• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.2 Kerangka Teori 1 Konsep Zakat

2.2.6 Konsep Pemberdayaan dan Pendampingan

Prakarna dan Moeljarto (1996) mengemukakan pemberdayaan memiliki

akar historis dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat

yang berawal dari proses perendahan martabat eksistensi manusia yang

menimbulkan lahirnya “manusia yang berkuasa menghadapi manusia yang

dikuasai”. Namun seiring dengan berjalannya waktu keinginan untuk membangun

masyarakat yang lebih manusiawi menghasilkan sistem alternatif yang

mementingkan proses pemberdayaan yang proses pemberdayaan mengandung dua

kecenderungan. Pertama kecenderungan primer, yakni proses pemberdayaan yang

menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan,

kekuatan, atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya.

Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna

mendukung kemampuan mereka melalui organisasi. Kecenderungan sekunder

menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar

memiliki kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi

pilihan hidupnya melalui proses dialog.

Pemberdayaan sebagai suatu gagasan tidak berbeda dengan gagasan

tentang self determination, yakni suatu prinsip yang pada intinya mendorong klien

upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi sehingga klien memiliki kesadaran

dan kekuasaan penuh dalam menentukan hari depannya.

Narayan (2002) menyebutkan bahwa pemberdayaan merupakan

pengembangan aset dan kapabilitas penduduk miskin untuk berpartisipasi dalam,

bernegosiasi dengan mempengaruhi, mengontrol, dan mengendalikan institusi

yang akuntabel yang berpengaruh pada kehidupan mereka. Keberhasilan

pemberdayaan kaum miskin tampak dari meningkatnya kebebasan mereka memilih

dan bertindak dalam situasi yang berbeda yang pada pembuktiannya kerapkali

mengandung empat unsur : akses pada informasi, keterlibatan dan partisipasi,

akuntabilitas dan kapasitas pengorganisasian lokal.

Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan masyarakat adalah bahwa

masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyaek pembangunan, tetapi

merupakan subjek dari upaya pembangunan itu sendiri. Berdasarkan konsep

demikian dikembangkan berbagai pendekatan :

a. Upaya pemberdayaan masyarakat harus terarah. Ini yang secara populer

disebut sebagai pemihakan. Ia ditujukan langsung kepada yang memerlukan,

dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai

kebutuhannya. Karena dasarnya adalah kepercayaan kepada rakyat, maka

program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh

masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan

dibantu mempunyai beberapa tujuan yakni supaya bantuan tersebut efektif

karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebuthan

pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola dan

mempertanggugjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya.

b. Harus menggunakan pendekatan kelompok karena secara sendiri-sendiri

warga masyarakat yang kurang berdaya sulit untuk memecahkan

masalah-masalah yang dihadapinya. Karena organisasi adalah satu sumber

kekuatan yang penting maka untuk pemberdayaan, pengorganisasian

masyarakat ini menjadi penting sekali. Pendekatan kelompok adalah juga

paling efektif, dan dilihat dari sumber penggunaan sumberdaya juga lebih

efisien.

c. Adanya pendampingan, penduduk miskin pada umumnya mempunyai

keterbatasan dalam mengembangkan dirinya. Oleh karena itu, diperlukan

pendamping untuk membimbing mereka dalam upaya memperbaiki

kesejahteraannya. Pendampingan ini dalam konsep pemberdayaan sangat

esensial dan fungsinya adalah menyertai proses pembentukan dan

menyelenggarakan kelompok masyarakat sebagai fasilitator, komunikator

atau administrator, serta membantu mencari jalan pemecahan masalah yang

tidak dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

Konsep pemberdayaan masyarakat seperti diuraikan di atas adalah sebuah

konsep yang relatif baru. Ia bertolak belakang pada konsep pembangunan yang

berorientasi pada ”proyek”. Artinya peran birokrasi yang besar, dan seringkali

dijalankan sebagai program pemerintah untuk membantu masyarakat miskin, tetapi

masyarakat itu sendiri tidak terlibat didalamnya. Ia bertentangan dengan konsep

(patronizing hands).

2.2.7 Evaluasi

2.2.7.1 Pengertian Evaluasi

Valera et al (1987) mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan yang

didesain untuk mendapat informasi objektif tentang aktivitas proyek untuk menilai

efektifitas, signifikansi dan efisiensi.

Menurut Departemen Pertanian (1990) Input (masukan) adalah semua jenis

barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan sumberdaya lainnya, yang perlu

tersedia untuk terlaksananya suatu kegiatan dalam rangka menghasilkan output

(hasil) dan mencapai tujuan suatu program atau proyek. Output (hasil) adalah

produk atau jasa tertentu yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu kegiatan dari

input yang tersedia untuk mencapai tujuan program/proyek. Effect (pengaruh

langsung) adalah hasil yang diperoleh dari efek proyek yang merupakan kenyataan

yang sesungguhnya dihasilkan oleh proyek pada tingkat yang lebih luas dan

menjadi tujuan jangka panjang proyek. Dampak (impact) juga dapat diartikan

sebagai perubahan akhir dalam kondisi kehidupan kelompok sasaran yang

diakibatkan (sepenuhnya atau sebagian) oleh pelaksanaan suatu program atau proyek.

Evaluasi merupakan proses keorganisasian untuk mernperbaiki aktivitas

berjalan dan untuk membantu manajemen dalam perencanaan, pemrograman dan

pengambilan keputusan. Evaluasi mempunyai tujuan untuk menilai sejauh mana

suatu kegiatan ataupun hasil relevan dengan tujuan program. Selain itu juga

program memberikan hasil yang optimum pada pencapaian tujuan.

Sarwititi (2002) juga mengemukakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses

belajar bagi semua pihak yang terkait dengan program untuk melakukan

tindakan-tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin pencapaian tujuan

program.. Tindakan perbaikan tersebut dapat dilakukan untuk memperbaiki pelaksanaan

yang bersumber dari evaluasi dan monitoring.

2.2.7.2 Jenis Evaluasi

Jenis evaluasi berdasarkan waktu terdiri dari tiga jenis yaitu :

1. Evaluasi sewaktu berjalan (on going evaluation)

Suatu analisis yang dilakukan ketika pelaksanaan proyek sedang berlangsung

yang dilakukan untuk membantu para pengambil keputusan apakah proyek dapat

dipertahankan atau tidak.

2. Evaluasi akhir (terminal evaluation)

Evaluasi yang dilaksanakan paling tidak enam sampai dua belas bulan setelah

proyek berakhir atau sebelum memulai fase proyek berikutnya sebagai pengganti

ex post evaluation (evaluasi menyeluruh) pada proyek-proyek berjangka waktu

singkat yang kebanyakan berjangka waktu satu tahun.

3. Evaluasi menyeluruh (ex post evaluation)

Evaluasi yang dilaksanakan pada saat perkembangan proyek telah tercapai

sepenuhnya, yaitu beberapa tahun setelah proyek ini berakhir, bila manfaat

Dokumen terkait