• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2. Konsep Penyakit DBD

DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina) (Effendy, 1995). Penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue I, II, III, dan IV, yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti (Soegijanto, 2005).

DBD ialah penyakit demam akut terutama menyerang pada anak disertai dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang dapat menyebabkan kematian (Depkes RI, 1991).

DBD merupakan penyakit infeksi yang endemis di daerah tropis seperti Indonesia. Penyakit infeksi ini berlangsung sepanjang tahun dan mencapai puncaknya pada saat musim hujan. Hal ini disebabkan karena banyaknya tempat yang menjadi sumber genangan air yang merupakan sarana perkembangbiakan jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti (Nasronudin, 2007).

Air tergenang termasuk genangan air dari septik tank yang meluap atau sistem air kotor yang bebannya berlebih, dan limbah padat yang penanganan tidak benar, bukan saja pemandangan yang tidak sedap dilihat, tetapi dapat menjadi sarang, menunjang perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes Aegypti. Larva nyamuk membutuhkan air untuk melengkapi pertumbuhannya. Penanganan air limbah yang tidak tepat dan drainase air hujan yang tidak

memadai memberikan suatu habitat yang ideal untuk nyamuk dan meningkatkan risiko terjadinya penyakit DBD (McKenzie, 2007).

2.2. Cara Penularan DBD

Menurut Depkes RI (2007), cara penularan penyakit DBD adalah sebagai berikut : 1)DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti betina. Ada berbagai macam jenis nyamuk, tetapi yang dapat menularkan DBD adalah nyamuk Aedes Aegypti; 2)Nyamuk Aedes Aegypti mendapatkan virus dengue sewaktu menggigit/menghisap darah orang yang sakit DBD, tidak sakit DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus dengue; 3) Virus dengue yang terhisap akan berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, termasuk kelenjar liurnya; 4)Bila nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang lain, virus itu akan dipindahkan bersama air liur nyamuk; 5) Bila orang yang tertular itu tidak memiliki kekebalan (umumnya anak-anak) maka virus itu akan menyerang sel pembeku darah dan merusak dinding pembuluh darah kecil (kapiler). Akibatnya terjadi pendarahan dan kekurangan cairan yang ada dalam pembuluh darah orang itu; 6) Bila orang yang tertular mempunyai zat anti kekebalan yang cukup maka virus tersebut dibuat tidak berdaya, sehingga orang tersebut tidak sakit; 7) Dalam darah manusia, virus dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu lebih kurang satu minggu.

2.3. Patofisiologi DBD

Patofisiologi primer DBD adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga

menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post- mortem meliputi efusi serosa, efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.

Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostatis pada DBD melibatkan 3 faktor yaitu perubahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopenia, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal (Soegijanto, 2004).

2.4. Tanda-tanda DBD

Menurut Dinkes Kabupaten Deli Serdang (2005), tanda-tanda demam berdarah adalah sebagai berikut : 1) Mendadak panas tinggi (suhu badan antara 38° sampai 40° atau lebih) selama 2 sampai 7 hari; 2) Tampak bintik-bintik merah pada kulit disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler. Untuk membedakan dengan bintik merah bekas gigitan nyamuk: regangkan kulit, bila bintik merah itu hilang, itu bukan tanpa demam berdarah; 3) Pecahnya pembuluh darah ini antara lain bisa tampak pada pendarahan di hidung (mimisan); 4)Kadang-kadang penderita muntah atau berak darah. Beraknya berwarna hitam dan berbau amis (bau darah) disebabkan perdarahan di lambung; 5) Perdarahan di lambung juga membuat penderita merasa nyeri di ulu hati; 6)Merembesnya cairan plasma dari pembuluh darah mengakibatkan turunnya tekanan darah dan denyut nadi menjadi

cepat dan lemah. Penderita gelisah. Ujung tangan dan kakinya dingin. Keadaan ini disebut “pre shock”. Bila keadaan ini berlanjut, penderita akan mengalami “shock” yaitu menjadi lemah sekali, badannya dingin, denyut nadi sukar diraba dan bila tidak segera ditolong di rumah sakit, dalam 2-3 hari bisa meninggal dunia.

Menurut Soegijanto (2006), tanda dan gejala klinis yaitu : 1)Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari; 2) Manifestasi perdarahan: (a)Uji tourniquet positif; (b) Perdarahan spontan berbentuk pteki, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena; 3) Hepatomegali; 4)Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah; 5)Laboratorium: Trombositopeni (<100.000 sel/ml) dan hemokonsentrasi (kenaikan Ht 20% dibandingkan fase konvalesen).

2.5. Derajat penyakit DBD

Depkes RI (2003) mengelompokkan derajat penyakit DBD ke dalam empat stadium yaitu :

Derajat I : Demam yang disertai dengan gejala klinis tidak khas, satu- satunya gejala perdarahan adalah hasil uji tourniquet yang positif.

Derajat II : Gejala yang timbul pada DBD derajat I, ditambah perdarahan spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan/atau bentuk perdarahan lainnya.

Derajat III : Kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (20 mmHg atau kurang) atau

Derajat IV : Syok berat dengan tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah.

2.6. Gambaran Klinis

Menurut Effendy (2010), gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DBD dengan masa inkubasi antara 13-15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut (suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil, saat demam pasien kompos mentis. Gejala klinis lain yang timbul dan sangat menonjol adalah terjadinya perdarahan pada saat demam dan tak jarang pula dijumpai saat pasien mulai bebas dari demam. Perdarahan yang terjadi dapat berupa : (1) Perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematom), (2) Perdarahan lain seperti epistaksis, hematemesis, hematuri dan melena.

Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DBD, gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DBD adalah : (1)Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan; (2)Keluhan pada saluran pencernaan, mual, muntah, tidak nafsu makan (anoreksia), diare, konstipasi; (3) Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh badan, kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal.

2.7. Pencegahan DBD

Menurut Depkes RI (2007) dan Dinkes Kabupaten Deli Serdang (2006) cara pemberantasan dan pencegahan penyakit DBD adalah sebagai berikut :

Pengasapan (fogging). Nyamuk Aedes Aegypti dapat diberantas dengan pengasapan (fogging) racun serangga, termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di rumah tangga. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Selama jentiknya tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk yang baru menetas dari tempat perkembangbiakannya.

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN DBD). Cara yang tepat dalam pemberantasan jentik nyamuk dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). PSN DBD dilakukan dengan cara 3M yaitu : 1) Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali; 2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air; 3) Mengubur, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik bekas, dan lain-lain.

Selain itu ditambah dengan cara lainnya (yang dikenal dengan istilah 3M Plus) seperti : 1) Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali; 2) Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak; 3)Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon, dan lain-lain misalnya dengan tanah; 4) Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya termasuk tempat-tempat lain yang dapat menampung air hujan di pekarangan, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong, dan lain-lain; 5) Lakukan larvasidasi yaitu membubuhkan bubuk pembunuh jentik di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air; 6) Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk; 7)Pasang kawat kasa di rumah;

8)Pencahayaan dan ventilasi memadai; 9) Jangan biasakan menggantung pakaian dalam rumah; 10) Tidur menggunakan kelambu, dan 11) Gunakan obat nyamuk (bakar, gosok) dan lain-lain untuk mencegah gigitan nyamuk.

Larvasidasi (abatisasi). Larvasidasi adalah menaburkan bubuk pembunuh jentik ke dalam tempat-tempat penampungan air,. Bila menggunakan abate disebut abatisasi. Cara melakukan larvasidasi: 1)Menggunakan bubuk Abate 1 g (bahan aktif: temephos 1%); 2)Menggunakan Altosid 1,3 g (bahan aktif: metopren 1,3%); 3) Menggunakan Sumilarv 0,5 g (DBD) (bahan aktif: piriproksifen 0,5%).

2.8. Perawatan penderita DBD di rumah

Menurut Nasronudin (2007), untuk perawatan penderita DBD di rumah dilakukan sebagai berikut : 1) Minum yang cukup, diselingi minuman sari buah- buahan (tidak harus jus jambu); 2) Diukur jumlah cairan yang diminum serta jumlah urine yang keluar; 3) Diupayakan mau makan; 4)Istirahat yang cukup; 5)Selama panas (suhu 38°C atau lebih) dapat dikompres dingin, diberi obat penurun panas misalnya: parasetamol dengan takaran 10 mg/kg berat badan/.kali dapat diberikan 4-5 kali per hari (tablet berisi 500 mg/tablet, sirup 125 mg/sendok obat)6) Tidak boleh diberikan asetosal, aspirin, antiinflamasi non steroid karena potensial mendorong terjadinya perdarahan; 7)Apabila penderita tidak bersedia opname, sebaiknya kontrol ke dokter setiap hari serta diperiksa darah untuk pemeriksaan hematokrit, trombosit serta faal pembekuan darah bila dipandang perlu; 8) Dirawat di rumah sakit terutama pada DBD derajat II, III, dan IV, atau derajat I tetapi penderita terus muntah, terdapat tanda-tanda kekurangan cairan sehingga tidak memungkinkan perawatan di rumah; Membawa ke rumah sakit

dengan kesadaran menurun, kulit kaki-tangan dingin, kencing berkurang atau tidak keluar, kejang, keluar perdarahan-perdarahan (hidung, kulit, mulut, anus) pada kondisi ini terlalu tinggi resikonya sehingga dianjurkan lebih awal dibawa ke rumah sakit.

Dokumen terkait