• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT DALAM

PERSPEKTIF ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

(S.Pd)

Oleh

SITI ISMIYATI

NIM: 111-12-025

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

MOTTO

...











...dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan" (Q.S Thaha: 114).

ِدْحَّللا ىَلِا ِدْهَمْلا َنِم َمْلِعْلااوُبُلْطُا

[

ربلا دبع نبا هاور

]

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi rabbil’alamin, dengan izin Allah SWT skripsi ini telah selesai.

Skripsi ini penulispersembahkan kepada:

1. Keluargaku tercinta Bapak dan Ibu yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kasih sayang serta selalu memberikan motivasi, semangat dan doa, terimakasih sudah menjadi orang tua terhebatku.

2. Seluruh keluargaku terimakasih atas dorongan dan doa serta motivasinya. 3. Bapak Mufiq, S.Ag., M.Phil. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan motivasi serta pengarahan sampai selesainya skripsi ini. 4. Kepada sahabat-sahabatku yang selalu memberikan semangat memotivasi

serta memberikan bantuan dalam segala hal dan terima kasih atas doa kalian semua.

5. Kepada seluruh sahabat-sahabat PAI A 2012 terima kasih telah memberikan banyak kenangan yang indah dan teman-teman seperjuanganku yang telah memberikan dukungan semangat dan doa sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih jauh dari kata sempurna. Sholawat serta salam tak lupa selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. sebagai suri tauladan, panutan kita semua sehingga kita dapat mencapai kebahagiaan ketentraman dunia dan akhirat.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini berkat motivasi, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

4. Bapak Mufiq, S.Ag, M.Phil. selaku dosen pembimbing yang bersedia meluangkan waktu untuk mengarahkan dan memberikan bimbingan di sela waktu sibuknya.

(9)
(10)

x ABSTRAK

Ismiyati, Siti. 2016. Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Mufiq, S. Ag., M.Phil.

Kata Kunci: Pendidikan, Sepanjang Hayat, Perspektif Islam

Penulis meneliti tentang konsep pendidikan sepanjang hayat dalam perspektif Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan sepanjang hayat dalam perspektif Islam. Dalam hal ini pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah 1. Bagaimana konsep pendidikan sepanjang hayat dalam perspektif Islam. 2. Bagaimana implikasi pendidikan sepanjang hayat perspektif Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk menjawab penelitian tersebut penulis menggunakan penelitian library research yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber literatur perpustakaan. Objek penelitian digali lewat beragam informasi kepustakaan berupa Al-Qur’an, hadits, buku, ensiklopedi, jurnal ilmiah, koran, majalah, dan dokumen. Setelah data terkumpul penulis menggunakan lima metode yaitu: 1. Metode deduktif, yaitu apa saja yang dipandang benar pada suatu peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku juga untuk semua peristiwa yang termasuk di dalam jenis itu. 2. Metode induktif, yaitu berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa yang kongkret, kemudian dari peristiwa-peristiwa yang khusus itu ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum. 3. Holistic, cara pendekatan terhadap suatu masalah atau gejala dengan memandang masalah atau gejala itu sebagai suatu kesatuan yang utuh. 4. Heuristik adalah teori yang dipergunakan sebagai alat untuk menemukan sumber yang berkenaan dengan gejala atau fakta tertentu dalam penelitian sejarah. 5. Hermeneutik, yaitu metode untuk mencari penjelasan arti atau makna teks (nash) dalam rangka memahami jalan pikiran pengarang atau sesuatu yang disebut dalam teks.

(11)

xi

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... v

MOTTO ... vi A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional ... 8

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Pendidikan Islam menurut Tokoh ... 16

B. Dasar Pendidikan Islam... 30

C. Tujuan Pendidikan Islam ... 36

BAB III KONSEP PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT A. Pengertian Umum ... 41

1. Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat ... 41

2. Alasan-alasan adanya Pendidikan Seumur Hidup ... 44

(12)

xii

4. Strategi Pendidikan Seumur Hidup ... 56 B. Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam ... 60 1. Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam .. 61 2. Landasan Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam .... 65 3. Tahap-tahap Pendidikan Sepanjang Hayat dalam

Perspektif Islam ... 74

BAB IV PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN IMPLIKASINYA

A. Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam ... 89 B. Implikasi Pendidikan Sepanjang Hayat Perspektif Islam

dalam Kehidupan Sehari-hari ... 100

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 111 B. Saran-saran ... 113

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sempurna yang diciptakan Allah SWT. Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Setelah dilahirkan maupun masih dalam kandungan manusia membutuhkan suatu pengajaran atau pendidikan untuk menghadapi kehidupan di dunia. Pendidikan tergantung dari keluarga, karena keluargalah yang paling dekat dari seorang anak untuk memberi pendidikan.

Karena manusia tidak lepas dari pendidikan (mendidik maupun dididik). Pendidikan menurut Islam mempunyai kedudukan yang tinggi, dengan dibuktikan wahyu pertama yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. yang menyuruh baginda membaca dalam keadaan ummi.

(14)

2

kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain, pendidikan tidak hanya berlangsung dalam kelas, akan tetapi juga berlangsung diluar kelas. Pendidikan tidak hanya bersifat formal, akan tetapi mencakup pula pendidikan yang bersifat non-formal.

Pendidikan baik sengaja maupun tidak, akan mampu membentuk kepribadian manusia yang matang dan wibawa secara lahir dan batin, menyangkut keimanan, ketakwaan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan tanggung jawab. Pendidikan mempunyai fungsi dan peran yang besar dalam segi kehidupan manusia, terlebih lagi pendidikan agama mempunyai pengaruh lebih besar daripada pendidikan yang lain pada umumnya, apa lagi yang hanya menitik beratkan pada aspek kognitif semata (Zuhairini, 1995: 149).

Pada prinsipnya pendidikan adalah usaha memanusiakan manusia. Sebab, hanya dengan pendidikanlah manusia itu dapat menemukan jati diri kemanusiaannya. Sejarah lahirnya pendidikan itu sebenarnya setua manusia (Uhbiyati, 2009: 1).

Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa:

(15)

3

Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha BijaksanaAllah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (Q.S Al-Baqarah: 31-33).

Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Nabi Adam as. mengajarkan nama yang diajarkan Tuhan kepada malaikat. Mengajar bukanlah pekerjaan yang mudah, sebab terdapat berbagai persoalan yang harus diketahui, seperti faktor pendidik, peserta didik, metode dan alat, materi pendidikan, dan lain-lain (Uhbiyati, 2009: 2).

(16)

4

Jadi pendidikan menurut Islam ialah suatu proses terus menerus untuk merubah, melatih, dan mendidik akal jasmani, dan rohani manusia dengan berasaskan nilai-nilai Islam untuk melahirkan insan yang bertaqwa dan mengabdikan diri kepada Allah SWT, agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Islam memandang pendidikan sebagai proses yang terkait dengan upaya mempersiapkan menusia untuk mampu memikul taklif (tugas hidup) sebagai khalifah Allah di muka bumi. Untuk maksud tersebut, manusia diciptakan lengkap dengan potensinya berupa akal dan kemampuan belajar (Noer Aly, 2003: 11).

Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa Rasulullah bersabda:

ٍةَمِلْسُمَو ٍمِلْسُم ِّلُك ىَلَع ٌةَضْيِرَف ِمْلِعْلا ُبَلَط

[

هاور

هجام نبا

]

Artinya: “Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap orang Islam, laki -laki atau perempuan” (H.R Ibnu Majah, no. 224) (dalam kitab Sunan Ibnu Majah: 220).

(17)

5

Hadits di atas sejalan dengan konsep pendidikan sepanjang hayat (long life education). Konsep belajar sepanjang hayat sesungguhnya telah lama ada dalam ajaran Islam yang sesuai dengan hadits di atas. Aktivitas belajar sepanjang hayat memang telah menjadi bagian dan kehidupan kaum muslimin.

Sedangkan secara umum, gerakan belajar sepanjang hayat itu baru dipublikasikan di sekitar tahun 1970, ketika UNESCO menyebutnya sebagai tahun Pendidikan Internasional (International Education Year). Gerakan ini untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang ada di masyarakat seluruh dunia dan negara berkembang pada khususnya. UNESCO dan lembaga internasional lainnya mulai melihat problem-problem ketertinggalan, kemiskinan hanya dapat diatasi dengan pendidikan dalam format yang menyesuaikan kebutuhan dan dikenakan pada berbagai kelompok umur termasuk orang dewasa (Cropley, 2000: 32).

(18)

6

Oleh karena itu pendidikan sangat penting bagi manusia, dan setiap manusia wajib memperoleh pendidikan dari lahir sampai ke liang lahat yang bertujuan untuk memperoleh wawasan yang luas, pengetahuan untuk menghadapi kehidupan dan mempersiapkan diri untuk kehidupan di akhirat.

Berdasarkan deskripsi di atas maka penulis ingin melakukan penelitian tentang hal tersebut dengan judul “PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka permasalahan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep pendidikan sepanjang hayat dalam perspektif

Islam?

2. Bagaimana implikasi pendidikan sepanjang hayat perspektif Islam dalam kehidupan sehari-hari?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti merumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep pendidikan sepanjang hayat dalam perspektif Islam.

(19)

7 D. Manfaat Penelitian

Adapun penelitian atau pembahasan terhadap masalah di atas mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Sebagai salah satu sumbangan pemikiran bagi khasanah keilmuan pendidikan di Indonesia secara umum dan pendidikan Islam secara khususnya.

b. Menambah pengetahuan tentang pendidikan sepanjang hayat dalam perspektif Islam.

2. Manfaat praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pendidikan sepanjang hayat, supaya dapat diaplikasikan dalam kehidupan, serta dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia sampai di akhirat kelak.

b. Mendorong kepada pembaca, untuk lebih mendalami peranan penting pendidikan sepanjang hayat dalam perspektif Islam.

c. Bagi orang tua, penelitian ini dapat dijadikan panduan dalam mendidik anak dan remaja begitu pentingnya menuntut ilmu sepanjang hayat.

(20)

8 E. Definisi Operasional

1. Pendidikan

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, pendidikan adalah perbuatan, hal, cara, dan sebagainya (Poerwadarminta, 2006: 291).

Pendidikan berasal dari kata didik. Kata didik mendapat awalan “me” sehingga menjadi “mendidik”, berarti memelihara dan

memberi latihan. Kemudian pengertian pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui usaha pengajaran dan pelatihan (Islamuddin, 2012: 3).

Dalam bahasa Inggris, pendidikan adalah education dan kata education berasal dari kata educate berarti memberi peningkatan dan mengembangkan. Namun, education dalam pengertian yang sempit berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan. Sedangkan pendidikan dalam arti yang luas dapat diartikan sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga individu memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Islamuddin, 2012: 3-4).

(21)

9

mengasuh, merawat, memperbaiki, dan mengatur kehidupan peserta didik, agar ia dapat survive lebih baik dalam kehidupannya (Mujtahid, 2011: 3).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki, dan mengatur kehidupan peserta didik, dengan metode-metode tertentu sehingga individu memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.

2. Sepanjang hayat

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, sepanjang adalah sejauh, selama, seluruh (Poerwadarminta, 2006: 838). Sedangkan hayat adalah hidup, ilmu pengetahuan mengenai keadaan dan sifat makhluk hidup, pemberian tanda jika masih hidup, selama di kandung badan, selama masih hidup (Poerwadarminta, 2006: 412).

Jadi sepanjang hayat dapat diartikan selama hidup, seumur hidup, atau dari lahir sampai meninggal dunia.

3. Pendidikan sepanjang hayat

Istilah pendidikan sepanjang hayat dapat juga dikatakan pendidikan seumur hidup atau dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah long life education.

(22)

10

dengan tujuan dan ide khusus (Cropley, 2000: 54). Gagasan dasar pendidikan seumur hidup adalah bahwa pendidikan harus dikonsepkan secara formal sebagai proses yang terus-menerus dalam kehidupan individu, mulai masa kanak-kanak sampai dewasa (Cropley, 2000: 23). Pokok dalam pendidikan seumur hidup adalah seluruh individu harus memiliki kesempatan yang sistematik, terorganisir untuk “instruction”, “study”, dan “learning” di setiap kesempatan sepanjang

hidup mereka (Cropley, 2000: 31).

Pendidikan seumur hidup (long life education) atau dalam istilah Arab dikenal dengan sebutan Utlubul ‘Ilma minal mahdi ilallahdi adalah proses pendidikan yang dilakukan oleh setiap orang secara berkesinambungan, atau secara terus menerus sampai akhir hayatnya. Pendidikan seumur hidup berlangsung melalui pendidikan sekolah, dan pendidikan luar sekolah yang dilembagakan dan yang tidak dilembagakan.

4. Perspektif Islam

(23)

11

Jadi perspektif Islam adalah sudut pandang menurut agama Islam atau ajaran Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijtihad.

F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber literatur perpustakaan. Objek penelitian digali lewat beragam informasi kepustakaan berupa buku, ensiklopedi, jurnal ilmiah, koran, majalah, dan dokumen (Zed, 2004: 89).

2. Sumber data

Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur-literatur. Pengumpulan data-data dengan cara mempelajari, mendalami dan mengutip teori-teori dan konsep-konsep dari sejumlah literatur baik buku, jurnal, majalah, koran ataupun karya tulis lainnya yang relevan dengan topik penelitian.

(24)

12 3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi data mengenai hal-hal berupa catatan, buku, surat kabar, mejalah dan sebagainya (Suharismi, 1998: 236).

Karena objek dalam penelitian adalah Islam, maka penulis mengumpulkan data dari sumber hukum Islam yaitu Al-Qur’an, hadits, dan kesepakatan ulama. Setelah data terkumpul maka dilakukan penelaahan sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian.

4. Teknik analisis data

Yaitu penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.

Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis masalah adalah sebagai berikut:

a. Deduktif

Yaitu apa saja yang dipandang benar pada suatu peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku juga untuk semua peristiwa yang termasuk di dalam jenis itu (Hadi, 1981: 36).

(25)

13

pendidikan yang diperoleh anak-anak sejak kecil, pendidikan di sekolah, di lingkungan masyarakat sampai pendidikan yang diperoleh orang dewasa.

b. Induktif

Yaitu berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkret, kemudian dari peristiwa-peristiwa-peristiwa-peristiwa yang khusus itu ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum (Hadi, 1981: 42).

Metode ini penulis gunakan untuk menganalisa buku- buku yang berkaitan dengan pendidikan sepanjang hayat, hadits-hadits dan ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan sepanjang hayat, sehingga dapat diketahui pendidikan-pendidikan apa saja yang harus diperoleh manusia dari lahir sampai ke liang lahat, guna ditarik kesimpulan dan dicari relevansinya dengan pendidikan saat ini.

c. Holistik

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, holistik diartikan sebagai cara pendekatan terhadap suatu masalah atau gejala dengan memandang masalah atau gejala itu sebagai suatu kesatuan yang utuh (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 406).

(26)

14 d. Heuristik

Heuristik adalah teori yang dipergunakan sebagai alat untuk menemukan sumber yang berkenaan dengan gejala atau fakta tertentu dalam penelitian sejarah (Zed, 2004: 86).

Metode ini digunakan penulis untuk menganalisa teori tentang sejarah pendidikan sepanjang hayat.

e. Hermeneutik

Hermeneutik berasal dari kata Yunani: hermeneus, artinya penerjemah atau penafsiran, suatu bentuk metode untuk mencari penjelasan arti atau makna teks (nash) dalam rangka memahami jalan pikiran pengarang atau sesuatu yang disebut dalam teks (Zed, 2004: 86).

Metode ini digunakan penulis untuk menganalisa tafsir ayat Al-Qur’an yang mendukung atau landasan adanya pendidikan sepanjang hayat.

G. Sistematika Penulisan

(27)

15

BAB I berisi tentang pendahuluan yang memuat: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II berisi tentang konsep pendidikan Islam menurut para tokoh, dasar pendidikan Islam, dan tujuan pendidikan Islam.

BAB III berisi tentang pendidikan sepanjang hayat yang meliputi: pendidikan sepanjang hayat (long life education) secara umum dan dalam perspektif Islam.

BAB IV berisi tentang analisis pendidikan sepanjang hayat dalam perspektif Islam dan implikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

(28)

16 BAB II

PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Pendidikan Islam Menurut Tokoh

Untuk memperoleh jawaban mengenai definisi pendidikan Islam, para pakar pendidikan Islam berbeda pendapat dalam cara menginterprestasikan pendidikan tersebut. Di antara mereka ada yang mendefinisikan dengan mengkonotasikan berbagai peristilahan bahasa, ada juga yang melihat dari keberadaan dan hakekat kehidupan manusia di dunia ini, ada pula yang melihat dari segi proses kegiatan yang dilakukan dalam penyelenggaraan pendidikan (Ahid, 2010: 7).

Karena banyak tokoh-tokoh yang mendefinisikan pengertian tentang pendidikan Islam berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda, di sini penulis memaparkan penjelasan pendidikan Islam dari beberapa tokoh, antara lain:

1. Zakiah Daradjat

Zakiah Daradjat berserta kawan-kawan dalam buku ilmu pendidikan Islam, menjelaskan pengertian pendidikan yang dirumuskan berdasarkan pengertian bahasa dan istilah sebagai berikut: a. Pengertian Bahasa

Dari segi bahasa, kata “pendidikan” yang umum digunakan,

(29)

17

rabba”. Kata “pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah “ta’lim”

dengan kata kerjanya “alama”. Pendidikan dan pengajaran dalam

bahasa Arabnya adalah “tarbiyah wa ta’lim”, sedangkan

“pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah

islamiyah” (Daradjat, 1996: 25).

Artinya: “Ya Tuhan, sayangilah keduanya (ibu bapakku) sebagaimana mereka telah mengasuhku (mendidik) sejak kecil” (Q.S. Al- Isra’: 24).

Dalam bentuk kata benda, kata “rabba” ini digunakan juga

untuk “Tuhan”, mungkin karena Tuhan juga bersifat mendidik,

(30)

18

Kata lain yang mengandung arti pendidikan adalah

َبّدَا

.

Dan “ta’lim” dengan kata kerjanya “allama” juga sudah digunakan pada zaman Nabi. Baik dalam Al-Qur’an, Hadits atau pemakaian sehari-hari, kata ini lebih banyak digunakan daripada kata “tarbiyah”. Dari segi bahasa, perbedaan arti dari kedua kata itu

cukup jelas. Perbandingan dalam ayat berikut:





Artinya: “Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama semuanya” (Q.S Al-Baqarah: 31).

Artinya: “Berkata Sulaiman: Wahai manusia, telah diajarkan kepada kami pengertian burung” (Q.S An-Naml: 16).

(31)

19

terkandung kata pembinaan, pimpinan, pemeliharaan dan sebagainya (Daradjat, 1996: 26-27).

b. Pengertian Istilah

(32)

20

dapat dikatkan bahwa pendidikan Islam itu adalah pembentukan kepribadian muslim (Daradjat, 1996: 27-28).

Dari satu segi, pendidikan Islam lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Di segi lainnya, pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal saleh. Oleh karena itu pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal. Dan karena ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat (Daradjat, 1996: 28).

2. Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas

Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas mendefinisikan pengertian pendidikan Islam dengan mempertentangkan peristilahan “Tarbiyah, Ta’lim, dan Ta’dib” (Ahid, 2010: 7).

(33)

21

Menurut pendapatnya, istilah tarbiyah yang diambil dari kata “rabbaa” )

اّبر

( dan “rabba” )

ّبر

( yang kemudian diartikan dengan

memberi makan, memelihara dan mengasuh, yaitu akar “ghadza

(

اذغ

) atau “ghodzaw” )

وذغ

( yang mempunyai arti mengasuh,

menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara dan membesarkan (Al-Attas, 1994: 66).

Istilah tarbiyah pada dasarnya juga menyangkut gagasan “pemilikan”, seperti pemilikan keturunan oleh orang tuanya. Pemikiran yang dimaksud di sini hanya jenis “relasional”, mengingat

kepemilikan yang sebenarnya yang ada pada Allah SWT. Jadi manusia hanya meminjam pemilikan atau milik yang dipinjami dari Allah SWT (Al-Attas, 1994: 67).

Di dalam Al-Qur’an disebutkan:

Artinya: “Dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (Q.S Al-Isra’ : 24).

Maka istilah “rabbayani” di situ mempunyai arti “rahman

yaitu ampunan atau kasih sayang, yang berarti pemberian makanan dan kasih sayang, pakaian, dan tempat berteduh, serta perwatakan.

(34)

22

rahmah atau ampunan. Dengan demikian, pengertian utama “ar-rabb

adalah “at-tarbiyah” yang mempunyai makna membawa sesuatu

kepada keadaan kelengkapan secara berangsur, sebagai tindakan rahmah dan bukan melibatkan pengetahuan (Al-Attas, 1994: 70-71).

Istilah “ta’dib” )

بيدأت

(berasal dari akar kata “addaba” )

بّدأ

(,

yang berarti disiplin tubuh, jiwa dan roh. Disiplin yang menegaskan pengenalan dan pengakuan tempat yang berhubungan dengan kemampuan dan potensi jasmaniah, intelektual dan rohaniah. Pengenalan dan pengakuan akan kenyataan bahwa ilmu dan wujud ditata secara hirarki sesuai dengan berbagai tingkat dan derajatnya. Dalam definisi ini terkandung “ilmu” dan “amal”, sebagaimana sabda

Rasulullah Saw. sebagai berikut:

ىِبَر ىِنَبَّدَأ

يِبِدأَت َنَسْحَأَف

Artinya: “Tuhanku telah mendidikku, dan dengan demikian menjadikan pendidikan yang terbaik” (HR. Ibn Masud dalam al-Jami’ al- Shaghir).

Kata “addab” )

بّدأ

( menurut Ibn Manzzhur merupakan

padanan kata “allama” )

مّلع

(. Masdar addaba adalah ta’dib (Al-Attas,

1994: 60).

Dengan demikian, istilah “ta’dib” lebih tepat dipakai untuk pendidikan daripada “ta’lim” atau “tarbiyah” yang dipakai sampai

(35)

23

Bahwa tarbiyah dalam pengertian aslinya dan dalam penerapan dan pemahamannya oleh orang Islam pada masa-masa yang lebih dini tidak dimaksudkan untuk menunjukkan pendidikan maupun proses pendidikan. Penonjolan kualitatif pada konsep tarbiyah adalah kasih sayang (rahmah) dan bukannya pengetahuan (‘ilm), pengajaran (ta’lim) dan pengasuhan yang baik (attarbiyah). Karenanya, tidak perlu lagi untuk mengacu kepada konsep pendidikan dalam Islam sebagai tarbiyah, ta’dib merupakan istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan pendidikan dalam arti Islam (Al-Attas, 1994: 74-75).

Dengan dipakainya istilah “ta’dib” dalam pendidikan Islam,

maka menurut pendapatnya, pendidikan Islam adalah : pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia. Sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian (Al-Attas, 1994: 61).

3. Ahmad D. Marimba

(36)

24

Dalam pendidikan terdapat unsur-unsur sebagai berikut: a. Usaha (kegiatan); usaha itu bersifat bimbingan (pimpinan atau

pertolongan) dan dilakukan secara sadar. b. Ada pendidik atau pembimbing, atau penolong. c. Ada yang dididik.

d. Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan.

e. Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang dipergunakan (Marimba, 1989: 19).

Di dalam dunia pendidikan terdapat beberapa istilah pendidikan yaitu: pendidikan dalam arti sempit dan pendidikan dalam arti luas.

Yang dimaksud dengan pendidikan dalam arti sempit, ialah bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai ia dewasa. Pendidikan dalam arti luas, ialah bimbingan yang diberikan sampai mencapai tujuan hidupnya: bagi pendidikan Islam, sampai terbentuknya kepribadian muslim. Jadi, pendidikan Islam berlangsung sejak anak dilahirkan sampai mencapai kesempurnaannya atau sampai akhir hidupnya (Marimba, 1989: 31).

(37)

25

sebagai pertolongan terhadap anak, pendidikan (dari orang lain) telah selesai bila anak telah mencapai kedewasaan (rohaniah). Kalaupun terjadi pendidikan sesudahnya, itu adalah pendidikan-sendiri, dengan kata lain titik berat pertanggungjawab terletak pada peserta didik sendiri. Jadi pendidikan umum telah merasa puas jika anak-anak didik telah mencapai kedewasaan. Pendidikan selanjutnya adalah tanggungjawab peserta didik sendiri atau pendidikan sendiri (Marimba, 1989: 32).

Bagi pendidikan Islam berlakulah katagori pendidikan dalam arti luas. Bukan berarti bahwa pendidikan Islam adalah lanjutan dari pendidikan umum. Bukan pula berarti, biarlah anak mencapai kedewasaan dahulu dengan pendidikan umum, barulah sesudahnya ditambah dengan pendidikan Islam, tidak demikian halnya. Pendidikan Islam telah dimulai sejak dilahirkan, bukan merupakan pendidikan umum yang di “cat” Islam, bukan pula merupakan pendidikan umum yang diberi “ekor” dengan pendidikan Islam,

(38)

26

Jadi Ahmad D. Marimba mengartikan pendidikan Islam dengan bimbingan pribadi muslim, bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam (Marimba, 1989: 23).

Kepribadian utama di sini dimaksudkan sebagai kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang di dalamnya memiliki karakter nilai-nilai Islam. Nilai-nilai-nilai ini akan muncul dalam setiap saat, sewaktu mereka berpikir, bersikap, dan berperilaku. Melakukan bimbingan berarti membutuhkan kesadaran bagi pembimbing dan dilakukan secara sadar pula. Dalam arti dengan suatu niat, dengan cara-cara tertentu dan harus memiliki pengetahuan, dan pengetahuan tentang perkembangan anak didik, teori-teori pendidikan dan pengetahuan tentang Islam, serta di dalam dirinya memiliki karakter jiwa pribadi muslim (Marimba, 1989: 24).

4. Abdul Fattah Jalal

Menurut Abdul Fattah Jalal tentang pengertian pendidikan Islam berpendapat bahwa kata-kata tarbiyah tidak tepat untuk diterapkan, karena sempit jangkauannya dan terlalu khusus sifatnya. Menurutnya, lebih tepat mempergunakan istilah ta’lim saja, sebagaimana ia katakan:

(39)

27

kepada kaum muslimin, Rasulullah Saw. tidak terbatas pada membuat mereka sekedar dapat membaca saja, melainkan membaca dengan perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah (Jalal, 1988: 27). Yang dimaksud dengan tarbiyah ialah proses persiapan dan pengasuhan pada fase pertama pertumbuhan manusia, atau menurut istilah yang sering digunakan ialah pada fase bayi dan kanak-kanak (Jalal, 1988: 28).

Abdul Fattah Jalal dalam mengemukakan pendapat di atas merujuk pada surat Al-Baqarah: 151 untuk ta’lim, dan surat Asy-Syu’ara’: 18 untuk tarbiyah yang bunyinya sebagai berikut:

Artinya: “Sebagaimana telah kami mengutus kepada kalian Rasul di antara kalian yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kalian dan menyucikan kalian dan mengajarkan kepada kalian al-Kitab dan al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kalian apa yang belum kalian ketahui” (Q.S Al-Baqarah:

(40)

28

Ayat tersebut di atas menunjukkan, bahwa di dalam ta’lim mengandung suatu transformasi ilmu yang tidak terbatas pada domain kognitif, melainkan mencakup juga domain kognitif, psikomotor, dan afektif, sudah tentu untuk mencapai tidak mungkin hanya begitu saja, melainkan atas usaha sungguh-sungguh dan mendalam, melalui proses panjang dan berkesinambungan, semenjak dilahirkan hingga meninggal. Ta’lim merupakan suatu proses yang terus menerus diusahakan manusia semenjak dilahirkan dan hendaklah berlangsung hingga dewasa (Jalal, 1988: 33-34).

Sedangkan tarbiyah hanya berkaitan dengan proses persiapan dan pemeliharaan pada masa kanak-kanak di dalam keluarga yang dilakukan kedua orang tua.

5. Syahminan Zaini

Syahminan Zaini ia memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai pengembangan fitrah manusia atas dasar ajaran-ajaran Islam. Dengan dikembangkan fitrah tersebut, diharapkan manusia dapat hidup secara sempurna lahir dan batin. Sebagaimana ia menjelaskan:

“Pendidikan Islam adalah usaha mengembangkan fitrah

manusia dengan ajaran Islam, agar terwujud kehidupan manusia yang makmur dan bahagia” (Zaini, 1986: 4).

(41)

29

manusia, ajaran Islam, serta kehidupan manusia yang makmur dan bahagia. Usaha tersebut merupakan kegiatan objek yang harus dikembangkan dalam pendidikan Islam. Ajaran agama Islam merupakan ilmu dan nilai yang hendak ditransformasikan, dan diharapkan bisa membentuk karakter dalam perkembangan fitrah manusia. Sedangkan kehidupan manusia yang makmur dan bahagia merupakan tujuan atas dikembangkannya fitrah manusia dengan ajaran Islam.

Fitrah di sini dimaksudkan sebagai potensi dasar manusia yang dibawa sejak lahir, di antaranya adalah : agama, intelek, sosial, susila, seni, ekonomi, kawin, kemajuan, persamaan, keadilan, kemerdekaan, politik, cinta bangsa dan tanah air, ingin dihargai, dihormati, dan lain sebagainya. Potensi-potensi tersebut dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia secara sempurna membawa kemakmuran dan kebahagiaan, apabila dikembangkan secara berimbang, dengan dilandasi oleh nilai-nilai ajaran Islam (Ahid, 2010: 16).

Pendidikan menurut Islam tidak terbatas pada umur tertentu, tetapi sampai terwujudnya kehidupan adil, makmur, dan bahagia. Tiada kebahagiaan yang abadi di dunia kecuali di akhirat. Untuk itu pendidikan menurut Islam dilakukan sepanjang hayat.

(42)

30

kreasi serta potensi manusia. Dilaksanakan melalui pengajaran, bimbingan, latihan dan pengabdian yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran Islam. Sehingga, terbentuk pribadi muslim yang sejati, mampu mengontrol, mengatur dan merekayasa kehidupan dilakukan sepanjang zaman dengan penuh tanggung jawab berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam (Ahid, 2010: 19). Dan pendidikan Islam dapat dilaksanakan semenjak lahir hingga dewasa atau sampai ke liang lahat tanpa mengenal usia, yang sering disebut dengan pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan dilakukan secara terus-menerus agar mencapai tujuan akhir pendidikan dan membentuk kepribadian muslim, serta mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

B. Dasar Pendidikan Islam

Dasar atau fondamen dari suatu bangunan adalah bagian dari bangunan yang menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya bangunan itu. Pada suatu pohon dasar itu akarnya. Fungsinya sama dengan fondamen tadi, mengeratkan pohon itu (Marimba, 1989: 41).

(43)

31

Dalam menetapkan sumber atau dasar pendidikan, para pemikir Islam berbeda pendapat. Diantaranya, Abdul Fattah Jalal membagi sumber pendidikan Islam ada dua macam, yaitu; pertama, sumber Ilahi, yang meliputi Al-Qur’an, Hadits, dan alam semesta sebagai ayat kauniyah yang perlu ditafsirkan. Kedua, sumber insaniah, yaitu lewat proses ijtihad manusia dari fenomena yang muncul dan dari kajian lebih lanjut terhadap sumber Ilahi yang masih bersifat global (Jalal, : 143-151).

Sedangkan pemikir muslim lainnya membagi sumber atau dasar nilai yang dijadikan acuan dalam pendidikan Islam ada tiga, yaitu Al-Qur’an dan hadits, serta ijtihad para ilmuan muslim yang berupaya

memformulasikan bentuk sistem pendidikan Islam yang sesuai dengan perkembangan zaman, sedangkan pemecahannya tidak terdapat di dalam kedua sumber tersebut. Ketiga sumber tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. bagi seluruh umat manusia. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah, dan yang berhubungan dengan amal disebut syari’ah

(44)

32

Ajaran-ajaran yang berkenaan dengan iman tidak banyak dibicarakan dalam Al-Qur’an, tidak sebanyak ajaran yang berkenaan dengan amal perbuatan. Ini menunjukkan bahwa amal itulah yang paling banyak dilaksanakan. Sebab, semua amal perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Allah, dirinya sendiri, manusia sesamanya (masyarakat), alam dan lingkungannya, makhluk lainnya, termasuk dalam ruang lingkup amal shaleh (syari’ah). Istilah-istilah yang biasa digunakan dalam membicarakan ilmu tentang syari’ah ini

adalah:

a. Ibadah untuk perbuatan yang langsung berhubungan dengan Allah.

b. Mu’amalah untuk perbuatan yang berhubungan selain dengan Allah.

c. Akhlak untuk tindakan yang menyangkut etika dan budi pekerti dalam pergaulan (Daradjat, 1992: 20).

Pendidikan termasuk ke dalam usaha atau tindakan untuk membentuk manusia, termasuk ke dalam ruang lingkup mu’amalah.

Pendidikan sangat penting karena menyangkut dalam menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia, baik pribadi maupun masyarakat.

(45)

33

Lukman ayat 12 sampai dengan 19. Cerita ini memuat prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak ibadat, sosial, dan nilai suatu kegiatan dan amal saleh. Itu berati bahwa kegiatan pendidikan Islam harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh karena itu pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-yat Al-Qur’an yang penafsirannya, dapat dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan (Daradjat, 1992: 20). 2. As-Sunnah

As-Sunnah adalah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah SWT. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan (Daradjat, 1992: 20). Sunnah merupakan perilaku, ajaran-ajaran dan perkenaan-perkenaan Rasulullah sebagai pelaksanaan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an atau sebagai sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur’an (Marimba, 1989: 41).

(46)

34

dengan munggunakan rumah Al-Arqam ibn Abi Al-Arqam, kedua dengan memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca tulis, ketiga dengan mengirim para sahabat ke daerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam (Daradjat, 1992: 20).

Oleh karena itu Sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim. Sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang dan diperlukannya ijtihad dalam memahami sunnah yang berkaitan dengan pendidikan (Daradjat, 1992: 20).

3. Ijtihad

Ijtihad adalah istilah para fuqoha, yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at Islam

untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syari’at Islam

(47)

35

ialah segala sesuatu yang diperlukan dalam kehidupan, yang senantiasa berkembang. Ijtihad bidang pendidikan sajalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, terasa urgen dan mendesak, tidak saja di bidang materi atau isi, malainkan juga di bidang sistem dalam artinya yang luas (Daradjat, 1992: 21).

Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru hasil ijtihad harus dikaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup (Daradjat, 1992: 22).

(48)

36

Jadi dapat disimpulkan bahwa dasar atau pundamen pendidikan Islam secara umum ada tiga yaitu bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah dan ijtihad yang disesuaikan dengan perubahan

zaman yang mengalami perubahan dan perkembangan. C. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Karena pendidikan merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap–tahap dan tingkatan-tingkatan, maka tujuannya juga bertahap dan bertingkat (Daradjat, 1992: 29).

Tujuan pendidikan Islam dibagi menjadi beberapa tujuan, yaitu: 1. Tujuan umum

Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi, dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa harus dapat tergambar pada pribadi seseorang yang sudah dididik, walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkat-tingkat tersebut (Daradjat, 1992: 30).

(49)

37

Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan dengan pendidikan nasional negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu. Tujuan umum itu tidak dapat dicapai kecuali setelah melalui proses pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan, dan keyakinan akan kebenarannya. Tahap-tahapan dalam mencapai tujuan itu pada pendidikan formal (sekolah, madrasah), dirumuskan dalam bentuk tujuan kurikuler yang selanjutnya dikembangkan dalam tujuan instruksional (Daradjat, 1992: 30).

Jadi tujuan umum pendidikan Islam adalah membentuk manusia atau insan kamil yang bertakwa, mengabdi atau berserah diri kepada Allah SWT.

2. Tujuan Akhir

(50)

38

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim (menurut ajaran Islam)” (Q.S Ali-Imran: 102).

Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan yang dianggap sebagai tujuan akhirnya (Daradjat, 1992: 31). Jadi tujuan akhir pendidikan Islam adalah insan kamil yang meninggal dalam bertakwa dan berserah diri kepada Allah.

3. Tujuan Sementara

Tujuan sementara adalah membantu, memelihara arah usaha dan menjadi titik berpijak untuk mencapai tujuan-tujuan lebih lanjut dan tujuan akhir (Marimba, 1989: 46).

(51)

39

Pada tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik. Tujuan pendidikan Islam seolah-olah merupakan suatu lingkaran yang pada tingkat paling rendah mugkin merupakan suatu lingkaran kecil. Semakin tinggi tingkatan pendidikannya, lingkaran tersebut semakin besar. Tetapi sejak dari tujuan pendidikan tingkat permulaan, bentuk lingkarannya sudah harus kelihatan. Bentuk lingkaran inilah yang menggambarkan insan kamil itu. Di sinilah perbedaan yang mendasar bentuk tujuan pendidikan Islam dibandingkan pendidikan lainnya (Daradjat, 1992: 32).

Jadi tujuan sementara pendidikan Islam adalah membentuk insan kamil yang bertakwa, semakin tinggi pendidikannya semakin tinggi atau kuat pula takwanya.

4. Tujuan Operasional

(52)

40

merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan dalam unit-unit pengajaran (Daradjat, 1992: 32).

Dalam tujuan operasional lebih banyak dituntut dari anak didik suatu kemampuan dan ketrampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian. Untuk tingkat yang paling rendah, sifat yang berisi kemampuan dan ketrampilanlah yang ditonjolkan. Dalam pendidikan hal ini berkaitan dengan kegiatan lahiriyah, seperti bacaan dan kaifiyat salat, akhlak dan tingkah laku. Pada masa permulaan yang penting adalah anak didik mampu dan terampil berbuat, baik perbuatan itu berupa ucapan atau perbuatan anggota badan. Kemampuan dan ketrampilan yang dituntut pada anak didik, merupakan sebagian kemampuan dan ketrampilan insan kamil dalam ukuran anak, yang menuju kepada bentuk insan kamil yang semakin sempurna (Daradjat, 1992: 33).

(53)

41 BAB III

KONSEP PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT

A. Pengertian Umum

1. Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat

Pendidikan sepanjang hayat disebut juga dengan pendidikan seumur hidup atau dalam bahasa Inggris disebut “long life education”.

Secara umum, sekolah memegang peranan penting dalam rangka menentukan perkembangan individu ke arah yang dicita-citakan. Namun di pihak lain, ternyata proses belajar seseorang dapat berlangsung secara terus-menerus. Dengan kata lain belajar itu berlangsung seumur hidup atau sepanjang hayat.

Hal ini perlu dikemukakan, karena ada beberapa istilah yang hampir sama, bunyi dan artinya seperti: life long learning, continuring education, futher education, life long education dan sebagainya (Joesoef, 1999: 17).

Oleh karena itu, sebenarnya agak sukar memberi pengertian pendidikan seumur hidup atau sepanjang hayat (long life education) secara tepat dan jelas serta dapat membedakan dengan pengertian istilah-istilah di atas (Joesoef, 1999: 17).

(54)

42

a. Menurut Stephens: “....pokok dalam pendidikan seumur hidup adalah seluruh individu harus memiliki kesempatan yang sistematik, teroganisir untuk instruction, study dan learning di setiap kesempatan sepanjang hidup mereka.

Adapun tujuannya adalah menyembuhkan kemunduran akan pendidikan sebelumnya, memperoleh keterampilan baru, meningkatkan keahlian, mengembangkan kepribadian dan sebagainya.

b. Silvia mengungkapkan: “Pendidikan seumur hidup berkenaan dengan prinsip pengorganisasian yang akhirnya memungkinkan pendidikan untuk melakukan fungsinya adalah proses perubahan yang menuntut perkembangan individu” (Joesoef, 1999: 18).

Kedua pokok pengertian di atas pada hakikatnya senada dan mengandung pengertian relatif sama. Dari dua pengertian di atas maka pendidikan seumur hidup sebagai asas pendidikan mempunyai aspek-aspek:

(55)

43

2) Proses pendidikan yang dilangsungkan berguna untuk meningkatkan pendidikan sebelumnya, memperoleh ketrampilan, mengembangkan kepribadian atau tujuan lain yang lebih khusus. 3) Pengorganisasian kesempatan ini memungkinkan adanya

penyelenggaraan program-program pendidikan atau belajar tertentu seperti: pembuatan buku huruf, latihan bagi orang-orang dewasa (Joesoef, 1999: 18).

Pendidikan seumur hidup bertumpu pada kepercayaan bahwa belajar juga terjadi seumur hidup, walaupun dengan cara yang berbeda dan melalui proses yang tidak sama. Menurut Stephens (1967) belajar dan mengajar adalah peristiwa wajar yang terjadi pada manusia secara terus-menerus berlangsung dengan cara yang spontan, bahkan tanpa disadari melakukannya. Justru itu, disarankan bahwa belajar harus didukung dan dibantu dari buaian sampai dewasa. Dan pokok dalam pendidikan seumur hidup adalah seluruh individu harus memiliki kesempatan yang sistematik, terorganisir untuk “instruction”, “study”,

dan “learning” di setiap kesempatan sepanjang hidup mereka. Dengan

(56)

44

sepanjang hidup. Pendidikan seumur hidup berkenaan dengan prinsip pengorganisasian yang akhirnya memungkinkan pendidikan untuk melakukan fungsinya. Fungsinya adalah “proses perubahan” yang

menuntun perkembangan individu (Cropley, 2000: 32).

Pendidikan seumur hidup adalah suatu tujuan atau ide yang memuat prinsip-prinsip organisasi persekolahan untuk membantu proses belajar seumur hidup, dan untuk mempengaruhinya sesuai dengan tujuan dan ide khusus (Cropley, 2000: 54). Gagasan dasar pendidikan seumur hidup adalah bahwa pendidikan harus dikonsepkan secara formal sebagai proses yang terus-menerus dalam kehidupan individu, mulai masa kanak-kanak sampai dewasa (Cropley, 2000: 23).

Dan Menurut Redja Mudyahardjo (2010: 169) pendidikan seumur hidup adalah sebuah sistem konsep-konsep pendidikan yang menerangkan keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajar-mengajar yang berlangsung dalam keseluruhan kehidupan manusia. 2. Alasan-alasan adanya Pendidikan Seumur Hidup

(57)

45

a. Alasan perlunya pendidikan seumur hidup adalah: 1) Keterbatasan kemampuan pendidikan sekolah

Pendidikan sekolah ternyata tidak memenuhi harapan masyarakat, dikarenakan:

a) Banyak lulusan yang tidak dapat diserap dalam dunia kerja, yang antara lain karena mutunya yang rendah. b) Daya serap rata-rata lulusan sekolah yang masih rendah,

karena pelajar tidak dapat belajar optimal.

c) Pelaksanaan pendidikan sekolah tidak efesien sehingga terjadi penghamburan pendidikan, yang terlihat adanya putus sekolah dan siswa yang mengulang. Pendidikan sekolah perlu dilengkapi dengan pendidikan luar sekolah. 2) Perubahan masyarakat dan peranan-peranan sosial.

Globalisasi dan pembangunan mengakibatkan perubahan-perubahan yang cepat dalam masyarakat, dan dengan demikian perubahan-perubahan peranan-peranan sosial. Pendidikan dituntut untuk dapat membantu individu agar selalu dapat mengikuti perubahan-perubahan sosial sepanjang hidupnya.

3) Pendayagunaan sumber yang masih belum optimal.

(58)

46

a) Penghematan dan optimalisasi dalam penggunaan sumber yang telah tersedia bagi pendidikan.

b) Perlu digali sumber-sumber baru yang masih terpendam dalam masyarakat, yang dapat dimanfaatkan untuk memperlancar dan meningkatkan proses pendidikan.

Pendayagunaan sumber secara menyeluruh untuk pendidikan memerlukan kerja sama luas yang bersifat lintas sektor, sehingga perlu penyelenggaraan pendidikan yang meluas.

4) Perkembangan pendidikan luar sekolah yang pesat.

Dalam zaman modern, pendidikan luar sekolah berkembang dengan pesat karena memberikan manfaat kepada masyarakat, sehingga perlu mendapat tempat yang wajar dalam penyelenggaraan keseluruhan pendidikan (Mudyahardjo, 2010: 171-173).

b. Alasan dari UNO

Konsep Edgar Fouse berhasil menyusun buku sebagai konsepsi pendidikan, yakni: “Learning to be. The world of

education to day and tomorrow”. Dimana di dalamnya memuat

alasan-alasan sebagai berikut: 1) Pendidikan dan nasib manusia

(59)

47

bahwa pendidikan yang dialami seseorang merupakan “in

station life” orang yang bersangkutan. Oleh karena itu

timbullah konsepsi:

a) Pendidikan manusia merupakan masalah penting dan sulit.

b) Pendidikan tradisional penuh tantangan.

c) Pendidikan di negara yang berkembang meniru pendidikan asing.

d) Adanya anggapan yang keliru tentang pendidikan, bahwa pendidikan tidak perlu diperbaiki.

e) Pada negara-negara maju ada rasa tanggung jawab terhadap proses pendidikan.

f) Perubahan-perubahan yang terjadi dapat menyebabkan kehancuran identitas manusia.

2) Revolusi ilmiah dan teknologi

Revolusi ilmiah dan teknologi yang sedang terjadi, membawa resiko-resiko dalam dunia pendidikan baik secara kuantitas maupun kualitas.

a) Sistem pendidikan mendorong kemajuan di bidang pengetahuan.

b) Pendidikan mendorong adanya sifat progresif, memotivasi kemajuan sosial dan politik.

(60)

48

d) Revolusi ilmu dan teknologi mengubah nasib manusia. e) Revolusi ilmu dan teknologi sebagai sarana penyusunan

tujuan dan isi pendidikan.

f) Revolusi ilmu dan teknologi membangkitkan humanisme ilmiah baik pada lapisan anak-anak, remaja dan orang dewasa.

3) Perubahan kualitas, motivasi dan pekerja

Proses pendidikan hendaknya menggunakan prinsip-prinsip dalam memilih strategi yang tepat sehingga proses tersebut dapat menimbulkan perubahan sesuai dengan keadaan masyarakat, yang berbeda satu sama lain.

4) Sekolah dan masyarakat belajar

Hubungan antara sekolah dan masyarakat memang cukup erat, karena sistem pendidikan pada akhirnya untuk mempersiapkan orang-orang untuk bekerja. Sistem pendidikan yang demikian dapat ditempuh melalui proses pendidikan di sekolah maupun proses pendidikan luar sekolah. Inilah yang menimbulkan istilah pendidikan seumur hidup.

5) Instumen-instrumen perubahan

(61)

49

memenuhi kebutuhan hidup. Instrumen-instrumen tersebut meliputi:

a) Kebutuhan kuantitatif dan kualitatif.

Kebutuhan pendidikan oleh manusia meliputi kebutuhan kuantitatif dan kualitatif dan menuntut pemenuhan sesuai dengan hak manusia. Dengan demikian kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat memberi stimulus dalam memperbaiki dan meningkatkan sistem pendidikan yang relevan dan bermanfaat.

b) Media elektronika sebagai saluran pemberian pendidikan. Pemilihan media elektronika seperti media radio dan televisi yang telah menyebar luas dan membangkitkan perhatian manusia akan hal-hal penting dalam hidupnya sehari-hari. Keadaan demiikian memudahkan untuk memindahkan peran media elektronika tersebut ke dalam proses pendidikan dan pengajaran seperti pemberian pengetahuan dan keterampilan.

c) Pendidikan teknologi

(62)

50 6) Kerja sama Internasional

Kerja sama internasional memberi bentukan yang besar terhadap perkembangan pendidikan yang dilaksanakan bagi masing-masing negara dengan tepat dan relevan (Joesoef, 1999: 3-8).

c. Live long education sebagai asas dalam dunia pendidikan

Tahun 1970 diketemukan oleh UNESCO: “sebagai tahun

pendidikan internasional (international education year) karena pada tahun tersebut : “dilontarkan pembaharuan-pembaharuan

dalam falsafah dan konsep tentang pendidikan (Joesoef, 1999: 12).

Konsep pendidikan yang sebelumnya selalu berorientasi pada dunia sekolah, sejak saat itu mulai diragukan, orang selalu bertanya-tanya apakah yang dimaksud dengan pendidikan hanya terbatas pada sekolah saja. Pembaharuan dalam falsafah dan konsep pendidikan di atas timbul melalui buku yang ditulis oleh Paul Lengrand judulnya “An Introduction to life long Education

(Joesoef, 1999: 12).

(63)

51

orang dan diketuai oleh Edgar Fause dan mempunyai tugas: “

meninjau kembali definisi tentang pendidikan dalam arti seluas-luasnya dan bagaimana strategi pengembangan pendidikan dalam rangka pembangunan semesta baik di negara berkembang maupun di negara yang sudah maju” (Joesoef, 1999: 13).

Kemudian muncullah pertemuan kecil yang dihadiri wakil-wakil dari World Bank (R. Mac. Namara), the foundation (Mo, George Bundy, Usaid), (John Hannah), the rockefeler (Kenneth Thomson), direktur jendral UNESCO (Rene Maren), dan Indonesia (DR. Soedjatmiko) (Joesoef, 1999: 13).

Dari pertemuan ini menghasilkan suatu hasil penelitian terhadap sekolah antara lain:

1) Bahwa sistem pendidikan dewasa ini tidak sesuai, seperti yang diharapkan, adalah menyiapkan tenaga muda untuk hidup dan penghidupan. Peningkatan kuantitas dan kualitas sekolah tidak akan membantu memecahkan masalah kekurangan tenaga kerja.

(64)

52

3) Oleh karena itu negara-negara khusus yang berkembang hendaknya lebih berani mencari alternatif-alternatif dari sistem pendidikan yang ada, khususnya pendidikan non formal.

4) Pertemuan tersebut berpendapat bahwa dalam hubungannya dengan pendidikan formal dan non formal satu hal yang terang bahwa di negara-negara yang sedang berkembang akan terlalu mahal untuk mempunyai 2 sistem tersebut secara terpisah melainkan harus diusahakan satu sistem tunggal. 5) Dewasa ini terasa betapa tidak tentunya hubungan antara

pendidikan dan strategi pembangunan, antara pendidikan dan kesempatan kerja, dan antara sistem pendidikan dan keperluan politik dan sosial (Joesoef, 1999: 13-14).

Sebagai suatu asas pendidikan, maka pendidikan seumur hidup sudah selayaknya diisi dengan berbagai bentuk (macam pendidikan yang satu sama lain berbeda-beda). Menurut Dr. Philip H. Coombs, ia membagi ke dalam 3 macam pendidikan:

1) Pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seorang lahir sampai mati.

(65)

53

3) Pendidikan non formal, ialah pendidikan yang teratur dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat (Joesoef, 1999: 16).

Ada pula Prof. R. Wroczynsky menyebutkan ada 3 macam pendidikan yaitu:

1) Pendidikan formal yang meliputi berbagai jenis sekolah dari tingkat rendah, menengah dan tinggi.

2) Pendidikan ekstra kurikuler, yang berjalan sejajar dengan pendidikan formal.

3) Pendidikan seumur hidup, yang merupakan lanjutan dari pendidikan formal dan ditujukan bagi orang dewasa (Joesoef, 1999: 16).

Dan Prof. M. Faloky menambahkan jalur pendidikan yang keempat dengan: “the real reality yakni suasana baik dan

ketertiban yang selaras dalam kehidupan keluarga, pergaulan antara teman dan di masyarakat luas” (Joesoef, 1999: 16).

(66)

54 3. Makna Pendidikan Seumur Hidup

Proses pendidikan yang ada dewasa ini, sebenarnya telah lama dilaksanakan orang dan merupakan proses yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan tujuan yang jelas pula. Dan proses pendidikan yang dialami oleh seseorang selalu dihubungkan dengan proses belajarnya, terutama oleh sebagian besar masyarakat yang tinggal di daerah-daerah pedesaan (Joesoef, 1999: 20).

Proses belajar yang dimaksud adalah belajar dalam rangka pendidikan formal di sekolah, sejak sekolah rendah sampai ke tingkat tertinggi. Sejalan dengan hal tersebut, banyak orang beranggapan bahwa bila seseorang telah keluar dari sekolah berarti ia telah selesai proses belajarnya. Dan bagaimana hidupnya, mereka serahkan pada hasil belajar yang dicapainya sehingga belajar menentukan corak kehidupan sesorang di dalam masyarakat (Joesoef, 1999: 20).

Jadi sekolah merupakan tumpuan hidup seseorang. Dengan kata lain sekolah sebagai “station in lifenya” seseorang, sehingga di

mana ia berhenti sekolah di situ sudah menunggu nasibnya (Joesoef, 1999: 20).

(67)

55

mengharuskan masyarakat belajar terus-menerus agar tidak ketinggalan perkembangan zaman (Joesoef, 1999: 21).

Proses belajar yang masyarakat kehendaki dapat berlangsung setiap saat dan dimanapun berada. Proses belajar yang demikian merupakan hak seseorang (Joesoef, 1999: 21). Dan proses pendidikan harus berlangsung sepanjang hidup manusia.

Begitu pula seorang tokoh pendidikan John Dewey pernah menegaskan: “Educational process has no end beyond itself, is in it’s

own an end” (Joesoef, 1999: 21).

Dari uraian-uraian di atas makin jelas bahwa asas pendidikan seumur hidup sangat tepat diterapkan dewasa ini baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Makna pendidikan seumur hidup bermacam-macam sesuai dengan tujuan kegiatan dan program yang diselenggarakan (Joesoef, 1999: 21).

Secara terperinci makna pendidikan seumur hidup adalah keadilan, pertimbangan ekonomi, peranan keluarga yang sedang berubah, peranan sosial yang sedang berubah, perubahan teknologi, faktor-faktor vokasional (ketrampilan), kebutuhan-kebutuhan orang dewasa dan anak-anak awal (Joesoef, 1999: 22-25).

(68)

56

pendidikan, besarnya angka drop out khususnya pada tingkat sekolah dasar, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat menuntut kita untuk terus-menerus belajar (Joesoef, 1999: 25-26).

Dari uraian di atas maka proses belajar bagi seseorang dapat terus berlangsung dan tidak terbatas pada dunia sekolah saja.

4. Strategi Pendidikan Seumur Hidup

Strategi dalam rangka pendidikan seumur hidup meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Konsep-konsep kunci pendidikan seumur hidup

Dalam pendidikan seumur hidup dikenal dengan adanya 4 macam konsep kunci, yaitu:

1) Konsep pendidikan seumur hidup itu sendiri

Sebagai suatu konsep, maka pendidikan seumur hidup diartikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman-pengalaman pendidikan. Hal ini berarti pendidikan akan meliputi seluruh rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua. 2) Konsep belajar seumur hidup

(69)

57

dikelola walaupun tanpa organisasi sekolah dan kegiatan ini justru mengarah pada penyelenggaraan asas pendidikan seumur hidup.

3) Konsep pelajar seumur hidup

Belajar seumur hidup dimaksudkan adalah orang-orang yang sadar tentang diri mereka sebagai pelajar seumur hidup, melihat belajar baru sebagai cara yang logis untuk mengatasi problema dan terdorong untuk belajar di seluruh tingkat usia dan menerima tantangan dan perubahan seumur hidup sebagai pemberi kesempatan untuk belajar baru. Dalam keadaan demikian perlu adanya sistem pendidikan yang bertujuan membantu perkembangan orang-orang secara sadar dan sistematik merespons untuk beradaptasi dengan lingkungan mereka seumur hidup (pelajar dan belajar seumur hidup). 4) Kurikulum yang membantu pendidikan seumur hidup

(70)

58 b. Arah pendidikan seumur hidup

Pada umumnya pendidikan seumur hidup diarahkan pada orang-orang dewasa dan pada anak-anak dalam rangka penambahan pengetahuan dan keterampilan mereka yang sangat di butuhkan di dalam hidup.

1) Pendidikan seumur hidup kepada orang dewasa

Sebagai generasi penerus, kaum muda atau dewasa membutuhkan pendidikan seumur hidup dalam rangka pemenuhan tuntutan hidup mereka sepanjang masa. Kebutuhan akan baca-tulis bagi mereka umumnya dan latihan keterampilan bagi para pekerja, sangat membantu mereka untuk menghadapi situasi dan persoalan-persoalan penting yang merupakan kunci keberhasilan.

2) Pendidikan seumur hidup bagi anak

Pendidikan seumur hidup bagi anak, perlu memperoleh perhatian dan pemenuhan karena anak akan menjadi tempat awal untuk memperoleh pendidikan. Pengetahuan dan kemampuan anak, memberi peluang yang besar bagi pembangunan pada masa dewasa dan pada gilirannya masa dewasanya menanggung beban yang lebih ringan.

(71)

59

tertanam kunci belajar, motivasi belajar dan kepribadian belajar yang kuat.

Program kegiatan disusun mulai peningkatan kecakapan baca tulis, keterampilan dasar dan mempertinggi daya pikir anak, sehingga memungkinkan anak terbiasa untuk belajar, berpikir kritis dan mempunyai pandangan kehidupan yang dicita-citakan pada masa yang akan datang (Joesoef, 1999: 37-38).

Di Indonesia landasan pendidikan sepanjang hayat terdapat dalam Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional Bab III tentang Prinsip Penyelengaraan Pendidikan pasal 4 ayat 3 yang berbunyi: “Pendidikan diselenggarakan sebagai

suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat” (Depag RI, 2003: 6). Dan bab IV pasal 5 ayat 5 yang berbunyi: “Setiap warga negara

berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat” (Depag RI, 2003: 7).

Sedangkan dalam GBHN (ketetapan MPR No. IV/MPR/1978), berkenaan dengan pendidikan dikemukakan sebagai berikut: “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan

(72)

60

Jadi di Indonesia juga sudah mencanangkan pendidikan dilaksanakan atau berlangsung sepanjang hayat dan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, serta pendidikan dapat dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

B. Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam

Konsep pendidikan sepanjang hayat sebenarnya sudah ada sejak dahulu. Dalam perspektif Islam, belajar sepanjang hayat ini sebenarnya telah dicanangkan oleh Nabi SAW ratusan tahun yang silam.

Sejak 15 abad lalu Islam telah mengenal konsep pendidikan seumur hidup (life long education) atau belajar seumur hidup (life long learning) (Nawawi, 1993: 24). Yang dinyatakan dalam sabda Rasulullah Muhammad Saw. :

ِدْحَّللا ىَلِا ِدْهَمْلا َنِم َمْلِعْلااوُبُلْطُا

[

ربلا دبع نبا هاور

]

Artinya: “Tuntutlah ilmu mulai sejak buaian hingga ke liang lahat” (H.R Ibn. Abd. Bar) (Jami’ Bayan al-ilmi wa Fadhlihi: 25).

(73)

61

1. Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam

Ada beberapa tokoh pendidikan Islam yang menyatakan bahwa pendidikan harus dilakukan terus-menerus, berkesinambungan sejak lahir sampai meninggal dunia. Tokoh-tokoh tersebut adalah:

Menurut Ahmad D. Marimba (1989: 19) mendefinisikan pengertian pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dan pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam (Marimba, 1989: 23). Kepribadian utama di sini dimaksudkan sebagai kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang di dalamnya termuat karakter nilai-nilai Islam. Ahmad D. Marimba membagi istilah pendidikan ada dua arti yaitu pendidikan dalam arti sempit dan pendidikan dalam arti luas.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan kajian yang mendalam, hasil penelitian menunjukkan bahwa pandangan Hamka terhadap urgensi pendidikan Islam dalam kehidupan manusia bukan hanya

Insomnia dalah gangguan tidur yang dialami oleh penderita dengan gejala-gejala selalu merasa lelah dan letih sepanjang hari dan secara terus menerus (lebih dari

Di dalam kajian yang dikaji oleh Susila Rahmi19 tentang Wakaf Produktif Perspektif Sejarah Sosial Ekonomi Islam menyimpulkan bahwa mengenai bentuk dan status produktivitas harta

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Kesadaran, Pemahaman tentang Sanksi Perpajakan, Pemahaman Peraturan Perpajakan, dan Sosialisasi Perpajakan

Penelitian ini tentang nilai-nilai akhlak dalam perspektif pendidikan Islam (Kajian tafsir surat Al-Hujurat ayat 11-13) bahwa akhlak Islam adalah nilai-nilai yang utuh,

tazkiyatun nafs adalah proses penyucian jiwa dari perbuatan dosa, proses pembinaan akhlakul karimah (prilaku mulia) dalam diri dan kehidupan manusia.. Adapun

(2) Bagaimana pelaksanaan ajaran panca dasar bela diri Pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate Komisariat IAIN Walisongo Semarang dalam perspektif pendidikan

ilmiahyang berupa metode ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus disempurnakan. Dalam pembelajaran IPA mencakup