• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Pasar Berjangka dan Pasar Fisik

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 1. Harga CPO

3.1.5. Konsep Pasar Berjangka dan Pasar Fisik

Bursa berjangka merupakan pasar derivatif, yang berbeda dari pasar komoditi secara fisik yang telah umum kita kenal. Di pasar berjangka, diperdagangkan kontrak berjangka atas komoditi tertentu yang telah dipersyaratkan secara standar. Berdasarkan UU No.32/1997 tentang perdagangan berjangka komoditi, perdagangan berjangka adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan jual beli komoditi dengan penyerahan kemudian berdasarkan kontrak berjangka dan opsi atas kontrak berjangka (Badan Pengawas Berjangka Komoditi, 2003a). Beberapa ketentuan yang telah ditetapkan secara standar dalam kontrak berjangka, antara lain jenis komoditi, mutu, jumlah satuan perkontrak, bulan penyerahan, tempat penyerahan, dan persyaratan penyerahan. Karena bentuknya yang standar itu, maka yang di”negoisasi”kan hanya harganya saja. Performance atau ”terpenuhinya” kontrak berjangka sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam kontrak, dijamin oleh suatu lembaga khusus yaitu Lembaga Kliring Berjangka.

Dengan demikan di bursa berjangka akan terdapat banyak pasar berjangka, sesuai dengan banyaknya komoditi yang diperdagangkan. Di bursa, pembeli dan penjual bertemu satu sama lain dan melakukan transaksi untuk membeli atau menjual sejumlah komoditi untuk kemudian hari, sesuai isi atau spesifikasi kontrak. Harga komoditi yang terbentuk di bursa berlangsung secara transparan. Dengan demikian, harga tersebut akan mencerminkan kekuatan pasokan dan permintaan yang sebenarnya. Transaksi di bursa dilakukan oleh

para anggota bursa, yang terdiri dari Hedger (para petani produsen, pedagang komoditi, prosesor dan industri pemakai), Investor (spekulator) dan pialang berjangka, baik dengan cara berteriak (open outcry) atau secara elektronik

(authomated atau electronic trading system). Selanjutnya, harga yang terjadi dicatat menurut bulan penyerahan masing-masing kontrak berjangka dan diumumkan secara luas kepada masyarakat.

Menurut Djunaidi (1999), perbedaan antara perdagangan berjangka

(futures) dengan perdagangan fisik (forward) adalah sebagai berikut: 1. Kontrak

Pada perdagangan fisik syarat kontrak berdasarkan negoisasi sedangkan pada perdagangan berjangka syarat kontrak standard sesuai dengan ketetapan yang berlaku di bursa dan menurut Rambey (1999) kontrak forward yang diperdagangkan di pasar fisik dibuat secara ’tailor made’, tidak terstandarisasi, umumnya hanya terdapat satu delivery date, Settlement

dilaksanakan diakhir periode kontrak dan umumnya terjadi delivery berupa cash settlement pada saat berakhirnya kontrak. Sedangkan kontrak berjangka diperdagangkan sesuai standard melalui bursa dan terdaftar pada lembaga kliring, terdapat delivery date dalam satu rentang waktu dengan settlement

dilaksanakan secara harian melalui mekanisme margin trading dan kontrak umumnya diakhiri sebelum maturity.

2. Aktivitas Pasar

Pada perdagangan fisik aktivitas pasar tidak diregulasi, sedangkan di pasar berjangka diregulasi oleh bursa.

3. Penetapan Harga

Penetapan harga pada perdagangan fisik kurang kompetitif karena adanya negoisasi antara penjual dan pembeli. Sedangkan di pasar berjangka terjadi tawar menawar secara kompetitif sesuai dengan sistem lantai bursa.

4. Likuidasi

Likuidasi pada perdagangan fisik biasanya sulit, sedangkan pada perdagangan berjangka mudah di offset (ditutup).

Manfaat utama dari penyelenggaraan perdagangan berjangka komoditi yaitu sarana pembentukan harga (price discovery) yang transparan dan wajar, yang mencerminkan kondisi yang sebenarnya dari komoditi yang diperdagangkan dan sebagai sarana pengelolaan resiko (risk management)

melalui kegiatan lindung nilai atau hedging (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, 2003a). Pada dasarnya, harga komoditi primer sering berfluktuasi karena ketergantungannya pada faktor-faktor yang sulit dikuasai seperti kelainan musim, bencana alam, dan lain-lain. Dengan kegiatan lindung nilai menggunakan kontrak berjangka, mereka dapat mengurangi sekecil mungkin resiko yang diakibatkan gejolak harga tersebut. Dengan memanfaatkan kontrak berjangka, produsen komoditi dapat menjual komoditi yang baru akan mereka panen beberapa bulan kemudian, pada harga yang telah dipastikan atau “dikunci” sekarang (sebelum panen).

Dengan demikian, mereka dapat memperoleh jaminan harga sehingga tidak terpengaruh oleh kenaikan atau penurunan harga jual di pasar tunai. Sebagai jaminan, semua pengguna pasar berjangka, dipersyaratkan menyerahkan sejumlah uang yang disebut “margin”. Besarnya per kontrak umumnya berkisar antara 5 % - 10 % dari nilai kontrak. Adapun besarnya margin berbeda-beda tergantung pada komoditi, waktu, dan gejolak harga yang terjadi. Dalam perjalanannya, margin ini memerlukan tambahan (margin call), karena berkurang dari margin awalnya akibat pergerakan harga yang berlawanan dengan yang diperkirakan semula. Bila saldo margin mencapai batas tertentu, kepada setiap nasabah yang memiliki posisi “terbuka” baik beli atau jual, harus menambahkan marginnya kebesaran semula (margin awal). Margin yang telah

ditetapkan berlaku untuk periode waktu tertentu, dan dapat diubah sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Selain itu ada biaya komisi yang dikenakan oleh pialang berjangka, yang besaran minimumnya ditetapkan bursa atas persetujuan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bapppebti, 2003b).

3.1.5.1. Lindung Nilai (Hedging)

Dalam setiap kegiatan perdagangan, pengusaha selalu mengharapkan keuntungan, akan tetapi juga dihadapkan kepada resiko kerugian yang selalu melekat dalam kegiatan usahanya. Resiko umumnya berasal dari akibat perubahan harga barang, perubahan kurs mata uang, suku bunga, inflasi dan lain sebagainya. Untuk melindungi pengusaha dari resiko tersebut, dapat dilakukan lindung nilai yaitu suatu kegiatan pengambilan posisi di pasar berjangka yang berlawanan dengan posisinya di pasar fisik (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, 2003b). Dengan lindung nilai, resiko tersebut dapat dialihkan kepada investor yang mengharapkan keuntungan dari perubahan harga di Bursa Berjangka.

Manfaat lindung nilai selain merupakan sarana untuk mengurangi atau meminimalkan resiko akibat perubahan harga juga memberikan kepastian berusaha karena membantu pengendalian produk dan persediaan bahan baku guna memenuhi kebutuhan produsen, pengolah atau pabrikan. Lindung nilai memberikan peluang bagi Bank untuk menyediakan dana yang lebih besar karena lebih terjamin. Menurut Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (2003b) secara garis besar ada dua jenis lindung nilai yaitu lindung nilai jual untuk mengatasi resiko turunnya harga dan lindung nilai beli untuk mengatasi resiko kenaikan harga.

3.1.6. Peramalan

Peramalan merupakan alat kuantitatif yang digunakan untuk membantu didalam mengambil suatu keputusan. Suatu keputusan akan lebih baik hasilnya bila memadukan antara hasil kuantitatif (peramalan) dan intuisi (pendapat pribadi). Hampir setiap organisasi memerlukan ramalan baik secara eksplisit maupun secara implisit, karena hampir setiap organisasi harus membuat perencanaan agar sesuai dengan kondisi masa depan yang tidak diketahui dengan baik. Selain itu, peramalan dibutuhkan pada semua lini fungsional, begitu pula pada semua jenis organisasi. Peramalan dibutuhkan dalam bidang keuangan, pemasaran, personalia, dan lingkup produksi, dalam pemerintahan dan organisasi pencari laba, dalam klub sosial kecil, dan dalam partai politik nasional (Hanke et al. 2003).

Gaynor dan Kirkpatrick (1994) mengungkapkan bahwa peramalan merupakan pendugaan terhadap kegiatan masa depan. Metode peramalan dapat berdasarkan pengalaman, penilaian, opini dari ahli atau model matematika yang menggambarkan pola data historis.

Peramalan merupakan suatu proses memperkirakan secara sistematis tentang apa yang paling mungkin terjadi di masa depan berdasarkan informasi masa lalu dan sekarang yang dimiliki, agar kesalahan dapat diperkecil. Peramalan dapat juga diartikan sebagai suatu usaha memperkirakan perubahan, agar tidak disalahpahami bahwa peramalan tidak memberikan jawaban yang pasti tentang apa yang akan terjadi, melainkan akan mencari yang sedekat mungkin dengan apa yang akan terjadi (Mulyono 2000).