BAB IV RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN MENURUT IBNU
B. Relevansi Konsep Pendidikan Karakter Menurut Ibnu Khaldun dengan
3. Peserta Didik…
Jadi, peserta didik adalah seseorang yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik dan psikologis, yang dapat mempengaruhi pola
41
pikir dan tumbuh kembang seseorang yaitu pada lingkungan sosialnya, maka dari itu peserta didik harus diberi bimbingan dan arahan yang baik agar ia menjadi manusia yang di ridhoi Allah.
D. Tujuan Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun
Adapun tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun, diantaranya sebagai berikut:
1. Memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif bekerja, karena aktivitas ini sangat penting bagi kematangan individu agar mendapatkan faedah bagi masyarakat.
2. Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan, akhlak,sosial, pekerjaan, pemikiran, dan kesenian.
3. Memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, sebagai alat untuk membantunya
hidup dengan baik di dalam masyarakat yang maju dan berbudaya.
4. Memperoleh lapangan pekerjaan, yang digunakan untuk memperoleh
rezeki (Siregar,1999: 41).
Jadi tujuan pendidikan yaitu membentuk seseorang agar menjadi lebih baik dalam segi agama, akhlak, sosial, dan memperoleh ilmu pengetahuan yang luas agar dapat mendapatkan pekerjaan yang layak untuk memperoleh rezeki.
E. Pandangan Mengenai Kurikulum
Pengertian kurikulum pada masa Ibnu Khaldun masih sebatas maklumat dan dan pengetahuan yang dikemukakan oleh guru masih sebatas kitab-kitab tradisional yang dikaji oleh peserta didik. Pemikiran Ibnu Khaldun tentang
42
kurikulum dapat dilihat dari epistimologinya. Menurutnya, ilmu pengetahuan dalam kebudayaan umat Islam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: ilmu pengetahuan syari‟at dan ilmu pengetahuan filosofis. Ilmu pengetahuan syari‟at dan filosofis merupakan ilmu pengetahuan yang ditekuni manusia (peserta didik) dan saling berinteraksi, baik dalam proses memperoleh atau proses mengajarkannya (Iqbal,2015: 529-530).
Jadi kurikulum pada zaman dahulu hanya mencakup pada kitab-kitab yang dikaji oleh peserta didik saja, dan ilmu pengetahuan pada saat itu hanya dibagi menjadi dua bagian.
F. Materi Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun
Dalam hal materi pendidikan, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa ilmu pengetahuan yang dikenal umat manusia terdiri atas:
1. Ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faedah ilmu itu sendiri seperti, ilmu-ilmu agama (syari‟at) yakni tafsir, hadits, fiqh, dan ilmu kalam, ilmu alam, dan sebagian filsafat yang berhubungan dengan keutuhan. 2. Ilmu-ilmu yang merupakan alat untuk mempelajari ilmu golongan yang
pertama yakni ilmu bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu lainnya yang membantu mempelajari agama serta logika yang membantu mempelajari filsafat (Iqbal, 2015: 530).
Jadi materi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang memberikan manfaat bagi peserta didik yang di dalam ilmu tersebut terdapat ilmu agama, eksak, serta ilmu lain.
43
G. Metode Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan bisa diperoleh dengan cara:
1. Berpikir (Tafakur)
Yakni aplikasi akal untuk membuat analisa dan sintesa melalui alat indra (pendengaran, penglihatan, penciuman, dan perasaan). Proses berpikir ini sebagai af‟idah (jama‟ fu‟ad). Adapun tingkatan berpikir: a. Manusia adalah makhluk yang berbeda dengan makhluk lainnya,
manusia diberi akal agar mampu berpikir, sehingga dapat mengatur tindakan-tindakannya secara tertib, bentuk pemikiran semacam ini adalah persepsi yang bisa membedakan manusia tentang segala sesuatu yang bermanfaat baginya dan yang mencelakai dirinya (al-aql at-tamyizi/pembeda).
b. Pikiran yaitu hal yang melengkapi pengetahuan manusia dan
perilaku yang dibutuhkan dalam pergaulan. Pemikiran ini kebanyakan berupa apersepsi (tashdiqat), yang dicapai secara bertahap melalui pengalaman sehingga benar-benar dirasakan manfaatnya (al-aql tajribi) dengan ide-ide yang dimanfaatkan untuk memperoleh ilmu/akal eksperimental.
c. Pikiran yaitu hal yang melengkapi manusia dengan pengetahuan
(ilm) dan dugaan/hipotesis (dzan) mengenai sesuatu yang berada di belakang persepsi indera tanpa tindakan praktis yang menyertainya
44
Jika ketiga tingkatan berpikir ini menyatu dalam dirinya, manusia akan mencapai kesempurnaan, sebagai manusia yang berintelektual, murni mempunyai jiwa-jiwa yang perseptif atau disebut sebagai realitas manusia
(haqiqah al-insaniyah). Dari kemampuan perpikir, hal yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah pikiran, dan pikiran inilah anugerah yang paling tinggi dari Allah, sebab jika manusia mampu
menggunakannya dengan baik maka ia bisa mempertahankan
eksistensinya, berkarya, merekayasa, segala sesuatu untuk kepentingan dan kebutuhan manusia. Dengan ketiga tingkatan cara memperoleh ilmu pengetahuan tersebut, Ibnu Khaldun membagi ilmu pengetahuan menjadi 2 kategori: Al-Ulum al-Naqliyah dan Al-Ulum Aqliyyah. Al-Ulum al-Naqliyah tekstual (berdasarkan otoritas syariat) bersifat mutlak, akal tidak mendapat tempat. Ilmu-ilmu ini mencakup ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu qira‟atilmu ushul fiqh dan fiqh, ilmu kalam, ilmu tasawwuf, dan berbagai
ilmu alam yang menyertainya. Sedangakan Al-Ulum al-Aqliyyah
(rasional/bersifat alami/thabi‟i) diperoleh manusia melalui kemampuan berpikirnya, inilah ilmu-ilmu hikmah filsafat yang menjadi tempat indah dalam peradaban manusia. Ilmu-ilmu ini mencakup ilmu logika, fisika, metafisika, dan matematika.
2. Keragu-raguan (skeptisme)
Yakni ragu-ragu akan sesuatu hal. Karena pada hakikatnya manusia itu bodoh, ia menjadi berilmu melalui aktifitas pembelajaran terhadap pengetahuan. Sudah wataknya bahwa manusia itu bodoh karena
45
keragu-raguan yang ada pada ilmunya, maka ia berilmu melalui pencarian pengetahuan dan kemahiran (pengalaman), dia mencapai obyek yang dicarinya dengan pikirannya yang berdasarkan syarat-syarat imitative (peniruan).
Ilmu pengetahuan dan pengajaran merupakan hal yang dialami peradaban manusia. Sebab manusia adalah makhluk yang memiliki indera, gerak, manusia juga membutuhkan makanan, tempat berlindung dan lainnya, hal yang membedakan manusia dengan hewan yaitu pikiran, dengan pikirannya manusia mampu memenuhi kebutuhannya dengan kerjasama. Oleh karena itu manusia mampu dan siap menerima perintah Allah dan Rasul-Nya. Dari pikiran inilah tercipta berbagai ilmu pengetahuan , ilmunya menjadi ilmu yang special, seseorang tertarik untuk memperoleh ilmu dan mereka meminta bantuan para ahli sehingga timbul pengajaran.
3. Pembiasaan (Ta‟wid)
Yakni proses belajar dengan cara pengulangan sampai merasa bahwa dirinya paham betul dengan ilmu tersebut. Proses pembelajaran ini bisa kita peroleh dengan mereka yang benar-benar mendalami disiplin ilmu itu (yang mahir dalam ilmu tersebut)(Iqbal, 2015: 536-538).
Jadi ilmu pengetahuan bisa didapat dengan cara berpikir, mencari, dan pengulangan terhadap disiplin ilmu. Karena pada hakikatnya manusia itu bodoh, tetapi manusia diberi akal supaya mampu untuk berpikir, sehingga ia menjadi seseorang yang cerdas dan dapat memperoleh
46
penghidupan yang layak. Hal yang membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya yaitu watak yang dimiliki setiap orang.
47
BAB IV
RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN MENURUT IBNU
KHALDUN DENGAN REALITAS PENDIDIKAN ISLAM
KONTEMPORER DI INDONESIA
A. Pendidikan Islam Kontemporer di Indonesia
Dunia akan terus berputar, bergerak dan hal itulah yang membuat semakin banyak perubahan yang ada dalam dunia ini seorang filsuf dan matematikawan, Alfred Nourth White menuturkan bahwa alam dengan segala isinya senantiasa berubah dengan rangkaian peristiwa-peristiwa secara terus menerus dalam bentuk perubahan yang terarah dan terpadu. Hal yang sama juga dituturkan oleh seorang filsuf muslim bernama Mull Sandra seorang filsuf pada tahun 1640 M mengemukakan teori dasarnya Al-barakat al Jauhariyyah, juga mengemukakan bahwa seluruh dunia fisik maupun psikis dan dunia imajinasi akan selalu bergerak secara horizontal hingga arketip-arketip yang tidak bergerak dan bercahaya, selalu dalam gerak dan menjadi (Fitriah, 2016: 46).
Dengan teori-teori yang dikemukakan diatas dapat diartikan pembaharuan yang ada dalam kehidupan merupakan sebuah kewajaran termasuk halnya dengan pendidikan yang dengan perkembangan zaman yang ada di dunia pendidikan juga semakin kompleks dan beragam, sehingga memunculkan sistem, isu-isu dan pendidikan kontemporer atau kekinian.
48
Di dunia yang semakin mengedepankan akal fikiran ini, manusia membuat pendidikan yang berlaku pada masa kontemporer ini adalah pendidikan yang bersifat ilmiah belaka seperti: sains, teknologi, dan lain sebagainya sehingga pendidikan spiritualitas seperti pendidikan agama Islam semakin ditinggalkan sehingga membentuk adanya dikotomi dalam sistem pendidikan.
Menurut Yusuf Qardhawi, dikotomi pendidikan ini lahir dari dunia Barat, khususnya Eropa yang jauh dari tata nilai dan norma-norma keislaman. Lain halnya dengan Islam, Islam merupakan agama yang mendorong dan memotivasi umat manusia untuk senantiasa berada dalam proses belajar mengajar dan spirit yang mampu melahirkan sebuah peradaban besar yang dibangun di atas teori dan metode ilmiah, sehingga mampu mengungkap nilai-nilai peradaban yang humanis untuk diimplementasikan dalam pergaulan hidup sehari-hari (Zainuddin,2008: 16).
Adanya dikotomi dalam pendidikan menjadikan semakin liberalnya
pemikiran-pemikiran manusia dan liberalisme pemikiran manusia
mengakibatkan pada kecenderungan pemuasan nafsu yang berimbas pada sesuatu yang buruk dengan semakin bebasnya pemikiran manusia dan tidak ada kontrol diri berupa ajaran-ajaran dalam pendidikan akan membuat dampak yang lebih buruk, maka sistem pendidikan kontemporer yang harus diusung adalah dengan mengintegrasikan pemikiran-pemikiran moderanitas dengan nilai-nilai spiritualitas supaya arah pendidikan dan tujuan dari pendidikan Islam terwujud dengan sempurna. Sistem pendidikan modern atau
49
kontemporer yang berkembang berbeda dengan sistem pendidikan Islam, perbedaan tersebut secara prinsipil dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya:
1. Sistem idiologi, Islam memiliki idiologi tauhid yang bersumber dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah, sedangkan pendidikan modern memiliki berbagai macam idiologi yang bersumber dari “isme-isme” materialisme, sosialisme, kapitalisme, dan sebagainya.
2. Sistem pendidikan Islam bersumber dari nilai Al-Qur‟an dan As-Sunnah sedangkan pendidikan modern bersumber dari nilai lain.
3. Orientasi pendidikan, pendidikan Islam berorientasi pada duniawi dan ukhrowi, sedangkan pendidikan Barat berorientasi pada duniawi saja.
Sayyid Hossein Nasr membandingkan pendidikan Islam dengan pendidikan Barat yang modern secara teknis dibedakan oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:
1. Sistem hubungan guru dengan murid
Dalam pendidikan Islam, pola hubungan ini terjadi kontak batin yang sangat kuat, sedangkan dalam pendidikan modern sebatas lahiriah.
2. Media penyampaian informasi
Dalam pendidikan Islam dikenal media penyampaian lewat kisah-kisah teladan yang mengandung kebijaksanaan, hikmah, dan contoh teladan. Sedangkan dalam pendidikan modern siswa disuguhi kisah-kisah
50
kekerasan dari dalam televisi sehingga menumbuhkan perilaku kekerasan terhadap anak.
3. Kurikulum pendidikan
Dalam sistem pendidikan Islam tradisional dikenal hakiki sains yang diajarkan, dan sains tertinggi adalah tentang ketuhanan (Tauhid) sedangkan dalam pendidikan modern yang dikenalkan adalah sains-sains suci dan sains profan.
4. Tujuan pendidikan
Tujuan akhir pendidikan Islam adalah mengenal Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya, sedangkan dalam pendidikan modern adalah tidak ada orientasi transendental dalam misi pendidikan. (Zainuddin,2008: 38).
Dari berbagai pandangan perbedaan sistem pendidikan Islam dengan sistem pendidikan modern yang banyak perbedaan dan keduanya bersimpangan maka agar terwujudnya sistem pendidikan Islam modern yang melahirkan generasi yang berintelektual tinggi dan berakhlak baik harus memadukan kedua sistem pendidikan yang berbeda tersebut membentuk sistem pendidikan Islam integratif.
Jadi dapat dikatakan pendidikan agama Islam yang terintegrasi dengan pendidikan umum yang menggunakan metode-metode penyampaiannya lewat kisah-kisah teladan yang mengandung kebijaksanaan, hikmah, dan contoh teladan serta dengan kurikulum yang terintegrasi dengan ilmu-ilmu Sains yang dirangkum dengan teknologi yang kekinian.
51
Selain daripada itu pendidikan agama Islam kontemporer adalah pendidikan yang mengedepankan sikap inklusif atau sikap keterbukaan dengan metode, teori, atau sistem yang baru tentang pendidikan agama Islam yang diadaptasi dari sistem pendidikan diluar pendidikan agama Islam (pendidikan umum, atau teori-teori disiplin ilmu lainnya). Sehingga dengan sikap inklusifisme dapat membuat trobosan-trobosan baru dalam sistem pendidikan yang diusung dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. B. Relevansi Konsep Pendidikan Karakter Menurut Ibnu Khaldun dengan
Pendidikan Islam Kontemporer di Indonesia
1. Pendidikan
Pendidikan karakter menurut Ibnu Khaldun dengan pendidikan Islam kontemporer di Indonesia ada relevansinya yaitu pendidikan karakter pada masa Ibnu Khaldun hanya fokus pada pedoman Al-Qur‟an dan As-Sunnah sedangkan pendidikan Islam kontemporer juga berpedoman pada Al-Qur‟an dan As-Sunnah tetapi pendidikan Islam kontemporer banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran materialisme, sosialisme, kapitalisme, dan sebagainya.
2. Materi
Materi yang digunakan ibnu Khaldun pada masa itu terdiri atas ilmu pengetahuan yang dipelajari karena bermanfaat seperi ilmu agama yang meliputi tafsir, hadits, fiqh, ilmu kalam, ilmu alam, dan sebagian filsafat yang berhubungan dengan ketuhanan, dan ilmu bahasa Arab, ilmu
52
hitung, dan ilmu lainnya yang membantu mempelajari agama serta logika yang mempelajari filsafat. Sedangkan pendidikan Islam kontemporer materi yang diajarkan itu masih sama tetapi yang membedakan dengan masa Ibnu Khaldun yaitu pendidikan yang fokus pada karakter peserta didik atau pada budi pekerti peserta didik tersebut. pendidikan yang
berlaku pada masa kontemporer ini adalah pendidikan yang
menitikberatkan rasionalitas seperti: sains, teknologi, dan lain sebagainya sedangkan pendidikan spiritualitas seperti pendidikan agama Islam semakin ditinggalkan sehingga membentuk adanya dikotomi dalam sistem pendidikan.
3. Peserta Didik
Pada masa Ibnu Khaldun lingkungan sosial merupakan pemegang tanggung jawab sekaligus memberikan corak perilaku seorang manusia. Manusia memiliki kemampuan untuk berpikir sehingga mampu melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sama dengan masa sekarang yang mempengaruhi sifat manusia pertama kali yaitu lingkungan sosial, bagaimana pendidikan yang diterima dari orangtuanya dan lingkungan sekitarnya, sedangkan yang membedakan yaitu manusia pada zaman sekarang lebih terpengaruh oleh kemajuan teknologi, contohnya televisi dan internet yang didalamnya terdapat banyak hal yang positif dan negatif. Hal positifnya yaitu seseorang lebih mudah dalam mengakses berbagai ilmu pengetahuan, sedangkan hal negatifnya yaitu terdapat banyak situs atau tayangan yang tidak layak untuk di akses.
53