• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Konsep Pelayanan dan Pelayanan Kesehatan

Pelayanan dalam Kamus Indonesia bersal dari kata layan yang artinya menolong menyediakan segala sesuatu yang diperlukan orang lain sedangkan menurut Moenier (2001:16), pengertian pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung, dimana aktivitas adalah suatu proses penggunan pemikiran, pancaindra dan anggota badan dengan atau tanpa alat bantu yang di lakukan seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan baik berupa jasa maupun barang jadi aktivitas inilah yang disebut dengan pelayanan.

Menurut Ivencevich,lorenzi, Skinner dan Crosby yang dikutip oleh Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2006:2), menyatkan bahwa: “pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan”

Dengan demikian berdasarkan hal tersebut di atas pelayanan dapat diartikan sebagi proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain

atau manusia yang langsung dengan cara menolong menyediakan segala sesuatu yang diperlukan orang lain melalui sarana alat untuk bisa terlaksana memberikan atau mengadakan keperluan yang dibutuhkan.

Sedangkan menurut Levey dan loomba yang dikutip Azwar (1996:35) menyatakan bahwa: “pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang

diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatatkan kesehatan, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, dan ataupun masyarakat”

Berdasarkan konsep pengertian pelayanan dan kesehatan diats dapat diambil kesimpulan bahwa pelayanan kesehatan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung dengan cara menolong, menyediakan segala sesuatu yang di perlukan orang lain melalui sarana alat utuk bisa terlaksana,memberikan atau mengadakan keperluan yang yang dibutuhkan agar keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial setiap orang hidup produktif secara ekonomis dengan suatu keadaan seimbang yng dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dengan berbagai faktor yang berusaha

mempengaruhinnya melalui setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan,keluarga dan ataupun masyarakat.

Berdasarkan keputusan menteri Pendayagunaan Aparatur Negara no.63/kep/M.PAN/2003 tentang “Pedoman Umum Penyelenggaraan

Pelayanan Publik” bahwa setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan public yang wajib ditaati oleh pemberi atau penerima layanan.

Standa pelayanan sekurang-kurangnya meliputi: 1. Prosedur pelayanan

Prosedur pelayanan yang diberikan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.

2. Waktu penyelesaian

Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.

3. Biaya pelayanan

Biaya atau tarif jasa pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.

4. Produk [pelayanan

Hasil pelayan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

5. Saran dan prasarana

Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penylenggaraan pelayanan public.

6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan

2.2.2 Dimensi Pelayanan Publik

Menurut Gasperz dalam lukman (2002:2) ada beberapa dimensi pelayanan atau atribut yang harus diperhatikan dalam perbaikan kualitas pelayanan yang sebenarnya jika dijabarkan dalam 10 dimensi antara lain: 1. Ketepatan waktu pelayanan : berkaitan dengan waktu tunggu dan proses.

2. Akurasi pelayanan : berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas dari kesalahan-kesalahan.

3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan. Ini terutama bagi mereka yang berinteraksi lansung dengan pelanggan eksternal yaitu : operator telepon, satpam, pengemudi staf administrasi, kasir, dan lain-lain.

4. Tanggung jawab : berkaitan dengan penerimaan pesanan, dan penanganan keluhan dari pelanggan eksternal.

5. kelengkapan : menyangkut loingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung serta pelayanan komplementer lainnya.

6. Kemudahan merupakan pelaayanan : berkaitan dengan banyaknya outlet dan banyaknya petugas yang melayani.

7. Variasi model pelayanan : berkaintan dengan inovasi untuk

memberikan pola-pola baru dalam pelayanan, teatures (keistimewaan) dari pelayanan dan lain-lin.

8. Pelayanan pribadi : berkaitan dengan fleksibilitas penanganan pemintaan khusus, dan lain-lain.

9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan : berkaitan dengan lokasi, ruang dan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parker kendaraan, petunjuk-petunjuk dan bentuk- beuntuk lain.

10. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas musik, AC dan lain-lain.

2.2.3 Pengelolaan Sarana dan Prasarana serta fasilitas Pelayanan Publik Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2009

Penyelenggara dan Pelaksana berkewajiban mengelola sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik secara efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan berkesinambungan serta bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dan/atau penggantian sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik.

2.2.4. Tujuan pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah upaya atau usaha kesehatan di

masyarakat, Dalam bukunya Entjang (2000:14) menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan (upaya atau usaha kesehatan) di masyarakat bertujuan untuk

mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baaik jasmani maupun sosialnya serta diharapkan berumur panjang.

Dari hal tersebut diatas dapat disimpulkan tujuan pelayanan kesehatan adalah mencapai derajat kesehatan yang setinggin-tingginya baik

jasmani,rohani, maupun sosialnya serta diharapkan berumur panjang yang ditujukan kepada setiap lapisan masyrakat.

2.2.5 Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan

Bentuk dan jenis pelayana kesehatan jika dijabarkan menurut pendapat Hodgets dan Cascio dalam bukunya Azwar (2001:36) menjabarkan pelayanan kesehatan menjadi dua yaitu:

1. Pelayanan kedokteran

Pelayanan kesehatan yang pelaksanaannya ditandai dengan cara

pengorganisasian yang bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-bersama dalam satu organisasi , tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.

2. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan yang pelaksanaanya ditandai dengan cara pengorganisasian secara umum dengan cara bersama-sama dalam satu organisasi, tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya terutama untuk anggota kelompok dan masyarakat

2.2.6 Sifat upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2005:5), sifat upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan dibagi tiga:

1. Sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary) healty care)

pelayanan Ini dalah pelayanan kesehtan yang paling pertama bagi kasus-kasus atau penyakit-penyakit ringan. Pelayanan kesehatan ini adalah pelayanan

kesehatan yang menyentuh kesehatan di masyarakat, misalnya Poliklinik, Puskesmas dan sebagainnya

2. Sarana pelayanan kesehtan tingkat dua (secondary healty care)

Sarana pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang menangani kasus-kasus yang belum bisa ditangani oleh pelayanan kesehatan primer,karena peralatan atau keahlian belum ada, misalnya Puskesmas dengan rawat inap (Pus-kesmas RI),Rumah Sakit tipe D dan C dan Rumah berslin.

3. Sarana pelayanan kesehatan tingkat tiga (tertiary health care).

Pelayanan ini adalah pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus yang tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan tingkat dua, misalnya Rumah Sakit Provinsi, Rumah Sakit tipe B atau A. 2.2.7 Upaya Kesehatan.

Menurut Notoatmodjo (2005:4). Upaya kesehatan adalah setiap

kegiatan untuk memulihkan dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat. Upaya ini dilakukan oleh individu, kelompok, masyarakat baik secara lembaga oleh pemerintah ataupun melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Upaya kesehatan tersebut menurut Effendy (1997:153), dibagi menjadi 4 yaitu:

1. Promotif (peningkatan kesehatan).

Adalah usaha yang ditunjukkan untuk meningkatkan kesehatan yang meliputi usaha-usaha peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan

perseorangan, olahraga secara teratur, istirahat yang cukup dan rekreasi hingga seseorang mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

2. Preventif (pencegahan penyakit).

Adalah usaha yang ditingkatkan untuk mancegah terjadinya penyakit misalnya usaha memelihara kesehatan lingkungan, pemberian imunisasi pada bayi dan anak, ibu hamil, pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk mendeteksi penyakit secara dini.

3. Kuratif (pengobatan).

Adalah usaha yang ditunjukkan untuk orang yang sakit untuk dapat diobati secara tepat dan cepat sehingga dalam waktu singkat dapat dipulihkan kesehatannya.

4. Prehabilitas (pemulihan kesehatan)

Adalah usaha yang ditujukan terhadap penderita yang baru pulih dari penyakit yang dideritanya usaha ini ditunjukkan untuk memperbaiki kelemahan – kelemahan fisik, mental dan sosial pasien sebagai akibat dari penyakit yang dideritanya melalui latihan-latihan yang telah terprogram dan dapat pula dilakukan melalui latihan fisioterapi.

2.2.3.1 Konsep Dasar Kemiskinan

Konsep dan pengertian dasar kemiskinan dalam makalah Soenyono (2005:2) adalah sebagai berikut:

1. Kemiskinan berakibat dengan aspek ekonomi, sosial-budaya dan politik. Rumusan pengertian kemiskinan mencakup unsur-unsur : (i) ketidak

mampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar (pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, transportasi dan sanitasi) ; (ii) kerentanan; (iii) ketidak berdayaan; dan (iv) ketidak mampuan untuk menyalurkan aspirasinya.

2. Kemiskinan dapat dikategorikan berdasarkan penyebabnya, antara lain: structural, kultural, dan alamiah. Penyebab kemiskinan struktural yang berhubungan dengan kebijakan, peraturan dan lembaga yang ada

dimasyarakat yang menghambat produktifitas dan mobilitas masyarakat. Adapun penyebab kulturalnya adalah berkaitan dengan adnya nilai-nilai sosial budaya yang tidak produktif, tingkat pendidikan yang rendah dan kondisi kesehatan dan gizi yang buruk.

2.2.3.2 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadakan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga Negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagaian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluative, dan yang lainnya lagi memahami dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah “Negara berkembang” biasanya digunakan untuk merujuk kepada Negara-negara yang “miskin”. (http://id.wilpedia.orQ/wiki/kemiskinan)

Kemiskinan memiliki banyak definisi. Sebagian orang memahami istilah kemiskinan dari perspektif subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluative meskipun sebagian besar konsepsi mengenai kemiskinan sering dikaitkan dengan aspek ekonomi, kemiskinan sejatinya menyangkut pula dimensi material, sosial, cultural, institusional dan structural. Piven dalam Suharto, (2009:15), menunjukkan bahwa kemiskinan berhubungan dengan kekurangan materi, rendahnya penghasilan dan adanya kebutuhan sosial.

Menurut Mashoed (2004:39), kemiskinan adalah suatu situasi serba kekurangan dari penduduk dan disebabkan oleh rendahnya ketrampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar produksi orang miskin, dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Rendahnya pendapaatan penduduk miskin menyebabkan produktivitas yang sudah rendah memberikan beban ketergantungan bagi masyarakat.

Menurut Suharto (2009:14) kemiskinan adalah masalah sosial yang bersifat global. Artinya, kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian banyak orang di dunia.

Menurut Peraturan Presiden RI Nomor 15 Tahun 2010, kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematis, terpadu dan menyeluruh dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga Negara

secara layak melalui pembangunan inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan yang bermartabat.

2.2.3.3 Indikator kemiskinan

Indikator kemiskinan menurut Kuncoro (2004 : 142) adalah sebagai berikut:

1. Garis kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) batas garis kemiskinan

yang dibuat setiap Negara ternyata berbeda, misal disebabkan oleh adanya perbedaan lokasi dan standart kebutuhan hidup. BPS mengunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan perkapita sebulan untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2100 kalori perhari. Sedangkan pengeluaran minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang serta aneka barang dan jasa dengan kata lain BPS menggunakan dua macam pemdekatan kebutuhan dasar (basic need appoarch) dan pendekatan heal count indeks.

2. Garis kemiskinan Sayogyo adalah nilai rupiah yang setara dengan 20kg

beras atau daerah perkotaan sebagai tingkat konsumsi perkapita setahun.

3. Hendra Esmara menetapkan suatu garis kemiskinan pedesaan dan

perkotaan yang dipandang oleh sudut pengeluaran aktual pada sekelompok barang dan jasa esensial seperti yang diungkap secara berturut-turut dalam susensus.

4. Indikasi Kemiskinan menurut orang jawa menurut Suetrisno (1994 : 40)

antara lain:

- Tidak memiliki pakaian yang cukup baik

- Tidak memiliki persediaan pangan

- Tidak memiliki tenaga atau ternak besar

- Indikator untuk menentukan fakir miskin adalah sebagai berikut: 1. Penghasilan rendah atau berada dibawah garis sangat miskin yang

dapat diukur dari tingkat pengeluaran perorang per bulan berdasarkan standart Badan Pusat Statistik (BPS) per wilayah propinsi dan kabupaten.

2. Ketergantungan pada bantuan pangan untuk penduduk miskin

(seperti zakat/beras untuk orang miskin /santunan sosial)

3. Keterbatasan pemilikan pakaian untuk setiap anggota keluarga per tahun (hanya mampu memiliki satu stel pakaian lengkap per orang pertahun.

4. Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota

keluarga yang sakit.

5. Tidak mampu membiayai pendidikan dasar selama 9 tahun bagi

anak-anaknya.

6. Tidak memiliki harta atau aset yang dapat dimanfaatkan hasilnya

atau dijual untuk membiayai kebutuhan hidup selama 3 bulan atau 2 kali batas garis sangat miskin

7. Tinggal dirumah yang tidak layak dihuni 8. Sulit memperoleh air bersih.

2.2.3.4 Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan dapat menunjuk pada kondisi individu, kelompok, maupun situasi kolektif masyarakat. Sebuah bangsa atau Negara keseluruhan bias dikatagorikan miskin.

Kemiskinan disebabkan oleh banyak factor. Jarang ditemukan kemiskinan yang hanya oleh factor tunggal. Seseorang atau keluarga miskin bias

disebabkan oleh beberapa factor yang saling terkait satu sama lain, seperti kecacatan, memiliki pendidikan rendah, tidak memiliki modal atau

keterampilan untuk berusaha, tidak tersedianya kesempatan kerja, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), tidak adanya jaminan sosial (pension, kesehatan, kematian) atau hidup di lokasi terpencil dengan sumber daya alam dan infrastruktur yang terbatas. Secara konsepsual, kemiskinan bisa

diakibatkan oleh empat faktor, yaitu : 1. Faktor individual.

Terkait dengan aspek patalogis, termasuk kondisi fisik dan psikologis si miskin. Orang miskin disebabkan oleh prilaku, pilihan atau kemampuan dari si miskin itu sendiri dalam menghadapi kehidupannya.

2. Faktor sosial.

Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin. Misalnya, diskriminasi berdasarkan usia, jender, etnis yang menyebabkan seseorang menjadi miuskin. Termasuk dalam factor ini adalah kondisi sosial dan ekonomi keluarga si miskin yang biasanya menyababkan kemiskinan antar generasi.

3. Factor cultural.

Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjuk pada konsep “kemiskinan cultural” atau “budaya kemiskinan” yang menghubungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau mentalitas

4. Factor structural.

Menunjuk pada struktur atau system yang tidak adil, tidak sensitive dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin.

Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:

1. Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai

akibat dari prilaku, pilihan atau kemampuan si miskin;

2. Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan

pendidikan keluarga;

3. Penyebab sub-budaya (sub cultural), yang menghubungkan kemiskinan

dengan kehidupan sehari-hari. Dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;

4. Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah dan ekonomi. (Suharto, 2009:17)

Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.

Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (Negara terkaya perkapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan). 2.2.3.5 Bentuk-bentuk Kemiskinan

Menurut Jamasy (2004 : 31) bentuk-bentuk kemiskinan diantaranya:

1. Kemiskinan absolute yaitu apabila tingkat pendapatannya dibawah garis

kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan atau pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

2. Kemiskinan relative adalah kondisi dimana pendapatannya berada pada

posisi diatas garis kemiskinan, namun relative lebih rendah dari pendapatan masyarakat sekitarnya.

3. Kemiskinan Struktural, adalah kondisi atau situasi miskin karena

pengaruh kebijakan pembangunan yang balum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.

4. Kemiskinan Cultural, adalah mengacu pada persoalan sikap seseorang

berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif, meskipun ada usaha dari pihak luar untuk mambantunya.

Kemiskinan menurut Dapartemen Soaial dapat dibagi menjadi 2 bentuk yaitu:

1. Kemiskinan Kronis (Chronic Poverty) adalah kemiskinan yang telah

berlangsung dalam jangka waktu yang lama, turun temurun atau disebut juga dengan kemiskinan structural. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang dikategorikan sebagai fakir miskin termasuk kategori kemiskinan kronis, yang membutuhkan penanganan yang sungguh-sungguh terpadu secara lintas sektor dan berkelanjutan.

2. Kemiskinan Sementara (Transient Povery) adalah kemiskinan yang

ditandai dengan menurunnya pendapatan dan kesejahteraan anggota masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan kondisi normal menjadi kondisi kritis. Bencana Alam dan bencana Sosial, seperti korban konflik sosial, korban gempa bumi, korban pemutusan hubungan. 2.2.4 Program Keluarga Harapan (PKH)

Menurut buku pedoman Program Keluarga Harapan (PKH) (2007;1) adalah program yang memberikan bantuan kepada RTSM. RTSM diwajibkan memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan

Karang Taruna, sarjana penggerak pembangunan, dan organisasi sosial kemasyarakatan lainnya) yang direkrut oleh UPPKH melalui proses seleksi

dan pelatihan untuk melaksanakan tugas pendampingan masyarakat penerima program dan membantu kelancaran pelaksanaan PKH.

Menurut Keputusan Bupati Tuban, Nomor 188.45/ 46

/KPTS/414.012/2007 tentang Program Keluarga Harapan (PKH) Kabupaten Tuban yang menimbang bahwa dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan pengembangan kebijakan dibidang perlindungan sosial, pemerintah mulai tahun 2007 akan melaksanakan Program Keluarga Harapan (PKH),

2.2.4.1 Tujuan PKH

Tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target MDGs.

Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas:

1. Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM;

2. Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM;

3. Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di

bawah 6 tahun dari RTSM;

4. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan,

khususnya bagi RTSM. 2.2.4.2 Pelaksanaan PKH

Menurut buku pedoman umum PKH (2007;7), Untuk tahun 2007, PKH akan dilaksanakan pada beberapa daerah uji coba dengan sasaran sebanyak

500 ribu RTSM. Tujuan uji coba ini adalah untuk menguji berbagai instrumen yang diperlukan dalam pelaksanaan PKH.

Apabila tahap uji coba ini berhasil, maka PKH akan dilaksanakan setidaknya sampai dengan tahun 2015. Hal ini sejalan dengan komitmen pencapaian MDGs, mengingat sebagian indikatornya juga diupayakan melalui PKH. Selama periode tersebut, target peserta secara bertahap akan

ditingkatkan hingga mencakup seluruh RSTM dengan anak usia pendidikan dasar dan ibu hamil/nifas.

Peserta PKH akan menerima bantuan selama maksimal 6 tahun. Hal ini berdasar pada pengalaman pelaksanaan program serupa di negara-negara lain yang menunjukan bahwa setelah 5-6 tahun peserta dapat meningkat kualitas hidupnya. Untuk itu, setiap 3 tahun akan dilakukan resertifikasi terhadap status kepesertaan. Apabila setelah 6 tahun kondisi RTSM masih berada di bawah garis kemiskinan, maka untuk exit strategy PKH memerlukan koordinasi dengan program lain yang terkait seperti antara lain

ketenagakerjaan, perindustrian, perdagangan, pertanian, pemberdayaan masyarakat, dan sebagainya.

Dokumen terkait