• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Teknologi Pelayanan Sosial bagi Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Teknologi Pelayanan Sosial bagi Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan"

Copied!
248
0
0

Teks penuh

(1)

SOSIAL PAMARDI PUTRA INSYAF MEDAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

(2)

SYAFNITA HANURA SILALAHI

057024024/SP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : IMPLEMENTASI TEKNOLOGI PELAYANAN SOSIAL BAGI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA INSYAF MEDAN

Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

: : :

Syafnita 057024024

Studi Pembangunan

(4)

(Prof. Dr. Suwardi Lubis, MA) Ketua

Ketua Program Studi,

(Drs. Subhilhar, MA, Ph.D)

(Agus Suriadi,S.Sos. M.Si) Anggota

Direktur,

(5)

Tanggal Lulus : 28 Juni 2007

PERNYATAAN

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI PELAYANAN SOSIAL BAGI

KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI PANTI SOSIAL

(6)

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

(7)

(SYAFNITA )

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI PELAYANAN SOSIAL

BAGI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI PANTI

SOSIAL PAMARDI PUTRA INSYAF MEDAN

(8)

Oleh

SYAFNITA HANURA SILALAHI

(9)

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007

Telah diuji pada

Tanggal 16 Juni 2007

(10)
(11)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS

Anggota : 1. Agus Suriadi, S.Sos, M.Si

2. Drs. Kariono, M.Si

3. Drs. Sudirman, MSP

4. Drs. Subhilhar, MA, Ph.D

ABSTRAK

(12)

pelayanan sosial. Teknologi pelayanan yang efektif sangat dibutuhkan karena semakin banyaknya korban penyalahgunaan narkoba.

Penelitian ini bertujuan menganalisis implementasi teknologi pelayanan sosial bagi korban penyalahgunaan narkoba di Panti Pamardi Putra Insyaf Medan. Pendekatan atau metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Teknologi pelayanan sosial yang akan diteliti dengan menerapkan indikator-indikator seperti teknologi dan prosedur kerja, kompetensi staf, kompensasi staf dan sumber-sumber organisasi, mekanisme pertanggungjawaban, sarana dan prasarana organisasi. Panti Insyaf memberikan pelayanan sosial sebagai salah satu usaha agar korban-korban mengalami suatu perubahan keberfungsian sosial eks pengguna dan dapat kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat sekitarnya.

(13)

Kata kunci : Teknologi, Pelayanan Sosial.

ABSTRACT

Nowadays, there are a lot of social organizations which handle and treat the

victim of drugs abusers either belong to public or the private ones. One of the social

service system is rehabilitation center (Panti). The social service technology is one of

the activites of the rehablitation center (Panti) which is based on public, the social

service of the based on Rehabilitation center (Panti) and also individual. The Social

Rehabilitation (Panti) Pamardi Putra Insyaf Medan is one of the social organization

which serve th treatment of the drugs abusers. Generally the rehabilitation center

(Panti) still apply the social service technology. The effective service teclogy is really

(14)

This research purpose is to analyze the implementation of social service

technology for the victim of drugs abusers in Panti Parmadi Putra Insyaf Medan. The

reseach approach or method used the dscrptive and qualitative one. The social

service tehnology which was researched used the indicator such as technology and

operation procedures, staff competency, the organizational souces, responsibility and

accountability mechanism, and the organizational infrastructures. Panti Pamardi

putra Insyaf Medan provides social service as one of the efforts to rehabilitate the

victim of drugs aburse o normal and funcational social life and in order to be able to

back to family, neighborhood and social life.

From the result of the analysis show the characteristics of the institution

which still depends very much on the higer structural institution, the other

characteristics still stressed on the philantropic rather than professionalism. The

result which can be concluded are the development of Panti Social Paarmadi Putra

Insyaf Medan as the social institution hasn’t applied the social service technology

completely, has no freedom to develop the service range futher either quantity or

quality as the standard of social service which is requried by the public nowadays.

(15)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, atas segala Rakhmat dan Hidayah-Nya, karena Tesis dengan judul “Implementasi Teknologi Pelayanan Sosial Bagi Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Pamardi Putra Insyaf Medan” dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih yang tulus kepada Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS dan Bapak Drs. Sudirman, MSP. yang telah membimbing, mengarahkan dan dengan sabar menghadapi kekurangan penulis hingga tesis ini dapat diselesaikan.

(16)

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada berbagai pihak, yakni: (1) Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak. Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM

& H, SpA (K) atas kesempatan belajar dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister. (2) Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ibu. Prof. Dr. Ir. T.

Chairun Nisa B. M.Sc. atas kesempatan yang diberikan kepada penulis menjadi mahasiswa Program Magister Pada Sekolah Pascasarjana USU.

(3) Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ketua Program Studi Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Subhilhar,MA dan sekaligus sebagai Pembantu Rektor II USU yang telah memberikan ijin dan fasilitas yang sangat memungkinkan bagi penulis untuk dapat melanjutkan studi.

(4) Sekretaris Program Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Univeristas Sumatera Utara, Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si yang sejak awal sangat berperan mendorong penulis untuk melanjutkan studi dan selama proses perkuliahan hingga penyelesaian studi.

(17)

(6) Seluruh staf dan pegawai Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan staf Magister Studi Pembangunan, Mury, Dina, Ibu Nisa, Iwan dan Dadek yang telah banyak membantu penulis selama proses perkuliahan hingga selesai. (7) Seluruh teman-teman mahasiswa angkatan ke tujuh Program Magister Studi

Pembangunan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dan bekerjasama selama perkuliahan, semoga kerjasama yang telah terjalin selama ini dapat berlanjut.

Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis, atas jasa-jasa yang tiada terhingga. Terima kasih penulis sampaikan kepada suami tercinta dan anak-anak yang telah banyak perhatiannya, dorongan dan pengorbanan yang begitu besar buat penulis, sementara selama penulisan ini penulis kurang perhatian pada keluarga dan disengaja atau tidak ada saja yang terabaikan untuk itu dari lubuk hati yang paling dalam mohon maaf yang sebesar-besarnya untuk suami dan anak-anakku tersayang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu pada kesempatan ini yang telah memberikan bantuan, baik selama perkuliahan maupun dalam penyelesaian tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda. Amin.

(18)

Penulis,

Syafnita Hanura Silalahi

RIWAYAT HIDUP

Nama : Syafnita Hanura Silalahi Tempat/Tgl. Lahir : Simalungun, 25 Februari 1967

Agama : Islam

Alamat : Jl. Kenanga Sari Psr. IV No. 17 D Tj Sari. Medan 20155.

Pendidikan

1. SD : Negri : 1975-1981

2. SMP : Dolok Ilir : 1981-1983

3. SMA : Negri Serbelawan : 1983-1986

(19)

5. S1 : STIE Nusa Bangsa : 1990-1992 6. SPs USU : Studi Pembangunan : 2005-2007

Pekerjaan : PNS di FISIP USU

Status : Menikah.

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ……….. vi

(20)

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan masalah ... 10

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 10

1.4. Kerangka Pemikiran ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1.Teknologi Pelayanan ... 15

2.2. Prosedur Kerja Organisasi ... 18

2.3. Kompetensi Staf ... 20

2.4. Sumber Organisasi ... 22

2.5. Program-Program Pelayanan Kepada Staf... 23

2.6. Sarana dan Prasarana Organisasi ... 26

2.7. Pelayanan Sosial ... 27

2.7.1 Pengertian Pelayanan Sosial ... 27

(21)

2.7.3 Implementasi Teknologi dalam Pelayanan Sosial ... 29

2.8. Isi Standard Pelayanan Sosial ... 40

2.4. Pengertian Narkoba ... 42

2.5. Penyalahgunaan Narkoba ... 44

2.6. Pengertian Panti Sosial ... 48

BAB III METODE PENELITIAN ... 49

3.1. Defenisi Konsep... 49

3.2. Defenisi Operasional ... 51

3.3. Populasi dan Sampel ... 52

3.3.1 Populasi ... 52

3.3.2 Sampel ... 52

3.4.Teknik Pengumpulan Data... 53

3.5. Lokasi Penelitian... 54

3.6. Analisa Data ... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

4.1. SejarahBerdirinya Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan... 56

4.2. Personalia dan Struktur Organisasi ... 59

4.3. Teknologi dan Prosedur Kerja ... 66

4.3.1 Pelayanan mulai dari Kegiatan Awal sampai Terminasi ... 66

(22)

4.3.3 Mekanisme Kerja yang Dilakukan antar Pimpinan dengan Staf . 82 4.3.4 Tanggapan Pimpinan Terhadap Prosedur Kerja Yang Dilakukan 83 4.4. Kompetensi Staf dan Sumber Organisasi ... 84

4.4.1 Perencanaan Staf ... 84 4.4.2 Kinerja Staf ... 85 4.4.3 Rasio Jumlah Staf dengan Jumlah Kelayan Dalam Organisasi ... 87 4.4.4 Cara-Cara Yang Ditempuh untuk Meningkatkan Kemampuan

Staf ... 91 4.4.5 Sistem Pengembangan Karir ... 93 4.4.6 Strategi Penggalian, Pemeliharaan Sumber Organisasi dan

(23)

4.6.3 Sarana dan Prasarana Yang Tersedia ... 121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 134

5.1. Kesimpulan ... 134 5.2. Saran ... 136

(24)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1. Data Jumlah Klien Dari Tahun 1979 Sampai dengan Tahun 2006 ……. 64 2. Daftar Nama Kelayan Konvensional PSPP “Insyaf” Medan ………….. 88

3. Daftar Nama Peserta Diklat ………. 91

(25)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1. Alur dan Pola Rehabilitasi pada PSPP “Insyaf’ Medan ... 14

(26)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

(27)

masyarakat seperti pelacuran, kenakalan remaja, radikalisme, ekstrisme dengan jalan membunuh, menculik, menyandera dll.

Pada awalnya penggunaan narkoba dan obat-obatan terlarang terbatas pada dunia kedokteran saja namun belakangan terjadi penyimpangan fungsi dan penggunaannya tidak lagi terbatas pada dunia kedokteran (Budiarta, 2000).

(28)

korban dari narkoba/ napza ini. Tahun 1999 baru 1.833 kasus, meningkat menjadi 7.140 kasus tahun 2003 atau rata-rata naik 58 persen per tahun. Ini sunguh merupakan sebuah bencana bagi bangsa ini. Dibeberapa kota besar di Indonesia memiliki kecenderungan kasus narkoba di atas rata-rata angka nasional 3,9 persen, yaitu Medan 6,4 persen, Surabaya 6,3 persen, Maluku Utara 5,9 persen, Padang 5,5 persen, Bandung 5,1 persen, Banjarmasin 4,8 persen, dan Yogyakarta 4,1 persen. Selain itu Jakarta barat dan Sumatera Utara akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan mencolok (Sripo, 22 Juni 2006). Menurut Sugi Pramono bahwa jumlah siswa pengguna narkoba saat ini di Sumut sudah sangat mengkhawatirkan, tercatat jumlah korban narkoba pada tahun 2001: 233 orang berusia 15-20 tahun, 329 orang usia 21-25 tahun, 234 orang usia 26-30 tahun ke atas. Sejumlah 62 persennya adalah pelajar, mahasiswa dan pemuda (Kompas, 11 Agustus 2006).

Banyak cara dilakukan untuk menanggulangi masalah ini baik secara preventif maupun represif. Menurut Budiarta (2000), upaya preventif merupakan

(29)

Menurut Wresniwiro (2000), rehabilitasi merupakan usaha untuk menolong, merawat dan merehabilitasi korban penyalahgunaan obat terlarang, sehingga diharapkan para korban dapat kembali kedalam lingkungan masyarakat atau dapat bekerja serta belajar dengan layak. Didalam proses pemulihan, disamping faktor-faktor dari luar seperti mengikuti program-program pemulihan dipanti rehabilitasi, ada faktor lain yang tampaknya juga penting, yaitu faktor dari dalam.

(30)

Pada Rapat Koordinasi Berkala Badan Narkotika Nasional (BNN) di Jakarta, menurut Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, jumlah lembaga rehabilitasi sosial milik pemerintah dan swasta untuk menampung korban narkoba saat ini hanya 70 buah di seluruh Indonesia. Ke-70 lembaga rehabilitasi korban narkoba itu hanya mampu menampung sekitar 3.500 korban narkoba. Padahal menurut Menteri Sosial, jumlah korban narkoba di Indonesia mencapai dua juta orang, sisanya berobat secara mandiri di rumah sakit, karena itu perlu penambahan jumlah lembaga rehabilitasi sosial bagi korban narkoba (BNN, 2 Oktober 2003). Program Rehabilitasi dimaksud merupakan serangkaian upaya yang terkoordinasi dan terpadu, terdiri atas upaya-upaya medik, bimbingan mental, psikososial, keagamaan, pendidikan dan latihan vokasional untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri, kemandirian dan menolong diri sendiri serta mencapai kemampuan fungsional sesuai dengan potensi yang dimiliki, baik fisik, mental, sosial dan ekonomi. Pada akhirnya mereka diharapkan dapat mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba dan kembali berinteraksi dengan masyarakat secara wajar (Dirjen Pelayanan dan Rehsos Depsos RI; 2002: 2)

(31)

memikirkan kualitas dari pelayanan sosial yang diterapkan kepada warga binaannya. Pelayanan panti sosial di Indonesia masih konvensional dalam arti pelayanan yang diberikan masih bersifat “rutin”dan belum dapat disesuaikan dengan tuntutan kekinian (Suhartono;2005:1). Secara teoritis pola pelayanan yang berkembang saat ini diduga memiliki kemampuan terapi yang lebih baik dibanding pola pelayanan sosial secara konvensional (pola lama yang sudah diterapkan).

(32)

sosial itu antara lain adalah : teknologi pelayanan sosial yang berbasis masyarakat, pelayanan sosial yang berbasis panti dan pelayanan sosial yang berbasis individual.

Panti sosial yang menerapkan konsep “teknologi pelayanan sosial” dapat berpotensi menjadi sebuah panti yang berkualitas. Mengapa ? karena pembenahan dan penataan akan lebih jelas. Apa yang ditata, siapa yang menata, bagaimana menatanya, semuanya itu dijelaskan dalam konsep “Teknologi Pelayanan Sosial”. Tapi ironisnya banyak panti sosial di Indonesia ini yang belum mampu menerapkan “Teknologi Pelayanan Sosial” tesebut. Sehingga pola pelayanan sosial yang diberikan kurang memberikan hasil yang maksimal. Organisasi sosial/panti sosial yang tidak menerapkan konsep-konsep teknologi pelayanan sosial berimplikasi akan banyak masalah-masalah yang akan muncul dalam panti tersebut. Tentu dari Implikasi negatif tersebut yang menjadi korbannya adalah warga binaannya (kelayan). Kesejahteraan warga binaan pastilah tidak akan terwujud.

(33)

panti sosial yang menerapkan pola pelayanan sosial yang berbasis panti yaitu pemberian bimbingan keagamaan terhadap korban pecandu narkoba (resident)/Kelayan1. Pemberian bimbingan yang sifatnya spritual ini diberikan kepada resident yang kondisi kejiwaannya belum stabil/normal tentu itu merupakan sesuatu hal yang sangat bertentangan. Sehingga banyak Resident yang tidak betah untuk tinggal dipanti. Karena seharusnya bimbingan itu dilakukan pada saat resident/kelayan sudah stabil fisik, mental psikologis dan sosialnya dan pemberian bimbingan keagamaan itupun dilakukan secara perlahan atau bertahap agar para kelayan yang menerima pelayanan tidak terkejut batin.

Di kota Medan Panti yang langsung di bawah naungan Departemen Sosial R I adalah Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Medan yang didirikan tahun 1976. PSPP “Insyaf” Medan ini bergerak dalam memberikan pelayanan terhadap korban penyalahgunaan Narkoba/Napza. Memang panti ini hanya menampung remaja laki-laki usia 17-24 tahun. Tapi dianggap cukup berperan dalam pemulihan korban- korban penyalahgunaan narkoba khususnya di Sumatera Utara. Tidak jauh berbeda dengan panti-panti sosial lain, panti PSPP “Insyaf” sendiri juga punya masalah dalam panti. Kegiatan-kegiatan di panti ini memang sudah dirumuskan cukup bagus. Hal itu tercermin dari kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan dipanti seperti bimbingan fisik, bimbingan mental psikologis, bimbingan sosial dan bimbingan keterampilan. Namun di panti yang menerapkan pola

1

(34)

pelayanan sosial yang berbasis panti ini masalah seperti contoh-contoh kasus yang diceritakan di atas sangat rentan terjadi.

Panti “Insyaf” yang mempunyai dua kelas antara lain kelas Rehabilitasi Terpadu/Detox dan kelas Konvensional. Kelas Rehabilitasi Terpadu adalah kelas bagi korban penyalahgunaan napza yang dalam kategori pecandu (orang-orang pengguna berat). Istilah bagi orang – orang yang berada di kelas Rehabilitasi Terpadu itu disebut Resident. dan kelas Konvensional adalah kelas orang-orang penyalahgunaan napza yang dalam kategori ringan (Eks pengguna). Dari hasil informasi yang penulis dapatkan bahwa PSPP “Insyaf” Medan sendiri punya masalah yang sama dengan contoh kasus yang telah diceritakan di atas. Yang antara lain adanya beberapa orang Warga binaan/ Resident yang lari dari panti. Hal itu sudah beberapa kali terjadi. Namun penulis menduga hal ini terjadi ada hubungannya dengan pelayanan sosial yang diterapkan di panti. Penulis belum bisa memastikan apakah masalah ini terjadi karena penerapan teknologi pelayanan sosial yang kurang bagus atau tidak. Hal inilah yang melatar belakangi penulis sangat tertarik mengangkat masalah pelayanan sosial ini.

Hal-hal pokok yang menjadi alasan penulis mengangkat judul ini adalah sebagai berikut:

(35)

pelayanannya tidak ditata dengan baik. Di PSPP “Insyaf” tampak rentan timbulnya masalah itu dan sangat potensial akan timbulnya masalah-masalah lain.

2. Gambaran pelayanan sosial yang diterapkan pada korban penyalahgunaan Narkoba (Warga Binaan) di PSPP “Insyaf” belum jelas menunjukkan bahwa panti itu telah menerapkan teknologi pelayanan sosial atau masih menerapkan pelayanan sosial konvensional.

1. 2 Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

“Bagaimanakah implementasi teknologi pelayanan sosial bagi korban penyalahgunaan Narkoba di PSPP “Insyaf” Medan ?”.

1. 3. Tujuan dan manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

(36)

1.3.2. Manfaat Penelitian

Kajian tentang pelayanan sosial di Indonesia telah banyak dilakukan, tetapi sebagian besar kajian tersebut masih terbatas pada persoalan efektifitas pelayanan sosial, hambatan pelayanan sosial dan peluang peningkatan pelayanan sosial yang berdasarkan persfektif pelayanan sosial yang konvensional.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

a. Secara teoritis, dan metodologis yaitu untuk mengisi kekosongan yang didasarkan pada perspektif teknologi pelayanan sosial, spesifiknya tentang pelayanan sosial bagi korban penyalahgunaan narkoba.

b. Secara pragmatis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi upaya perbaikan metode maupun prosedur teknis pelayanan sosial yang berbasis pada teknologi pelayanan sosial.

1.4. Kerangka Pemikiran

(37)

dalam panti tersebut. Sumber-sumber itu digunakan sesuai dengan manfaat dan fungsinya. Adapun sumber-sumber yang dimiliki Panti “Insyaf” sebagai sebuah lembaga pelayanan adalah Sumber Daya Manusia , Dana sumber material, sarana dan Prasarana. Pekerja Sosial merupakan salah satu elemen Panti yang bertugas langsung melakukan upaya/usaha dalam memberikan pelayanan sosial terhadap orang-orang yang menjadi korban di dalam panti.

Pelayanan sosial merupakan salah satu program dari panti “Insyaf” yang dirumuskan dan dilaksanakan di dalam panti. Pola pelayanan sosial yang berbasis panti ini sangat mempengaruhi terhadap normal tidaknya perputaran roda organisasi di panti. Seperti halnya dipanti Insyaf pelayanan sosial diisi dengan berbagai kegiatan dibarengi dengan pembinaan dan bimbingan yang sifatnya menghibur. Semua itu dilakukan dengan tahapan-tahapan yang sudah disusun sedemikian rupa. Pelayanan sosial itu diberikan kepada para korban penyalahgunaan narkoba. Di PSPP “Insyaf”, korban-korban penyalahgunana narkoba itu dikelompokkan menjadi dua kelas yaitu kelas Rehabilitasi Terpadu yang merupakan kelas korban pengguna berat. Kelayan dalam kelas Rehabilitasi Terpadu ini sering disebut dengan istilah Resident. Dan yang satu lagi adalah kelas Konvensional yang didalamnya adalah korban-korban eks pengguna.

(38)

mampu menerapkan itu. Sehingga banyak korban penyalahgunaan narkoba itu tidak betah hidup atau tinggal di dalam panti sosial tersebut. Wajar mereka merasa bosan, tertekan/ takut dan kecewa melihat pelayanan yang tidak sesuai itu. Hidup dipanti yang peraturannya ketat dan kegiatan yang padat perlu diseimbangkan dengan bimbingan psikologis yang bisa membuat resident/ korban penyalahgunaan narkoba itu semakin tertarik dan nyaman hidup/ tinggal di panti.

(39)

BAGAN KERANGKA ALUR PIKIR

PANTI SOSIAL

(40)

TEKNOLOGI PELAYANAN SOSIAL DITERAPKAN DENGAN :

• Teknologi dan Prosedur Kerja

• Kompetensi Staf

• Kompensasi Staf dan Sumber Organisasi

• Mekanisme Pertanggungjawaban

• Sarana dan Prasarana Organissai

KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

HASIL YANG DICAPAI :

(41)

Gambar 1. Kerangka Alur Pikir

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknologi Pelayanan

Dalam melakukan intervensi sosial, dikenal adanya variabel teknologi yang sangat berperan. Variabel ini mengacu pada strategi dan teknik yang akan digunakan oleh staf organisasi dalam memberikan pelayanan kepada klien. Dengan pemilihan teknologi yang tepat, maka diharapkan akan memberikan hasil yang maksimal sesuai dengan target dan sasaran yang dihadapi. Demikian pula dengan prosedur kerja yang jelas, terarah dan sistematis, akan mengendalikan berbagai kegiatan sehingga terkoordinasi secara integral dan komprehensif dalam seluruh kegiatan organisasi.

(42)

dimana prosedur tersebut disahkan dan diiringi sanksi-sanksi tertentu dari organisasi. Dalam membahas teknologi, para ahli senantiasa memperhatikan dua masalah yang sama (Steers, 1985:83), yaitu Pertama adanya persetujuan umum bahwa dimensi teknologi memperlihatkan proses mekanis atau intelektual, lewat mana organisasi mengolah masukan atau bahan baku menjadi keluaran dalam mengejar tujuan-tujuan organisasi. Disini peranan teknologi akan memusatkan perhatian pada "siapa mengerjakan, apa dengan siapa, bilamana, dimana dan berapa kali". Kesimpulannya bahwa teknologi berkenaan dengan proses transformasi dalam organisasi dimana energi mekanis dan intelektual dipergunakan untuk meningkatkan efisiensi, pemanfaatan sumber-sumber yang langka. Kedua pembahasan teknologi yang beraneka ragam disebabkan oleh fokus analisisnya. Sebagian peneliti berfokus pada tingkatan organisasi, sedangkan yang lain memandang teknologi pada tingkat masing-masing pekerjaan. Misalnya Woodward dalam Steers (1985:84) mengklasifikasikan beberapa organisasi yang ditelitinya kedalam teknologi dengan sistem partai kecil, produksi massa atau proses berkesinambungan dan kemudian mempelajari perbedaan dalam variasi struktur diantara organisasi-organisasi tersebut.

(43)

Thompson dan Hickson. Thompson (Steers, 1985:85) mengelompokkan teknologi dalam tiga kategori, yaitu :

a. Teknologi berantai/rangkaian panjang, dengan ciri adanya saling keterkaitan serial dari jumlah operasi atau departemen yang berbeda. Konkritnya sama dengan teknologi "produksi massa", dimana bermacam-macam bagian "ditambahkan" pada produk, sementara produk ini bergerak sepanjang proses produksi.

b. Teknologi berperantara, yang ditandai dengan adanya hubungan antar unit atau elemen suatu sistem yang sebenarnya mandiri melalui penggunaaan prosedur operasi standar.

c. Teknologi intensif, ditandai oleh keunikan dari urutan dan tugas. Disini pemilihan teknik dan cara penggunaannya untuk mengubah suatu objek berbeda-beda dan terutama ditentukan oleh umpan balik dari objek itu sendiri. Organisasi yang memakai teknologi intensif ini sebahagian besar adalah organisasi yang "raw materi" nya adalah manusia, termasuk oraganisasi sosial.

(44)

a. Rekruitmen dan seleksi. Dalam tahap awal ini ditandai dengan poenerimaan dan penentuan klien yang dipandang memenuhi syarat untuk mendapatkan pelayanan dalam organisasi. Intinya adalah apakah klien layak untuk diterima atau harus dirujuk pada lembaga lain.

b. Asessment dan klasifikasi, merupakan tahap yang terdiri dari serangkaian prosedur untuk mengevaluasi karakteristik klien, selanjutnya diklasifikasikan guna diberikan "label" ini akan mengarahkan sfat dari proses transformasi yang akan dilaksanakan organisasi.

c. Transformasi status. Tahap ini mencakup berbagai teknik yang dirancang untuk mnengadakan perubahan yang diinginkan, baik yang menyangkut fisik, psikis, status sosial ataupun budaya klien. Teknik-teknik ini merupakan keutamaan dari teknologi organisasi , karena bertanggung jawab terhadap hasil pelayanan yang diberikan.

d. Terminasi dan sertifikasi. Tahap ini merupakan tahap akhir , dimana klien diberikan status keluar dari organisasi, sekaligus merekomendasi pada publik atas status yang telah dicapai oleh klien.

(45)

2.2. Prosedur Kerja Organisasi

Prosedur kerja organisasi mengacu pada bagan organisasi berupa kesatuan dari keseluruhan segmen organisasi yang menunjukkan harus melapor kepada siapa dan bagaimana pembagian dan pengintegrasikan tugas-tugas organisasi yang

dilaksanakan.Menurut Lubis dan Huseini (1989:120-123) menyatakan terdapat empat komponen dasar yang merupakan kerangka dalam memberikan defenisi prosedur organisasi yaitu :

1. Prosedur organisasi memberikan gambaran mengenai pembagian tugas serta tanggung jawab kepada individu maupun bagian-bagian pada suatu organisasi.

2. Prosedur organisasi memberikan gambaran mengenai hubungan pelaporan yang ditetapkan secara resmi dalam suatu organisasi. Tercakup dalam hubungan laporan yang resmi ini banyaknya tingkatan hirarki serta besarnya rentang kendali dari semua pimpinan diseluruh tingkatan organisasi.

3. Prosedur organisasi menetapkan pengelompokan individu menjadi bagian dari organisasi dan pengelompokan bagian-bagian tersebut menjadi bagian dalam suatu oraganisasi yang utuh.

(46)

Untuk mencapai prosedur kerja organisasi yang ideal, Amstrong (1994:37-39) mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : a) logis, b) koheren, c) kohesif dan d) fleksibel. Logis menggambarkan bahwa prosedur kerja tersebut mampu menguraikan gambaran hubungan bagian organisasi dan orang yang terlibat didalamnya, mengarah pada tujuan organisasi secara tepat dan terkoordinir. Koheren digambarkan bahwa prosedur kerja mendefenisikan setiap peranan secara jelas. Kendatipun akan ada fleksibiltas, namun lebih baik memberikan kejelasan struktur kepada staff. Prosedur yang kohesif adalah struktur yang memberikan kadar perhatian yang sama pada setiap proses aktivitas, walaupun telah ada diferensiasi pada peranan dan tanggung jawab individual. Prosedur yang fleksibel adalah struktur yang dapat beradaptasi dengan cepat terhadapa situasi yang baru dan memberikan sarana bagi tim dan staff untuk menjawab.

2.3. Kompetensi Staf

Faktor staf adalah orang-orang yang terlibat di dalam organisasi, mereka merupakan motor utama dalam organisasi. Dipundak merekalah aktivitas organisasi sangat ditentukan keberlangsungannya. Dalam setiap organisasi kerja, seluruh aktivitas organisasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan

(47)

setiap organisasi memerlukan adanya perencanaan sumber daya manusia yang akan direkrutnya sebagai staf dalam organisasi. Secara sempit, perencanaan sumber daya manusia berarti mengestimasi secara sistematik permitaan dan suplai tenaga kerja untuk organisasi di waktu yang akan datang. Dengan ini memungkinkan bagian personalia dapat menyediakan tenaga kerja secara lebih tepat, sesuai dengan kebutuhan organisasi. Menurut T. Hani Handoko (1997:54), manfaat perencaan sumber daya manusia dalam manusia dalam setiap organisasi adalah :

a) Memperbaiki penggunaan sumber daya manusia.

b) Memadukan kegiatan-kegiatan personalia dan tujuan-tujuan organisasi di waktu yang akan datang secara efisien.

c) Melakukan pengadaan karyawan-karyawan baru secara ekonomis.

d) Mengembangkan informasi dasar manajemen personalia untuk membantu kegiatan-kegiatan personalia dan unit-unit organisasi lainnya.

e) Membantu program penarikan dari pasar tenaga kerja secara sukses.

f) Mengkoordinir program-program manajemen personalia yang berbeda-beda seperti penarikan dan seleksi.

Kemudian dikatakan bahwa untuk melaksanakan perencanaan sumber daya manusia dapat ditempuh melalui empat kegiatan yang saling berhubungan dan terpadu sebagai berikut :

(48)

kemampuan/kecakapan dan potensi pengembangannya) serta menganalisa penggunaan personalia yang ada.

b) Forecast sumber daya manusia yang diarahkan guna memprediksi permintaan dan penawaran staf pada waktu yang akan datang (kuantitas maupun kualitasnya)

c) Penyusunan rencana-rencana sumber daya manusia. Untuk memadukan permintaan dan penawaran personalia dalam perolehan tenaga kerja yang "qualified" melalui penarikan, seleksi, latihan, penempatan, transfer, promosi dan pengembangan.

d) Pengawasan dan evaluasi. Inti kegiatan ini diarahkan untuk memberikan umpan balik kepada sistem dan memonitor derajat pencapaian tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran perencanaan sumber daya manusia.

Jadi, inti dari pembahasan ini adalah tersedianya staf organisasi yang memiliki kualitas dan kuantitas tertentu sesuai dengan kualifikasi bidang tugas dan tanggung jawab dalam uraian tugas organisasi.

2.4. Sumber Organsasi.

(49)

pelayanan manusia dalam memperoleh dana ditentukan oleh dua sisi yaitu donatur dan klien. Kesediaan donatur untuk memberikan dana sangat ditentukan oleh sejauhmana organisasi dinilai memuaskan dari produk pelayanan yang diberikan terhadap kliennya. Untuk dapat memperoleh dan mempertahankan sumber dana, organisasi ini harus memenuhi tuntutan pada dua kelompok yaitu donatur dan klien (Roem,1988:112). Kondisi inilah yang membedakan dengan organisasi lainnya. Sumber organisasi sebagian besar diperoleh melalui hubungan dengan lingkungan luar organisasi dengan cara menjual barang atau jasa yang diproduksinya. Dalam hubunngan ini maka menurut Preffer dalam Azhar Kasim (1993:49) bahwa salah satu faktor untuki melihat efektifitas organisasi adalah seberapa jauh suatu organisasi bisa bertahan dalam memperoleh sumber daya dari lingkungannya dan seberapa jauh barang dan jasa yang dihasilkan diterima, diinginkan atau dibeli oleh lingkungan organisasi tersebut.

Dalam pencarian dan penggalian sumber organisasi, menurut Thomas Wolf (1995:195) bahwa pada umumnya hampir seluruh organisasi pelayanan manusia diawal keberadaannya, seluruh pendanaan didukung oleh pendiri organisasi tersebut, baik yang dibentuk oleh pemerintah atau badan sosial swasta. Dengan

(50)

2.5. Program-Program Pelayanan Kepada Staff

Pertanggung jawaban merupakn hal yang mutlak dilaksanakan oleh setiap organisasi. Melalui mekanisme inilah pihak-pihak yang terkait dengan organisasi maupun lingkungan luar organisasi dapat mengikuti dan membuktikan bahwa program / kegiatan yang telah dilaksanakan telah sesuai dengan visi dan misi

organisasi. Tanpa pertanggung jawaban, mustahil suatu organisasi mendapat legalitas dan dukungan sesuai dengan keberadaan organisasi tersebut, termasuk didalamnya organisasi pelayanan manusia. Seperti halnya dengan organisasi bisnis, organisasi pelayanan manusia juga memberikan pertanggung jawaban kepada berbagai pihak, yang tentunya lebih luas sesuai dengan karakteristiknya. Keluasan tersebut, karena organisasi pelayanan manusia disamping bertanggung jawab kepada konstituen sebagai pihak yang sangat menentukan visi dan misi organisasi, juga bertanggung jawab sepada klien sebagai pihak yang mendapatkan pelayanan dari organisasi. Secara umum pertanggung jawaban organisasi pelayanan manusia dapat diarahkan kepada pihak-pihak :

a. Konstituen, yakni orang-orang yang sangat berjasa dalam pembentukan organisasi serta memberikan dukungan finansial dan sarana sehingga organisasi dapat beroperasi sebagaimana visi dan misi yang diembannya. b. Donatur yang memberikan donasi dalam melaksanakan kegiatan organisasi,

(51)

bertindak sebagai penyandang dana terhadap kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi tersebut.

c. Klien atau masyarakat, baik yang secara langsung mendapatkan pelayanan dari organisasi maupun tidak langsung, tapi mendapat pengaruh dari program/kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi tersebut.

d. Pemerintah, dalam hal ini sesuai dengan fungsi dan perannya sebagai pengendali dan fasilitator dalam berbagai kegiatan, khususnya yang berkaitan dengan tata aturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya untuk mewujudkan pertanggung jawaban ini, dilakukan melalui pelaporan atau dikenal dengan istilah "Laporan Menejerial" (The Liang Gie,

1984:105).Laporan pada intinya merupakan keterangan atau informasi yang

dihimpun, diolah, dan disajikan secara tertulis, kemudian disampaikan kepada pihak-pihak yang berkompeten dengan aporan tersebut, baik dalam lingkungan organisasi maupun diluar organisasi.

Dengan laporan tersebut, pihak-pihak yang terkait dengan organisasi dapat

(52)

dokumen menyajikan suatu keteranganmengenai suatu hal tertentu kepada pimpinan organisasi maka secara khusus, laporran ini disebut sebagai laporan menejerial.

(53)

menuntut adanya pertanggung jawaban terhadap suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi tersebut.

2.6. Sarana dan Prasarana Organisasi

Dalam melaksanakan aktifitas organisasi, salah satu aspek yang turut

menentukan adalah ketersediaan sarana dan prasarana. Suatu organisasi yang mampu menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang memadai, sesuai dengan kebutuhan nyata dalam organisasi, tentunya akan memberikan kemudahan-kemudahan bagi staff untuk menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan beban kerja yang ditetapkan. Namun demikian perlu disadari, bahwa ketersediaan sarana dan prasarana sangat terkait dengan kemampuan organisasi tersebut. Untuk itu, maka pengadaan sarana dan prasarana kerja perlu menganut prinsip selektifitas dan prioritas guna mendukung pelaksanaan kegiatan organisasi. Secara umum sarana dan prasarana organisasi menurut The Liang Gie (1984:251) dapat dikelompokkan yaitu : a) tanah dan bangunan, b) mobil kantor, c) alat-alat tulis kantor, d) alat kerja lainnya dan transportasi. Ketersediaan sarana dan prasarana ini serta kualitas dan kuantitas alat-alat ini pada saat yang tepat akan sangat menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan organisasi.

(54)

2.7.1. Pengertian Pelayanan Sosial

(55)

tidak. Pelaksanaan pelayanan sosial mencakup adanya perbuatan yang aktif antara pemberi dan penerima, bahwa untuk mencapai sasaran sebaik mungkin maka pelaksanaan pelayanan sosial mempergunakan sumber-sumber tersedia sehingga benar-benar efisien dan tepat guna. Sehubungan dengan itu maka “dalam konsepsi sosial service delivery sasaran utama adalah si penerima bantuan (beneficiary group).

Dilihat dari sasaran perubahan maka sasarannya adalah sumber daya manusia dan sumber-sumber natural”.

2.7.2. Fungsi Pelayanan Sosial

Mengenai fungsinya maka pelayanan sosial berfungsi untuk menciptakan integrasi sosial. Richard M.Titmuss, membuat pernyataan bahwa :

“…fokus kebijaksanaan sosial adalah pada lembaga-lembaga yang menciptakan integrasi dan menghindarkan perpecahan atau keterasingan.

Pelayanan sosial melibatkan diri dalam bidang-bidang tingkah laku dan hubungan manusia yang berada di luar hak-hak timbal- balik dan tanggung jawab keluarga serta kerabat dalam masyarakat modern. Pelayanan sosial mendorong terciptanya “pemberian pertolongan secara anonim” dan tanggungjawab yang berasal dari karakter manusia, tidak melalui kontrak”.

PBB yang memberikan pengertian yang sama untuk istilah kesejahteraan sosial mengedepankan 5 fungsi pokok pelayanan sosial yaitu:

(56)

2. Pengembangan sumber-sumber daya manusia.

3. Berorientasi orang terhadap perubahan sosial dan penyesuaian diri.

4. Penggerakan dan penciptaan sumber-sumber komunitas untuk tujuan-tujuan pembangunan, dan

5. Penyediaan struktur-struktur institusional untuk pelayanan-pelayanan yang terorganisasi lainnya.

Di setiap negara terdapat perbedaan penekanan akan fungsi pelayanan sosial ini. Hal ini disebabkan tingkat ekonomi masing-masing negara di dunia tidak sama dan juga tidak seimbang.

2.7.3. Implementasi Teknologi dalam Pelayanan Sosial/Manusia

Organisasi pelayanan sosial gunanya untuk membawa beberapa perubahan yang ditentukan sebelumnya terhadap diri kliennya, merupakan kunci penentu pola pemberian secara umum, dari hubungan karyawan-klien secara khusus. Tetapi sederhananya, suatu teknologi organisasi mendefenisikan aktivitas utamanya adalah berhadapan dengan kliennya. Teknologi pelayanan kemanusiaan dapat didefenisikan sebagai serangkaian prosedur yang melembaga yang bertujuan untuk merubah fisik, psikologi, sosial atau simbol-simbol berdaya dari orang untuk mengubah mereka dari suatu keadaan tertentu kepada keadaan baru yang ditentukan. Terminologi

(57)

contoh dari teknologi pelayanan kemanusiaan, dicirikan suatu proses memungkinkan seseorang (pekerja sosial) membentuk orang lain (klien) dalam mengambil langkah untuk mencapai tujuan pribadi atau tujuan sosial dengan mempergunakan sumber daya yang ada pada klien (Tober dan Taber,1978,13). Bekerja dengan orang tidak hanya menyangkut kekaburan secara moral dan sosial, tetapi juga ketidakpuasan teknis. Menurut Hasenfeld dan English bahwa pelayanan sosial seringkali ditandai oleh teknologi yang relatif tidak pasti, yaitu hubungan antara apa yang mereka lakukan dan hasil yang mereka ingin capai relatif tidak jelas. Ketidakpastian teknik ini disebabkan oleh ketidakjelasan hubungan antara sebab dan akibat. Salah satu alasan menurut Hasenfeld dan English untuk ketidakpastian teknologi dari pelayanan sosial adalah bahwa tujuan dari pelayanan sosial sulit untuk ditentukan dan diukur. Hal ini sebagian disebabkan oleh kecenderungan tujuan tersebut bersifat ideologi, yaitu bahwa mereka pada hakekatnya adalah tentang nilai, keyakinan dan norma yang dapat menimbulkan ketidaksepakatan tentang nilai dan norma tersebut. Menurut Hasenfeld, terdapat beberapa jenis teknologi di dalam pelayanan sosial atau pelayanan manusia, yaitu:

a. Teknologi yang memproses orang (people-processing technology) b. Teknologi yang mempertahankan orang (people-sustaining technology) c. Teknologi yang merubah orang (people-changing technology)

(58)

a. Teknologi yang memproses orang (people-processing technology)

Teknologi yang memproses orang adalah cara atau aktivitas yang dilakukan pekerja sosial untuk memberikan label atau status tertentu terhadap orang sehingga akan diperlakukan tertentu. Teknologi yang mendukung orang adalah aktivitas pekerja sosial dalam rangka memberikan perawatan atau kesejahteraan personil, tetapi upaya untuk merubah ciri-ciri orang tersebut seperti pelayanan dukungan (support services). Teknologi yang merubah orang adalah aktivitas untuk merubah ciri-ciri pribadi orang dilayani dan teknologi yang mengontrol orang adalah aktivitas pelayanan yang fungsi utamanya adalah untuk mengontrol, membatasi atau dalam beberapa hal menekan perilaku tertentu orang contohnya pelayanan koreksional. (Whittaker ; 1995). Ada beberapa indikator-indikator penting yang harus diperhatikan dalam penerapan teknologi pelayanan sosial pada organisasi pelayanan sosial, antara lain : Teknologi dan prosedur kerja, Kompetensi staf dan sumber-sumber organisasi, Penghargaan secara ekonomi/ kompensasi staf, Mekanisme pertanggungjawaban dan kualitas sarana dan prasarana organisasi. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan satu persatu, sebagai berikut :

1. Teknologi dan Prosedur kerja

(59)

kaku dalam mengikuti program selanjutnya. Disamping itu harus diperhatikan juga bagaimana proses, metode, dan teknik yang digunakan untuk melakukan pelayanan terhadap kelayan. Waktu pelayanan bagi kelayan juga perlu disesuaikan dengan standarisasi pelayanan yang ideal. Selanjutnya mengenai prosedur kerja harus ada pengawasan dan penilaian oleh pimpinan, disamping melihat bagaimana mekanisme yang dilakukan antar pimpinan dengan staf.

2. Kompetensi Staf dan Sumber Organisasi

(60)

Selanjutnya perlu juga diketahui seberapa besar pengaruh sumber dari lingkungan terhadap kelancaran kinerja organisasi dalam memberikan pelayanan.

Hal ini dilakukan untuk melihat apakah memang sumber dari lingkungan mendukung terhadap kemajuan organisasi.

3. Penghargaan Secara Ekonomi/ Kompensasi Staf

Yang dimaksud dengan penghargaan secara ekonomi disini adalah bahwa selain gaji tetap si pimpinan memberikan suatu penghargaan khusus kepada staf yang dinilai memang benar-benar aktif dan berperan besar terhadap kemajuan lembaga. Berperan terhadap kemajuan lembaga merupakan sebuah prestasi besar yang wajar diberikan suatu penghargaan. Sistem pengupahan yang seperti ini tentu akan memotivasi staf supaya lebih aktif dalam melaksanakan tugasnya dan tugas-tugas lain yang dibebankan kepadanya. Di samping itu juga hal ini akan memotivasi staf yang lain agar bersaing dalam melaksanakan tugas dan lebih aktif dalam melaksanakan program-program pelayanan dalam lembaga. Dalam hal ini juga perlu diketahui bagaimana pandangan staf terhadap kompensasi yang diterima. hal tersebut bisa dibuat sebagai point-point penting dalam mengukur bagaimana tingkat kepuasan staf terhadap penghargaan tersebut.

(61)

antar masing-masing pejabat/staf dan yang dipertanggungjawabkan disini adalah kinerja masing-masing staf.

Mengenai Sarana dan Prasarana, tentu agar pelayanan berjalan dengan baik sebuah organisasi sosial membutuhkan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana penunjang tersebut perlu dilihat keseimbangan antara ketersediaan dengan kebutuhan organisasi tersebut dalam pelayanannya. Jika yang tersedia sudah seimbang dengan kebutuhan maka program pelayanan tidak akan terhambat. Selanjutnya tingkat kualitas sarana dan prasarana juga sebagai nilai plus yang sangat mendukung terhadap hasil program pelayanan yang dilaksanakan di Organisasi Sosial tersebut.

b. Teknologi mempertahankan orang (people-sustaining technology)

(62)

pengetahuan empirirs yang valid, juga berdasarkan pengujian sosial dan moral seperti orang-orang yang menempatkan mereka pada kategori sosial bawah (marginal). Seperti dicatat Coser (1963), pasien-pasien dengan kondisi fisik yang sama mungkin menjadi subjek bagi mempertahankan orang daripada teknologi merubah-orang karena pegawai percaya sistem yang ditujukan kepada pasien sedikit kemampuannya untuk perbaikan. Pasien demikian mungkin menjadi subjek pada apa yang disebut Freideson (1970): pola manajemen “layanan domestik” yang berbeda dengan interaksi “terapitik” Yang pertama, berasumsi bahwa tidak banyak yang dapat dilakukan bagi pasien selain menjaga mereka dalam lingkungan yang nyaman dan aman.Tidak begitu mengherankan bila menemukan bahwa orang yang meyakini penurunan sosial dan menduduki status sosial rendah lebih mungkin menjadi subjek bagi mempertahankan orang daripada merubah orang. Jelasnya, organisasi dan pegawainya tidak bebas dari nilai-nilai sosial dominan yang menunjukkan kapasitas perubahan yang rendah dari orang-orang tersebut.

Kegiatan-kegiatan inti dalam teknologi ini adalah pemeliharaan perhatian dan penopangan yang dinamakan serangkaian prosedur yang menentukan jenis, jumlah dan frekuensi tindakan pencegahan, dukungan dan perhatian yang akan diperoleh klien dari organisasi. Inti program bantuan publik setelah menerapkan kelayakan klien adalah menentukan tipe dan jumlah pemberian dan layanan yang menjadi hak klien. Teknologi mempertahankan-orang akan dicirikan oleh interaksi pegawai - klien yang terbatas. Fokusnya terutama dalam menetapkan tipe, besar dan frekuensi

(63)

pada dasarnya akan didasarkan pada keaktifan-kepasipan. Kontrol atas klien akan diwujudkan melalui manipulasi penguatan kontrol, ancaman dan sanksi. Kepatuhan akan diperoleh dengan mempertahankan penahanan dan bantuan dari klien yang membuat tuntutan “tidak beralasan”, dan dengan memberi bantuan ekstra dan bantuan yang cepat bagi yang patuh pada aturan dan memudahkan pekerjaan pegawai. Pada keadaan yang bukan karena kerelaan seperti penjara dan rumah sakit jiwa negeri, kekerasan akan sering digunakan untuk membuat klien patuh.

c. Teknologi merubah – orang (People – Changing technology)

Teknologi merubah orang bertujuan pada perubahan secara langsung biofisik, psikologi atau atribut sosial klien dalam upaya untuk memperbaiki kesejahteraan dan fungsi sosial. Penekanan pada manipulasi langsung atribut untuk mencapai perubahan yang telah ditentukan. Dalam teknologi merubah- orang dapat dibedakan dua sub fungsi (1) Pemulihan : Penekanan di sini adalah menghilangkan atau mengurangi pertentangan, penghalang dan ketidakmampuan sehingga klien dapat berfungsi pada tingkat sosial yang diinginkan. Teknologi ini meliputi psikoterapi, perawatan

(64)

beranggapan bahwa klien memiliki kemampuan signifikan untuk memperbaiki dan patuh terhadap perubahan. Asumsi-asumsi ini juga didasarkan pada pengetahuan empiris dan pemberian moral dari nilai sosial seseorang.

Contoh : dalam menerapkan teknologi pengobatan, pasien muda lebih disukai karena nilai sosial yang lebih besar diberikan pada anak muda (Sudnow, 1967, Roth, 1972). Sama halnya, ada bukti yang asumsikan bahwa penerapan teknologi pendidikan adalah suatu fungsi dari evaluasi moral siswa oleh guru. Siswa-siswa yang dianggap memiliki nilai sosial lebih tinggi lebih mungkin untuk mendapat akses akan teknologi pendidikan yang efektif (Rist; 1970, Rosenbarum, 1976).

Semakin banyak perubahan yang dicari oleh teknologi, semakin besar kompleksitas dan ketidak pastian dan makin besar kebutuhan organisasi untuk melindunginya dari lingkungan. Dua faktor yang mengubahnya (1) keberhasilan teknologi dilihat dari kapasitas dari suatu organisasi untuk menjamin kesamaan antara atribut-atribut yang ingin diubah oleh seseorang dan atribut-atribut yang didefinisikan sesuai oleh teknologi. Roth dan Eddy mencatat bahwa pemulihan pasien untuk rehabilitasi fisik didasarkan pada ketidak mampuan, relatif muda, menunjukkan kesiapan mental dan motivasi yang cukup, faktor-faktor yang dianggap penting untuk mengsukseskan rehabilitasi .(2) Organisasi baru mengisolasi atribut-atribut ini dari pengaruh eksternal sehingga praktisinya dapat mengontrolnya sedapat mungkin. Pentingnya untuk

(65)

Karena sudah berkomitmen untuk “menghasilkan” orang-orang dengan kesejahteraan dan fungsi sosial yang diperbaiki atau dipulihkan, organisasi dengan harus

menunjukkan efektifitasnya. Akan tetapi hal seperti itu sangat problematis khususnya saat pengetahuan hubungan sebab akibat tidak lengkap dan atribut-atribut yang akan diubah beragam dan tidak stabil. Dalam keadaan seperti ini pemeriksaan teknologi yang cermat adalah untuk menunjukkan keadaan tidak aman. Sebagai akibatnya adalah kepentingan organisasi untuk menlindungi teknologinya dari pemeriksaan dan penilaian eksternal, mungkin menyoroti kelemahan dan melemahkan pencapaian keberhasilannya. Untuk mencapai efektifitas sambil melindungi teknologi dari pemeriksaan eksternal adalah salah satu perhatian besar bagi adminstrasi organisasi dalam memakai teknologi merubah-orang.

Bedanya dengan teknologi pelayanan kemanusiaan yang lain, teknologi perubahan orang mengharuskan hubungan yang intensiv antar pegawai dan klien dan lebih sering hubungan ekstensi (luas), khususnya saat perubahan-perubahan besar terlihat. Hubungan-hubungan ini sering didasarkan pada partisipasi bersama,

memiliki fungsi ganda. Pertama, mereka berusaha menciptakan suatu keadaan sosial.- psikologi yang akan mempertinggi kesiapan dan penerimaan klien akan upaya

(66)

pengetahuan akan klien akan keahlian dan kekuasaan pegawai serta mendapatkan kerjasama dan kepatuhan klien. Hal ini dicapai melalui penyelenggaraan dan menajamen hubungan pegawai – klien yang diatur sedemikian rupa.

Dalam praktek pengobatan, contohnya dokter sangat percaya bahwa efektifitas perawatan didasarkan pada apa yang mereka pahami sebagai “peran pasien” yang sesuai. Hubungan pasien-dokter digunakan untuk melatih dan mendidik pasien pada asumsi peran seperti itu .

(67)

untuk pembentukan hubungan yang saling percaya dan kerjasama. Suatu organisasi mungkin tertarik pada nilai-nilai; dan komitmen-komitmen sebagai mekanisme utama untuk memperoleh penanaman modal pribadi kesetiaan pegawai kepada klien tidak dapat dicapai hanya dengan aturan-aturan dalam prosedur-prosedur atau dengan dorongan - dorongan, karena pada pegawai hal seperti itu tidak dapat diperintah atau diganti rugi segera. Harus didasarkan pada pengetahuan pegawai tentang tujuan teknologi. Sebenarnya seseorang dapat berspekulasi bahwa saat orang tidak bisa mengembangkan pengenalan dan komitmen seperti itu, efektivitas teknologi akan sangat terancam.

2.8. Isi Standard Pelayanan Sosial

Kata “standard” yang digunakan di sini dapat berart : suatu norma bagi pelayanan sosial, atau suatu bentuk norma/peraturan tertentu yang sengaja disusun untuk digunakan sebagai pedoman. Pelayanan sosial secara umum dapat dibagi dalam dua kategori yang saling menunjang dan melengkapi yaitu pelayanan yang melalui panti dan pelayanan di luar panti. Keduanya harus tercakup dalam standard yang berisikan :

a. Bangunan dan fasilitas lingkungannya

(68)

bangunan.Verifikasi, tata lampu, peralatan kesehatan, dan keselamatan merupakan hal-hal yang dimaksudkan dalam jenis-jenis bangunan yang akan dibangun.

b. Peralatan. Peralatan ini mencakup tempat tidur, meja, kursi dan lain-lain yang digunakan baik secara perorangan maupun secara bersama-sama.

c. Pelayanan Operasional

Pelayanan operasional mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Makanan (kalori, mutu, jenis menu, fasilitas dapur, perabotan pecah- belah dan lain-lain).

2. Pakaian (jumlah fasilitas cucian, frekuensi pergantian) 3. Kesehatan dan kebersihan

4. Rekreasi dan kegiatan-kegiatan pengisian waktu luang. d. Pelayanan Profesional

Pelayanan profesional meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Asuhan (jumlah dan tugas-tugas pengasuh)

2. Pekerja sosial dan pelayanan professional lain yang terkait (jumlah dan tugas-tugas pekerja sosial, psikolog, psikiater, perawat, penyuluh dsb.)

3. Pelayanan pendidikan 4. Latihan Kerja

5. Pelayanan Bimbingan lanjut

(69)

f. Administrasi

Administrasi ini mencakup supervise, latihan dan pengembangan petugas, pencatatan tugas-tugas profesional maupun pelayanan rutin, ketatausahaan keuangan, peraturan-peraturan intern, hubungan dengan masyarakat dan sebagainya.

2. 9. Pengertian Narkoba

Narkoba singkatan dari “Narkotika, Psikotropika dan bahan-bahan adiktif lainnya”. Ada istilah lain yang sering digunakan walaupun pada hakekatnya sama saja, seperti NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif), NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat-zat Adiktif). Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.(UU RI No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Pasal 1). Contohnya: Cocain,Ganja (Marijuana),Candu, Hasis, Opium, Heroin dan sebagainya.

Psikotropika adalah zat atau obat-obat baik alamiah maupun sintetis bukan

(70)

Contohnya : Ekstasi, Shabu-Shabu, Magadon, Nipam, Rohypnol, Pil BK, Ampetamin dan sebagainya

Zat Adiktif adalah zat lain (bukan narkotika dan psikotropika) yang dapat

menimbulkan perubahan pada prilaku dan dapat pula menimbulkan ketergantungan. Contohnya : Lem kambing, Obat-obat rumah tangga yang disalah gunakan.

(71)

lainnya tergantung pada beberapa hal antara lain, jenis obat yang digunakan, kerentanan pemakai, jumlah dosis yang digunakan, frekuensi penyalahgunaan, dan cara penyalahgunaan, walaupun berkerja pada susunan saraf pusat, namun efek yang ditimbulkannya berbeda-beda. Permasalahan penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, dari sudut medik psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psiko sosial (ekonomi, politik, social-budaya, kriminalitas dan lain sebagainya). Penyalahgunaan narkoba adalah penyakit endemik (menjangkiti) dalam masyarakat modern dan merupakan penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga sekarang belum ditemukan upaya penanggulangannya secara universal dan memuaskan, dari sudut prevensi, terapi, maupun rehabilitasi.

2.10. Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan narkoba dewasa ini sudah sangat mengkhawatirkan, sudah yang bersifat Patologik, berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Pengertian dari penyalahgunaan Narkoba adalah pemakaian narkoba secara terus-menerus, sekali-kali atau kadang-kadang dan berlebihan serta tidak menurut petunjuk dokter dan praktek kedokteran. Penyalahgunaan Narkoba dapat menimbulkan gangguan-gangguan tertentu pada badan dan jiwa seseorang dengan akibat sosial yang tidak diinginkan dan merugikan (Widjono; 1981:1)

(72)

maladaptif. Kondisi demikian dapat dilihat pada kendala “impairment” dalam fungsi sosial, pekerjaan atau sekolah. Ketidakmampuan untuk mengendalikan diri dan menghentikan pemakaian narkoba, dapat menimbulkan gejala “Withdrawal Syndrom” jika pemakai zat narkoba itu dihentikan. (Sulchan; 1999: 36). Di dalam penyalahgunaan narkoba secara umum dapat dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu:

a. Ketergantungan Primer, yang ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi yang pada umumnya terdapat pada orang dengan kepribadian yang tidak kuat. b. Ketergantungan Sintomatis, yaitu penyalahgunaan zat mendasari; pada

umumnya terjadi pada orang dengan kepribadian psikopatik (antisosial), kriminal, dan pemakaian zat untuk kesenangan semata.

c. Ketergantungan Reaktif, yaitu terutama terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, pengaruh lingkungan, dan tekanan teman kelompok (“peer group pressure”) (Noegroho; 1999: 38).

(73)

tertekan dan rasa gugup mungkin timbul. Kejadian mana yang dialami tergantung pada jenis narkoba yang dipakai, kepribadian pemakai dan keadaaan sosial (Rasyid; 1991: 4). Seseorang dikatakan ketagihan narkoba apabila setelah menggunakan narkoba itu secara teratur dalam jangka waktu tertentu, sangat sukar bahkan tidak mungkin baginya untuk menghentikan penggunaan narkoba itu tanpa bantuan dari luar. Ketagihan itu mungkin bersifat jasmaniah atau kejiwaan atau kedua-duanya (lbid;5). Bahaya dan akibat dari penyalahgunaan narkoba dapat bersifat bahaya pribadi bagi si pemakai dan dapat pula berupa bahaya sosial terhadap masyarakat atau lingkungan (Makarao; 2003: 49). Penyalahgunaan narkoba dapat menimbulkan pengaruh dan efek-efek terhadap tubuh si pemakai dengan gejala-gejala sebagai berikut:

1. Euphoria; suatu rangsangan kegembiraan (biasanya efek ini masih dalam penggenaan narkoba dalam dosis yang tidak begitu banyak).

2. Dellirium; suatu keadaan dimana si pemakai narkoba mengalami menurunnya kesadaran dan timbulnya kegelisahan yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap gerakan anggota tubuh si pemakai (biasanya pemakaian dosis lebih banyak daripada keadaan euphoria).

3. Halusinasi; suatu keadaan dimana si pemakai narkoba mengalami khayalan misalnya melihat - mendengar yang tidak pada kenyataan.

4. Weakness; kelemahan yang dialami fisik atau psikis/ kedua-duanya.

(74)

6. Coma; keadaan si pemakai narkoba sampai pada puncak kemerosotan yang akhirnya dapat membawa kematian (lbid;50).

Bahaya sosial penyalahgunaan narkoba menyangkut kepentingan bangsa dan Negara, antara lain:

1. Kemerosotan moral 2. Meningkatnya kecelakaan 3. Meningkatnya kriminalitas

4. Pertumbuhan dan perkembangan generasi berhenti (Ibid; 52)

Penyalahgunaan dan peredaran Narkoba merupakan tindak kejahatan. Peraturan Perundang-Undangan yang telah dikeluarkan pemerintah dalam menangani penyalahgunaan narkoba adalah :

a. UU RI No. 22 Thn 1997 Tentang Narkotika.

b. UU RI No. 8 Thn 1976 Juli 1996 Tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta protokol yang mengubahnya.

c. UU RI No. 5 Thn 1997 Tentang Psikotropika.

d. UU RI No. 7 Thn 1997 Tentang Pengesahan United Station Convention Against Illicit Trafic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substance, 1998 (Konfensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Pemberantasan Peredaran gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988).

(75)

f. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 688/MENKES/PER/VII/1997 Tgl 14 juli 1997 Tentang Peredaran Psitropika. (Euginia Liliawati, 2000).

2.11. Pengertian Panti Sosial

Panti sebagai lembaga sosial merupakan tempat di mana terdapat kebutuhan yang beraneka ragam dari para penghuninya. Kebutuhan ini mempunyai konsekwensi adanya tanggungjawab panti untuk memenuhi kebutuhan itu. Salah satu sistem pelayanan sosial adalah melalui panti. Panti artinya tempat, sarana atau rumah…” Sedangkan pelayanan adalah usaha pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain baik materi maupun non materi. Jadi pelayanan panti berarti bentuk pelayanan dengan mempergunakan panti sebagai sarana dalam usaha memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada kliennya sehingga mereka dapat mengatasi masalahnya. Dengan demikian mereka dapat berperanan sosial sepenuhnya. Sehubungan dengan itu, panti berfungsi untuk pemulihan fungsi sosial yang terganggu, pengadaan sumber-sumber dan pencegahan terhadap disfungsi sosial. Sesuai dengan hakekat pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, maka hakekat pelayan panti menyangkut aspek kehidupan dan penghidupan penghuninya dan pada hakekatnya pelayanan itu bersifat “kuratif”, rehabilitatif dan developmental”.

(76)

masalah kesejahteraan sosial agar dapat memerankan fungsi sosial mereka secara wajar dan memadai sesuai dengan harkat dan martabat manusia di dalam tata kehidupan normal.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Defenisi Konsep

Konsep merupakan suatu gagasan atau ide umum dalam penelitian . Konsep adalah suatu definisi, suatu abtraksi mengenai suatu gejala atau realita, atau suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Amirin, 2000:63). Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

Adapun yang menjadi defenisi konsep penelitian ini adalah :

(77)

diartikan pada terciptanya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan”

2. Teknologi pelayanan sosial dapat didefenisikan sebagai serangkaian prosedur yang melembaga yang bertujuan untuk merubah fisik, psikologi, sosial atau simbol-simbol berdaya dari orang untuk mengubah mereka dari suatu keadaan tertentu kepada keadaan baru yang ditentukan.

3. Sosial diartikan sebagai suatu indikasi daripada kehidupan bersama makhluk manusia, umpamanya dalam kebersamaan rasa, berfikir, bertindak, dan dalam hubungan antar manusia.

4. Pelayanan sosial adalah aktivitas yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu para anggota masyarakat untuk saling menyesuaikan diri dengan sesamanya dan dengan lingkungan sosialnya

5. Defenisi sederhana dari kata “korban” adalah pelaku/ penderita atau orang yang menerima suatu akibat yang disebabkan oleh sesuatu hal/pekerjaan yang dilakukan oleh dirinya atau orang lain (Kamus Kesejahteraan Sosial; 2003).

6. Penyalahgunaan Narkoba adalah suatu kondisi yang dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu gangguan jiwa, sehingga “penderita” tidak lagi mampu berfungsi secara wajar dalam masyarakat dan menunjukkan perilaku maladaptif.

(78)

3.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan referensi yang menunjukkan indikator-indikator atau suatu gejala sehingga memudahkan pengukurannya. (Amirin, 200: 63). Dalam penelitian ini implementasi teknologi pelayanan sosial dapat diukur dengan indikator sebagai berikut :

1. Teknologi dan prosedur kerja, dengan indikator sebagai berikut:

Teknologi yang meliputi pelaksanan rekruitmen, seleksi, assessment, klasifikasi hingga kepada terminasi.

Dalam teknologi juga diuraikan mengenai proses, teknik dan metode yang digunakan pada saat berjalannya kegiatan pelayanan terhadap kelayan. Kemudian prosedur kerja yang meliputi pelaksanaan prosedur kerja dalam organisasi, mekanisme yang dilakukan antar pimpinan dengan staf .

(79)

Perencanaan dan masalah penggalian dan pemeliharaan sumber-sumber yang ada di panti. Adapun sumber-sumber yang dimaksud adalah sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di panti.

3. Penghargaan secara ekonomi/kompensasi staf,

Meliputi sistem pengupahan, pandangan staf terhadap kompensasi yang diterima dan program-program yang ditujukan kepada staf. Mekanisme pertanggungjawaban dan kualitas sarana dan prasarana organisasi.

4. Mekanisme pertanggungungjawaban dan kualitas sarana dan prasarana organisasi, dengan Indikator sebagai berikut: meliputi hal yang perlu dipertanggungjawabkan oleh organisasi, bentuk pertanggungjawaban, mekanisme pertanggungjawaban, dan Kepada siapa pertanggungjawaban disampaikan. Kualitas sarana dan prasarana meliputi sarana dan prasarana yang tersedia dan keseimbangan antara ketersediaan dengan kebutuhan sarana dan rasarana dalam organisasi.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

(80)

pelayanan sosial kepada para korban penyalahgunaan narkoba, yang pada saat penelitian berlangsung berjumlah 37 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Arikunto,1998:27). Menurut Arikunto, jika jumlah populasi kurang dari 100 sebaiknya sampel diambil semuanya, jika populasi lebih dari 100 maka diambil 10% dari banyaknya populasi untuk diteliti. Di Panti “Insyaf” terdapat 37 orang pegawai yang terlibat dalam memberikan pelayanan sosial kepada korban penyalahgunaan narkoba, maka yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 37 orang. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan peneliti adalah sampel Purposive yang ditetapkan secara sengaja oleh peneliti dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan penulis disini adalah karena keterbatasan waktu yang dimiliki dalam melakukan penelitian ini.

3.4. Teknik Pengumpulan data

(81)

(fasilisator) digunakan studi dokumenter dan obsevasi, maka dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

1. Studi Kepustakaan

Teknik pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, majalah atau surat kabar dan bentuk tulisan lainnya yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti.

2. Observasi, yaitu mengumpulkan data tentang gejala tertentu yang dilakukan dengan mengamati, mendengar dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran penelitian. Jadi dalam hal ini yang menjadi objek observasi adalah PSPP “Insyaf” sebagai lembaga, kegiatan-kegiatan pelayanan bagi korban penyalahgunaan narkoba.

3. Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan:

a. Menggunakan alat bantu kuesioner yang ditujukan kepada responden yang dalam hal ini adalah pegawai/ staf.

b. Menggunakan guide interview yang ditujukan kepada para informan kunci (key informan) yaitu pegawai/ staf yang ada dipanti.

3.5. Lokasi Penelitian

(82)

Pamardi Putra “Insyaf”merupakan salah satu lembaga sosial bagi Anak Nakal dan Korban Narkoba yang ada di Sumatera Utara. Sebagai Lembaga Sosial yang langsung di bawah naungan Departemen Sosial R.I., dan merupakan salah satu panti percontohan, yang memiliki pola pelayanan sosial yang standar bagi korban penyalahgunaan narkoba untuk membantu para korban dalam mencapai taraf hidup yang lebih baik sehingga pada akhirnya mereka dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam keluarga dan masyarakat.

3.6. Analisa Data

(83)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sejarah Berdirinya

(84)

tahanan bagi anak-anak nakal dan hal ini terungkap pertama kalinya dari pihak kepolisian. Selanjutnya pihak Kepolisian Sumatera Utara menyediakan sebidang tananh dengan luas 8.960 m2 yang dananya berasal dari Proyek Penyantunan Anak Korban Narkotika dan Obat Terlarang Kantor Wilayah Propinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 1976/1977.

Pembangunan fasilitas gedung beserta fasilitas-fasilitas pendukung lainnya membutuhkan waktu hampir dua tahun, sehingga Panti Sosial baru melakukan aktivitasnya pada tahun 1979 dan warga binaan pertama yang dibina merupakan hasil penjaringan dan penangkapan pihak kepolisian terhadap anak-anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang. Dalam perkembangan selanjutnya, bahkan hanya berkisar setahun setelah beroperasinya kegiatan panti, warga binaan tidak hanya terbatas dari titipan pihak kepolisisan saja, tetapi permintaan dari masyarakat luas terus berdatangan. Hal ini menunjukkan bahwa gejala penyalahgunaan Narkotika dan Obat terlarang di Propinsi Sumatera Utara pada masa itu telah merebak begitu luas.

Tugas Pokok

Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan Rehabilitasi Sosial bagi penyalahgunaan korban Narkoba yang meliputi :

a. Bimbingan mental, Bimbingan sosial, Bimbingan fisik

(85)

c. Rujukan regional

d. Pengkajian dan penyiapan standart pelayanan e. Pemberian informasi, serta

f. Koordinasi kerjasama dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Fungsi

1. Pelaksanaan penyusunan rencana program, evaluasi dan laporan.

2. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, diagnosa sosial dan perawatan. 3. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi yang meliputi bimbingan mental,

sosial, fisik dan keterampilan.

4. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut. 5. Pelaksanaan pemberian informasi dan advokasi.

6. Pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standart pelayanan dan rehabilitasi sosial.

7. Pelaksanaan urusan Tata Usaha

Tujuan dari Panti

Memulihkan kembali kondisi fisik, psikis, mental dan sosial serta pemberian keterampilan praktis kepada bekas penyalahgunaan narkoba, sehingga mereka mau dan berkemampuan melaksanakan fungsi sosial secara wajar dan baik di masyarakat.

Kapasitas Panti

Gambar

Gambar 2. Struktur Organisasi Panti
Tabel 1. Data Jumlah Klien PSPP “Insyaf” Dari Tahun 1979 s/d 2007

Referensi

Dokumen terkait

This study investigated how students’ motivation in the context of EFL was classified under different orientations and how the orientations were correlated with the use of

Pokja III Jasa Konsultansi Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun Anggaran 2013.. Alamat

Pengawasan dapat didefinisikan sebagai cara suatu organisasi mewujudkan kinerja yang efektif dan efesien, serta lebih jauh mendukung terwujudnya visi dan misi

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji wilcoxon signed ranks tets diperoleh nilai p=0.002 yang berarti nilai p<0.005 maka Ho di tolak, artinya pada

The design of responsive web using Codeigniter and Bootsrap can be a solution in web development that is responsive to various devices and make a robust

When looking the teacher teaching at SMPN 1 Kampar Timur, the writer found that the ability of the students in memorizing vocabulary

sehingga memungkinkan untuk digunakan dalam pengembangan komersil. Kekurangan dari penggunaan bootstrap adalah website yang dibangun akan memiliki tampilan yang

This study investigates the reflection of English reading curriculum in Junior High School textbooks in terms of types of syllabus, reading tasks and cognitive