• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDIDIKAN PERSPEKTIF IBNU KHALDUN SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP PENDIDIKAN PERSPEKTIF IBNU KHALDUN SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PENDIDIKAN PERSPEKTIF

IBNU KHALDUN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

ARIYANI NURAHMAWATI

NIM 111-12-070

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)

i

KONSEP PENDIDIKAN PERSPEKTIF

IBNU KHALDUN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

ARIYANI NURAHMAWATI

NIM 111-12-070

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vi

MOTTO

(8)

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua Orang tuaku tercinta, Bapak Wagiyanta dan Ibu St Nasihah, yang selalu memberikan kasih sayang, mendidik dan membimbing,ku, do‟a restu

yang selalu dipanjatkan, nasihat-nasihat yang membangun, dan terimakasih selalu menyemangati untuk mengerjakan karya ini.

2. Suamiku tercinta, Mas Danang Mulato yang selalu memberikan Inspirasi serta menyemangatiku untuk segera menyelesaikan studi ini.

3. Ibu Mertuaku tercinta, Ibu Suwartini, yang selalu memberikan kasih sayang, nasihat-nasihat, dan selalu mendo‟akanku.

4. Kakak-kakak iparku, mbak Yayuk, Mbak Ning, Mbak Witri, Mas Heri,Mbak

Anik, dan Mama Cici yang selalu menyemangati.

5. Adikku tersayang, Lailatunnisa Umi Susilowati yang selalu menyemangati.

6. Keluarga Besarku yang selalu memotivasi.

7. Sahabat-sahabatku, Ambar, Anisa, Dewi, Dysa, Fina, Hikmawan, Iswanto, Nanda, Samsudin, Zidni yang selalu menemani, saling memotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Pendidikan Karakter Perspektif Ibnu Khaldun. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Agung, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut-Nya.

Penulis mengakui dan sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa motivasi, dukungan, bentuan, dan bimbingan dari berbagai pihak yang berkait. Sungguh menjadi kebahagiaan yang tiada tara penulis rasakan setelah skripsi ini selesai. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih dengan setulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

(10)
(11)

x

ABSTRAK

Rahmawati, Ariyani. 2017. Konsep Pendidikan Perspektif Ibnu Khaldun. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing H. Agus Ahmad Su‟aidi, M.A.

Kata Kunci: Pendidikan, dan Perspektif.

Pendidikan adalah suatu proses untuk mengubah sikap dan tingkah laku seseorang maupun kelompok dengan tujuan untuk mendewasakan seseorang melalui usaha pengajaran dan pelatihan. Sedangkan perspektif dapat diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimana konsep pendidikan perspektif Ibnu Khaldun? (2) Bagaimana relevansi konsep pendidikan menurut Ibnu Khaldun dengan realitas pendidikan Islam kontemporer di Indonesia?

Untuk menjawab pertanyaan diatas, peneliti menggunakan pendekatan literatur. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah dengan menggunakan metode kajian pustaka. Objek peneliti adalah Tokoh Sejarah Dunia yaitu Ibnu Khaldun.

(12)

xi

DAFTAR ISI

SAMPUL...i

LEMBAR BERLOGO...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii

PENGESAHAN KELULUSAN...iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...v

MOTTO...vi

PERSEMBAHAN...vii

KATA PENGANTAR...viii

ABSTRAK...x

DAFTAR ISI...xi

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...6

C. Tujuan Penelitian...6

D. Kegunaan Penelitian...7

E. Metode Penelitian...7

F. Penegasan Istilah...9

(13)

xii

BAB II BIOGRAFI INTELEKTUAL IBNU KHALDUN...11

A. Kelahiran Ibnu Khaldun...11

B. Kondisi Keagamaan dan Intelektual...11

C. Bertugas di Pemerintahan…...15

D. Pendidikan Ibnu Khaldun...17

E. Guru-guru Ibnu Khaldun………...19

F. Karakter Ibnu Khaldun...22

G. Masa Mendidik dan Menjadi Qadhi...22

H. Murid-murid Ibnu Khaldun………...24

I. Masa Mengarang Kitab...24

J. Karya-karya Ibnu Khaldun ...25

1. Jilid Pertama Disebut dengan Muqaddimah...28

2. Jilid Ke-2 Sampai Ke-5 Disebut dengan al-„Ibar...30

3. Jilid Ke-6 dan Ke-7 Disebut dengan al-Ta‟rif...31

K. Corak Pemikiran Ibnu Khaldun……...31

L. Wafatnya Ibnu Khaldun………...33

BAB III KONSEP DASAR PENDIDIKAN PERSPEKTIF IBNU KHALDUN………...………...35

A. Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun...35

B. Pendidik Menurut Ibnu Khaldun...39

C. Peserta Didik Menurut Ibnu Khaldun...40

D. Tujuan Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun...41

(14)

xiii

F. Materi Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun...42

G. Metode Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun...43

1. Berpikir………...43

2. Keragu-raguan (Skeptisme……...44

3. Pembiasaan (Ta‟wid)………...45

BAB IV RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN MENURUT IBNU KHALDUN DENGAN REALITAS PENDIDIKAN ISLAM KONTEMPORER DI INDONESIA...47

A. Pendidikan Islam Kontemporer di Indonesia...47

1. Sistem Hubungan Guru dengan Murid...50

2. Media Penyampaian Informasi...50

3. Kurikulum Pendidikan...51

4. Tujuan Pendidikan………...51

(15)

xiv

A. Kesimpulan...58 B. Saran ...60 DAFTAR PUSTAKA.

BIOGRAFI PENULIS.

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan mahkluk yang tidak bisa terlepas dari pendidikan, yaitu sebagai pelaku pendidikan itu sendiri (menjadi pendidik atau peserta didik). Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri (Sukardjo, 2009:1).

Manusia adalah makhluk yang termulia diantara makhluk-makhluk lain dan dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk, baik fisik maupun psikisnya, serta dilengkapi dengan potensi (fitrah) dan dapat dikembangkan secara optimal melalui proses pendidikan (Muhaimin, 2008:22).

(17)

2

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sahertian, 2008:1).

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan seseorang, terutama untuk anak yang masih kecil. Anaklah yang akan menjadi penerus bagi keluarga, teman, dan bangsa. Pendidikan adalah usaha pendidik untuk membina peserta didik sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat di masyarakat dan bangsa.

Undang-undang RI No 20 (2003: 2) menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pada dasarnya pendidikan adalah laksana eksperimen yang tidak pernah selesai sampai kapanpun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini. Dikatakan demikian, karena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban manusia yang terus berkembang. Hal ini sejalan dengan pembawaan manusia yang memiliki potensi kreatif dan inovatif dalam segala bidang kehidupannya (Hisbullah, 2009: IX).

(18)

3

dan spiritual, tujuan ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya sistem dan proses pendidikan yang baik. Oleh karena itu pakar pendidikan Islam kemudian mencoba merumuskan pemikiran pendidikan Islam yang diharapkan mampu menciptakan manusia yang akan mengemban tugas menyejahterakan dan memakmurkan kehidupan di muka bumi ini (Raqib, 2009: V).

Belajar dikatakan identik dengan sekolah, padahal sekolah hanyalah salah satu dari tempat belajar bagi peserta didik. Pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas tetapi juga berlangsung di luar kelas. Pendidikan bukan hanya bersifat formal saja, tetapi juga non formal (Zuhairini, 1995: 149).

Agama Islam adalah agama yang universal, yang mengajarkan kepada manusia berbagai aspek kehidupan, baik duniawi maupun akhirat. Salah satu diantara ajaran Islam tersebut adalah mewajibkan kepada umat Islam untuk melaksanakan pendidikan karena menurut ajaran Islam pendidikan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak yang harus dipenuhi, demi mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan demikian manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal kehidupannya (Zuhairini, 1995: 98).

(19)

4

utama referensi agama Islam dalam menentukan berbagai hukum. Dalam surat Al-Baqoroh ayat (1-2): petunjuk bagi mereka yang bertaqwa .

Islam menyebutkan orang yang baik dan berperilaku positif itu mereka orang-orang yang bertakwa yang tidak meragukan al-Qur‟an. Allah juga menyebutkan bahwa al-Qur‟an merupakan petunjuk bagi orang yang bertakwa yang pada dasarnya adalah mereka yang mempunyai karakter dan

bertujuan untuk menjadikan manusia yang seutuhnya (insan kamil).

(Departemen Agama, 1990:8).

Pendidikan dalam perspektif Islam secara teoritik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak

hanya menekankan pada aspek keimanan, ibadah dan mu‟amalah, tetapi juga

akhlak. Pengalaman ajaran islam secara utuh merupakan model karakter seseorang muslim, bahkan dipersonifikasikan dengan model karakter Nabi Muhammad SAW, yang memiliki sifat Shidiq, Tabligh, Amanah, Fathonah (STAF).

(20)

5

ibadah saja, tidak pula segi akhlak, akan tetapi lebih luas dan lebih dalam daripada itu (Zakiah Drajat, 1995: 35). Pendidikan dimulai dari keluarga dimana anak-anak menerima pngaruh dari apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya dengan cara meniru dan menerima pelajaran.

Pendidikan karakter akhir-akhir ini semakin banyak diperbincangkan di tengah-tengah masyarakat Indonesia, terutama oleh kalangan akademisi.

Pendidikan karakter sendiri bertujuan untuk meningkatkan mutu

penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji, dan mengimplementasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam pelaku sehari-hari dalam masyarakat. (Novan, 2011:11).

Pendidikan adalah suatu proses untuk menghasilkan suatu out put

yang mengarah kepada pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan berdisiplin tinggi. (Siregar, 1999:35-36).

Jadi pendidikan adalah proses dimana anak yang sedang tumbuh dan berkembang di didik dan di arahkan agar menjadi lebih baik dan memiliki akhlakul karimah.

(21)

6

empat dinding, tetapi pendidikan adalah suatu proses dimana manusia secara sadar mengungkap, menyerap, dn menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman”.

Ibnu Khaldun memiliki banyak karya, namun penulis belum menemukan penelitian yang berhubungan dengan karya Ibnu Khaldun, maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti karya dari Ibnu Khaldun.

Dari uraian di atas sebagai pijakan latar belakang masalah, penulis tertarik dan menganggap penting untuk mengkaji nilai-nilai pendidikan karakter dalam pemikiran Ibnu Khaldun, maka judul penelitian ini adalah:

KONSEP PENDIDIKAN PERSPEKTIF IBNU KHALDUN”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah ini maka penulis memiliki beberapa hal sebagai rumusan masalah, dan tujuan dalam penelitian, yang meliputi:

1. Bagaimana konsep pendidikan menurut Ibnu Khaldun?

2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan menurut Ibnu Khaldun dengan realitas pendidikan Islam kontemporer di Indonesia

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam kaitannya dengan judul penelitian antara lain:

1. Untuk mengetahui konsep pendidikan menurut Ibnu Khaldun.

(22)

7

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan atau manfaat hasil penelitian ini ditinjau secara teoritis dan praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi khasanah pendidikan, khususnya tentang pendidikan karakter perspektif Ibnu Khaldun.

2. Secara Praktis

Dapat menjadi referensi atau salah satu pedoman bagi Lembaga Pendidikan Islam dalam proses belajar mengajar.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dipakai termasuk penelitian literatur yang berfokus pada referensi buku dan sumber yang relevan, penelitian literatur lebih difokuskan kepada studi kepustakaan. (Amirin,1995: 135).

(23)

8

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah buku atau karya tulis yang berhubungan dengan pendidikan karakter dan buku-buku tentang pemikiran Ibnu Khaldun.

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Membaca buku primer maupun buku-buku yang berkaitan dengan

pendidikan karakter.

b. Mempelajari, mengkaji, serta memahami kajian yang terdapat dalam

buku-buku sumber.

c. Menganalisis untuk diteruskan identifikasi dan mengelompokkan serta mengklasifikasi sesuai dengan sifatnya, dalam bentuk per bab. 4. Metode Analisis Data

Dari data yang diperoleh penulis menggunakan metode analisis isi atau content analysis. Menurut Wimmer dan Dominik, dalam buku metodologi penelitian kualitatif karya Burhan Bungin (2001:135) analisis isi yaitu tehnik penelitian untuk menganalisis sesuatu secara sistematis, objektif, dan komunikatif terhadap pesan yang Nampak.

(24)

9

F. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan terhadap judul penelitian ini, maka penulis perlu untuk menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini, antara lain:

1. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sahertian, 2008:1). Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Pendidikan yang dimaksud penulis yaitu suatu usaha yang dilakukan agar dapat membentuk peserta didik agar menjadi lebih baik dan berakhlak mulia.

2. Perspektif

Perspektif dapat di artikan sebagai cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Perspektif merupakan cara pandang seseorang atau cara seseorang

berperilaku terhadap suatu fenomena, kejadian, atau masalah.

(Sumaatmadja dan Winardit : 1999). Sedangkan menurut Suhanadji dan Waspada TS (2004) perspektif merupakan cara pandang atau wawasan seseorang dalam menilai masalah yang terjadi di sekitarnya.

(25)

10

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan keterangan yang jelas dan menyeluruh sehingga pembaca nantinya dapat memahami tentang isi skripsi dengan mudah, penulis berusaha memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing saling berkaitan, yaitu sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian, Penegasan Istilah, Sistematika Penulisan Skripsi.

BAB II : BIOGRAFI

Berisi tentang sejarah biografi Ibnu Khaldun. BAB III : DESKRIPSI PEMIKIRAN

Deskripsi konsep dasar pendidikan karakter menurut Ibnu Khaldun. BAB IV : ANALISIS PENELITIAN

Analisis data yang meliputi tentang konsep dasar pendidikan karakter menurut Ibnu Khaldun relevansinya dengan realitas pendidikan islam kontemporer di Indonesia.

BAB V : PENUTUP

(26)

11 mengambil keputusan untuk meninggalkan Sevilla dan menuju ke barat laut Afrika. (Siregar, 1999: 16-18).

B. Kondisi Keagamaan dan Intelektual

Ibnu Khaldun lahir ketika masyarakat muslim berada dalam keadaan kritis. Pasukan muslim terkepung dan diserang dari tiga jurusan yang hampir bersamaan. Bangsa Mongol menyerang dari Timur, tentara salib menyerang dari Utara, dan orang-orang Spanyol menyerang dari Barat. Akibatnya kaum muslimin dalam keadaan ketakutan dan putus asa dalam mempertahankan wilayahnya. Hal ini menyebabkan umat Islam mendambakan sosok pemimpin yang bisa mengayomi mereka.

Hal ini menimbulkan banyak sekali orang yang mengaku sebagai

(27)

12

Namun kebanyakan dari mereka tidak berhasil dan malah menimbulkan kebencian dimana-mana. Ibnu Khaldun mempunyai dua sisi yang berbeda, di satu sisi ia sangat dipengaruhi doktrin-doktrin sufi, bahkan menurut Mc Donald, Ibnu Khaldun sangat dipengaruhi doktrin sufi Al-Ghazali. Tetapi disisi pembahasan masalah sejarah dan sosial , ia berbeda pandangan dengan para sufi, dan hal ini membuktikan bahwa Ibnu Khaldun mempunyai sifat yang rasional dan obyektif.

Ibnu Khaldun berpendapat bahwa dalam dialetika kaum sufi sangat didominasi oleh idealism dan spiritual, sehingga sulit penerapannya dalam proses sosial yang nyata. Pendorong utama dialektika sosial menurut Ibnu Khaldun adalah „Ashabiyah. Ashabiyah mempunyai peranan yang sangat penting dalam dialektika sosial, seperti kehendak Allah bagi kaum sufi, disini Ibnu Khaldun tidak menafikkan keterlibatan Allah dalam proses dealektika sosial, khusus dalam gejala sosial Allah bisa melakukan apa saja sesuai dengan hukum-hukum sosial, bahkan para Nabi dan Mahdi harus menyesuaikan dengan Ashabiyah dalam lapangan sosial.

(28)

13

Selain dalam bidang sosial politik dan keagamaan, dunia Islam juga dilanda kemunduran dalam bidang intelektual pada era Ibnu Khaldun para sarjana pada umumnya menyibukkan diri dengan menafsirkan penemuan terdahulu dan hanya sedikit dari mereka yang berupaya menghasilkan karya sendiri, sehingga sangat jarang dijumpai penemuan-penemuan orisinil para sarjana muslim baik dalam bidang ilmu-ilmu keagamaan, seperti filsafat, tasawuf, fiqh, teologi maupun ilmu-ilmu eksakta (basic Sciences).

Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimah-nya menyebutkan nama

penulis Arab pada masanya diantaranya adalah: Ibnu Batutah (1304-1369), seorang pengembara maroko yang telah melalang dunia, juga al-Umari (w. 1349) ahli ilmu bumi yang berasal dari Mesir dan juga al-Maqrizi (1364-1442) adalah orang yang mendapat kesempatan duduk dalam kelas yang diajar Ibnu Khaldun di Universitas Al-Azhar pada tahun 1383.

Pada saat dunia Islam mengalami kemunduran dalam berbagai bidang, sebaliknya di dunia Barat pada abad ke-14 sedang mengalami masa

kebangkitan (Renaissance). Dimana mereka mengalami kemajuan yang

sangat pesat dalam berbagai bidang diantaranya ilmu pengetahuan, dan terjadinya revolusi besar-besaran dalam bidang politik dan pemikiran.

Renaissance dalam Dictionary of Philosophy and Religion dijelaskan bahwa:

“Renaissance originally is French word meaning „rebirth‟ or „revival‟.

Applied to the periode of time in Western Europe running from the 14th

trough the 16th centuries, the term current after Michelet in 1855 and

(29)

14

Italy, respectively”. (Renaissance merupakan kata dari bahasa Prancis yang mempunyai arti “kelahiran kembali”.diterapkan pada periode waktu di Eropa

Barat yang merentang dari abad ke-14 sampai dengan abad ke-16 M. istilah ini kemudian bergema lagi setelah Michelet pada tahun 1855 dan Burckhardt pada tahun 1860 menggunakan istilah ini dalam judul karya-karya sejarah mengenai Perancis dan Italia).

Sedangkan Lorens Bagus dalam kamus filsafatnya mengartikan

Renaissance sebagai berikut: Renaissance merupakan istilah yang menunjukkan suatu gerakan yang meliputi suatu zaman dimana orang merasa dilahirkan kembali dalam keberadaban. Zaman Renaissance juga berarti zaman yang menekankan otonomi dan kedaulatan manusia dalam berpikir, mengadakan eksplorasi, eksperimen, mengembangkan seni, sastra dan ilmu pengetahuan di Eropa.

Abad ke-16 juga dianggap sebagai titik balik dari masa kejayaan filsafat skolastik (abad ke-6 sampai abad ke-13), pada aabad skolastik dunia Barat didominasi oleh gereja, dengan corak pemikiran yang bersifat pemaduan akal dan wahyu (agama dan filsafat). Memasuki abad ke-16, penguasa sipil dan ilmuwan semakin menunjukkan sikap kemandirian dari gereja.

(30)

15

Khaldun para pemikir muslim yang berpengaruh bagi kemajuan Eropa antara lain: Ibnu Bajah (w. 1138 M), Ibnu Thufail (1304-1377), Ibnu al-Khatib (1317-1374).

Bangsa Eropa ketika Islam berada dalam kejayaan, masyarakatnya sangat bodoh dan buta huruf. Mereka belajar di Universitas-universitas yang didirikan penguasa muslim seperti halnya yang terjadi di Cordova, Selvia, Malaga, Granada, dan Samananca. Selama belajar inilah, mereka banyak belajar dan menerjemahkan buku-buku karangan ilmuwan Muslim yang berpusat di Toledo. (Iqbal, 2015: 517-519).

C. Bertugas di Pemerintahan

Tahap ini dilalui Ibnu Khaldun dalam berbagai tempat, seperti Fez, Granada, Bougie, Biskara dan lainnya dalam jangka waktu sekitar 32 tahun, yakni antara tahun 1350-1383 M. pendidikan yang diterima dari ayahnya dan guru-gurunya sangat mempengaruhi perkembangan intelektualnya. Pada saat wabah pes telah menyerang belahan dunia Barat dan yang paling menyedihkan telah menyebabkan orang tuanya dan sebagian guru-gurunya meninggal dunia, dan yang masih ada mengungsi ke Kota Fez di Maroko. Untuk mengurangi beban dalam hatinya inilah ibnu khaldun mengalihkan perhatiannya dengan menghentikan belajarnya dan mengalihkan perhatiannya pada bidang pemerintahan.

Karir pertama yang dilakukan adalah sebagai Shahahib al-„Allamah

(31)

16

dijalani selama 2 tahun. Ibnu Khaldun kemudian berkelana menuju Biskara pada tahun 1352 M. di kota inilah pada tahun 1353 M Ibnu khaldun menikah dengan putrid seorang panglima peran dari Bani Hafs, Jendral Muhammad Ibn al-Hakim.

Pada tahun 1354 M Ibnu Khaldun memiliki karir sebagai sekretaris kesultanan di Fez Maroko, pada masa pemerintahan Sultan Abu Inan. Tidak lama menjabat sebagai sekretaris kesultanan, ia dicurigai Abu Inan sebagai penghianat beserta pangeran Abu Abdillah Muhammad dari Bani Hafiz yang berusaha melakukan komplotan politik yang menyebabkan ia dipenjara selama 21 Bulan. Ibnu Khaldun dibebaskan pada saat Abu Salim menjabat sebagai sultan Maroko. Dengan sultan yang baru ini, Ibnu Khaldun kembali mendapatkan posisi yang penting dalam pemerintahan. Namun oada tahun 1361 M Abu Salim terbunuh karena intrik politik. Keadaan ini semakin memojokkan Ibnu Khaldun dan masih dicurigai, maka demi mempertahankan karirnya sebagai pengamat dan politikus ia berangkat ke Spanyol dan sampai dan sampai Granada pada 26 Desember 1362.

(32)

17

Pada tahun 765 H (1362 M) Ibnu Khaldun ditunjuk sultan menjadi Pedro El Cruel si bengis, untuk mengadakan berbagai perundingan damai antara Granada dan Sevilla, misi ini pun dilaksanakan dengan sukses. Penguasa Kristen bahkan berusaha mengajaknya untuk membuka kembali lahan perkebunan yang dulu milik keluarganya di Sevilla , namun ia menolaknya. Keberhasilan Ibnu Khaldun ini membuat Raja Muhammad menyenanginya dan sang Sultan pun memberikan tempat dan kedudukan di Granada. Sehingga menimbulkan banyak kecemburuan luar biasa di kalangan perdana menteri Ibn al-Khatib.

Sebagai seorang yang kenyang dengan intrik politik dan kecemburuan politik Ibnu Khaldun cukup sadar untuk tidak terlibat dengan konflik terbuka dengan al-Khatib. Ibnu Khaldun tetap mengakui kemampuan sastra saingannya ini. Sekalipun kontak pribadi keduanya terganggu. Sampai akhirnya al-Khatib terbunuh di Fez pada tahun 1374 M, sehingga Ibnu Khaldun berkali-kali mendapatkan tawaran untuk menduduki jabatan politik dari para amir (Gubernur), dan untuk kesekian kali Ibnu Khaldun berpindah dari penguasa yang satu kepada penguasa yang lain. (Iqbal,2015: 521-522). D. Pendidikan Ibnu Khaldun

(33)

18

namanya masih banyak lagi nama panggilan yang menyatakan tugas dan kedudukan ilmiah dan status sosial, antara lain; Al Wazir, Al Rois, Al Hajib, Al Shadrul Kabir, Al Faqihul Jalil, „Allamatul Ummah, dan Jamalul Islam

Wal Muslimin.

Dari nama-nama tambahan di belakang namanya, nampaklah bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang ilmuwan terkemuka pada zamannya yang telah memperoleh pengakuan dari berbagai kalangan keilmuan, termasuk ilmuan non muslim.

Dari sekian banyak gelar yang diperolehnya, tentu berdasarkan dari sikap pribadi dan bimbingan orang tua dan guru-gurunya, serta pengalaman – pengalaman yang diperolehnya melalui pengembaraan dan bergaul dengan bermacam-macam suku bangsa dan situasi pemerintahan yang selalu silih berganti yang dihadapinya. (Siregar,1999: 18-20).

(34)

19

yang luas dan bercorak ensiklopedis, namun demikian, dalam sejarah ia tidak dikenal sebagai orang yang menguasai disiplin ilmu.

Suatu hal yang menarik dari perjalanan hidup dan pengalaman pengembaraannya,ia dapat merumuskan suatu formula mengenai pendidikan sebagai hasil dari pengalaman, sebagai seorang sejarah dan sosiolog. Pendidikan adalah mentransformasikan nilai-nilai dari pengalaman untuk berusaha mempertahankan eksistensi manusia dalam masyarakat yang berkebudayaan membutuhkan suatu kemampuan dan keberanian untuk berbuat dan bertindak yang di dasarkan kepada pengetahuan, pengalaman, pergaulan, dan sikap mental serta kemandirian yang bisa disebut sebagai sumber daya manusia yang berkualitas.

Oleh karena itu, konsepsi yang sekarang sedang berkembang dalam masyarakat kita adalah konsepsi dari Ibnu Khaldun sebagai hasil dari berbagai pengalaman dan pengembaraannya, untuk dapat hidup dan memperoleh jabatan dalam situasi yang selalu berganti. (Siregar,1995: 32-33).

E. Guru-guru Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun sejak kecil sudah menghafal Al-Qur‟an dan

mempelajari tajwid secara baik. Gurunya yang pertama adalah ayahnya sendiri yang mempunyai kemahiran dalam bidang syar‟i, retorika sya‟ir, dan

filsafat.

(35)

20

yang hijrah dari Andalusia. Di antara para ulama tersebut ada yang menjadi guru Ibnu Khaldun, sebagaimana dikemukakan oleh Fathiyyah Hasan Sulaiman: dia belajar Al-Qur‟an dari mereka, mempelajari dan mendalami ke tujuh macam cara membaca Qiro‟at Ya‟kub. Penciptanya adalah Ya‟kub bin

Ishak bin Zaid bin Abdillah Al Hadromi Al Bashri (118-205 H). qiro‟at ini diriwayatkan dengan dua cara. Pertama, riwayat Muhammad bin Al Mutawakkil yang dikenal dengan Barwis.

Kedua, dari Ruh bin Abdil Mu‟min Al Hudzali. Dia juga mempelajari ilmu syari‟at, yaitu ilmu tafsir, hadits, ushul, tauhid, dan fiqih bermadzhab

Imam Maliki (madzhab yang masih dan tetap diikuti sebagian kaum muslimin di Maghribi). Selain itu dia juga mempelajari ilmu bahasa, nahwu, shorf, balaghoh, dan kesusasteraan. Kemudian ia juga mempelajari logika, filsafat, serta ilmu fisika dan matematika.

Dalam berbagai karyanya, Ibnu Khaldun mencatat nama-nama gurunya, menuliskan riwayat hidupnya, meneliti kedudukan mereka dalam dunia keilmuan dan karya-karya mereka. Guru-gurunya yaitu: Muhammad bin Sa‟ad bin Burral Al Anshory, Muhammad bin Al „Aroby Al Husyairi,

(36)

21

„Abdil Muhsimin al Hadromy, dan Abdil Muhammad bin Muhammad Al

Aliby.

Dari sekian banyak guru-gurunya, ada dua orang yang sangat berpengaruh bagi Ibnu Khaldun, yaitu dalam bidang keilmuan syari‟at, bahasa, dan filsafat. Mereka adalah Muhammad bin „Abdillah Muhaimin bin „Abdil Muhaimin Al Hadromy, seorang imam Muhadditsin dan ahli Nahwu di Maghribi. Kemudian Abu „Abdillah Muhammad bin Ibrahim Al Alibi

dalam bidang ilmu rasional yang disebut juga ilmu-ilmu filsafat, ilmu-ilmu hukum, logika, metafisika, fisika, ilmu falaq, dan musik.

Buku-buku yang pernah dipelajari Ibnu Khaldun yaitu: Al Lami‟ah fil Qiro‟at, Al Roiyah fi Rosmil Mushaf, keduanya adalah karangan Al Syatiby, kemudian Al Tashil fi „ilmi An Nahwy karangan Abu Al Farj Asfahany, Al Mu‟allaqot, Kitabul Khamsah lil „Alam, Ontology, puisi Abu Tamam dan Al

Mutannabby, kitab-kitab hadits terutama kitab Shohih Muslim dan Al Muwatto‟ karya imam Maliky Al Taqodlily Ahaditsy Al Muwatto‟ karangan Ibnu „Abdil Baar, „Ulumul Hadits karangan Ibnu Sholeh, kitab Al Tahdzib karangan Al Burda‟y, Mukhtashor Mudawwurrohmah kalangan Al Munfiqh

madzhab Maliki. Ibnil Hajib tentang Fiqh dan Ushl, serta Sairu karangan Ibnu Ishaq.

(37)

22

F. Karakter Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun memandang bahwa usaha mendidik yang dilakukan pendidik adalah pekerjaan yang memerlukan keahlian. Konsekuensi dari pandangan ini adalah bahwa untuk menjadi seorang pendidik diperlukan kualifikasi tertentu, antara lain pendidik harus memiliki pengetahuan tentang perkembangan kerja akal secara bertahap, pendidik juga diruntut untuk memiliki ilmu metodologi mengajar sesuai dengan perkembangan akal peserta didik. Seorang pendidik tidak hanya memiliki ilmu yang akan ia ajarkan, tetai juga harus memiliki ilmu mengajar atau memahami cara mengajar yang baik, agar tidak membingungkan peserta didik sehingga tujuan pendidikan tidak terpenuhi.

G. Masa Mendidik dan Menjadi Qadhi

Ibnu Khaldun tinggal di Tunisia selama empat tahun (780-784 H/1378-1382 M) selanjutnya ia merasa hubungannya dengan sultan kurang harmonis, maka ia meminta izin sultan untuk pergi haji ke Makkah. Ibnu Khaldun meninggalkan Tunisia pada tahun 784 H/1382 M. dengan naik kapal menuju Alexandria (Iskandariyah) dan tiba di pelabuhan Alexandria pada bulan Sya‟ban tahun 784 H. bertepatan dengan bulan November 1382 M.

(38)

23

Namun belum sampai di Pelabuhan Iskandariyah, badai angin topan menerjang kapalnya dan menenggelamkan seluruh penumpangnya tidak terkecuali keluarga Ibnu Khaldun. Ia mencatat dalam bukunya sebagai suatu peristiwa yang sangat mengharukan. Beliau melukiskan kesedihannya itu dengan perasaan sedih yang sangat mendalam sebagai berikut: “bertepatan dengan musibah yang menimpa diriku beserta keluarga dan anak-anakku yang meninggalkan Al-Maghribi dengan kapal laut, kemudian badai menimpanya sehingga kapalnya karam di lautan, maka lenyaplah segala yang ada, tempat tinggal dan anak-anakku. Musibah itu amat berat rasanya untuk dikeluhkan dan meninggikan keprihatinanku, maka aku berkeinginan keras untuk keluar dari tugas pekerjaanku.

(39)

24

melanjutkan profesinya sebagai Hakim Agung Madzhab Maliki hingga meninggal dunia. (Iqbal,2015: 523-524).

H. Murid-murid Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun mempunyai banyak murid, baik pada waktu ia mengajar di Universitas Al Qasbah Tunisia maupun pada waktu mengajar di Kairo. Murid-murid yang ternama antara lain:

1. Sejarawan ulung Taqiyyuddin Ahmad ibnu Ali Al Maqrizi pengarang buku Al Suluk Li Ma‟rifah Duwal Al Muluk. Pada buku ini, Al Maqrizi

mengungkapkan bahwa guru kami Abu Zaid Abd Al Rahman ibnu Khaldun dating dari negeri Maghribi dan mengajar di Al Azhar serta mendapat sambutan baik dari masyarakat.

2. Ibnu Hajar Al „Asqalani, seorang ahli hadits dan sejarawan terkenal (wafat 852 H), dikabarkan bahwa ia sering mengadakan pertemuan dengan Ibnu Khaldun untuk mendengarkan pelajaran-pelajaran yang berharga tentang karya-karya Ibnu Khaldun terutama tentang sejarah.

I. Masa Mengarang Kitab

Dengan banyaknya persoalan yang bermunculan Ibnu Khaldun telah jenuh dan lelah untuk menjauhi kehidupan yang penuh gejolak dan tantangan ini, naluri kesarjanaannya memaksanya untuk menjauhi kehidupan yang penuh gejolak dan tantangan ini.

Dalam kondisi demikian Ibnu Khaldun memasuki suatu tahapan dari

kehidupannya yang biasa disebut dengan Khalwat. Masa yang sangat

(40)

25

dilalui Ibnu Khaldun selama 4 tahun dari 776-780 H/1374-1378 M. masa

Khalwat ini dilakukan disebuah desa kecil yng bernama Qal‟at Ibn Salamah

dirumah Bani Arif. Di tempat inilah Ibnu Khaldun menghabiskan waktunya untuk studi dan mengarang kitab al-I‟bar atau Tarikh Ibnu Khaldun yang volume pertamanya diberi judul Muqaddimah, yang pada keluaran pertama sangatlah digandrungi para ahli sejarah, sosiolog, filosof, dan juga dalam dunia pendidikan karena ide-ide pemikirannya dinilai orisinil dan komprehensif. Menurut beberapa keterangan Ibnu Khaldun telah melakukan percobaan dengan menggabungkan antara agama yang konvensional dengan filsafat yang rasional.

Pada tahun 780 H/1378 M Ibnu Khaldun dan keluarganya meninggalkan Qal‟at Ibn Salamah menuju Tunisia. Di Tunisia ia terus

mengadakan revisi karyanya, Al-I‟bar. Naskah aslinya diserahkan kepada Sultan Abbas pada tahun 784 H/1832 M untuk melengkapi perpustakaannya. Naskah tersebut terdiri dari kata pengantar, pendahuluan, dan Muqaddimah

Ibnu Khaldun, serta sejarah Maghribi (Babar dan Zanatah), Negara-negara Arab, sejarah orang-orang Arab sebelum dan sesudah kedatangannya, serta sejarah Negara-Negara Islam. Naskah ini dikenal dengan Naskah Tunisia. (Iqbal,2015: 522-523).

J. Karya-karya Ibnu Khaldun

(41)

26

mengalami kehancuran, akan tetapi beliau mampu tampil sebagai pemikir muslim yang kreatif dan melahirkan pemikiran-pemikiran besar dalam beberapa karyanya.

Karya-karya Ibnu Khaldun yang banyak dibahas ara ahli samai saat ini ialah al-‟Ibar, Muqaddimah, dan al-Ta‟rif. Sebenarnya kitab Muqaddimah

dan al-Ta‟rif adalah bagian dari kitab al-‟Ibar yang terjadi dari tujuh jilid.

Muqaddimah meruakan pengantar al-„Ibar, dan al-Ta‟rif meruakan bagian penutupnya. Adapun penjelasan mengenai kitab al‟Ibar yang terdiri dari tujuh jilid besar tersebut ialah sebagai berikut:

1. Jilid pertama disebut dengan kitab Muqaddimah

Muqaddimah ialah bagian pertama dari kitab al-„Ibar yang

membahas tentang masyarakat dan gejala-gejalanya, seperti:

pemerintahan, kedaulatan, kekuasaan, otoritas, pencaharian, penghidupan, perdagagan, keahlian, ilmu-ilmu pengetahuan, dan sebab-sebab, serta alasan-alasan untuk memilikinya. Kitab pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari seluruh persoalan yang terdapat dalam kitab al-„Ibar. Sehingga karya ini dikenal sebagai karya yang monumental dari

Ibnu Khaldun. Walaupun Muqaddimah ini dibedakan dari karya induknya

(al-„Ibar) dan akan dibahas tersendiri.

(42)

27

Hal tersebut membuat pemikiran Ibnu Khaldun tetap dibicarakan hingga kini sebagaimana pemikir-pemikir besar lainnya sepanjang masa.

Ibnu Khaldun menyelesaikan penulisan kitab Muqaddimah hanya dalam waktu lima bulan di Benteng Salamah pada pertengahan 779 H/1377 M, untuk kemudian direvisi, serta melengkapinya dengan berbagai sejarah bangsa-bangsa. Kitab ini menjadi kajian dan teori canggih yang menempati posisi tertinggi di antara hasil-hasil pemikiran manusia.

Pada abad ke-15 ketika historiografi Eropa masih begitu

terbelakang dan tidak mengenal konsep-konsep karakter yang

dikemukakan dan dipertahankan Ibnu Khaldun, belum ada buku yang

ditulis seperti Muqaddimah yang membahas semua masalah dan

dikemukakan secara lebih mandiri, untuk membentuk pandangan dasar para sejarawan modern. Para kritikus Barat menempatkan kitab

Muqaddimah di antara hasil-hasil pemikiran manusia yang paling tinggi dan paling bernilai.

Pokok-pokok pembahasan didalam kitab Muqaddimah dibagi

menjadi enam bab. Bab-bab tersebut adalah sebagai berikut:

a. Bab pertama membahas peradaban dan kebudayaan umat manusia secara umum.

(43)

28

c. Bab ketiga membahas tentang negara, kerajaan, khilafah, tingkatan kekuasaan, dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan menekankan filsafat sejarah untuk mengetahui sebab-sebab munculnya kekuasaan dan sebab-sebab runtuhnya suatu negara.

d. Bab keempat membahas berbagai hal tentang wilayah-wilayah pedesaan dan perkotaan, kondisi yang ada, berbagai peristiwa yang terjadi, dan hal-hal utama yang harus diperhatikan.

e. Bab kelima membahas berbagai hal tentang sisi perekonomian negara, mata pencaharian, ekonomi, perdagangan dan industri.

f. Bab keenam membahas berbagai jenis ilmu pengetahuan, pengajaran dan metode-metodenya, serta berbagai aspek yang berkaitan dengan masalah tersebut dalam tradisi Arab.

Dari pembagian-pembagian bab diatas, terlihat jelas betapa luas dan beragamnya bidang kajian yang dihasilkan oleh Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqaddimah, yang ditujukan untuk mengkritik sejarah dalam upaya menemukan hukum-hukum sejarah yang terkait dengan kehidupan sosial-politik.

2. Jilid ke-2 hingga ke-5 disebut dengan kitab al-„Ibar

Al-„Ibar merupakan karya utama bagi Ibnu Khaldun. Adapun judul asli dari kitab al-„Ibar yaitu, Kitab al-„Ibar wa Diwan al-Mubtada‟ wa al -Khabar fi Ayyam al-„Arab wa al-„Ajam wa al-Babar wa man Asharum min

(44)

29

orang-orang Arab, non Arab, dan Barbar, serta raja-raja besar yang semasa dengan mereka). Karena judul kitab tersebut terlalu panjang, sehingga dalam berbagai referensi pada umumnya sering disebut dengan kitab al-„Ibar atau Tarekh Ibn Khaldun.

Kitab al-„Ibar diselesaikan Ibnu Khaldun ketika bermukim di Qal‟ah

ibn Salamah, daerah al-Jazair. Beliau memulai hidup baru ditengah kesunyian padang pasir tersebut dengan menghabiskan waktu selama empat tahun (776-780 H) dan berkonsentrasi dalam menulis al-„Ibar

sebagai suatu karya sosio-historis yang terkenal.

Kitab kedua yang terdiri dari empat jilid ini menguraikan tentang sejarah bangsa Arab, generasi-generasi dan dinasti-dinastinya sejak kelahiran Ibnu Khaldun. Di samping itu juga berisi tentang sejarah beberapa bangsa yang terkenal pada saat itu dan orang-orang besar beserta dinasti-dinastinya, seperti bangsa Pontian, Syria, Persia, Yahudi (Israel), Koptik (Mesir), Yunani, Romawi, Turki, dan Franka (orang-orang Eropa) hingga abad ke-8 H/14 M.

3. Jilid ke-6 dan ke-7 disebut dengan kitab al-Ta‟rif

(45)

30

tentang Ibnu Khaldun yang berbicara tentang dirinya sendiri. Beliau menyelesaikan penulisan kitab ini pada awal tahun 797 H. kitab ini berjudul al-Ta‟rif bi Ibn Khaldun, Mu‟allif Hadza al-Kitab (perkenalan dengan Ibnu Khaldun, pengarang kitab ini). Kitab ini kemudian direvisi dan dilengkapi dengan hal-hal baru hingga akhir 808 H, beberapa bulan sebelum beliau wafat. Dengan demikian, karya itu menjadi lebih tebal dan berganti judul menjadi al-Ta‟rif bi Ibn Khaldun Mu‟allif Hadza al-Kitab wa Rihlatuh Gharban wa Syarqan (perkenalan dengan Ibnu Khaldun, pengarang kitab ini dan perjalanannya ke Timur dan Barat).

Tiga karya diatas (terutama Muqaddimah) menjadikan Ibnu Khaldun sebagai salah satu ilmuan dunia, yang pemikirannya terus mengembara dan berpengaruh hingga kini. Disamping ketiga karya tersebut, beberapa referensi menyebutkan bahwa Ibnu Khaldun memiliki karya-karya lain, seperti:

1. Lubab al-Muhashshal fi Ushul al-Din, yaitu ikhtisar terhadap al-Muhashshal Imam Fakhruddin al-Razi (534-606 H) yang berbicara tentang teologi skolastik.

2. Syifa‟ al-Sail li Tahzib al-Masail, yang ditulis oleh Ibnu Khaldun ketika berada di Fez dan membahas tentang uraian mengenai tasawuf dan hubungannya dengan ilmu jiwa serta masalah syariat (fiqh).

(46)

31

4. Buku kecil sekitar 12 halaman yang berisikan keterangan tentang negeri Maghribi atas permintaan Timur Lenk ketika mereka bertemu di Syria. (Martha, 2015).

K. Corak Pemikiran Ibnu Khaldun

Untuk mengetahui corak pemikiran Ibnu Khaldun kita tidak akan pernah lepas dari aspek historis yang melingkupinya, dan yang jelas pemikiran Ibnu Khaldun tidak bisa lepas dari akar pemikiran Islamnya.

Menurut M. Iqbal bahwa seluruh semangat Muqaddimah Ibnu Khaldun

adalah manifestasi pemikiran Ibnu Khaldun yang diilhami dari Al-Qur‟an dan hadits. Dengan demikian tulisan Ibnu Khaldun dapat dinilai sebagai suatu kecenderungan tergantung latar belakang lingkungannya.

(47)

32

pandangan dengan Ibnu Rusyd, dalam hal ini bisa dilihat bahwa Ibnu Khaldun berhasil menyatukan filsafat Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd. Dengan sintesis ini Ibnu Khaldun berhasil membangun corak pemikiran yang baru yaitu rasionalistik-sufistik.

Pandangan Ibnu Khaldun mengenai pendidikan Islam berpijak pada pendekatan filosofis-empiris. Dengan pendekatan ini memberikan arah baru bagi pola pemikiran visi pendidikan Islam secara ideal dan praktis. Menurut Andi Hakim pantas dijadikan Sains Falsafiyah yang dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626 M) dua setengah abad kemudian. Dan sebagai seorang ilmuwan Ibnu Khaldun telah berhasil membuat pemikiran sintesa antar aliran pemikiran idealis dan aliran realisme. Antara dedukasi dan induksi dan perpaduan metode inilah yang disebut dengan metode ilmiah. Dan ini membuktikan bahwa pola pemikiran Ibnu Khaldun sangatlah bisa dikatakan “modern” pada zamannya.

Menurut Muhammad Iqbal, Ibnu Khaldun adalah satu-satunya muslim yang telah memasuki dunia Tasawuf yang sepenuhnya berjiwa ilmiah. Hal ini bisa dilihat dengan jabatan yang pernah diembannya sebagai Hakim Agung Madzhab Maliki di Mesir selama beberapa kali. Beliau adalah seorang muslim yang taat, bahkan menurut Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun memiliki kecenderungan sufistik yang sangat kuat, karena telah dipengaruhi doktrin sufi. Hal ini bisa dilihat dari Al-Muqaddimah Ibnu Khaldun selalu

(48)

33

pembahasannya. Dan setiap penutup pasal selalu diiringi dengan ayat Al-Qur‟an baik pendek maupun panjang.

Semua gaya dan corak pemikiran Ibnu Khaldun diatas, baik sebagai ilmuwan, seorang filosof, maupun agamawan yang terbentuk dari hasil kondisi sosio-kultural yang ada pada masanya. Corak pemikiran yang rasionalistik-empiris-sufistik kiranya telah menjadi dasar pijakan dalam membangun konsep-konsep teorinya mengenai pendidikan. (Iqbal, 2015: 526-527).

L. Wafatnya Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan tidak meremehkan sejarah. Ia adalah seorang peneliti yang tak kenal lelah dengan dasar ilmu dan pengetahuan yang luas. Ia selalu memperhatikan komunitas-komunitas masyarakat. Selain seorang pejabat penting, ia pun seorang penulis yang produktif. Ia menghargai tulisan-tulisan yang telah ia buat. Bahkan ketidaksempurnaan dalam tulisannya ia lengkapi dan ia perbaharui dengan memerlukan waktu dan kesabaran. Sehingga karyanya benar-benar berkualitas, yang di adaptasi oleh situasi dan kondisi.

(49)

34

(50)

35

BAB III

KONSEP PENDIDIKAN MENURUT IBNU KHALDUN A. Pendidikan

Pendidikan sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak, baik dalam kehidupan seseorang, keluarga, maupun bangsa dan negara. Maju mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan bangsa itu. Pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental ( Sudirman, dkk, 1989: 3-4).

Pengertian pendidikan menurut para ahli (pendidikan) yaitu: 1. Langeveld

Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak yang tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri (Maunah, 2009: 4).

2. Ki Hajar Dewantara

(51)

36

Dari beberapa pendapat tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan yaitu sebuah usaha yang disengaja yang diberikan kepada seseorang agar menjadi dewasa dan upaya untuk mencerdaskan anak bangsa dengan berbagai cara agar menjadi anak yang memiliki kepribadian utama, berpendidikan dan berakhlak mulia melalui bimbingan, pengajaran, pelatihan, dan pengembangan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa karakter adalah sifat atau ciri kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat dan watak. Dengan demikian karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan bisa mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat (Damayanti, 2014: 11).

Karakter merupakan sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan. Karakter merupakan bentuk kegiatan manusia yang bersifat mendidik, yang bertujuan untuk membentuk penyempurnaan individu dan melatih agar menjadi individu yang lebih baik (Munir,2010: 3).

(52)

37

lainnya. Setiap santri memiliki karakter yang berbeda dalam kegiatan sehari-hari misalnya: disiplin beribadah, disiplin belajar dan disiplin waktu.

Pendidikan karakter, menurut Ratna Megawangi (2004: 95), sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan konstribusi yang positif kepada lingkungannya.

Definisi lainnya dikemukakan oleh Fakry Gaffar (2010:1), yaitu sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuh kembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu. Dalam definisi itu ada tiga ide pikiran penting yaitu:

1. proses transformasi

2. ditumbuh kembangkan dalam kepribadian, dan

3. menjadi satu dalam perilaku.

Adapun definisi pendidikan karakter sebagai pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah. Definisi ini mengandung makna:

1. pendidikan karakter merupaka pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran.

2. Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh.

(53)

38

3. Panguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang di rujuk sekolah atau lembaga (Kesuma,dkk, 2012:5-6).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penidikan karakter adalah segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter seseorang, sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, memiliki nilai etika yang baik dan dapat berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa maupun negara.

Dalam kitab Muqaddimah (Thoha,1986: 527), Ibnu Khaldun tidak memberikan definisi pendidikan secara jelas, ia hanya memberi gambaran-gambaran secara umum, seperti:

“barang siapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman”. Maksudnya, barang siapa tidak terdidik oleh tata karma yang

dibutuhkan melalui orang tua, maka mereka akan mempelajarinya dengan bantuan alam. Pendidikan tidak hanya proses belajar mengajar, tetapi pendidikan adalah suatu proses, dimana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman, atau zaman yang akan mengajarinya”. Rumusan pendidikan yang dikemukakan

(54)

39

Jadi pendidikan menurut Ibnu Khaldun tidak hanya proses belajar mengajar di dalam ruangan (formal) tetapi pendidikan juga dapat terjadi pada suatu kebiasaan, pengalaman, dan lingkungan disekitarnya.

B. Pendidik Menurut Ibnu Khaldun

Pendidik dalam pandangan Ibnu Khaldun haruslah orang yang berpengetahuan luas, dan mempunyai kepribadian yang baik. Karena pendidik selain sebagai pengajar di dalam kelas, pendidik juga harus bisa menjadi contoh atau suri tauladan bagi peserta didiknya. Ibnu Khaldun menganjurkan agar para guru bersikap dan berperilaku penuh kasih sayang kepada peserta didiknya, mengajari mereka dengan sikap lembut dan saling pengertian, tidak menerapkan perilaku keras dan kasar, sebab sikap demikian dapat membahayakam peserta didik, bahkan dapat merusak mental mereka, peserta didik bisa menjadi berlaku bohong, malas dan bicara kotor, serta berpura-pura, karena didorong rasa takut dimarahi guru atau takut dipukuli. Dalam hal ini, keteladanan guru yang merupakan keniscayaan dalam pendidikan, sebab para peserta didik menurut Ibnu Khaldun lebih mudah dipengaruhi dengan cara peniruan dan peneladanan serta nilai-nilai luhur yang mereka saksikan, daripada yang dapat dipengaruhi oleh masehat, pengajaran atau perintah-perintah. (Muhsoni,2012: 1).

(55)

40

serap peserta didik, dan guru harus berperilaku baik, karena peserta didik lebih mudah meniru daripada apa yang ia lihat.

C. Peserta Didik Menurut Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun berpendapat bahwa manusia bukan merupakan produk nenek moyangnya, akan tetapi produk sejarah, lingkungan sosial, lingkungan alam, adat istiadat. Karena itu, lingkungan sosial merupakan pemegang tanggung jawab sekaligus memberikan corak perilaku seorang manusia. Manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan berbagai makhluk lainnya, karena manusia mempunyai akal. Lewat kemampuan berpikirnya itu manusia tidak hanya membuat kehidupannya sehingga mampu melahirkan ilmu (pengetahuan) dan teknologi, tetapi juga menaruh perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini yang melahirkan peradaban pada bagian lain. Dalam proses belajar atau menuntut ilmu pengetahuan, manusia disamping harus sungguh-sungguh juga harus memiliki bakat. Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik dan psikologis untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal yang harus dimiliki oleh peserta didik adalah sebagai berikut: 1. Peserta didik harus sering berdiskusi dan berdebat.

2. Peserta didik tidak dianjurkan untuk bergantung pada teks dan kesimpulan-kesimpulan dari suatu ilmu pengetahuan.

3. Peserta didik harus mandiri (khuzainullah,2014: 01).

(56)

41

pikir dan tumbuh kembang seseorang yaitu pada lingkungan sosialnya, maka dari itu peserta didik harus diberi bimbingan dan arahan yang baik agar ia menjadi manusia yang di ridhoi Allah.

D. Tujuan Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun

Adapun tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun, diantaranya sebagai berikut:

1. Memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif bekerja, karena aktivitas ini sangat penting bagi kematangan individu agar mendapatkan faedah bagi masyarakat.

2. Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan, akhlak,sosial, pekerjaan, pemikiran, dan kesenian.

3. Memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, sebagai alat untuk membantunya

hidup dengan baik di dalam masyarakat yang maju dan berbudaya.

4. Memperoleh lapangan pekerjaan, yang digunakan untuk memperoleh

rezeki (Siregar,1999: 41).

Jadi tujuan pendidikan yaitu membentuk seseorang agar menjadi lebih baik dalam segi agama, akhlak, sosial, dan memperoleh ilmu pengetahuan yang luas agar dapat mendapatkan pekerjaan yang layak untuk memperoleh rezeki.

E. Pandangan Mengenai Kurikulum

(57)

42

kurikulum dapat dilihat dari epistimologinya. Menurutnya, ilmu pengetahuan dalam kebudayaan umat Islam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: ilmu pengetahuan syari‟at dan ilmu pengetahuan filosofis. Ilmu pengetahuan syari‟at dan filosofis merupakan ilmu pengetahuan yang ditekuni manusia

(peserta didik) dan saling berinteraksi, baik dalam proses memperoleh atau proses mengajarkannya (Iqbal,2015: 529-530).

Jadi kurikulum pada zaman dahulu hanya mencakup pada kitab-kitab yang dikaji oleh peserta didik saja, dan ilmu pengetahuan pada saat itu hanya dibagi menjadi dua bagian.

F. Materi Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun

Dalam hal materi pendidikan, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa ilmu pengetahuan yang dikenal umat manusia terdiri atas:

1. Ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faedah ilmu itu sendiri seperti, ilmu-ilmu agama (syari‟at) yakni tafsir, hadits, fiqh, dan ilmu kalam, ilmu alam, dan sebagian filsafat yang berhubungan dengan keutuhan. 2. Ilmu-ilmu yang merupakan alat untuk mempelajari ilmu golongan yang

pertama yakni ilmu bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu lainnya yang membantu mempelajari agama serta logika yang membantu mempelajari filsafat (Iqbal, 2015: 530).

(58)

43

G. Metode Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan bisa diperoleh dengan cara:

1. Berpikir (Tafakur)

Yakni aplikasi akal untuk membuat analisa dan sintesa melalui alat indra (pendengaran, penglihatan, penciuman, dan perasaan). Proses berpikir ini sebagai af‟idah (jama‟ fu‟ad). Adapun tingkatan berpikir: a. Manusia adalah makhluk yang berbeda dengan makhluk lainnya,

manusia diberi akal agar mampu berpikir, sehingga dapat mengatur tindakan-tindakannya secara tertib, bentuk pemikiran semacam ini adalah persepsi yang bisa membedakan manusia tentang segala sesuatu yang bermanfaat baginya dan yang mencelakai dirinya (al-aql at-tamyizi/pembeda).

b. Pikiran yaitu hal yang melengkapi pengetahuan manusia dan

perilaku yang dibutuhkan dalam pergaulan. Pemikiran ini kebanyakan berupa apersepsi (tashdiqat), yang dicapai secara bertahap melalui pengalaman sehingga benar-benar dirasakan manfaatnya (al-aql tajribi) dengan ide-ide yang dimanfaatkan untuk memperoleh ilmu/akal eksperimental.

c. Pikiran yaitu hal yang melengkapi manusia dengan pengetahuan

(ilm) dan dugaan/hipotesis (dzan) mengenai sesuatu yang berada di belakang persepsi indera tanpa tindakan praktis yang menyertainya

(59)

44

Jika ketiga tingkatan berpikir ini menyatu dalam dirinya, manusia akan mencapai kesempurnaan, sebagai manusia yang berintelektual, murni mempunyai jiwa-jiwa yang perseptif atau disebut sebagai realitas manusia

(haqiqah al-insaniyah). Dari kemampuan perpikir, hal yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah pikiran, dan pikiran inilah anugerah yang paling tinggi dari Allah, sebab jika manusia mampu

menggunakannya dengan baik maka ia bisa mempertahankan

eksistensinya, berkarya, merekayasa, segala sesuatu untuk kepentingan dan kebutuhan manusia. Dengan ketiga tingkatan cara memperoleh ilmu pengetahuan tersebut, Ibnu Khaldun membagi ilmu pengetahuan menjadi 2 kategori: Al-Ulum al-Naqliyah dan Al-Ulum Aqliyyah. Al-Ulum al-Naqliyah tekstual (berdasarkan otoritas syariat) bersifat mutlak, akal tidak mendapat tempat. Ilmu-ilmu ini mencakup ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu qira‟atilmu ushul fiqh dan fiqh, ilmu kalam, ilmu tasawwuf, dan berbagai

ilmu alam yang menyertainya. Sedangakan Al-Ulum al-Aqliyyah

(rasional/bersifat alami/thabi‟i) diperoleh manusia melalui kemampuan

berpikirnya, inilah ilmu-ilmu hikmah filsafat yang menjadi tempat indah dalam peradaban manusia. Ilmu-ilmu ini mencakup ilmu logika, fisika, metafisika, dan matematika.

2. Keragu-raguan (skeptisme)

(60)

45

keragu-raguan yang ada pada ilmunya, maka ia berilmu melalui pencarian pengetahuan dan kemahiran (pengalaman), dia mencapai obyek yang dicarinya dengan pikirannya yang berdasarkan syarat-syarat imitative (peniruan).

Ilmu pengetahuan dan pengajaran merupakan hal yang dialami peradaban manusia. Sebab manusia adalah makhluk yang memiliki indera, gerak, manusia juga membutuhkan makanan, tempat berlindung dan lainnya, hal yang membedakan manusia dengan hewan yaitu pikiran, dengan pikirannya manusia mampu memenuhi kebutuhannya dengan kerjasama. Oleh karena itu manusia mampu dan siap menerima perintah Allah dan Rasul-Nya. Dari pikiran inilah tercipta berbagai ilmu pengetahuan , ilmunya menjadi ilmu yang special, seseorang tertarik untuk memperoleh ilmu dan mereka meminta bantuan para ahli sehingga timbul pengajaran.

3. Pembiasaan (Ta‟wid)

Yakni proses belajar dengan cara pengulangan sampai merasa bahwa dirinya paham betul dengan ilmu tersebut. Proses pembelajaran ini bisa kita peroleh dengan mereka yang benar-benar mendalami disiplin ilmu itu (yang mahir dalam ilmu tersebut)(Iqbal, 2015: 536-538).

(61)

46

(62)

47

BAB IV

RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN MENURUT IBNU

KHALDUN DENGAN REALITAS PENDIDIKAN ISLAM

KONTEMPORER DI INDONESIA

A. Pendidikan Islam Kontemporer di Indonesia

Dunia akan terus berputar, bergerak dan hal itulah yang membuat semakin banyak perubahan yang ada dalam dunia ini seorang filsuf dan matematikawan, Alfred Nourth White menuturkan bahwa alam dengan segala isinya senantiasa berubah dengan rangkaian peristiwa-peristiwa secara terus menerus dalam bentuk perubahan yang terarah dan terpadu. Hal yang sama juga dituturkan oleh seorang filsuf muslim bernama Mull Sandra seorang filsuf pada tahun 1640 M mengemukakan teori dasarnya Al-barakat al Jauhariyyah, juga mengemukakan bahwa seluruh dunia fisik maupun psikis dan dunia imajinasi akan selalu bergerak secara horizontal hingga arketip-arketip yang tidak bergerak dan bercahaya, selalu dalam gerak dan menjadi (Fitriah, 2016: 46).

(63)

48

Di dunia yang semakin mengedepankan akal fikiran ini, manusia membuat pendidikan yang berlaku pada masa kontemporer ini adalah pendidikan yang bersifat ilmiah belaka seperti: sains, teknologi, dan lain sebagainya sehingga pendidikan spiritualitas seperti pendidikan agama Islam semakin ditinggalkan sehingga membentuk adanya dikotomi dalam sistem pendidikan.

Menurut Yusuf Qardhawi, dikotomi pendidikan ini lahir dari dunia Barat, khususnya Eropa yang jauh dari tata nilai dan norma-norma keislaman. Lain halnya dengan Islam, Islam merupakan agama yang mendorong dan memotivasi umat manusia untuk senantiasa berada dalam proses belajar mengajar dan spirit yang mampu melahirkan sebuah peradaban besar yang dibangun di atas teori dan metode ilmiah, sehingga mampu mengungkap nilai-nilai peradaban yang humanis untuk diimplementasikan dalam pergaulan hidup sehari-hari (Zainuddin,2008: 16).

Adanya dikotomi dalam pendidikan menjadikan semakin liberalnya

pemikiran-pemikiran manusia dan liberalisme pemikiran manusia

(64)

49

kontemporer yang berkembang berbeda dengan sistem pendidikan Islam, perbedaan tersebut secara prinsipil dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya:

1. Sistem idiologi, Islam memiliki idiologi tauhid yang bersumber dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah, sedangkan pendidikan modern memiliki berbagai macam idiologi yang bersumber dari “isme-isme” materialisme,

sosialisme, kapitalisme, dan sebagainya.

2. Sistem pendidikan Islam bersumber dari nilai Al-Qur‟an dan As-Sunnah sedangkan pendidikan modern bersumber dari nilai lain.

3. Orientasi pendidikan, pendidikan Islam berorientasi pada duniawi dan ukhrowi, sedangkan pendidikan Barat berorientasi pada duniawi saja.

Sayyid Hossein Nasr membandingkan pendidikan Islam dengan pendidikan Barat yang modern secara teknis dibedakan oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:

1. Sistem hubungan guru dengan murid

Dalam pendidikan Islam, pola hubungan ini terjadi kontak batin yang sangat kuat, sedangkan dalam pendidikan modern sebatas lahiriah.

2. Media penyampaian informasi

(65)

50

kekerasan dari dalam televisi sehingga menumbuhkan perilaku kekerasan terhadap anak.

3. Kurikulum pendidikan

Dalam sistem pendidikan Islam tradisional dikenal hakiki sains yang diajarkan, dan sains tertinggi adalah tentang ketuhanan (Tauhid) sedangkan dalam pendidikan modern yang dikenalkan adalah sains-sains suci dan sains profan.

4. Tujuan pendidikan

Tujuan akhir pendidikan Islam adalah mengenal Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya, sedangkan dalam pendidikan modern adalah tidak ada orientasi transendental dalam misi pendidikan. (Zainuddin,2008: 38).

Dari berbagai pandangan perbedaan sistem pendidikan Islam dengan sistem pendidikan modern yang banyak perbedaan dan keduanya bersimpangan maka agar terwujudnya sistem pendidikan Islam modern yang melahirkan generasi yang berintelektual tinggi dan berakhlak baik harus memadukan kedua sistem pendidikan yang berbeda tersebut membentuk sistem pendidikan Islam integratif.

(66)

51

Selain daripada itu pendidikan agama Islam kontemporer adalah pendidikan yang mengedepankan sikap inklusif atau sikap keterbukaan dengan metode, teori, atau sistem yang baru tentang pendidikan agama Islam yang diadaptasi dari sistem pendidikan diluar pendidikan agama Islam (pendidikan umum, atau teori-teori disiplin ilmu lainnya). Sehingga dengan sikap inklusifisme dapat membuat trobosan-trobosan baru dalam sistem pendidikan yang diusung dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. B. Relevansi Konsep Pendidikan Karakter Menurut Ibnu Khaldun dengan

Pendidikan Islam Kontemporer di Indonesia

1. Pendidikan

Pendidikan karakter menurut Ibnu Khaldun dengan pendidikan Islam kontemporer di Indonesia ada relevansinya yaitu pendidikan karakter pada masa Ibnu Khaldun hanya fokus pada pedoman Al-Qur‟an dan As-Sunnah sedangkan pendidikan Islam kontemporer juga berpedoman pada Al-Qur‟an dan As-Sunnah tetapi pendidikan Islam kontemporer banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran materialisme, sosialisme, kapitalisme, dan sebagainya.

2. Materi

(67)

52

hitung, dan ilmu lainnya yang membantu mempelajari agama serta logika yang mempelajari filsafat. Sedangkan pendidikan Islam kontemporer materi yang diajarkan itu masih sama tetapi yang membedakan dengan masa Ibnu Khaldun yaitu pendidikan yang fokus pada karakter peserta didik atau pada budi pekerti peserta didik tersebut. pendidikan yang

berlaku pada masa kontemporer ini adalah pendidikan yang

menitikberatkan rasionalitas seperti: sains, teknologi, dan lain sebagainya sedangkan pendidikan spiritualitas seperti pendidikan agama Islam semakin ditinggalkan sehingga membentuk adanya dikotomi dalam sistem pendidikan.

3. Peserta Didik

(68)

53

4. Pendidik

Pada masa Ibnu Khaldun seorang pendidik harus berpengetahuan luas dan mempunyai kepribadian yang baik, pendidik juga harus bisa menjadi suri tauladan bagi peserta didiknya sangat rekevan dengan masa sekarang pendidik harus berpendidikan tinggi dan memiliki bakat agar pada saat pengajaran pendidik tidak kehabisan akal untuk menghidupkan suasana kelas, dan pendidik juga harus bisa menjadi suri tauladan karena peserta didik lebih mudah meniru apa yang ia lihat daripada mendengarkan nasehat yang diucapkan oleh pendidik.

5. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan pada masa Ibnu Khaldun dengan Tujuan pendidikan Islam masa kini tentu sama, yaitu mengenal Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. memberikan pikiran untuk aktif bekerja, menyiapkan seseorang dari segi keagamaan, akhlak, sosial, pekerjaan, pemikiran, dan seni. Untuk memperoleh berbagai ilmu pengetahuan untuk membantunya hidup lebih baik di dalam masyarakat, dan untuk memperoleh pekerjaan.

6. Kurikulum

Referensi

Dokumen terkait

Isosianat merupakan bagian yang utama dalam pembentukan poliuretan, ia mempunyai reaktivitas yang sangat tinggi, khusnya dengan reaktan nukleofilik. Reaktivitas dari

Menurut Abdul Kadir (2003, p114) Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah system informasi yang digunakan untuk mendukung operasi, manajemen dan pengambilan keputusan dalam

Lari sambung atau lari estafet adalah salah satu lomba lari pada perlombaan atletik yang dilaksanakan secara bergantian atau beranting. Dalam satu regu lari sambung

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menegaskan, data yang digunakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus

Resistor adalah salah satu komponen elektronika yang berfungsi sebagai penahan arus yang mengalir dalam suatu rangkaian dan berupa terminal dua komponen elektronik

thariqah atau thariq , yang dalam bahasa Indonesia diserap menjadi tarekat, sudah familiar semenjak zaman Nabi. Hal ini dapat menjadi argumen bahwa tidak logis kalau ada yang

Lebih dari itu, KUKERTA dilaksanakan untuk menggerakkan masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan atau penyelesaian suatu permasalahan nyata yang dihadapi masyarkat

Guru melakukan komunikasi dengan orangtua tentang bahan dan alat main yang perlu dipersiapkan.. Guru mengajak orangtua mempersiapkan alat main pada hari itu