• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pencegahan DBD di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pencegahan DBD di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERILAKU MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN

PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE

DI DUSUN IX DESA MULIOREJO KECAMATAN

SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh

Sukriah 111121036

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Prakata

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat dan karuniaNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul: “Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pencegahan DBD di Dusun IX

Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012.”.

Skripsi ini dapat terlaksana dengan baik atas arahan, masukan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardianta, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Evi Karota Bukit, SKp, MNS, selaku dosen pembimbing dalam penyusunan Skripsi pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang senantiasa memberikan masukan dan dukungan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini tepat pada waktunya.

3. Ibu Lufthiani, S.Kep, Ns, M.Kes, selaku Dosen Penguji I yang memberikan masukan dan saran-saran perbaikan.

4. Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns, selaku Dosen Penguji II yang memberikan masukan dan saran-saran perbaikan.

(4)

6. Teristimewa kepada orang tua dan keluarga besar atas do’a yang tak terhingga kepada saya dan selalu memberikan dukungan agar Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

7. Teristimewa kepada suami tercinta yang selalu memberikan motivasi, dukungan, kasih sayang dan menemani baik suka maupun duka.

8. Teman-teman mahasiswa yang memberikan dukungan kepada penulis dalam penyusunan Skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan pada penulis.

Peneliti menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan Skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga atas segala do’a, perhatian dan bantuan yang telah diberikan selama ini.

Medan, Februari 2013 Peneliti,

(5)
(6)

DAFTAR ISI

2. Definisi Konseptual dan Operasional ... 28

Bab 4. Metodologi Penelitian ... 30

6. Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas Reliabilitas ... 33

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Penelitian ... 35 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, di

Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten

Deli Serdang (n = 70) ... 36 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi (Predisposing

Factors) Responden Tentang Penyakit DBD di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli

Serdang (n=70) ... 37 Tabel 4. Distribusi Faktor Pemungkin (Enabling Factors) di Dusun

IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli

Serdang (n=70) ... 38 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Faktor Pendorong (Reinforcing

Factors) di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal

Kabupaten Deli Serdang (n=70) ... 38 Tabel 6. Distribusi Frekuensi Perilaku Masyarakat di Dusun IX Desa

Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Sebelum Uji Validitas Lampiran 2. Uji Validitas Data

Lampiran 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 4. Kuesioner Penelitian Setelah Uji Validitas Lampiran 5. Master Data

Lampiran 6. Output SPSS

Lampiran 7. Surat Izin Penelitian Lampiran 8. Surat Balasan Penelitian Lampiran 9. Lembar Konsul

(9)

Judul : Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pencegahan DBD di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012.

Nama : Sukriah

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Tahun Akademik : 2011-2013

Abstrak

Data Puskesmas Muliorejo menunjukkan bahwa jumlah penderita kasus DBD di Desa Muliorejo pada tahun 2011 sebanyak 155 orang, 6 orang diantara-nya meninggal dunia. Salah satu penyebab pediantara-nyakit DBD karena prilaku masyarakat yang kurang dalam pencegahan DBD. Banyak faktor yang menyebabkan perilaku masyarakat dalam pelaksanaan pencegahan DBD yang dapat diketahui dari faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor pendorong. Desain penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam peak pencegahan DBD. Penelitian dilaksanakan di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Sampel diperoleh sebanyak 70 orang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2012. Data dianalisis secara deskriptif disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan faktor predisposisi (predisposing factors), mayoritas pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD dan pencegahannya dalam kategori cukup (45,7%), sedangkan sikap masyarakat dalam kategori cukup (42,9%). Berdasarkan faktor pemungkin (enabling factors) mayoritas masyarakat menyatakan ketersediaan alat pencegahan DBD di rumah (57,1%), sedangkan ketersediaan bahan kimiawi di rumah mayoritas dalam kategori cukup (47,1%). Berdasarkan faktor pendorong (reinforcing factors) mayoritas masyarakat menyatakan dukungan tokoh masyarakat dalam kategori cukup (51,4%), sedangkan dukungan dari petugas kesehatan menurut masyarakat dalam kategori kurang (48,6%). Disarankan kepada aparat pemerintahan baik tingkat dusun, desa, camat maupun kabupaten untuk memberikan bantuan pada masyarakat seperti melakukan PSN secara rutin setiap minggu sehingga jentik-jentik nyamuk sebagai penularan penyakit DBD dapat dimusnahkan.

(10)

Title : Overview of Factors Affecting Behavior Society in Implementing the Prevention of dengue in Hamlet Village IX Muliorejo Sunggal Deli Serdang district in 2012.

Name : Sukriah

Program Study : Nursing Academic Year, 2011-2013

Abstract

Muliorejo Health Center Data shows that the number of people in the village Muliorejo dengue cases in 2011 as many as 155 people, among them six people died. One cause dengue because the poor behavior in the prevention of dengue. Many factors cause people's behavior in the implementation of dengue fever is known predisposing factors, enabling factors, and factors driving. The research design was descriptive aims to describe the factors that influence people's behavior in peak dengue fever. The experiment was conducted in the Village District IX Muliorejo Sunggal Village Deli Serdang regency. Samples obtained as many as 70 people. The research was conducted in August 2012. Data were analyzed descriptively presented in frequency distribution table. The results showed that by predisposing factors (predisposing factors), the majority of public knowledge about dengue and its prevention in the category of fairly (45.7%), while the attitude of the public in enough categories (42.9%). By enabling factors (enabling factors) the majority of people said the availability of means of preventing dengue fever at home (57.1%), while the availability of chemicals in the majority in enough categories (47.1%). Based on the factors driving (reinforcing factors) the majority of the public expressed support community leaders in the category of fairly (51.4%), while support from community health workers under the category of less (48.6%). It is suggested to government officials both at the hamlet, village, sub-district and district to provide assistance to the community as do the PSN regularly every week so that mosquito larvae as the transmission of dengue disease can be eradicated.

(11)

Judul : Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pencegahan DBD di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012.

Nama : Sukriah

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Tahun Akademik : 2011-2013

Abstrak

Data Puskesmas Muliorejo menunjukkan bahwa jumlah penderita kasus DBD di Desa Muliorejo pada tahun 2011 sebanyak 155 orang, 6 orang diantara-nya meninggal dunia. Salah satu penyebab pediantara-nyakit DBD karena prilaku masyarakat yang kurang dalam pencegahan DBD. Banyak faktor yang menyebabkan perilaku masyarakat dalam pelaksanaan pencegahan DBD yang dapat diketahui dari faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor pendorong. Desain penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam peak pencegahan DBD. Penelitian dilaksanakan di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Sampel diperoleh sebanyak 70 orang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2012. Data dianalisis secara deskriptif disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan faktor predisposisi (predisposing factors), mayoritas pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD dan pencegahannya dalam kategori cukup (45,7%), sedangkan sikap masyarakat dalam kategori cukup (42,9%). Berdasarkan faktor pemungkin (enabling factors) mayoritas masyarakat menyatakan ketersediaan alat pencegahan DBD di rumah (57,1%), sedangkan ketersediaan bahan kimiawi di rumah mayoritas dalam kategori cukup (47,1%). Berdasarkan faktor pendorong (reinforcing factors) mayoritas masyarakat menyatakan dukungan tokoh masyarakat dalam kategori cukup (51,4%), sedangkan dukungan dari petugas kesehatan menurut masyarakat dalam kategori kurang (48,6%). Disarankan kepada aparat pemerintahan baik tingkat dusun, desa, camat maupun kabupaten untuk memberikan bantuan pada masyarakat seperti melakukan PSN secara rutin setiap minggu sehingga jentik-jentik nyamuk sebagai penularan penyakit DBD dapat dimusnahkan.

(12)

Title : Overview of Factors Affecting Behavior Society in Implementing the Prevention of dengue in Hamlet Village IX Muliorejo Sunggal Deli Serdang district in 2012.

Name : Sukriah

Program Study : Nursing Academic Year, 2011-2013

Abstract

Muliorejo Health Center Data shows that the number of people in the village Muliorejo dengue cases in 2011 as many as 155 people, among them six people died. One cause dengue because the poor behavior in the prevention of dengue. Many factors cause people's behavior in the implementation of dengue fever is known predisposing factors, enabling factors, and factors driving. The research design was descriptive aims to describe the factors that influence people's behavior in peak dengue fever. The experiment was conducted in the Village District IX Muliorejo Sunggal Village Deli Serdang regency. Samples obtained as many as 70 people. The research was conducted in August 2012. Data were analyzed descriptively presented in frequency distribution table. The results showed that by predisposing factors (predisposing factors), the majority of public knowledge about dengue and its prevention in the category of fairly (45.7%), while the attitude of the public in enough categories (42.9%). By enabling factors (enabling factors) the majority of people said the availability of means of preventing dengue fever at home (57.1%), while the availability of chemicals in the majority in enough categories (47.1%). Based on the factors driving (reinforcing factors) the majority of the public expressed support community leaders in the category of fairly (51.4%), while support from community health workers under the category of less (48.6%). It is suggested to government officials both at the hamlet, village, sub-district and district to provide assistance to the community as do the PSN regularly every week so that mosquito larvae as the transmission of dengue disease can be eradicated.

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (betina). DBD dapat menyerang anak, remaja, dewasa dan seringkali menyebabkan kematian bagi penderita (Effendy, 2010).

DBD sampai dengan saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia, terutama di negara-negara Asia diantaranya Filipina, Thailand, Singapura, Bangladesh, India, Srilangka, dan Maldives pernah mengalami kejadian luar biasa penyakit demam berdarah tersebut (Soegijanto, 2006). Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, walaupun jumlah penderita DBD menurun dibandingkan pada tahun

2010 namun jumlah penderita DBD pada tahun 2011 terdapat 140.213 kasus dengan

jumlah kematian 1.317 orang dan Incident Rate (IR) DBD pada tahun 2011 adalah

62,46 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) 0,72% (Sukriningsih,

2012).

Menurut data Departemen Kesehatan ada tiga propinsi yang jumlah penderita DBD yang masih tinggi yakni DKI Jakarta, Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Angka kejadian di Sumatera Utara sendiri menunjukkan dari 25 Kabupaten/Kota, Kota Medan merupakan salah satu penyumbang kasus DBD yaitu tahun 2007 terdapat 1.917 kasus dengan 18 kematian (Sudrajat, 2007).

(14)

meningkat tajam menjadi 72 per 100.000 penduduk yang sebelumnya pada tahun 2009 sebesar 36,2 per 100.000 penduduk. Angka tersebut sangat jauh di atas indikator keberhasilan program dalam menuju laju penyebaran DBD. Sesuai target RPJPM Depkes, indikator IR DBD sebesar 5 per 100.000 penduduk. Demikian juga dengan Case Fatality Rate (CFR) walaupun mengalami penurunan setiap tahunnya, namun pencapaian sampai tahun 2010 masih di atas target nasional yaitu <1% (Dinkes Propsu, 2011).

Berbatasan dengan wilayah Kota Medan, kasus DBD di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2010 ditemukan 1.252 kasus, meningkat dibandingkan pada tahun 2009 yaitu 1.162 kasus, dan pada tahun 2008 sebanyak 1.153 kasus (Profil Dinkes Kabupaten Deli Serdang, 2011). Selanjutnya Data Puskesmas Muliorejo menunjukkan bahwa jumlah dusun di Desa Muliorejo sebanyak 23 dusun dan jumlah penderita kasus DBD di Desa Muliorejo pada tahun 2011 sebanyak 155 orang, 6 orang diantaranya meninggal dunia (Puskesmas Muliorejo, 2012).

(15)

pelaksanaan PSN mempengaruhi angka kejadian DBD. Hal yang sama dikemukakan oleh Amiruddin (2007), bahwa faktor predisposisi/faktor yang berasal dari dalam individu sendiri, yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan pengetahuan, serta faktor enabling/faktor yang memungkinkan yaitu: manajemen dan tenaga kesehatan; dan faktor reinforcing/faktor penguat, yaitu: keluarga dan masyarakat sekitar mempengaruhi kejadian DBD.

Seorang ahli psikologi pendidikan Bloom (1908 dalam Taufik, 2007) membedakan adanya terdapat 3 (tiga) ranah atau domain perilaku yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (tindakan). Ketiga domain perilaku ini merupakan refleksi perilaku kesehatan masyarakat dalam pelaksanaan pencegahan penyakit dalam hal ini DBD.

Penelitian yang dilakukan oleh Lilik Zuhriyah, dkk. (2005), menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka berpengaruh terhadap perilaku seseorang termasuk kemampuan seseorang dalam menerima informasi dan semakin luas pengetahuan mereka dalam mencegah terjadinya risiko penyebaran penyakit DBD. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agung pada tahun 2004, bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku dengan kejadian DBD (Amiruddin, 2007).

(16)

membersihkan lingkungan, masih ada terlihat tempat-tempat potongan kaleng bekas yang menjadi genangan air dan menjadi sarang nyamuk. Hasil wawancara pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD dan cara pencegahannya sebagian warga masyarakat tidak dapat menjawabnya dengan benar, namun sebagian yang lain dapat menjawab dengan benar.

Berdasarkan pemaparan hal tersebut, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pelaksanaan pencegahan DBD di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang proposal penelitian ini, teridentifikasi bahwa terjadinya kasus DBD dapat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pelaksanaan pencegahan DBD di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012?

3. Tujuan Penelitian

3.1. Tujuan Umum

(17)

3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk menggambarkan faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap) masyarakat dalam pelaksanaan pencegahan DBD di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012. 2. Untuk menggambarkan faktor pemungkin (tersedianya alat dan

tersedianya bahan kimiawi) dalam pelaksanaan pencegahan DBD di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012.

3. Untuk menggambarkan faktor pendorong (dukungan otkoh masyarakat dan dukungan tenaga kesehatan) dalam pelaksanaan pencegahan DBD di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012.

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada beberapa pihak sebagai berikut :

4.1. Petugas Kesehatan di Puskesmas

Sebagai masukan dan penguatan informasi bagi petugas kesehatan di puskesmas khususnya Puskesmas Muliorejo tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pelaksanaan pencegahan demam berdarah dengue di Dusun IX Desa Muliorejo.

4.2. Bagi Institusi Pendidikan

(18)

4.3. Untuk Peneliti Selanjutnya

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Perilaku

1.1 Pengertian perilaku

Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan perilaku manusia hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya. Dengan kata lain perilaku merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan: pengetahuan dan sikap) maupun aktif (tindakan yang nyata atau praktek).

Menurut Taufik (2007), perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi pada hakikatnya perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung. Selanjutnya Benyamin Bloom (1908, dalam Notoatmodjo, 2007) perilaku dibagi dalam 3 (tiga) domain yaitu kognitif (cognitive domain), afektif (affective domain) dan psikomotor (psychomotor domain).

1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

(20)

nomor dua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap suatu status kesehatan. Lawrence Green (1980) menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : faktor-faktor predisposisi (predisposingfactor) faktor-faktor pemungkin (enabling factors), faktor-faktor penguat (reinforcing factors).

Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

Faktor-faktor pemungkin (enabling factors). Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan masyarakat.

Faktor-faktor penguat (reinforcing factors). Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini Undang-Undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas lebih-lebih para petugas kesehatan.

1.3. Bentuk Perilaku

(21)

tersebut. Respon ini berbentuk dua macam, yakni bentuk pasif dan bentuk aktif (Notoatmodjo, 2007).

Bentuk pasif. Adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain. Misalnya: seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu, meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke posyandu atau puskesmas untuk diimunisasi. Oleh sebab itu perilaku ibu masih terselubung (tertutup).

Bentuk aktif. Yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya ibu sudah membawa anaknya ke posyandu (puskesmas) atau ke fasilitas kesehatan lainnya untuk imunisasi. Oleh karena perilaku ibu tersebut sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata maka disebut perilaku terbuka.

1.4. Domain perilaku

Notoatmodjo (2007), berpendapat bahwa perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu ke dalam tiga domain (ranah/kawasan) yaitu: pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), praktek atau tindakan yang dilakukan (practice).

1.4.1. Pengetahuan (knowledge)

(22)

dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan penglihatan (mata) (Taufik, 2007).

Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application). Analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluation (evaluation).

Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

(23)

Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasari pada suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Menurut Notoatmodjo (2010), dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni: cara tradisional dan cara modern.

(24)

Cara Coba Salah (trial and error). Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan satu hingga beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil maka dicoba dengan kemungkinan yang lain, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.

Secara kebetulan. Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah ditemukannya kina sebagai obat penyembuhan penyakit malaria. Kina ditemukan sebagai obat malaria adalah secara kebetulan oleh seorang penderita malaria yang sering mengembara.

Cara kekuasaan atau otoritas. Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

Berdasarkan pengalaman pribadi. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

(25)

Kebenaran melalui wahyu. Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi.

Kebenaran secara intuitif. Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui proses di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir.

Melalui jalan pikiran. Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia juga ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya.

Cara modern dalam memperoleh pengetahuan. Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut Metode Penelitian Ilmiah, atau lebih populer disebut metodologi penelitian.

1.4.2. Sikap (attitude)

Sikap adalah suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif, yaitu afeksi senang, sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan (Walgito, 2008).

(26)

yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap obyek psikologi bila ia tidak suka atau sikap unfavorable terhadap obyek psikologi.

Menurut Walgito (2008), sikap individu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Sikap itu tidak dibawa sejak lahir. Ini berarti bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum membawa sikap tertentu terhadap suatu objek.

Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap. Sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut.

Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju kepada sekumpulan objek-objek. Bila seseorang mempunyai sikap negara pada seseorang, maka orang tersebut akan mempunyai kecenderungan menunjukkan sikap negatif pada kelompok dimana orang tersebut bergabung.

Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar. Jika suatu sikap telah terbentuk dalam diri seseorang, maka akan sulit berubah dan memakan waktu yang lama. Tetapi sebaliknya jika sikap itu belum mendalam dalam dirinya, maka sikap tersebut tidak bertahan lama, dan sikap tersebut mudah diubah.

(27)

Menurut Ahmadi (2007), sikap dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: Sikap positif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. Sikap negatif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap suatu obyek ia akan siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu. Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia akan mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan obyek itu (Ahmadi, 2007).

Menurut Notoatmodjo, (2007) sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu: menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), bertanggung jawab (responsible).

Menerima (receiving).Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

Merespon (responding). Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerja-kan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

(28)

(measurement) sikap. Ada beberapa metode pengungkapan sikap yang secara historik telah dilakukan orang, diantaranya adalah : (Ahmadi, 2007, dan Walgito, 2008).

Observasi perilaku. Perilaku yang diamati mungkin saja dapat menjadi indikator sikap dan konteks situasional tertentu akan tetapi interpretasi sikap harus sangat hati-hati apabila hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku yang ditampakkan oleh seseorang.

Penanyaan langsung. Pengungkapan sikap dengan penanyaan langsung memiliki keterbatasan dan kelemahan yang mendasar. Dimana apabila situasi dan kondisi memungkinkannya untuk mengetahui hal yang sebenarnya tanpa rasa takut terhadap konsekuensi langsung maupun tidak langsung yang dapat terjadi.

Pengungkapan langsung. Suatu versi metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan item ganda.

(29)

Pengukuran terselubung. Metode pengukuran terselubung (cover measures) sebenarnya berorientasi kembali ke metode observasi perilaku yang telah dikemukakan di atas, akan tetapi sebagai objek pengamatan bukan lagi perilaku tampak yang disadari atau sengaja dilakukan oleh seseorang melainkan reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi lebih di luar kendali orang yang bersangkutan (Walgito, 2008).

1.4.3. Praktek atau tindakan (practice)

Menurut Notoatmodjo (2007) suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas.

Tingkat-tingkat praktek adalah persepsi (perception), respon terpimpin (guided respons), mekanisme (mechanism), adopsi (adoption).

Persepsi (perception). Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

Respon terpimpin (guided respons). Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.

Mekanisme (mechanism).Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

(30)

1.5. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu tanggapan sekarang terhadap rangsangan

yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan

dan lingkungan (Sunaryo, 2004).

Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner di dalam (Notoatmodjo, 2010), perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek-objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan makanan, minuman, serta lingkungan. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan pening kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan.

Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintenance)

Merupakan perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.

b. Perilaku Pencarian Pengobatan (health seeking behavior)

(31)

c. Perilaku Kesehatan Lingkungan

Merupakan bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya sehingga lingkungan mempengaruhinya.

2. Konsep Penyakit DBD

2.1 Pengertian DBD

DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina) (Effendy, 1995). Penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue I, II, III, dan IV, yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti (Soegijanto, 2005).

DBD ialah penyakit demam akut terutama menyerang pada anak disertai dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang dapat menyebabkan kematian (Depkes RI, 1991).

DBD merupakan penyakit infeksi yang endemis di daerah tropis seperti Indonesia. Penyakit infeksi ini berlangsung sepanjang tahun dan mencapai puncaknya pada saat musim hujan. Hal ini disebabkan karena banyaknya tempat yang menjadi sumber genangan air yang merupakan sarana perkembangbiakan jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti (Nasronudin, 2007).

(32)

memadai memberikan suatu habitat yang ideal untuk nyamuk dan meningkatkan risiko terjadinya penyakit DBD (McKenzie, 2007).

2.2. Cara Penularan DBD

Menurut Depkes RI (2007), cara penularan penyakit DBD adalah sebagai berikut : 1)DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti betina. Ada berbagai macam jenis nyamuk, tetapi yang dapat menularkan DBD adalah nyamuk Aedes Aegypti; 2)Nyamuk Aedes Aegypti mendapatkan virus dengue sewaktu menggigit/menghisap darah orang yang sakit DBD, tidak sakit DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus dengue; 3) Virus dengue yang terhisap akan berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, termasuk kelenjar liurnya; 4)Bila nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang lain, virus itu akan dipindahkan bersama air liur nyamuk; 5) Bila orang yang tertular itu tidak memiliki kekebalan (umumnya anak-anak) maka virus itu akan menyerang sel pembeku darah dan merusak dinding pembuluh darah kecil (kapiler). Akibatnya terjadi pendarahan dan kekurangan cairan yang ada dalam pembuluh darah orang itu; 6) Bila orang yang tertular mempunyai zat anti kekebalan yang cukup maka virus tersebut dibuat tidak berdaya, sehingga orang tersebut tidak sakit; 7) Dalam darah manusia, virus dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu lebih kurang satu minggu.

2.3. Patofisiologi DBD

(33)

menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post-mortem meliputi efusi serosa, efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.

Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostatis pada DBD melibatkan 3 faktor yaitu perubahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopenia, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal (Soegijanto, 2004).

2.4. Tanda-tanda DBD

(34)

cepat dan lemah. Penderita gelisah. Ujung tangan dan kakinya dingin. Keadaan ini disebut “pre shock”. Bila keadaan ini berlanjut, penderita akan mengalami “shock” yaitu menjadi lemah sekali, badannya dingin, denyut nadi sukar diraba dan bila tidak segera ditolong di rumah sakit, dalam 2-3 hari bisa meninggal dunia.

Menurut Soegijanto (2006), tanda dan gejala klinis yaitu : 1)Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari; 2) Manifestasi perdarahan: (a)Uji tourniquet positif; (b) Perdarahan spontan berbentuk pteki, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena; 3) Hepatomegali; 4)Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah; 5)Laboratorium: Trombositopeni (<100.000 sel/ml) dan hemokonsentrasi (kenaikan Ht 20% dibandingkan fase konvalesen).

2.5. Derajat penyakit DBD

Depkes RI (2003) mengelompokkan derajat penyakit DBD ke dalam empat stadium yaitu :

Derajat I : Demam yang disertai dengan gejala klinis tidak khas, satu-satunya gejala perdarahan adalah hasil uji tourniquet yang positif.

Derajat II : Gejala yang timbul pada DBD derajat I, ditambah perdarahan spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan/atau bentuk perdarahan lainnya.

(35)

Derajat IV : Syok berat dengan tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah.

2.6. Gambaran Klinis

Menurut Effendy (2010), gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DBD dengan masa inkubasi antara 13-15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut (suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil, saat demam pasien kompos mentis. Gejala klinis lain yang timbul dan sangat menonjol adalah terjadinya perdarahan pada saat demam dan tak jarang pula dijumpai saat pasien mulai bebas dari demam. Perdarahan yang terjadi dapat berupa : (1) Perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematom), (2) Perdarahan lain seperti epistaksis, hematemesis, hematuri dan melena.

Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DBD, gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DBD adalah : (1)Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan; (2)Keluhan pada saluran pencernaan, mual, muntah, tidak nafsu makan (anoreksia), diare, konstipasi; (3) Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh badan, kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal.

2.7. Pencegahan DBD

(36)

Pengasapan (fogging). Nyamuk Aedes Aegypti dapat diberantas dengan pengasapan (fogging) racun serangga, termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di rumah tangga. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Selama jentiknya tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk yang baru menetas dari tempat perkembangbiakannya.

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN DBD). Cara yang tepat dalam pemberantasan jentik nyamuk dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). PSN DBD dilakukan dengan cara 3M yaitu : 1) Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali; 2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air; 3) Mengubur, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik bekas, dan lain-lain.

(37)

8)Pencahayaan dan ventilasi memadai; 9) Jangan biasakan menggantung pakaian dalam rumah; 10) Tidur menggunakan kelambu, dan 11) Gunakan obat nyamuk (bakar, gosok) dan lain-lain untuk mencegah gigitan nyamuk.

Larvasidasi (abatisasi). Larvasidasi adalah menaburkan bubuk pembunuh jentik ke dalam tempat-tempat penampungan air,. Bila menggunakan abate disebut abatisasi. Cara melakukan larvasidasi: 1)Menggunakan bubuk Abate 1 g (bahan aktif: temephos 1%); 2)Menggunakan Altosid 1,3 g (bahan aktif: metopren 1,3%); 3) Menggunakan Sumilarv 0,5 g (DBD) (bahan aktif: piriproksifen 0,5%).

2.8. Perawatan penderita DBD di rumah

(38)

dengan kesadaran menurun, kulit kaki-tangan dingin, kencing berkurang atau tidak keluar, kejang, keluar perdarahan-perdarahan (hidung, kulit, mulut, anus) pada kondisi ini terlalu tinggi resikonya sehingga dianjurkan lebih awal dibawa ke rumah sakit.

(39)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Penelitian

Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pencegahan DBD yaitu faktor predisposisi (predisposing), faktor pemungkin (enabling), dan faktor pendorong (reinforcing) (Notoatmodjo, 2007). Menurut Benyamin Bloom (2001) bahwa faktor-faktor predisposisi, pemungkin, dan pendorong akan merubah pengambilan keputusan masyarakat sehingga merubah perilakunya (Notoatmodjo, 2007).

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Tentang Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pencegahan DBD

Faktor Masyarakat dalam pencegahan DBD :

1. Predisposisi (Predisposing) : - Pengetahuan

- Sikap

2. Pemungkin (Enabling): - Tersedianya alat

- Tersedianya bahan kimiawi 3. Pendorong (reinforcing): - Dukungan tokoh masyarakat - Dukungan tenaga kesehatan

(40)

2. Definisi Konseptual dan Operasional

a. Definisi Konseptual

Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seseorang, dimana pada hakikatnya perilaku manusia merupakan tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri yang dapat diamati ataupun yang tidak dapat diamati secara langsung.

Faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor dari dalam diri seseorang yang dapat mengubah perilakunya seperti pengetahuan, sikap, tradisi dan kepercayaan, sistem nilai yang dianut, pendidikan.

Faktor pemungkin (enabling factors) yaitu faktor dari luar diri seseorang dalam bentuk fasilitas sarana dan prasarana kesehatan seperti obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan lain-lain.

Faktor penguat/pendorong (reinforcing factor) yaitu faktor dari luar diri seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku petugas kesehatan, tokoh masyarakat, dan lain-lain.

Pencegahan DBD adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh seseorang dalam mencegah terjadinya penularan atau penyebaran penyakit DBD.

b. Definisi Operasional

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku adalah hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pencegahan DBD meliputi:

(41)

upaya pencegahan DBD. Sikap adalah respon atau tanggapan responden terhadap upaya pencegahan DBD.

Faktor pemungkin (enabling factors) yaitu upaya dari luar yang memungkinkan untuk melakukan pencegahan DBD yaitu tersedianya perangkat/alat dan tersedianya bahan kimiawi yang digunakan untuk pencegahan DBD berupa abatisasi dan fogging. Tersedianya alat yaitu adanya alat-alat yang dapat digunakan untuk melakukan pencegahan DBD, seperti kelambu, semprot nyamuk dan lain-lain. Tersedianya bahan kimiawi yaitu adanya bahan kimiawi yang dapat digunakan untuk pencegahan penyakit DBD seperti obat nyamuk, dan lain-lain.

(42)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pelaksanaan pencegahan DBD di Dusun IX Desa Mulio Rejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012.

2. Populasi dan Sampel

2.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang bertempat tinggal di Dusun IX Desa Mulio Rejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang sebanyak 232 KK.

2.2. Sampel

Penetapan jumlah sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumusan dari Notoatmodjo (2010) sebagai berikut :

n =

) ( 1 N d2

N +

(43)

n =

n = 69,8 orang digenapkan menjadi 70 orang.

Penarikan sampel diambil secara acak sederhana (simple random sampling) yaitu dengan memilih sebanyak 70 orang sesuai dengan inklusi atau kriteria penelitian yaitu :

1. Berumur 20 tahun ke atas 2. Bersedia menjadi responden

3. Dapat membaca dan mengerti bahasa Indonesia.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dusun IX Desa Mulio Rejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Alasan pemilihan lokasi karena belum pernah dilakukan penelitian yang sama di wilayah tersebut sehingga memungkinkan untuk dilakukan penelitian ini sesuai dengan literatur.

3.2. Waktu Penelitian

(44)

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini akan dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Program Studi ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dan Kepala Desa Mulio Rejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Selanjutnya setelah mendapatkan izin, peneliti mengidentifikasi responden sesuai dengan kriteria penelitian, bila telah memenuhi syarat maka peneliti meminta kesediaan responden sebagai subjek dalam penelitian ini, bila disetujui maka diberikan lembar persetujuan menjadi responden. Jika responden menolak diteliti maka peneliti akan tetap menghormati haknya sebagai manusia tanpa ada tekanan dan ancaman secara fisik dan psikososial. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar persetujuan pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya akan diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti.

5. Metode Pengumpulan Data

(45)

consent. Responden diminta untuk menjawab pertanyaan peneliti dengan mengisi sendiri kuesioner yang telah diberikan oleh peneliti selama ± 20 menit dan peneliti mendampingi responden pada waktu menjawab kuesioner. Setelah waktu yang ditentukan habis maka peneliti mengumpulkan kembali kuesioner tersebut. Kemudian peneliti mengumpulkan kuesioner untuk dilakukan analisa data.

6. Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-Reliabilitas

6.1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini terdiri dari 2 bagian yaitu instrumen data demografi dan instrumen variabel yang akan diteliti yaitu pengetahuan, sikap, tersedianya alat, tersedianya bahan kimiawi, dukungan tokoh masyarakat, dan dukungan tenaga kesehatan.

Untuk pertanyaan data demografi, hal-hal yang peneliti tanyakan mengenai inisial, umur responden saat ini, jenis kelamin, pendidikan terakhir yang telah diselesaikan responden, dan pekerjaan responden.

(46)

skor 0. Sedangkan pernyataan negatif (pengetahuan nomor 2,5,6, sikap nomor 1,2,5), jawaban “ya” diberi skor 0, dan jawaban “tidak” diberi skor 1. Skor tertinggi adalah 10 = 10 x 1, dan skor terendah adalah 0 = 10 x 0, sehingga dari hasil jawaban dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Baik : Jika mendapat skor 8-10 b. Cukup : Jika mendapat skor 5-7 c. Kurang : Jika mendapat skor 0-4

6.2. Pengukuran Validitas-Reliabilitas

Uji validitas dilakukan bertujuan untuk mendapatkan alat ukur yang valid dan andal. Uji validitas ini dilakukan dengan teknik content validity (validitas isi) yaitu mengkonsultasikan dengan ahli yang diminta untuk menguji setiap butir instrumen pengumpulan data apakah valid atau tidak. Uji validitas dengan content validity pada ahli yaitu oleh dosen.

Selanjutnya kuesioner tersebut diujicoba terhadap 20 orang warga masyarakat

di Dusun X Desa Muliorejo. Alasan pemilihan Dusun X Desa Muliorejo karena

lokasi yang dipilih menyerupai karakteristik responden di wilayah penelitian.

Uji validitas suatu alat ukur dilakukan dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment (r), dengan ketentuan jika r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid atau sebaliknya. Ketentuan dikatakan nilai r-hitung valid dengan jumlah responden 20 orang, jika:

(47)

Selanjutnya pengujian reliabilitas dimulai dengan menguji butir soal yang sudah valid secara bersama-sama diukur reliabilitasnya. Untuk mengetahui reliabilitas caranya dengan membandingkan nilai r hasil dengan nilai r tabel. Dalam uji reliabilitas sebagai nilai r hasil adalah nilai ’Cronbach’s Alpha’. Ketentuannya adalah apabila nilai ’Cronbach’s Alpha’ > rtabel (0,60) maka butir kuesioner yang digunakan dalam penelitian dinyatakan reliabel, dan jika nilai yang diperoleh <rtabel maka dinyatakan tidak reliabel (Hastono, 2007).

Hasil uji validitas menunjukkan bahwa dari 60 butir soal yang diajukan sebanyak 3 butir soal dinyatakan tidak valid karena mempunyai nilai r-hitung < 0,444 yaitu pada variabel sikap nomor 5 (r=0,378), variabel tersedianya bahan kimia nomor 8 (r=0,363), dan variabel dukungan tokoh masyarakat nomor 9 (r=0,384).

Hasil uji reliabilitas angket menunjukkan bahwa seluruh variabel dinyatakan reliabel (handal) karena mempunyai nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,600.

7. Analisis Data

(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

1.1. Karakteristik Responden

Hasil penelitian ini menggambarkan tentang karakteristik responden yang diidentifikasi berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Pada Tabel 2. menunjukkan bahwa mayoritas responden berumur 41-50 tahun yaitu 26 orang (37%), Jenis kelamin perempuan yaitu 43 orang (61%), pendidikan SMA yaitu 47 orang (67%), dan berdasarkan pekerjaan mayoritas responden adalah ibu rumah tangga yaitu 32 orang (46%) minoritas adalah pedagang yaitu 1 orang (1%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang (n = 70)

Karakteristik Responden Frekuensi (f) Persentase (%)

(49)

Karakteristik Responden Frekuensi (f) Persentase

1.2. Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat dalam Pelaksanaan Pencegahan DBD

1.2.1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Hasil penelitian berikut ini mengidentifikasi faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pelaksanaan pencegahan DBD berdasarkan pengetahuan dan sikap responden. Pada Tabel 3. menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan cukup tentang penyakit DBD yaitu 32 orang (46%), dan mayoritas responden memiliki sikap kategori cukup yaitu 30 orang (43%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi (Predisposing Factors) Responden Tentang Penyakit DBD di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang (n=70)

Faktor Predisposisi Baik n(%) Cukup n(%) Kurang n(%)

Pengetahuan

1.2.2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

(50)

Tabel 4. Distribusi Faktor Pemungkin (Enabling Factors) di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang (n=70)

Faktor Pemungkin Baik n(%) Cukup n(%) Kurang n(%)

Pada Tabel 4. menunjukkan bahwa mayoritas tersedianya alat di rumah responden kategori cukup yaitu 40 orang (57%), dan mayoritas tersedianya bahan kimiawi di rumah responden kategori cukup yaitu 33 orang (47%).

1.2.3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factors)

Hasil penelitian faktor pendorong yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pelaksanaan pencegahan DBD berdasarkan dukungan tokoh masyarakat dan dukungan petugas kesehatan.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Faktor Pendorong (Reinforcing Factors) di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal (n=70)

Faktor Pendorong Baik n(%) Cukup n(%) Kurang n(%)

Tabel 5. di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa dukungan tokoh masyarakat kategori cukup yaitu 36 orang (51%), dan mayoritas dukungan petugas kesehatan kurang baik yaitu 34 orang (48%).

1.2.4 Perilaku

(51)

2. Pembahasan

2.1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan responden menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan cukup yaitu 32 orang (46%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rusman (2009) di Kelurahan Mergahayu Kabupaten Bantul Yogyakarta mendapatkan hasil bahwa mayoritas masyarakat memiliki pengetahuan cukup (49%) tentang penyakit dan pencegahan DBD. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian Wahyuni (2011) di Puskesmas Hinai Kiri Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan kurang baik tentang penyakit DBD dan pencegahannya yaitu 43 orang (60,6%).

Menurut Notoatmodjo (2007) bahwa bila seseorang mendapatkan stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui. Proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Hal ini berarti bila masyarakat memiliki pengetahuan baik maka akan memiliki tindakan pencegahan yang baik pula dan apabila masyarakat memiliki pengetahuan yang kurang baik maka akan melakukan tindakan pencegahan yang kurang baik pula.

(52)

Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut (Istiarti, 2007).

Menurut asumsi peneliti, sedikitnya masyarakat yang memiliki pengetahuan baik tentang penyakit DBD dan pencegahannya menyebabkan masyarakat rentan untuk menderita penyakit DBD. Pengetahuan sangat penting sebagai dasar bagi masyarakat untuk memahami terjadinya penyakit DBD serta cara penularannya agar masyarakat dapat melakukan pencegahan penyakit tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian ini, sikap responden menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki sikap kategori cukup yaitu 30 orang (43%). Sejalan dengan penelitian Wahyuni (2011), di Puskesmas Hinai Kiri Kabupaten Langkat mendapatkan hasil bahwa mayoritas responden memiliki sikap negatif terhadap Penyakit DBD yaitu 43 orang (61%).

Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar. Jika suatu sikap telah terbentuk dalam diri seseorang, maka akan sulit berubah dan memakan waktu yang lama. Tetapi sebaliknya jika sikap itu belum mendalam dalam dirinya, maka sikap tersebut tidak bertahan lama, dan sikap tersebut mudah diubah (Walgito, 2008).

(53)

objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang di dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010).

Menurut asumsi peneliti, sikap seseorang dalam hal ini masyarakat menyikapi penyakit demam berdarah dengue dan tindakan pencegahannya masih belum optimal, karena hanya 17% masyarakat yang memiliki sikap baik yang berarti hanya sedikit masyarakat di Dusun IX Desa Muliorejo yang mengerti dan memahami tentang penyakit DBD. Sedikitnya masyarakat yang memiliki sikap baik menyebabkan rentannya warga untuk menderita DBD karena dengan sikapnya tersebut masyarakat tidak melakukan tindakan-tindakan pencegahan yang tepat dan benar untuk mencegah terjadinya penularan penyakit DBD.

2.2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

(54)

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku masyarakat yaitu faktor pemungkin (enabling factors). Faktor pemungkin merupakan upaya dari luar yang memungkinkan untuk melakukan pencegahan DBD yaitu tersedianya perangkat/alat yang digunakan untuk pencegahan DBD berupa abatisasi dan fogging. Tersedianya alat yaitu adanya alat-alat yang dapat digunakan untuk melakukan pencegahan DBD, seperti kelambu, semprot nyamuk dan lain-lain (Notoatmodjo, 2010).

Menurut asumsi peneliti, dari hasil penelitian ini terlihat bahwa hanya 5 responden (7%) dengan kategori baik tersedianya alat pencegahan penyakit DBD, artinya lebih banyak lagi masyarakat yang tidak tersedia alat di rumahnya dalam pencegahan DBD di rumahnya, seperti tidak tertutup tempat penampungan air di rumah, tidak menggunakan kelambu, tidak ada alat semprot nyamuk, tidak menggunakan kasa nyamuk, tidak tersedia alat untuk membersihkan kamar mandi, tidak tersedia alat-alat untuk mengubur barang-barang bekas, rumah tidak tersedia ventilasi yang memadai, pencahayaan rumah yang kurang sehingga nyamuk senang di tempat-tempat yang seperti itu.

(55)

Satu lagi faktor pemungkin yang dapat mengubah perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD yaitu tersedianya bahan kimiawi. Tersedianya bahan kimiawi yaitu adanya bahan kimiawi yang dapat digunakan untuk pencegahan penyakit DBD seperti obat nyamuk, dan lain-lain (Depkes RI, 2003).

Menurut asumsi peneliti, dari hasil penelitian ini terlihat bahwa tidak banyak keluarga yang menyediakan bahan kimiawi untuk pencegahan penyakit DBD. Hal ini berkaitan dengan kurangnya pengetahuan atau pemahaman masyarakat tentang penyakit DBD itu sendiri serta pencegahannya. Hanya 14,3% masyarakat dengan kategori baik, hal ini berarti lebih banyak lagi masyarakat yang tidak menyediakan bahan kimiawi untuk pemberantasan penyakit DBD seperti ketersediaan obat anti nyamuk, bubuk abate, obat-obatan P3K sebagai pertolongan pertama.

2.3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factors)

Berdasarkan hasil penelitian, dukungan tokoh masyarakat menurut responden menunjukkan bahwa mayoritas dukungan tokoh masyarakat menurut responden kategori cukup yaitu 36 orang (51%). Hasil penelitian Indriadi (2010), di Kampung Teleng Pemerintah Kota Sawahlunto Sumatera Barat mendapatkan hasil yang hampir sama dengan penelitian ini bahwa mayoritas masyarakat menyatakan dukungan dari tokoh masyarakat dalam kategori cukup (54%).

(56)

mendorong responden untuk melakukan pencegahan DBD melalui dukungan tokoh masyarakat. Dukungan tokoh masyarakat yaitu peran tokoh masyarakat dalam membantu dan memberi tuntunan dalam pelaksanaan pencegahan DBD (Notoatmodjo, 2010).

Menurut asumsi peneliti, dari hasil penelitian ini terlihat bahwa menurut masyarakat dukungan tokoh masyarakat dalam kategori cukup, hanya 16% masyarakat yang menyatakan bahwa dukungan tokoh masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD kategori baik. Tokoh masyarakat di Dusun IX Desa Mulio Rejo adalah Kepala Dusun, dan tokoh-tokoh agama. Banyak masyarakat yang menyatakan bahwa dukungan tokoh masyarakat belum sepenuhnya baik karena para tokoh-tokoh masyarakat tersebut lebih banyak berbicara dibandingkan dengan memberikan tindakan atau memberi contoh kepada masyarakat dalam melakukan pencegahan penyakit DBD dengan baik dan benar. Dengan hanya berbicara membuat warga masyarakat tidak menjadikan tokoh masyarakat sebagai panutan dalam upaya-upaya pencegahan penyakit.

(57)

Salah satu faktor penguat lainnya yang mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD adalah dukungan dari tenaga kesehatan. Dukungan tenaga kesehatan yaitu peran tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas bidang P2P terkait dan upaya pemberantasan DBD dan dalam membantu dan memberi contoh dalam pencegahan penyakit DBD (Depkes RI, 2003).

Menurut asumsi peneliti, sedikitnya masyarakat yang menyatakan bahwa dukungan tenaga kesehatan dalam kategori baik disebabkan banyak warga masyarakat yang kurang mendapatkan pelayanan seperti penyuluhan-penyuluhan kesehatan ataupun bantuan bagi warga masyarakat yang menderita penyakit DBD. Kalaupun ada penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan namun dalam skala kecil yang tidak menjangkau seluruh masyarakat di Dusun IX tetapi kadang di dusun lainnya. Petugas kesehatan lebih banyak bekerja di puskesmas (kantor), tetapi jarang terjun ke lapangan untuk mengetahui keadaan ataupun masalah yang ada di lapangan.

(58)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. Berdasarkan faktor predisposisi (predisposing factors), mayoritas pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD dan pencegahannya dalam kategori cukup sebanyak 46%, sedangkan sikap masyarakat dalam kategori cukup sebanyak 43%.

b. Berdasarkan faktor pemungkin (enabling factors) mayoritas masyarakat menyatakan ketersediaan alat pencegahan DBD di rumah sebanyak 57%, sedangkan ketersediaan bahan kimiawi di rumah mayoritas dalam kategori cukup sebanyak 47%.

c. Berdasarkan faktor pendorong (reinforcing factors) mayoritas masyarakat menyatakan dukungan tokoh masyarakat dalam kategori cukup sebanyak 51%, sedangkan dukungan dari petugas kesehatan menurut masyarakat dalam kategori kurang yaitu 49%.

2. Saran

a. Aparat Pemerintahan

(59)

b. Masyarakat

Disarankan untuk menjaga kebersihan rumah, keluarga, dan lingkungan agar terhindar dari penyakit DBD yang dapat menular dan jika tidak ditanggulangi secara benar dapat menyebabkan kematian.

c. Peneliti selanjutnya

Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan variabel penelitian yang lainnya, yang belum diteliti dalam penelitian ini untuk melengkapi hasil penelitian yang telah ada.

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (2007). Psikologi Sosial, Edisi Revisi, Cetakan Kedua, Jakarta: Rineka Cipta.

Amiruddin, R. (2007). Review Artikel Evaluasi Dan Implementasi Surveilens Demam Berdarah Dengue (DBD), www.ridwanamiruddin. wordpress.com,Tanggal19 Desember 2007.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cetakan Kesebelas, Edisi Revisi IV, Jakarta : Rineka Cipta.

Depkes RI. (1991). Demam Berdarah, Diagnosa dan Pengelolaan Penderita. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. (2003). Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. (2007). Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Dinkes Kab. Deli Serdang. (2005). Penyakit Demam Berdarah. Lubuk Pakam: Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang.

Dinkes Kab. Deli Serdang. (2006). Berantas Sarang nyamuk, Cegah Demam Berdarah. Lubuk Pakam: Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, Subdin P2P PHP-II.

Dinkes Propsu, 2011. (2011). Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2010. Medan: Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

Effendy, C. (2010). Perawatan Pasien DHF. Jakarta : EGC.

Hastono, S.P., (2007). Analisis Data, Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Indriadi. (2010). Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Penularan Penyakit DBD di Kampung Teleng Pemko Sawahlunto Sumatera Barat. Istiarti, T. (2007). Menanti Buah Hati, Perilaku Ibu. Cetakan Pertama,

Yogyakarta : Media Pressindo.

(61)

McKenzie, J.F. dkk. (2007). An Introduction To Community Health (Kesehatan Masyarakat: Suatu Pengantar), Edisi 4. Cetakan Pertama, Alih Bahasa: Atik Utami, dkk, Jakarta: EGC.

Nasronudin, (2007). Aspek Klinis Penyakit Demam Berdarah Dengue. Dalam

Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni, Cetakan I, Jakarta: Rineka Cipta.

Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang. Cetakan Pertama, Surabaya: Airlangga University Press.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan, Cetakan II, Edisi Revisi, Jakarta : Rineka Cipta.

Puskesmas Muliorejo. (2012). Data Jumlah Dusun dan Penderita DBD di Desa Muliorejo.

Rusman. (2009). Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan DBD di Kelurahan Mergahayu Kabupaten Bantul Yogyakarta. Abstrak

Soegijanto. S. (2003). Demam Berdarah Dengue. Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Edisi 2, Cetakan Pertama, Surabaya: Airlangga University Press.

Soegijanto. S. (2004). Demam Berdarah Dengue. Cetakan Pertama, Surabaya: Airlangga University Press.

Soegijanto. S. (2005). Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia. Jilid 3, Cetakan Pertama, Surabaya: Airlangga University Press. Soegijanto. S. (2006). Demam Berdarah Dengue. Edisi 2, Cetakan Pertama,

Surabaya: Airlangga University Press.

Sudrajat, (2007). Penyebab dan Perantara Penularan DBD, www.sumber-alkes.com

Taufik, M. (2007). Prinsip-Prinsip Promosi Kesehatan Dalam Bidang Keperawatan, Untuk Perawat dan Mahasiswa Keperawatan, Cetakan Pertama, Jakarta : Infomedika.

, diakses tanggal 04 April 2007.

Wahyuni, S. (2011). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Tentang Penyakit Demam Berdarah (DBD) Dengan Tindakan Pencegahan DBD di Puskesmas Hinai Kiri Kabupaten Langkat. Abstrak.

(62)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bernama Sukriah, NIM: 111121036, mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara akan melaksanakan penelitian berjudul: Gambaran Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku termasuk pengetahuan, sikap, tindakan masyarakat dalam pelaksanaan pencegahan DBD di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi S-I Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Untuk keperluan tersebut di atas saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini, saya berharap Bapak/Ibu memberi jawaban berdasarkan kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai kesukarelaan Bapak/Ibu. Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini tanpa pengaruh dari pihak manapun juga. Peneliti menjamin kerahasiaan identitas dan informasi ini hanya digunakan untuk kepentingan serta pengembangan ilmu keperawatan.

Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu menjadi responden penelitian ini.

Responden, Peneliti,

(63)

KUESIONER PENELITIAN SETELAH UJI VALIDITAS

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PENCEGAHAN

DEMAM BERDARAH DENGUE

DI DUSUN IX DESA MULIOREJO KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2012

No. Responden : ...

A. Data demografi

Petunjuk :

Istilah pertanyaan tentang identitas responden ini sesuai dengan keadaan anda saat ini, dengan cara memberi tanda silang (X) pada jawaban yang telah disediakan. 1. Umur : ... tahun

2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan 3. Pendidikan terakhir : SD SMA

SMP Akademi/Perg.Tinggi 4. Pekerjaan : Petani

Buruh Wiraswasta Pegawai/PNS

(64)

Petunjuk :

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda checklist () pada kolom jawaban yang telah disediakan.

No Pernyataan Pilihan Jawaban Skor

Ya Tidak

A. Pengetahuan

1. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan sejenis nyamuk.

2. Penyakit DBD dapat disebabkan oleh gigitan nyamuk anopheles.

3. Penyakit demam berdarah ditularkan melalui nyamuk aedes aegypti.

4. Demam tinggi (lebih dari 39°C), ada bintik-bintik merah di kulit merupakan gejala penyakit demam berdarah.

5. Penyakit demam berdarah tergantung pada umur seseorang.

6. Nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit demam berdarah aktif pada malam hari. 7. Nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit

pada demam berdarah hidup di tempat-tempat penampungan air.

8. Nyamuk penyebab virus DBD berkembang biak pada air bersih yang tergenang.

9. Tempat-tempat penampungan air seperti gentong, guci, periuk yang terbuka sebaiknya ditutup.

10. Untuk mencegah penyakit demam berdarah sebaiknya bak mandi, tempat penampungan air dikuras / dibersihkan 2 kali seminggu.

B. Sikap

1. Penderita DBD diasingkan.

2. Orang yang menderita DBD harus dijauhi. 3. Untuk mencegah DBD genangan air

ditaburi bubuk abate.

4. Parit atau selokan dibersihkan secara bergotong royong.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Tentang Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pencegahan DBD
Tabel 2.   Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden di Dusun
Tabel 3.   Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi (Predisposing Factors) Responden Tentang Penyakit DBD di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang (n=70)
Tabel 6.   Distribusi Frekuensi Perilaku Masyarakat di Dusun IX Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal (n=70)
+3

Referensi

Dokumen terkait

c. Melalui diskusi kelompok LKPD 3 “Gangguan System Peredaran Darah dan Upaya Menjaga Kesehatan Sistem Peredaran Darah”, peserta didik membuat kesimpulan

&#34;Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.&#34; - Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik

Komponen penting dalam pengelolaan satwa liar di penangkaran adalah ketersediaan tumbuhan pakan sehingga perlu dilakukan penelitian yang bertujuan

Hal ini diaplikasikan dalam bidang pendidikan untuk mengindentifkasi tingkat stres siswa kelas III IPA SMA menghadapi UiV dan solusi penurunan tingkat stres

Rendah- nya intensitas serangan penggerak batang tersebut disebabkan oleh mortalitas lar- va penggerek batang padi putih yang cukup tinggi, yaitu berkisar antara 66-96%..

Oleh karna itu diperlukan adanya alat untuk meningkatkan perpindahan panas pada fluida tetapi dengan tidak memakai daya listrik yang cukup besar salah satu cara untuk

Sistem ini menetapkan kode surat berdasarkan nomor yang ditetapkan untuk surat yang bersangkutan.Yang diperlukan dalam sistem ini adalaha. Perlengkapan yang

Untuk dapat mengemban tugas sebagai sarana pelayanan kesehatan, memperbaiki kondisi internal dan merespon perubahan lingkungan lainnya diperlukan strategi bisnis