• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT

A. Pengertian Umum

1. Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat

Pendidikan sepanjang hayat disebut juga dengan pendidikan seumur hidup atau dalam bahasa Inggris disebut “long life education”.

Secara umum, sekolah memegang peranan penting dalam rangka menentukan perkembangan individu ke arah yang dicita-citakan. Namun di pihak lain, ternyata proses belajar seseorang dapat berlangsung secara terus-menerus. Dengan kata lain belajar itu berlangsung seumur hidup atau sepanjang hayat.

Hal ini perlu dikemukakan, karena ada beberapa istilah yang hampir sama, bunyi dan artinya seperti: life long learning, continuring education, futher education, life long education dan sebagainya (Joesoef, 1999: 17).

Oleh karena itu, sebenarnya agak sukar memberi pengertian pendidikan seumur hidup atau sepanjang hayat (long life education) secara tepat dan jelas serta dapat membedakan dengan pengertian istilah-istilah di atas (Joesoef, 1999: 17).

Beberapa ahli mendefinisikan pendidikan seumur hidup sebagai berikut:

42

a. Menurut Stephens: “....pokok dalam pendidikan seumur hidup adalah seluruh individu harus memiliki kesempatan yang sistematik, teroganisir untuk instruction, study dan learning di setiap kesempatan sepanjang hidup mereka.

Adapun tujuannya adalah menyembuhkan kemunduran akan pendidikan sebelumnya, memperoleh keterampilan baru, meningkatkan keahlian, mengembangkan kepribadian dan sebagainya.

b. Silvia mengungkapkan: “Pendidikan seumur hidup berkenaan dengan prinsip pengorganisasian yang akhirnya memungkinkan pendidikan untuk melakukan fungsinya adalah proses perubahan yang menuntut perkembangan individu” (Joesoef, 1999: 18).

Kedua pokok pengertian di atas pada hakikatnya senada dan mengandung pengertian relatif sama. Dari dua pengertian di atas maka pendidikan seumur hidup sebagai asas pendidikan mempunyai aspek-aspek:

1) Pendidikan seumur hidup merupakan prinsip pengorganisasian kesempatan. Prinsip ini memungkinkan bahwa setiap kesempatan dalam kehidupan manusia dapat digunakan untuk berlangsungnya proses pendidikan, seperti pendidikan informal, pendidikan formal, dan pendidikan non formal.

43

2) Proses pendidikan yang dilangsungkan berguna untuk meningkatkan pendidikan sebelumnya, memperoleh ketrampilan, mengembangkan kepribadian atau tujuan lain yang lebih khusus. 3) Pengorganisasian kesempatan ini memungkinkan adanya

penyelenggaraan program-program pendidikan atau belajar tertentu seperti: pembuatan buku huruf, latihan bagi orang-orang dewasa (Joesoef, 1999: 18).

Pendidikan seumur hidup bertumpu pada kepercayaan bahwa belajar juga terjadi seumur hidup, walaupun dengan cara yang berbeda dan melalui proses yang tidak sama. Menurut Stephens (1967) belajar dan mengajar adalah peristiwa wajar yang terjadi pada manusia secara terus-menerus berlangsung dengan cara yang spontan, bahkan tanpa disadari melakukannya. Justru itu, disarankan bahwa belajar harus didukung dan dibantu dari buaian sampai dewasa. Dan pokok dalam pendidikan seumur hidup adalah seluruh individu harus memiliki kesempatan yang sistematik, terorganisir untuk “instruction”, “study”, dan “learning” di setiap kesempatan sepanjang hidup mereka. Dengan tujuan untuk menyembuhkan kemunduran pendidikan sebelumnya, untuk memperoleh keterampilan baru, untuk meningkatkan pengertian tentang dunia yang mereka tempati, untuk mengembangkan kepribadian mereka, atau untuk beberapa tujuan lainnya (Cropley, 2000: 31). Dalam kerangka ini pendidikan pada dasarnya dipandang sebagai pelayanan untuk membantu pengembangan personal

44

sepanjang hidup. Pendidikan seumur hidup berkenaan dengan prinsip pengorganisasian yang akhirnya memungkinkan pendidikan untuk melakukan fungsinya. Fungsinya adalah “proses perubahan” yang menuntun perkembangan individu (Cropley, 2000: 32).

Pendidikan seumur hidup adalah suatu tujuan atau ide yang memuat prinsip-prinsip organisasi persekolahan untuk membantu proses belajar seumur hidup, dan untuk mempengaruhinya sesuai dengan tujuan dan ide khusus (Cropley, 2000: 54). Gagasan dasar pendidikan seumur hidup adalah bahwa pendidikan harus dikonsepkan secara formal sebagai proses yang terus-menerus dalam kehidupan individu, mulai masa kanak-kanak sampai dewasa (Cropley, 2000: 23).

Dan Menurut Redja Mudyahardjo (2010: 169) pendidikan seumur hidup adalah sebuah sistem konsep-konsep pendidikan yang menerangkan keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajar-mengajar yang berlangsung dalam keseluruhan kehidupan manusia. 2. Alasan-alasan adanya Pendidikan Seumur Hidup

Pendidikan seumur hidup timbul karena berbagai alasan baik yang dikemukakan oleh suatu institusi maupun oleh perorangan, yang masing-masing meninjau dari sudut yang mungkin sama maupun berbeda (Joesoef, 1999: 2).

45

a. Alasan perlunya pendidikan seumur hidup adalah: 1) Keterbatasan kemampuan pendidikan sekolah

Pendidikan sekolah ternyata tidak memenuhi harapan masyarakat, dikarenakan:

a) Banyak lulusan yang tidak dapat diserap dalam dunia kerja, yang antara lain karena mutunya yang rendah. b) Daya serap rata-rata lulusan sekolah yang masih rendah,

karena pelajar tidak dapat belajar optimal.

c) Pelaksanaan pendidikan sekolah tidak efesien sehingga terjadi penghamburan pendidikan, yang terlihat adanya putus sekolah dan siswa yang mengulang. Pendidikan sekolah perlu dilengkapi dengan pendidikan luar sekolah. 2) Perubahan masyarakat dan peranan-peranan sosial.

Globalisasi dan pembangunan mengakibatkan perubahan-perubahan yang cepat dalam masyarakat, dan dengan demikian perubahan-perubahan peranan-peranan sosial. Pendidikan dituntut untuk dapat membantu individu agar selalu dapat mengikuti perubahan-perubahan sosial sepanjang hidupnya.

3) Pendayagunaan sumber yang masih belum optimal.

Salah satu masalah pendidikan dewasa ini adalah kelangkaan sumber yang mendukung pelaksanaan pendidikan. Hal yang perlu dilakukan adalah:

46

a) Penghematan dan optimalisasi dalam penggunaan sumber yang telah tersedia bagi pendidikan.

b) Perlu digali sumber-sumber baru yang masih terpendam dalam masyarakat, yang dapat dimanfaatkan untuk memperlancar dan meningkatkan proses pendidikan.

Pendayagunaan sumber secara menyeluruh untuk pendidikan memerlukan kerja sama luas yang bersifat lintas sektor, sehingga perlu penyelenggaraan pendidikan yang meluas.

4) Perkembangan pendidikan luar sekolah yang pesat.

Dalam zaman modern, pendidikan luar sekolah berkembang dengan pesat karena memberikan manfaat kepada masyarakat, sehingga perlu mendapat tempat yang wajar dalam penyelenggaraan keseluruhan pendidikan (Mudyahardjo, 2010: 171-173).

b. Alasan dari UNO

Konsep Edgar Fouse berhasil menyusun buku sebagai konsepsi pendidikan, yakni: “Learning to be. The world of education to day and tomorrow”. Dimana di dalamnya memuat alasan-alasan sebagai berikut:

1) Pendidikan dan nasib manusia

Kehidupan manusia mempunyai hubungan erat dengan proses pendidikannya dan bahkan muncullah istilah

47

bahwa pendidikan yang dialami seseorang merupakan “in station life” orang yang bersangkutan. Oleh karena itu timbullah konsepsi:

a) Pendidikan manusia merupakan masalah penting dan sulit.

b) Pendidikan tradisional penuh tantangan.

c) Pendidikan di negara yang berkembang meniru pendidikan asing.

d) Adanya anggapan yang keliru tentang pendidikan, bahwa pendidikan tidak perlu diperbaiki.

e) Pada negara-negara maju ada rasa tanggung jawab terhadap proses pendidikan.

f) Perubahan-perubahan yang terjadi dapat menyebabkan kehancuran identitas manusia.

2) Revolusi ilmiah dan teknologi

Revolusi ilmiah dan teknologi yang sedang terjadi, membawa resiko-resiko dalam dunia pendidikan baik secara kuantitas maupun kualitas.

a) Sistem pendidikan mendorong kemajuan di bidang pengetahuan.

b) Pendidikan mendorong adanya sifat progresif, memotivasi kemajuan sosial dan politik.

48

d) Revolusi ilmu dan teknologi mengubah nasib manusia. e) Revolusi ilmu dan teknologi sebagai sarana penyusunan

tujuan dan isi pendidikan.

f) Revolusi ilmu dan teknologi membangkitkan humanisme ilmiah baik pada lapisan anak-anak, remaja dan orang dewasa.

3) Perubahan kualitas, motivasi dan pekerja

Proses pendidikan hendaknya menggunakan prinsip-prinsip dalam memilih strategi yang tepat sehingga proses tersebut dapat menimbulkan perubahan sesuai dengan keadaan masyarakat, yang berbeda satu sama lain.

4) Sekolah dan masyarakat belajar

Hubungan antara sekolah dan masyarakat memang cukup erat, karena sistem pendidikan pada akhirnya untuk mempersiapkan orang-orang untuk bekerja. Sistem pendidikan yang demikian dapat ditempuh melalui proses pendidikan di sekolah maupun proses pendidikan luar sekolah. Inilah yang menimbulkan istilah pendidikan seumur hidup.

5) Instumen-instrumen perubahan

Abad sekarang merupakan abad perubahan secara besar-besaran, memberi peluang yang besar dan tepat dalam rangka perbaikan-perbaikan bagi semua orang guna

49

memenuhi kebutuhan hidup. Instrumen-instrumen tersebut meliputi:

a) Kebutuhan kuantitatif dan kualitatif.

Kebutuhan pendidikan oleh manusia meliputi kebutuhan kuantitatif dan kualitatif dan menuntut pemenuhan sesuai dengan hak manusia. Dengan demikian kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat memberi stimulus dalam memperbaiki dan meningkatkan sistem pendidikan yang relevan dan bermanfaat.

b) Media elektronika sebagai saluran pemberian pendidikan. Pemilihan media elektronika seperti media radio dan televisi yang telah menyebar luas dan membangkitkan perhatian manusia akan hal-hal penting dalam hidupnya sehari-hari. Keadaan demiikian memudahkan untuk memindahkan peran media elektronika tersebut ke dalam proses pendidikan dan pengajaran seperti pemberian pengetahuan dan keterampilan.

c) Pendidikan teknologi

Pendidikan teknologi berguna untuk penyiapan tenaga-tenaga ahli sesuai dengan bidang tugasnya, yang secara otomatis membentuk produktivitas yang bersangkutan dalam rangka perbaikan tingkat kehidupan.

50 6) Kerja sama Internasional

Kerja sama internasional memberi bentukan yang besar terhadap perkembangan pendidikan yang dilaksanakan bagi masing-masing negara dengan tepat dan relevan (Joesoef, 1999: 3-8).

c. Live long education sebagai asas dalam dunia pendidikan

Tahun 1970 diketemukan oleh UNESCO: “sebagai tahun pendidikan internasional (international education year) karena pada tahun tersebut : “dilontarkan pembaharuan-pembaharuan dalam falsafah dan konsep tentang pendidikan (Joesoef, 1999: 12).

Konsep pendidikan yang sebelumnya selalu berorientasi pada dunia sekolah, sejak saat itu mulai diragukan, orang selalu bertanya-tanya apakah yang dimaksud dengan pendidikan hanya terbatas pada sekolah saja. Pembaharuan dalam falsafah dan konsep pendidikan di atas timbul melalui buku yang ditulis oleh Paul Lengrand judulnya “An Introduction to life long Education” (Joesoef, 1999: 12).

Buku tersebut terutama menggerakkan para ahli dan lembaga yang berkecimpung dalam bidang pendidikan untuk lebih mempelajari masalah pendidikan dan hubungan antara pendidikan dan sekolah yang telah lama berlangsung. Dengan demikian UNESCO:... membentuk komisi yang terdiri dari 7

51

orang dan diketuai oleh Edgar Fause dan mempunyai tugas: “ meninjau kembali definisi tentang pendidikan dalam arti seluas-luasnya dan bagaimana strategi pengembangan pendidikan dalam rangka pembangunan semesta baik di negara berkembang maupun di negara yang sudah maju” (Joesoef, 1999: 13).

Kemudian muncullah pertemuan kecil yang dihadiri wakil-wakil dari World Bank (R. Mac. Namara), the foundation (Mo, George Bundy, Usaid), (John Hannah), the rockefeler (Kenneth Thomson), direktur jendral UNESCO (Rene Maren), dan Indonesia (DR. Soedjatmiko) (Joesoef, 1999: 13).

Dari pertemuan ini menghasilkan suatu hasil penelitian terhadap sekolah antara lain:

1) Bahwa sistem pendidikan dewasa ini tidak sesuai, seperti yang diharapkan, adalah menyiapkan tenaga muda untuk hidup dan penghidupan. Peningkatan kuantitas dan kualitas sekolah tidak akan membantu memecahkan masalah kekurangan tenaga kerja.

2) Bahkan lebih dari itu sistem sekolah memperlebar jurang antara kaya dan miskin. Perbaikan sistem sekolah hanya menggantungkan mereka yang sudah mendapatkan kesempatan sekolah, sedang di luar masih berjuta-juta anak yang menunggu kesempatan ini.

52

3) Oleh karena itu negara-negara khusus yang berkembang hendaknya lebih berani mencari alternatif-alternatif dari sistem pendidikan yang ada, khususnya pendidikan non formal.

4) Pertemuan tersebut berpendapat bahwa dalam hubungannya dengan pendidikan formal dan non formal satu hal yang terang bahwa di negara-negara yang sedang berkembang akan terlalu mahal untuk mempunyai 2 sistem tersebut secara terpisah melainkan harus diusahakan satu sistem tunggal. 5) Dewasa ini terasa betapa tidak tentunya hubungan antara

pendidikan dan strategi pembangunan, antara pendidikan dan kesempatan kerja, dan antara sistem pendidikan dan keperluan politik dan sosial (Joesoef, 1999: 13-14).

Sebagai suatu asas pendidikan, maka pendidikan seumur hidup sudah selayaknya diisi dengan berbagai bentuk (macam pendidikan yang satu sama lain berbeda-beda). Menurut Dr. Philip H. Coombs, ia membagi ke dalam 3 macam pendidikan:

1) Pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seorang lahir sampai mati.

2) Pendidikan formal yang dikenal dengan pendidikan sekolah yang teratur, bertindak, dan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat.

53

3) Pendidikan non formal, ialah pendidikan yang teratur dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat (Joesoef, 1999: 16).

Ada pula Prof. R. Wroczynsky menyebutkan ada 3 macam pendidikan yaitu:

1) Pendidikan formal yang meliputi berbagai jenis sekolah dari tingkat rendah, menengah dan tinggi.

2) Pendidikan ekstra kurikuler, yang berjalan sejajar dengan pendidikan formal.

3) Pendidikan seumur hidup, yang merupakan lanjutan dari pendidikan formal dan ditujukan bagi orang dewasa (Joesoef, 1999: 16).

Dan Prof. M. Faloky menambahkan jalur pendidikan yang keempat dengan: “the real reality yakni suasana baik dan ketertiban yang selaras dalam kehidupan keluarga, pergaulan antara teman dan di masyarakat luas” (Joesoef, 1999: 16).

Dengan 3 macam pendidikan di atas jelas bahwa yang disebut pendidikan dengan sistem sekolah adalah pendidikan formal, sedang yang menggunakan sistem di luar sekolah adalah pendidikan informal dan non formal.

54 3. Makna Pendidikan Seumur Hidup

Proses pendidikan yang ada dewasa ini, sebenarnya telah lama dilaksanakan orang dan merupakan proses yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan tujuan yang jelas pula. Dan proses pendidikan yang dialami oleh seseorang selalu dihubungkan dengan proses belajarnya, terutama oleh sebagian besar masyarakat yang tinggal di daerah-daerah pedesaan (Joesoef, 1999: 20).

Proses belajar yang dimaksud adalah belajar dalam rangka pendidikan formal di sekolah, sejak sekolah rendah sampai ke tingkat tertinggi. Sejalan dengan hal tersebut, banyak orang beranggapan bahwa bila seseorang telah keluar dari sekolah berarti ia telah selesai proses belajarnya. Dan bagaimana hidupnya, mereka serahkan pada hasil belajar yang dicapainya sehingga belajar menentukan corak kehidupan sesorang di dalam masyarakat (Joesoef, 1999: 20).

Jadi sekolah merupakan tumpuan hidup seseorang. Dengan kata lain sekolah sebagai “station in lifenya” seseorang, sehingga di mana ia berhenti sekolah di situ sudah menunggu nasibnya (Joesoef, 1999: 20).

Keadaan tersebut di atas sekarang telah banyak ditinggalkan orang dan mereka beranggapan bahwa belajar di sekolah bukan satu-satunya faktor menentukan corak kehidupan seseorang. Dengan lingkungan pisik, sosial maupun budaya yang selalu berubah,

55

mengharuskan masyarakat belajar terus-menerus agar tidak ketinggalan perkembangan zaman (Joesoef, 1999: 21).

Proses belajar yang masyarakat kehendaki dapat berlangsung setiap saat dan dimanapun berada. Proses belajar yang demikian merupakan hak seseorang (Joesoef, 1999: 21). Dan proses pendidikan harus berlangsung sepanjang hidup manusia.

Begitu pula seorang tokoh pendidikan John Dewey pernah menegaskan: “Educational process has no end beyond itself, is in it’s own an end” (Joesoef, 1999: 21).

Dari uraian-uraian di atas makin jelas bahwa asas pendidikan seumur hidup sangat tepat diterapkan dewasa ini baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Makna pendidikan seumur hidup bermacam-macam sesuai dengan tujuan kegiatan dan program yang diselenggarakan (Joesoef, 1999: 21).

Secara terperinci makna pendidikan seumur hidup adalah keadilan, pertimbangan ekonomi, peranan keluarga yang sedang berubah, peranan sosial yang sedang berubah, perubahan teknologi, faktor-faktor vokasional (ketrampilan), kebutuhan-kebutuhan orang dewasa dan anak-anak awal (Joesoef, 1999: 22-25).

Di samping itu terdapat pula faktor-faktor yang mendorong penyebaran dan pelaksanaan asas pendidikan seumur hidup seperti: perubahan sosial yang sangat cepat, munculnya negara-negara merdeka baru simultan dengan perkembangan cita-cita demokrasi

56

pendidikan, besarnya angka drop out khususnya pada tingkat sekolah dasar, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat menuntut kita untuk terus-menerus belajar (Joesoef, 1999: 25-26).

Dari uraian di atas maka proses belajar bagi seseorang dapat terus berlangsung dan tidak terbatas pada dunia sekolah saja.

4. Strategi Pendidikan Seumur Hidup

Strategi dalam rangka pendidikan seumur hidup meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Konsep-konsep kunci pendidikan seumur hidup

Dalam pendidikan seumur hidup dikenal dengan adanya 4 macam konsep kunci, yaitu:

1) Konsep pendidikan seumur hidup itu sendiri

Sebagai suatu konsep, maka pendidikan seumur hidup diartikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman-pengalaman pendidikan. Hal ini berarti pendidikan akan meliputi seluruh rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua. 2) Konsep belajar seumur hidup

Dalam pendidikan seumur hidup berarti pelajar belajar karena respon terhadap keinginan yang didasari untuk belajar dan pendidikan menyediakan kondisi-kondisi yang membantu belajar. Jadi istilah belajar ini merupakan kegiatan yang

57

dikelola walaupun tanpa organisasi sekolah dan kegiatan ini justru mengarah pada penyelenggaraan asas pendidikan seumur hidup.

3) Konsep pelajar seumur hidup

Belajar seumur hidup dimaksudkan adalah orang-orang yang sadar tentang diri mereka sebagai pelajar seumur hidup, melihat belajar baru sebagai cara yang logis untuk mengatasi problema dan terdorong untuk belajar di seluruh tingkat usia dan menerima tantangan dan perubahan seumur hidup sebagai pemberi kesempatan untuk belajar baru. Dalam keadaan demikian perlu adanya sistem pendidikan yang bertujuan membantu perkembangan orang-orang secara sadar dan sistematik merespons untuk beradaptasi dengan lingkungan mereka seumur hidup (pelajar dan belajar seumur hidup). 4) Kurikulum yang membantu pendidikan seumur hidup

Kurikulum dalam hubungan ini, didesain atas dasar prinsip pendidikan seumur hidup yang menghasilkan pelajar seumur hidup yang secara berurutan melaksanakan belajar seumur hidup. Kurikulum yang demikian, merupakan kurikulum praktis untuk mencapai tujuan pendidikan dan mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan seumur hidup (Joesoef, 1999: 35-37).

58 b. Arah pendidikan seumur hidup

Pada umumnya pendidikan seumur hidup diarahkan pada orang-orang dewasa dan pada anak-anak dalam rangka penambahan pengetahuan dan keterampilan mereka yang sangat di butuhkan di dalam hidup.

1) Pendidikan seumur hidup kepada orang dewasa

Sebagai generasi penerus, kaum muda atau dewasa membutuhkan pendidikan seumur hidup dalam rangka pemenuhan tuntutan hidup mereka sepanjang masa. Kebutuhan akan baca-tulis bagi mereka umumnya dan latihan keterampilan bagi para pekerja, sangat membantu mereka untuk menghadapi situasi dan persoalan-persoalan penting yang merupakan kunci keberhasilan.

2) Pendidikan seumur hidup bagi anak

Pendidikan seumur hidup bagi anak, perlu memperoleh perhatian dan pemenuhan karena anak akan menjadi tempat awal untuk memperoleh pendidikan. Pengetahuan dan kemampuan anak, memberi peluang yang besar bagi pembangunan pada masa dewasa dan pada gilirannya masa dewasanya menanggung beban yang lebih ringan.

Proses pendidikannya menekankan pada metodologi yang mengajar, karena pada dasarnya pada diri anak harus

59

tertanam kunci belajar, motivasi belajar dan kepribadian belajar yang kuat.

Program kegiatan disusun mulai peningkatan kecakapan baca tulis, keterampilan dasar dan mempertinggi daya pikir anak, sehingga memungkinkan anak terbiasa untuk belajar, berpikir kritis dan mempunyai pandangan kehidupan yang dicita-citakan pada masa yang akan datang (Joesoef, 1999: 37-38).

Di Indonesia landasan pendidikan sepanjang hayat terdapat dalam Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional Bab III tentang Prinsip Penyelengaraan Pendidikan pasal 4 ayat 3 yang berbunyi: “Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat” (Depag RI, 2003: 6). Dan bab IV pasal 5 ayat 5 yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat” (Depag RI, 2003: 7).

Sedangkan dalam GBHN (ketetapan MPR No. IV/MPR/1978), berkenaan dengan pendidikan dikemukakan sebagai berikut: “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat” (Daradjat, 2011: 34).

60

Jadi di Indonesia juga sudah mencanangkan pendidikan dilaksanakan atau berlangsung sepanjang hayat dan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, serta pendidikan dapat dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

B. Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam

Konsep pendidikan sepanjang hayat sebenarnya sudah ada sejak dahulu. Dalam perspektif Islam, belajar sepanjang hayat ini sebenarnya telah dicanangkan oleh Nabi SAW ratusan tahun yang silam.

Sejak 15 abad lalu Islam telah mengenal konsep pendidikan seumur hidup (life long education) atau belajar seumur hidup (life long learning) (Nawawi, 1993: 24). Yang dinyatakan dalam sabda Rasulullah Muhammad Saw. :

ِدْحَّللا ىَلِا ِدْهَمْلا َنِم َمْلِعْلااوُبُلْطُا

[

ربلا دبع نبا هاور

]

Artinya: “Tuntutlah ilmu mulai sejak buaian hingga ke liang lahat” (H.R Ibn. Abd. Bar) (Jami’ Bayan al-ilmi wa Fadhlihi: 25).

Hadits tersebut memerintahkan ummat manusia untuk senantiasa menuntut ilmu sepanjang hayat mereka, yang dimulai sejak dalam kandungan sampai meninggal dunia. Ada beberapa tokoh yang tidak mencantumkan hadits tersebut, karena memandang hadits tersebut hanya sebuah atsar (ucapan) sahabat Nabi. Namun, hadits tersebut masih bisa dijadikan pegangan (Tafsir, 2002: 26).

61

1. Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam

Ada beberapa tokoh pendidikan Islam yang menyatakan bahwa pendidikan harus dilakukan terus-menerus, berkesinambungan sejak lahir sampai meninggal dunia. Tokoh-tokoh tersebut adalah:

Menurut Ahmad D. Marimba (1989: 19) mendefinisikan pengertian pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dan pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam (Marimba, 1989: 23). Kepribadian utama di sini dimaksudkan sebagai kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang di dalamnya termuat karakter nilai-nilai Islam. Ahmad D. Marimba membagi istilah pendidikan ada dua arti yaitu pendidikan dalam arti sempit dan pendidikan dalam arti luas.

Yang dimaksud dengan pendidikan dalam arti sempit, ialah bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai ia dewasa. Pendidikan dalam arti luas, ialah bimbingan yang diberikan sampai mencapai tujuan hidupnya: bagi pendidikan Islam, sampai terbentuknya kepribadian muslim. Jadi, pendidikan Islam berlangsung sejak anak dilahirkan sampai mencapai kesempurnaannya atau sampai akhir hidupnya (Marimba, 1989: 31) seperti sabda Nabi Saw di atas.

62

Abdul Fattah Jalal menyebut pendidikan Islam dengan istilah “ta’lim” karena istilah ta’lim lebih luas jangkauannya dan lebih umum sifatnya dari pada istilah tarbiyah yang khusus berlaku pada anak

Dokumen terkait