panjang, karena sebagian dari praktisi bank syariah menilai tidak sesuai diterapkan dalam lembaga perbankan yang berbasis syariah. Hamidi (2003 : 224) berpendapat bahwa “ Bank syariah akan mengalami kerugian apabila ia dipaksa untuk mengikuti PSAK 59, khususnya harus mencatat pengakuan pendapatan laporan keuangan dengan dasar accrual, dikarenakan akan sulit dilakukan pencatatan untuk pembiayaan mudharabah dan musyarakah mengingat pendapatan yang diperoleh tidak dapat dipastikan besarnya”.

Konsekuensi dari keadaan ini adalah bank syariah akan menanggung pajak yang sudah harus dibayarkan, sementara sebenarnya penerimaan tersebut belum pasti menjadi milik bank. Pengaruh yang paling besar kepada pembayaran zakat adalah bahwa apabila zakat telah dikeluarkan, tetapi ternyata di akhir periode pendapatan yang belum nyata itu tidak dapat diperoleh sehingga berakibat tidak sesuainya pengeluaran zakat dengan laba yang diperoleh. Walaupun demikian, PSAK No. 59 ini tetap diberlakukan dengan tetap mempertimbangkan keadaan.

Dari beberapa penjelasan dan teori – teori yang ada di atas, baik itu tentang konsep zakat badan usaha maupun tata cara perhitungan zakat perusahaan, maka

penulis mencoba untuk memberikan sebuah contoh laporan keuangan sebuah perusahaan sebagai dasar dalam perhitungan zakat perusahaan.

Tabel 2.1

Contoh Neraca Badan Usaha Syariah PT. BANK ABC

Neraca

Per 31 Desember 2006

Sumber : diolah oleh penulis

Informasi tambahan:

a. penyertaan modal termasuk penyertaan modal dari pemerintah, penyertaan lembaga atau organisasi non-profit dan sumbangan sebesar Rp. 6.000.000,-,

b. nilai setara kas untuk asset yang diperdagangkan adalah:

Aktiva Passiva

Kas dan setara kas Rp 409.108.784,00 Utang lancar Rp 42.261.454,00

Piutang bersih 856.468.432,00 Wesel bayar 99.122.188,00

Pembiayaan mudha- Utang lain-lain 106.370.108,00

rabah 40.000.000,00

Pembiayaan musya- Cadangan untuk resiko

rakah 60.000.000,00 investasi 18.888.596,00

Istishna' 40.000.000,00 Utang jangka panjang 200.000.000,00

Real estate yang

perdagangkan 22.661.318,00

Surat berharga yang Modal investasi terbatas 1.369.009.432,00

diperdagangkan 329.084.458,00

Persediaan 21.628.260,00 Penyertaan minoritas 40.000.000,00

Investasi yang diper- Penyertaan Modal:

dagangkan 81.000.000,00

Investasi yang tidak Kenaikan modal 208.000.000,00

diperdagangkan 68.865.984,00

Total Aktiva Lancar 1.928.817.236,00 Cadangan 6.668.680,00

Aktiva/Bangunan yang Laba ditahan 20.000.000,00

disewakan 165.984.062,00

Aktiva tetap yang dipa- Laba bersih tahun

kai 21.519.160,00 jalan 6.000.000,00

Total Aktiva tetap 187.503.222,00 Total modal Rp 240.668.680,00

Total Aktiva Rp 2.116.320.458,00 Total Passiva Rp 2.116.320.458,00

Jumlah Jumlah

Tabel 2.2

Nilai Setara Kas untuk Asset yang Diperdagangkan

Sumber : diolah oleh penulis

Dari contoh laporan keuangan di atas, Harahap (2001 : 307) menyebutkan beberapa metode dalam menghitung zakat perniagaan khususnya untuk perusahaan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh seperti T.E. Gambling dan R.A Karim, Yusuf Qardhawi, Bazis DKI, Syarikat Takaful Malaysia Sdn. Berhad dan Bank Muamalat Indonesia.

a. Menurut T.E. Gambling dan R.A. Karim

Zakat perdagangan dikenakan pada nilai bersih kekayaan, yaitu: (modal + laba bersih) x 2,5% atau atas modal kerja atau laba bersih.

b. Menurut Yusuf Qardhawi

Seseorang yang memiliki kekayaan perdagangan yang sudah satu tahun dan se-nisab pada akhir tahun itu, maka wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dihitung dari modal dan keuntungan (zakat dikenakan dari pangkal dan pertumbuhannya), bukan dari keuntungannya saja. Sedangkan untuk aktiva tetap maka tidak diwajibkan atas zakat kecuali jika aktiva tetap itu menghasilkan keuntungan atau pendapatan, maka zakat atas aktiva tetap besarnya 10% dari hasil bersih setelah dikurangi biaya – biaya yang dikeluarkan. Tetapi hasil bersih tidak mungkin untuk diketahui, maka zakat dikenakan atas seluruh hasil sebesar 5%.

c. Bazis DKI

Bazis DKI menghitung zakat dari aktiva lancar sesuai dengan neraca tahunan, yaitu uang yang ada di Kas dan Bank, surat – surat berharga, persediaan, dikurangi dengan kewajiban yang harus dibayar dengan ketentuan nisab 98 gram emas murni dan tarif zakat 2,5%. Dalam perhitungan ini aktiva tetap dan utang jangka panjang tidak diperhitungkan.

d. Menurut Syarikat Takaful Malaysia Sdn. Berhad

Zakat dihitung sebesar 2,5% dari keuntungan sebelum pajak. e. Menurut Bank Muamalat Indonesia

Surat berharga Rp 329.084.458,00 Rp 361.084.458,00 Rp 32.000.000,00 Persediaan 21.628.260,00 31.628.260,00 10.000.000,00 Bangunan/Properti 22.661.318,00 32.661.318,00 10.000.000,00 Investasi lainnya 81.000.000,00 90.000.000,00 9.000.000,00 Total Rp 454.374.036,00 Rp 515.374.036,00 Rp 61.000.000,00

Nilai Kas dan

Setara Kas Selisih Akun Penilaian berdasarkan

Zakat perusahaan dihitung 2,5% dari laba perseroan sebelum pajak. (laba dihitung menurut prinsip akuntansi) yang berlaku (PSAK).

f. Menurut BPRS Al-Washliyah

Zakat perusahaan dihitung 2,5% dari keuntungan bagi hasil nasabah setiap bulannya, Jadi tidak dapat diperhitungkan satu persatu. Dan tidak dapat ditentukan besarnya zakat yang diperoleh dari laba usahanya, dikarenakan zakat dihitung dari keuntungan bagi hasil dari setiap nasabah yang bersipat sukarela.

Dari beberapa konsep perhitungan yang dikemukakan di atas, maka penulis mencoba melakukan perhitungan zakat berdasarkan contoh yang ada.

a. Menurut T.E. Gambling dan R.A. Karim

Berdasarkan contoh di atas maka kewajiban zakat adalah sebagai berikut: (modal + cadangan – aktiva tetap) + Laba Bersih x 2,5%

= (Rp 234.668.680 - Rp 21.519.160) + Rp. 6.000.000 x 2,5% = (Rp. 213.149.520 + Rp. 6.000.000) x 2,5%

= Rp. 219.149.520 x 2,5% = Rp. 5.478.738

maka zakat yang dikeluarkan sebesar Rp. 5.478.738.

Keterangan : modal = total modal – laba bersih tahun berjalan. b. Menurut Yusuf Qardhawi

Berdasarkan contoh diatas maka perhitungan zakat perusahaan adalah sebagai berikut:

1) (modal + laba bersih) x 2,5%

2) Keuntungan dari aktiva tetap yang disewakan yaitu sebesar Rp. 165.984.062 dan keuntungan bersih diasumsikan sebesar Rp. 14.500.000 tarif zakat 10%, maka zakat yang wajib dibayar adalah Rp. 14.500.000 x 10% = Rp 1.450.000,-.

c. Bazis DKI

Berdasarkan contoh diatas maka zakat dapat dihitung sebagai berikut: (aktiva lancar - utang lancar) x 2,5%

= (Rp. 1.859.951.252 - Rp 266.642.346) x 2,5% = Rp. 1.593.308.906 x 2,5% = Rp 39.832.722,65

Keterangan : aktiva lancar = total aktiva lancar – investasi yang tidak diperdagangkan

utang lancar = total utang – utang jangka panjang. d. Menurut Syarikat Takaful Malaysia Sdn. Berhad

Laba bersih tahun berjalan dalam laporan keuangan di atas adalah Rp. 6,000,000,- maka diasumsikan bahwa laba perusahaan sebelum dikurangi pajak adalah sebesar Rp. 9.671.000 .perhitungan zakatnya adalah sebagai berikut:

Rp. 9.671.000 x 2,5% = Rp. 241.775. e. Menurut Bank Muamalat Indonesia

Berdasarkan contoh di atas maka zakat dihitung sebagai berikut: Rp. 9.671.000 x 2,5% = Rp. 241.775.

Tidak berdasarkan contoh dikarenakan perhitungan zakatnya dihitung berdasarkan keuntungan bagi hasil nasabah dikalikan 2,5 % yang bersipat sukarela. Misalnya :

Rp 150.000 x 2.5 % = 3.750

Penilaian dan pengukuran akun – akun laporan keuangan syariah sangat berkaitan erat dengan metode pengukuran zakat. Adapun metode pengukuran zakat Harahap (2001 : 315) ada 2 yaitu metode aktiva bersih dan metode dana yang diinvestasikan bersih.

a. Metode Aktiva Bersih (Net Asset)

1) subjek zakat terdiri dari kas dan setara kas, piutang bersih (total piutang dikurangi piutang ragu - ragu), aktiva yang diperdagangkan seperti persediaan, surat berharga, real estate dan lain – lain dan pembiayaan mudharabah, musyarakah, salam, dan istishna’), aktiva tetap bukan merupakan subjek zakat,

2) aktiva yang dimaksudkan untuk diperdagangkan kembali diukur pada nilai kas ekivalen dari aktiva tersebut pada saat kewajiban zakat dibayarkan.

b. Metode Dana yang Diinvestasikan Bersih (Net Invested Funds)

Metode Net Invested Funds sebagai dasar dalam menghitung zakat

perusahaan telah diterapkan oleh sistem perhitungan zakat di Arab Saudi. Pos – pos yang terdapat dalam dasar perhitungan zakat perusahaan dengan metode Net Invested Funds adalah sebagai berikut: 1) Modal disetor (paid up capital) atau tambahan modal yaitu modal

pemilik dan setiap tambahan/kenaikan modal selama satu tahun, 2) Cadangan yang tidak dikurangkan dari aktiva,

3) Laba ditahan termasuk laba ditahan yang digunakan sebagai cadangan,

4) Laba bersih yang belum dibagikan. Dikurangi :

1) Aktiva tetap bersih,

2) Investasi yang tidak digunakan dalam perdagangan, misalnya gedung yang disewakan,

Mufraini (2006 : 128) Formula perhitungan zakat dengan metode net asset adalah:

Dasar penilaian dalam menghitung zakat: Tabel 2.3

Tabel 2.3 Metode Aktiva Bersih

Metode Aktiva Bersih

Dasar Penilaian

Aktiva :

Kas dan Setara Kas Nilai Kas atau setara kas

Piutang Bersih Nilai Kas atau setara kas

Pembiayaan Mudharabah Nilai Kas atau setara kas Pembiayaan Musyarakah Nilai Kas atau setara kas

Salam Istishna’ Nilai Kas atau setara kas

Aktiva yang diperdagangkan : Nilai Kas atau setara kas

Persediaan Nilai Kas atau setara kas

Surat Berharga Nilai Kas atau setara kas

Real Estate Nilai Kas atau setara kas

Utang :

Utang lancer Nilai Buku

Wesel Bayar Nilai Buku

Utang Lain – lain Nilai Buku

Modal Investasi Tak Terbatas Nilai Buku Penyertaan dari pemerintah, penyertaan lembaga Nilai Buku

Penyertaan Minoritas Nilai Buku

Sumber : Sofyan Syafri Harahap, 2001

Formula perhitungan zakat dengan menggunakan metode net invested funds adalah sebagai berikut:

Dasar penilaian dalam menghitung zakat : Tabel 2.4

zakat = [ (kas dan setara kas + piutang bersih + pembiayaan + aktiva yang diperdagangkan) - (utang lancar + modal investasi tak terbatas + penyertaan minoritas + penyertaan dari pemerintah + endowment + lembaga social + organisasi non provit penyertaan lembaga sosial,

enwoodment dan lembaga non profit ) ] x 2,5 %

zakat = [ (tambahan modal + cadangan + cadangan yang tidak

dikurangkan dari aktiva + laba ditahan + laba bersih + utang jangka panjang - (aktiva tetap + investasi yang tidak diperdagangkan + kerugian)] x 2,5 %

Aktiva Subjek Zakat Rp Rp

Kas dan setara kas 409.108.784,00

Piutang bersih 856.468.432,00 Pembiayaan Mudharabah 40.000.000,00 Pembiayaan Musyarak ah 60.000.000,00 Istishna' 40.000.000,00 Persediaan 31.628.260,00 Surat berharga 361.084.458,00

Real estate yang diperdagangkan 32.661.318,00

Investasi lainnya yang diperdagangkan 90.000.000,00

Total 1.920.951.252,00 Dikurangi: Utang Utang lancar 42.261.454,00 Wesel bayar 99.122.188,00 Utang lainnya 106.370.108,00

Penyertaan pemerintah dan organisasi non profit/sosial, dll 6.000.000,00

Penyertaan minoritas 40.000.000,00

Modal investasi tak terbatas 1.369.009.432,00

Total 1.662.763.182,00

Dasar perhitungan zakat 258.188.070,00

Zakat periode berjalan = 258.188.070X2,5% 6.454.701,75

Sumber : diolah oleh penulis

Tabel 2.4

Metode Dana yang Diinvestasikan Bersih

Metode Net Invested Funds Dasar Penilaian

Aktiva yang diperdagangkan :

Gedung yang disewakan Nilai Buku

Lain – lain Nilai Buku

Aktiva tetap Bersih Nilai Buku

Cadangan yang tidak dikurangkan dari aktiva

Utang Lancar dan Wesel Bayar Nilai Buku

Modal pemilik :

Tambahan Modal Nilai Buku

Cadangan Nilai Buku

Laba Ditahan Nilai Buku

Laba Bersih Nilai Buku

Sumber : Sofyan Syafri Harahap, 2001

Dari contoh sebelumnya maka perhitungan zakat menurut kedua metode tersebut di atas adalah:

Tabel 2.5

Tabel 2.6

Perhitungan Zakat dengan Metode Dana yang Diinvestasikan Bersih (Net InvestedFunds)

Sumber : diolah oleh penulis

Baik dengan metode aktiva bersih maupun dengan metode dana yang diinvestasikan bersih, menghasilkan jumlah akhir zakat periode berjalan yang sama yaitu sebesar Rp. 6.454.701,75.

Dokumen terkait