• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Konsep Penyakit Kronis pada Lansia

2.3.1 Konsep Lansia 2.3.1.1 Definisi Lansia

Noorkasiani dan Tamber (2009) berpendapat bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut Hawari (2001) dalam Makhfudli dan Efendi (2009) lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis, kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta meningkatkan kepekaan secara individual.

Depkes RI (2014) sependapat dengan Noorkasiani dan Tamber (2009) yang menjelaskan bahwa seseorang dikatakan sebagai seorang lansia dengan usia 60 tahun ke atas Berdasarkan defenisi lansia yang dikemukakan oleh para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60

tahun ke atas yang ditandai oleh penurunan daya kemampuan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis.

2.3.1.2 Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia dalam Dewi (2014) berdasarkan WHO yaitu Elderly (60-74 tahun), Old (75-89 tahun), Very Old (>90 tahun). Sedangkan menurut Maryam, et al., (2008) ada 5 klasifikasi lansia, yakni:

1) Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. 2) Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3) Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).

4) Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa (Depkes RI, 2003).

5) Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

2.3.1.3 Perubahan – Perubahan yang Terjadi pada Lansia

Lansia pada umumnya mengalami perubahan secara fisiologis, perubahan kognitif, dan perubahan psikososial (Potter & Perry, 2005). Perubahan secara fisiologis yaitu kulit kehilangan kelenturan dan kelembapan pada lansia yang menyebabkan keriput pada kulit lansia, ketajaman penglihatan lansia menurun, penurunan fungsi pendengaran, penurunan massa dan tonus otot, peningkatan

jumlah jaringan lemak pada tubuh dan abdomen yang mengakibatkan penurunan peristaltik, perubahan hormonal dan siklus tidur memendek.

Perubahan secara kognitif meliputi demensia yang mengakibatkan penurunan fungsi intelektual, perubahan kepribadian, dan kerusakan penilaian. Delirium yang terjadi pada lansia berupa kurang perhatian, ilusi, halusinasi, kadang – kadang bicara inkoheren gangguan siklus tidur – bangun, dan disorientasi. Perubahan yang terjadi pada lansia selanjutnya adalah perubahan psikososial yang meliputi pensiun, isolasi sosial yang terdiri dari isolasi sikap yang terjadi karena nilai pribadi atau budaya dan isolasi penampilan seperti citra tubuh, higiene, tanda penyakit yang terlihat dan kehilangan fungsi. Tempat tinggal dan lingkungan dimana terjadi perubahan pada peran sosial, tanggung jawab keluarga, dan status kesehatan mempengaruhi rencana kehidupan lansia (Potter & Perry, 2005). Peneliti menyimpulkan bahwa perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia membuat lansia harus menyesuaikan diri terhadap penurunan fungsi baik secara fisiologis, kognitif, dan psikososial dengan menemukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup.

2.3.1.4 Penyakit pada Lansia

The National Old People’s Welfare Council di inggris (Nugroho, 2008),

penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia ada 12 macam, yaitu depresi mental, gangguan pendengaran, bronkitis kronis, gangguan pada tungkai/sikap berjalan, gangguan pada koksa/sendi panggul, anemia, demensia, gangguan penglihatan, ansietas, dekompensasi kordis, diabetes melitus, osteomalasia, hipertiroidisme dan gangguan defekasi, sedangkan penyakit lansia di Indonesia

meliputi penyakit sistem pernapasan, penyakit kardiovaskular dan pembuluh darah, penyakit pencernaan makanan, penyakit sistem urogenital, penyakit gangguan metabolik/endokrin, penyakit pada persendian dan tulang serta penyakit yang disebabkan oleh keganasan.

Menurut Potter dan Perry (2005) hampir 80% lansia dengan usia 65 tahun ke atas mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan. Potter dan perry membagi masalah kesehatan lansia menjadi dua yaitu masalah kesehatan fisiologis dan masalah kesehatan psikososial. Masalah kesehatan fisiologis terdiri dari masalah kardiovaskular (hipertensi, angina pektoris, infark miokard, dan cedera serebrovaskular), kanker, arthritis, kerusakan sensori, masalah gigi, dan penyakit paru obstruktif menahun. Masalah psikososial pada lansia yang biasanya terjadi karena transisi peran pada lingkungan sosial, kehilangan, perubahan pada fisiologis dan kematian. Penyebab kematian yang biasa terjadi pada lansia adalah penyakit jantung, neoplasma maligna, penyakit serebrovaskular, dan penyakit paru obstruksi menahun (Potter & Perry, 2005).

2.3.2 Konsep Penyakit Kronis

2.3.2.1 Definisi Penyakit Kronis

Penyakit kronis didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan dengan kumpulan beberapa gejala atau ketidakmampuan yang terjadi selama 3 bulan atau lebih (Smeltzer & Bare, 2009). Menurut US Department of Health and

kondisi yang membutuhkan perawatan dan pengobatan yang berlanjut yang terjadi lebih dari 1 tahun yang berdampak pada keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari.

Sedangkan menurut WHO (2014) penyakit kronis memiliki onset yang secara umum bertahap dan sering tersembunyi, disebabkan oleh banyak faktor dengan perubahan yang terjadi sewaktu-waktu, masalah kesehatan dengan jangka waktu yang lama seperti diabetes, penyakit jantung, mental yang progresif dan gangguan neurologi, gangguan muskuloskeletal, dan penyakit keganasan lainnya. Dari beberapa definisi penyakit kronis tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa penyakit kronis adalah suatu kondisi penyakit yang lebih dari 3 bulan, membutuhkan perawatan dan pengobatan secara berlanjut, onset yang pada umumnya bertahap dan tersembunyi.

2.3.2.2 Fase-Fase Penyakit Kronis

Menurut Corbin dan Cherry (1997, dalam Smeltzer & Bare, 2009) penyakit kronis terdiri dari 9 fase, yakni:

1) Fase pre trajectory. Individu berisiko terhadap penyakit kronis karena faktor-faktor genetic atau perilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang terhadap penyakit kronis.

2) Fase trajectory. Adanya gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase ini sering tidak jelas karena gejala sedang dievaluasi dan pemeriksaan diagnostic sedang dilakukan.

4) Fase tidak stabil. Adanya ketidakstabilan dari penyakit kronis, kekambuhan gejala-gejala dari penyakit-penyakit.

5) Fase Akut. Ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk menanganinya.

6) Fase krisis. Ditandai dengan situasi krisis atau mengancam jiwa yang membutuhkan pengobatan dan perawatan kedaruratan.

7) Fase pulih. Pulih kembali pada cara hidup yang diterima pada batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.

8) Fase penurunan. Terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang dan disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam mengatasi gejala-gejala.

9) Fase kematian. Ditandai dengan penurunan bertahap atau cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual.

Dokumen terkait