• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Keusakan dan Perubahan Kesesuaian Peruntukan Ekosistem Mangrove Terhadap Pengembangan Wilayah di Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Keusakan dan Perubahan Kesesuaian Peruntukan Ekosistem Mangrove Terhadap Pengembangan Wilayah di Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH KERUSAKAN DAN PERUBAHAN

KESESUAIAN PERUNTUKAN EKOSISTEM MANGROVE

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KAWASAN

PESISIR KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

ALPIN ANHAR 061201031

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS PENGARUH KERUSAKAN DAN PERUBAHAN

KESESUAIAN PERUNTUKAN EKOSISTEM MANGROVE

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KAWASAN

PESISIR KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

Oleh : ALPIN ANHAR

061201031/MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Penelitian : Analisis Pengaruh Keusakan dan Perubahan Kesesuaian Peruntukan Ekosistem Mangrove Terhadap Pengembangan Wilayah di Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Nama Mahasiswa : Alpin Anhar

NIM : 061201031

Departemen : Kehutanan

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Agus Purwoko S.Hut, M.Si Pindi Patana S.Hut, M.Sc

Ketua Anggota

Mengetahui

(4)

ABSTRACT

ALPIN ANHAR: Damage Effect Analysis and Compliance Changes To Appropriation Mangrove Ecosystems Regional Development in Coastal Regions Bedagai Serdang. Taught by AGUS PURWOKO and PINDI PATANA.

This research was conducted in March-April 2010 in the districts that include coastal areas in Serdang Bedagai. The analysis used is multiple linear regression and determination of model validation performed by F test and t test via the method of in-depth interviews with key person approach method.

The results showed that the effect of damage and Mangrove Ecosystem Appropriation Amendment Against Conformity Regional Development in Coastal Regions Serdang Bedagai is economic accessibility of mangrove resources, entrepreneurship opportunities, and ease of availability or raw materials.

(5)

ABSTRAK

ALPIN ANHAR : Analisis Pengaruh Kerusakan dan Perubahan Kesesuaian Peruntukan Ekosistem Mangrove Terhadap Pengembangan Wilayah di Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan

PINDI PATANA.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2010 di

kecamatan-kecamatan yang termasuk wilayah pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai.

Analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dan penentuan validasi

model dilakukan dengan uji F dan uji t melalui metode wawancara mendalam

dengan pendekatan key person method.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaruh Kerusakan dan Perubahan

Kesesuaian Peruntukan Ekosistem Mangrove Terhadap Pengembangan Wilayah

di Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai adalah aksesibilitas ekonomi

masyarakat terhadap sumberdaya mangrove, kesempatan berwirausaha, dan

ketersedian atau kemudahan bahan baku.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blangkejeren pada tanggal 10 Juni 1988 dari ayah M.Taher dan ibu Timah. Penulis merupakan putera kedelapan dari delapan bersaudara.

Tahun 2000 penulis lulus dari SD Muhammadiyah Blangkejeren dan pada tahun 2003 penulis lulus dari SLTP N. 1 Blangkejeren dan kemudian pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA N 1 Blangkejeren dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP-USU). Penulis memilih program studi Manajemen Hutan Departemen Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa silva, aktif dalam organisasi Baitul asyjar/Badan Kenadziran Musholla (BKM).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat

dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Analisis Pengaruh Kerusakan dan Perubahan Kesesuaian Peruntukan Ekosistem

Mangrove Terhadap Pengembangan Wilayah di Kawasan Pesisir Kabupaten

Serdang Bedagai.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan,

memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada Bapak Agus Purwoko S.Hut, M.Si dan Bapak Pindi Patana

S.Hut, M.Sc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah

membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari

mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf

pengajar dan pegawai di Program Studi Manajemen Hutan Departemen

Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu

di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga

skripsi ini bermanfaat.

Medan, Juli 2011

(8)

DAFTAR ISI

Pengertian Ekosistem Mangrove ... 6

Kawasan Wilayah Pesisir ... 10

Pengembangan Wilayah ... 11

(9)

Iklim ... 21

Penduduk ... 21

Tenaga Kerja ... 22

Administrasi ... 22

Pendidikan dan Kebudayaan ... 23

Hal. Karakteristik Responden ... 23

Umur ... 23

Mata Pencaharian ... 25

Pendidikan ... 26

Pendapatan ... 27

Analisis Regresi Linier Berganda ... 28

Pendapatan Rumah Tangga ... 28

Kesempatan Kerja ... 29

Kesempatan Berwirausaha ... 31

Ketersedian/ Kemudahan Bahan Baku ... 32

Aksesibilitas Ekonomi Masyarakat Terhadap Sumberdaya Mangrove ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Hal.

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

DAFTAR GRAFIK

No. Hal.

1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 24

2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian ... 25

3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 27

(13)

LAMPIRAN

No.

1. Kuisioner Penelitian ... 40

2. Data Primer Penelitian ... 42

3. Output SPSS metode Enter (Y1) ... 49

4. Output SPSS metode Enter (Y2) ... 50

5. Output SPSS metode Enter (Y3) ... 51

6. Output SPSS metode Enter (Y4) ... 52

(14)

ABSTRACT

ALPIN ANHAR: Damage Effect Analysis and Compliance Changes To Appropriation Mangrove Ecosystems Regional Development in Coastal Regions Bedagai Serdang. Taught by AGUS PURWOKO and PINDI PATANA.

This research was conducted in March-April 2010 in the districts that include coastal areas in Serdang Bedagai. The analysis used is multiple linear regression and determination of model validation performed by F test and t test via the method of in-depth interviews with key person approach method.

The results showed that the effect of damage and Mangrove Ecosystem Appropriation Amendment Against Conformity Regional Development in Coastal Regions Serdang Bedagai is economic accessibility of mangrove resources, entrepreneurship opportunities, and ease of availability or raw materials.

(15)

ABSTRAK

ALPIN ANHAR : Analisis Pengaruh Kerusakan dan Perubahan Kesesuaian Peruntukan Ekosistem Mangrove Terhadap Pengembangan Wilayah di Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan

PINDI PATANA.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2010 di

kecamatan-kecamatan yang termasuk wilayah pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai.

Analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dan penentuan validasi

model dilakukan dengan uji F dan uji t melalui metode wawancara mendalam

dengan pendekatan key person method.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaruh Kerusakan dan Perubahan

Kesesuaian Peruntukan Ekosistem Mangrove Terhadap Pengembangan Wilayah

di Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai adalah aksesibilitas ekonomi

masyarakat terhadap sumberdaya mangrove, kesempatan berwirausaha, dan

ketersedian atau kemudahan bahan baku.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

sepanjang 81.000 km. Selain menempati wilayah yang sangat luas, kawasan

pesisir yang terdiri dari berbagai ekosistem pendukung seperti ekosistem hutan

mangrove, terumbu karang, padang lamun dan lahan basah tersebut memiliki

keanekaragaman hayati dan berbagai sumberdaya alam seperti ikan, dan

bahan-bahan tambang yang bernilai tinggi (DKP, 2002). Kemudahan akses terhadap

kawasan pesisir cenderung meningkatkan laju pemanfaatan wilayah pesisir di

tahun-tahun mendatang, baik dalam hal pemanfaatan sumber daya ekonomi

maupun pemanfaatan ruang. Selain itu, hal lain yang tidak boleh diabaikan adalah

fakta yang menunjukkan bahwa tidak kurang dari 60% penduduk Indonesia

bermukim di kawasan pesisir (DKP, 2002).

Menurut Kusmana (2003), ada tiga faktor utama penyebab kerusakan

mangrove, yaitu (1) pencemaran, (2) konversi hutan mangrove yang kurang

memperhatikan faktor lingkungan dan (3) penebangan yang berlebihan.

Pencemaran seperti pencemaran minyak, logam berat. Konversi lahan untuk

budidaya perikanan (tambak), pertanian (sawah, perkebunan), jalan raya, industri,

produksi garam dan pemukiman, pertambangan dan penggalian pasir. Lebih jauh

Bengen (2001) menjelaskan bahwa kerusakan di atas dikarenakan adanya fakta

bahwa sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan

(17)

lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun

penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Hal itu dikarenakan

memang pada dasarnya hutan mangrove memiliki fungsi ekonomi antara lain

sebagai penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan

penghasil bibit. Akan tetapi, dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya

ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang

berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan

mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir

umumnya.

Serdang Bedagai memiliki paparan pantai sepanjang ± 95 Km dan

memiliki berbagai jenis usaha pantai diantaranya pantai Teme Park,Pantai

Mutiara, Pantai Gudang Garam, Pantai Permai, Pantai Kelang, Pantai Matik-matik

dll. Dengan datangnya para wisatawan dari lokal maupun mancanegara turut juga

dapat membantu pendapatan masyarakat disekitar pantai. Namun menurut kadis

para wisata di Serdang Bedagi kita cukup mempromosikan keantar daerah

maupun antar Negara namun SDM masyarakat disekitar untuk menjaga tempat

pariwisata untuk memberikan kenyamanan serta kebersihan kurang diperhatikan

hal inilah yang perlu kita lakukan pembenahan serta pembinaan untuk

kepentingan mereka (Pemkab. Serdang Bedagai, 2009).

Miraza (2005) menjelaskan bahwa perencanaan wilayah harus didukung

oleh kebijakan publik yang tepat, yang dalam jangka panjang dapat meningkatkan

kesejahteraan rakyat. Kebijakan publik yang dimaksudkan Miraza di sini adalah

adanya intervensi pemerintah yang bertujuan untuk mengubah yang ada atau

(18)

dalam masyarakat, guna mewujudkan kondisi yang diinginkan. Adapun obyek

yang dapat diintervensi adalah unsur-unsur pembangunan yang dapat digerakkan

untuk meningkatkan kesejahteraan tersebut. Unsur-unsur dimaksud seperti natural

resources, human resources, infrastructure, technology dan culture.

Kerusakan ekosistem mangrove juga terjadi pada kawasan pesisir

Kabupaten Serdang Bedagai. Potensi ekosistem mangrove di daerah ini yang

cukup besar memberikan peluang yang besar pula terhadap terciptanya berbagai

bentuk pemanfaatan secara ekonomi. Bentuk-bentuk pemanfaatan secara

ekonomi tersebut misalnya usaha pertambakan, pertanian, perindustrian,

pemukiman, pariwisata, pertambangan dan penangkapan ikan. Bentuk-bentuk

pemanfaatan di atas masih menempatkan pemanfaatan sumber daya alam

(terutama ekosistem mangrove) di wilayah pesisir sebagai pilar utama

pengembangan wilayah di kawasan ini. Sementara, pilar-pilar yang lain yakni

sumber daya manusia dan teknologi umumnya masih relatif tertinggal. Fakta ini

merupakan kondisi umum di kawasan pesisir Sumatera Utara.

Salah satu indikatornya sebagaimana yang dilaporkan oleh Lindawati

(2007), yang menyebutkan bahwa sekitar 85 % kondisi tempat tinggal keluarga

nelayan pada umumnya belum memadai, dimana ukuran rumah sempit (rata-rata

35m2), lantai rumah 67% masih beralaskan papan, dinding rumah umumnya dari

sisa olahan kayu dan dari bambu, atap rumah umumnya masih dari rumbia dan

sedikit yang menggunakan seng (15%). Secara umum hanya 15 % yang tinggal

dalam rumah dengan kondisi yang memadai. Purwoko (2005) juga melaporkan

bahwa permasalahan sosial ekonomi lain di wilayah pesisir adalah rendahnya

(19)

terserapnya seluruh tenaga kerja yang ada di pesisir pantai pada lapangan kerja

yang ada, sedangkan hasil laut dan tambak semakin menurun.

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh kerusakan ekosistem mangrove terhadap

pengembangan wilayah di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Menganalisis perubahan peruntukan ekosistem mangrove terhadap

pengembangan wilayah di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan kajian awal yang

telah diuraikan sebelumnya dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu kerusakan

dan perubahan peruntukan lahan ekosistem mangrove memiliki pengaruh terhadap

pendapatan rumah tangga, kesempatan kerja, kesempatan berwirausaha,

ketersediaan/kemudahan bahan baku, aksesibilitas ekonomi masyarakat terhadap

sumberdaya mangrove yang merupakan indikator-indikator pengembangan

wilayah di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah

1. Diketahuinya pengaruh dari kerusakan dan perubahan fungsi lahan terhadap

pengembangan wilayah di kawasan pesisir merupakan data yang sangat

berguna bagi perencanaan pengelolaan kawasan ekosistem mangrove.

2. Bagi kalangan akademisi, data dan hasil penelitian ini dapat menambah ilmu

pengetahuan sekaligus dapat menjadi referensi bagi penelitian lebih lanjut

(20)

satu komponen yang menjadi pilar pengembangan wilayah pesisir, baik dalam

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Ekosistem Mangrove

Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu

atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut

tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang

terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut

dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8%

(Santoso, 2000).

Ekosistem mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien dan

bahan organik yang dibawa ke ekosistem padang lamun oleh arus laut. Sedangkan

ekosistem lamun berfungsi sebagai penghasil bahan organik dan nutrien yang

akan dibawa ke ekosistem terumbu karang. Selain itu, ekosistem lamun juga

berfungsi sebagai penjebak sedimen (sedimen trap) sehingga sedimen tersebut

tidak mengg anggu kehidupan terumbu karang. Selanjutnya ekosistem terumbu

karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak

(gelombang) dan arus laut. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat

(tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan

pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi

organisme yang hidup di padang lamun ataupun terumbu karang.

Ekosistem mangrove memiliki peran yang strategis dalam pengembangan

wilayah di kawasan pesisir, tertutama dalam aspek pengembangan perekonomian

wilayah. Sebagaimana dijelaskan dalam Dephut (1997), ekosistem mangrove

merupakan ekosistem yang memiliki peranan sangat penting bagi ketersediaan

(22)

Dengan demikian, ekosistem utama memiliki peranan yang sangat strategis bagi

perekonomian masyarakat pesisir. Anonimous (1995) juga menjelaskan bahwa

secara teknis hutan mangrove memiliki fungsi ekonomis untuk pemenuhan :

1. Keperluan rumah tangga: kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan makanan

dan obat-obatan.

2. Keperluan industri: bahan baku kertas, bahan baku tekstil, bahan baku

kosmetik, penyamak kulit dan pewarna alami.

3. Penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang-kerangan, madu dan telur

burung.

4. Sebagai tempat pariwisata dan tempat penelitian serta pendidikan.

Hampir seluruh jenis vegetasi tingkat tinggi yang ada di ekosistem

mangrove memiliki potensi ekonomi. Dari berbagai jenis pohon/tanaman yang

ada, beberapa di atnaranya yang secara aktual dimanfaatkan secara ekonomi

antara lain :

1. Kayu bakau hitam/putih (Rhizopora spp)

2. Kayu mata buaya (Bruguiera spp)

3. Kayu tengar (Ceriops tagal)

4. Kayu nirih batu (Xilocarpus spp)

5. Kayu lenggadai (Bruguiera spp)

6. Nibung (Oncosperma filamentosum BL)

7. Nypah (Nypa fruticans)

Manfaat ekonomi secara lebih terperinci dari beberapa jenis di atas

(23)

1. Kayu Bakau

Kayu bakau terdiri dari beberapa jenis, antara lain bakau putih, bakau hitam,

bakau minyak dan bangka. Di antara jenis-jenis tadi yang terbaik untuk

dibudidayakan adalah bakau minyak dan bakau putih, karena jenis ini tumbuh

lebih cepat, lurus dan akar tunjangnya tunjangnya tidak begitu menonjol.

Manfaat kayu ini dalam kehidupan masyarakat pesisir di antaranya :

− Untuk kayu bakar atau kayu arang mutu terbaik.

− Bahan baku kertas

− Untuk jajar ambai/belat (alat penangkap ikan)

− Penyangga/perancah bangunan dan cerocok (pilling)

− Bahan pembuatan rumah sederhana petani dan nelayan

− Akar bakau merupakan habitat bertelur dan berkembangnya berbagai jenis

biota laut.

− Kulitnya untuk samak (pencelup) pakaian

2. Kayu Mata Buaya

Kayu ini disebut mata buaya karena batangnya berbungkul-bungkul seperti

mata buaya. Jenis kayu mata buaya ada dua, yaitu jenis mata buaya dan

tumus. Secara umum manfaat ekonominya sama dengan kayu bakau, tetapi

khusus untuk penggunanya sebagai tiang dan perkakas kayu in lebih baik

karena lebih tanah/kuat dan lurus.

3. Kayu Tengar

Kayu tengar mirip dengan kayu mata buaya, tetapi tidak berbungkul bungkul.

Bedanya, kayu tengar warnanya merah dan kulitnya sangat bagus untuk

(24)

4. Kayu Lenggadai

Terdapat dua jenis kayu lenggadai, yaitu lenggadai putih dan lenggadai hitam.

Kayu lenggadai putih kurang bagus untuk dijadikan arang, sebab ringan dan

mudah patah seperti kayu nyirih. Sedangkan kegunaan lainnya sama dengan

kayu tengar

5. Nibung

Tanaman nibung mirip pinang, akan tetapi batangnya berduri. Bagi

masyarakat nelayan, nibung sangat berguna untuk lantai rumah/pelataran

masyarakat nelayan, tiang rumah, tiang tangkul/bagan. Nibung tumbuh di

kawasan tanah yang agak tinggi/pematang dan dapat hidup di air tawar

maupun air asin.

Pada kenyatannya, masyarakat di Pantai Timur Sumatera Utara juga masih

sangat bergantung kepada ekosistem mangrove dalam perekonomiannya. Hal ini

sebagaimana dilaporkan oleh Rumapea (2005), dimana masih cukup banyak

masyarakat pesisir yang mata pencahariannya bergantung kepada hutan

mangrove, dimana sebanyak 48.9 % dari kegiatan pengambilan kayu bakau di

hutan, 24.4 % dari kegiatan pembuatan arang bakau, dan sisanya dari kegiatan

pemanfaatan hasil hutan non kayu.

Keberadaan ekosistem mangrove sebagai penopang pengembagan

perekonomian wilayah sangatlah penting. Hal itu sesuai dengan Arsyad (1999),

yang menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses

dimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan

membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dan sektor swasta untuk

(25)

ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu,

faktor-faktor ketersediaan lapangan kerja dan kemudahan/kesempatan untuk

mengembangkan kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat berbasis sumber daya

yang ada merupakan faktor yang penting guna mendorong pembangunan wilayah

pesisir. Hal yang sama juga dijelaskan dalam Meneg LH (1994). Disamping

mendukung keanekaeagaman flora dan fauna dari komunitas terestis akuatik, dan

berfungsi lindung bagi keberlangsungannya berbagai proses ekologis, hutan

mangrove telah dimanfaatkan dalam skala komersial terutama untuk gelondongan

sebagai bahan baku pulp/kertas, rayon dan arang.

Eksistensi ekosistem mangrove sebagai sumber bahan baku aneka kegiatan

ekonomi dan sosial juga dilaporkan Sihite (2005). Pemanfaatan dan pengelolaan

hutan oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Teluk Bintuni (CATB)

menunjukan bahwa hutan merupakan sumber utama kehidupan. Hutan

dimanfaatkan untuk memenuhi beragam kebutuhan seperti kegiatan berkebun

(perladangan berpindah), berburu binatang liar, mencari ikan, menokok sagu, serta

sebagai tempat pengambilan bahan baku untuk berbagai kegiatan.

Kawasan Wilayah Pesisir

Gambaran kerusakan ekosistem pesisir juga bisa dilihat dari kemerosotan

sumber daya alam yang signifikan di kawasan pesisir, baik pada ekosistem hutan

pantai, ekosistem perairan, fisik lahan dan lain-lain, yang berakibat langsung pada

menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir. Kasus-kasus adanya

keluhan penurunan hasil tangkapan oleh nelayan menurut laporan Ramli dan

Purwoko (2003) terjadi di beberapa tempat seperti di Pantai Cermin, Pantai Labu,

(26)

Tuntutan akan peranan ekonomi hutan juga mendorong intensifikasi

kegiatan pengelolaan hutan, yang dapat dilihat pada kegiatan pemungutan kayu

dan kegiatan penanaman kembali hutan bekas tebangan dengan permudaan

(Puryono, 2006). Oleh karena itu, kerusakan atas ekosistem mangrove juga akan

berdampak terhadap akses masyarakat pesisir terhadap lapangan pekerjaan dan

sumber pemenuhan kebutuhan.

Hal ini juga tertera dalam UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dimana masyarakat berhak memperoleh

kompensasi karena hilangnya akses terhadap Sumber Daya Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil yang menjadi lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan akibat

pemberian Hak Pengusahaan Perairan Pesisir sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Demikian juga dalam Program Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia

(Meneg LH, 1994), program-program pengelolaan hutan mangrove di antaranya

adalah mengikutsertakan masyarakat di dalam aktifitas pengelolaan hutan

mangrove; menumbuhkan kembangkan kesadaran masyarakat tentang arti

penting hutan mangrove; memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha

dengan meningkatkan diversifikasi pemanfaatan hutan mangrove; dan mendorong

peningkatan mutu pengelolaan produk hutan mangrove. Hal di atas

menggambarkan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan kajian

perencanaan pengelolaan ekosistem mangrove.

Pengembangan Wilayah

Perencanaan merupakan suatu bentuk tindakan sosial yang dimaksudkan

(27)

dipacu oleh nilai-nilai moral, politik dan estestik. Perencanaan juga dimaksudkan

untuk melakukan intervensi pada rangkaian kejadian-kejadian sosial-masyarakat

dengan maksud untuk memperbaiki rangkaian kejadian yang ada dengan

meningkatkan efisiensi dan rasionalitas, membantu atau menggantikan pasar,

merubah atau memperluas pilihan-pilihan untuk menuju tingkat kesejahteraan

yang lebih tinggi bagi seluruh warga masyarakat (Sirojuzilam, 2007).

Optimalisasi potensi wilayah dalam membangun keunggulan lokal

sebagaimana dijelaskan di atas harus diikuti dengan penguatan faktor-faktor yang

lain. Menurut Alkadri (1999), keunggulan komparatif bahkan telah dikalahkan

oleh kemajuan teknologi. Namun demikian, setiap wilayah masih mempunyai

faktor keunggulan khusus yang bukan didasarkan pada biaya produksi yang

murah saja, tetapi lebih dari itu, yakni adanya inovasi untuk pembaruan. Suatu

wilayah dapat meraih keunggulan daya saing melalui empat hal, yaitu keunggulan

faktor produksi, keunggulan inovasi, kesejahteraan masyarakat, dan besarnya

investasi.

Apabila dicermati maka paradigma pengembangan wilayah telah bergeser

pada upaya yang mengandalkan tiga pilar yaitu sumberdaya alam, sumberdaya

manusia dan teknologi. Ketiga pilar tersebut merupakan elemen internal wilayah

yang saling terkait dan berinteraksi membentuk satu sistem. Hasil interaksi

elemen tersebut mencerminkan kinerja dari suatu wilayah. Kinerja tersebut akan

berbeda dengan kinerja wilayah lainnya, sehingga mendorong terciptanya

spesialisasi spesifik wilayah. Kinerja yang berbeda tersebut akan memicu

terjadinya persaingan antar wilayah untuk menjadi pusat spatial network dari

(28)

mempunyai kelemahan, antara lain apabila salah di dalam mengelola spatial

network tadi tidak mustahil menjadi awal dari proses disintegrasi. Untuk itu harus

diterapkan konsep pareto pertumbuhan yang bisa mengendalikan keseimbangan

pertumbuhan dan dikelola oleh pemerintah pusat. Konsep pareto ini diharapkan

mampu memberikan keserasian pertumbuhan antar wilayah dengan penerapan

(29)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam

wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai yang memiliki ekosistem mangrove

dengan luas yang signifikan. Ruang lingkup wilayah penelitian ini meliputi

seluruh wilayah kecamatan-kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai yang

berada di kawasan pesisir, yaitu Kecamatan Pantai Cermin, Kecamatan Teluk

Mengkudu, Kecamatan Perbaungan, Kecamatan Tanjung Beringin dan Kecamatan

Bandar Khalipah. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – April 2010.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner, Soft

Ware Statistic Package for Social Science (SPSS) versi 16.0, kamera, kalkulator

dan seperangkat peralatan survei lapangan dan alat tulis.

Populasi dan Sampel

Analisis data dilakukan pada desa-desa di kecamatan-kecamatan yang

terpilih yang memiliki ekosistem mangrove. Unit analisis akan dilakukan dengan

skala desa/kelurahan. Dalam hal ini, seluruh desa/kelurahan yang memenuhi

kriteria di atas akan dijadikan sebagai unit sampel penelitian. Dari 5 kecamatan

ada 30 desa yang menjadi sampel dan stiap masing-masing desa diambil 5-6

responden yang memiliki karakter berbeda pada setiap responden.

Penelitian juga akan dilakukan pada masyarakat yang mendiami wilayah

penelitian dengan sampel diambil berdasarkan pendekatan key person method.

(30)

melalui metode wawancara mendalam/indepth interview (Bungin, 2008).

Responden yang merupakan key person dan nara sumber direncanakan

sebagaimana dalam Tabel 1.

Tabel : Responden Penelitian

No Sumber Data Status

1 Wakil masyarakat pesisir yang representative Responden 2 Pimpinan Organisasi Profesi Nelayan Desa Responden 3 Pelaku usaha yang terkait dan representatif Responden

4 Tokoh masyarakat desa Responden

5 Pimpinan desa Responden

Metode Pengambilan Data

Dari sisi sumbernya, data yang dikumpulkan berupa data primer dan

sekunder sebagai berikut :

Data Primer

Data primer yang dikumpulkan meliputi gambaran fisik wilayah

penelitian, jenis dan potensi ekonomi ekosistem mangrove, tanggapan dan

persepsi stake holder ekosistem mangrove, dan data-data lain yang diperlukan

dalam penelitian ini. Data primer diperoleh melalui survei lapangan, kuisioner

dan wawancara.

Wawancara yang dilakukan di lapangan terbagi dua yaitu wawancara

terstruktur dan wawancara tidak terstruktur, dimana sebelum wawancara

dilakukan terlabih dahulu dipersiapkan daftar pertanyaan sebagai panduan yang

akan dijawab oleh responden sedangkan wawancara tidak terstruktur, dimana

tidak menggunakan daftar pertanyaan sebagaimana termasuk pada wawancara

(31)

Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari berbagai lembaga atau instansi yang terkait

dengan masalah yang diteliti. Seperti data jumlah penduduk, peta administrasi dan

lain sebagainya.

Analisis Data

Faktor-faktor kerusakan ekosistem mangrove dan perubahan peruntukkan

yang diduga memiliki terhadap pengembangan wilayah di kawasan pesisir

Kabupaten Serdang Bedagai akan dianalisis dengan menggunakan beberapa

indikator pengembangan wilayah pesisir antara lain pendapatan rumah tangga,

kesempatan kerja, kesempatan berwirausaha, ketersediaan/kemudahan bahan

baku, aksesibilitas ekonomi masyarakat terhadap sumberdaya mangrove.

Analisis yang digunakan untuk menguji pengaruh kerusakan dan

perubahan peruntukkan ekosistem mangrove terhadap pengembangan wilayah

pesisir ini akan dilakukan dengan metode analisis regresi linier berganda.

Regresi linier berganda merupakan suatu metode analisis statistik yang

mempelajari pola hubungan antara dua atau lebih variabel. Analisis regresi

digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel penduga (Xi) terhadap

tingkat kerusakan ekosistem mangrove (Y1) dan perubahan peruntukkan

ekosistem mangrove (Y2). Model regresi yang digunakan sebagai berikut:

Y1 = a1 + b1.1 X1 + b1.2 X2 + e1

Y2 = a2 + b2.1 X1 + b2.2 X2 + e2

Y3 = a3 + b3.1 X1 + b3.2 X2 + e3

(32)

Y5 = a5 + b5.1 X1 + b5.2 X2 + e5

Dimana :

Y1 = Pendapatan rumah tangga

Y2 = Kesempatan kerja

Y3 = Kesempatan berwirausaha

Y4 = Ketersediaan/kemudahan bahan baku

Y5 = Aksesibilitas ekonomi masyarakat terhadap sumberdaya mangrove

X1 = Tingkat kerusakan ekosistem mangrove

X2 = Tingkat perubahan peruntukkan ekosistem mangrove

ai = Konstanta

ei = Residua

Uji Hipotesis

Penentuan validitas model secara bersama-sama dilakukan dengan uji-F

(dengan membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel). Adapun analisis jalur

untuk menentukan variabel-variabel dan jalur yang layak digunakan uji-t

(Sarwono, 2008).

a. Uji F

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara

bersama-sama terhadap variabel terikat. Rumusan hipotesis yang diuji. Ho : b1.1 = b1.2 =

(33)

bebas terhadap variabel terikat. Ha : b1.1 ≠ b1.2 ≠ b1.3 ≠ …b1. 10 = 0, berarti

secara bersama-sama ada pengaruh variable bebas terhadap variable terikat.

Bila F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya semua

variabel bebas secara bersama-sama merupakan penjelas yang signifikan terhadap

variabel terikat.

Bila F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya semua

variabel bebas secara bersama-sama bukan merupakan variabel penjelas yang

signifikan terhadap variabel terikat.

b. Uji t

Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel

bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Formula

hipotesis : Ho : b1 = 0, artinya variabel bebas bukan merupakan penjelas yang

signifikan terhadap variabel terikat. Ha : b1 ≠ 0, artinya variable bebas merupakan

penjelas yang signifikan terhadap variable terikat.

Untuk mengetahui kebenaran hipotesis digunakan kriteria bila t hitung > t

tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada pengaruh antara variabel

bebas terhadap variabel terikat dengan derajat keyakinan yang digunakan sebesar

α = 1 %, α = 5 %, α = 10%, begitu pula sebaliknya bila t hitung < t tabel maka

menerima Ho dan menolak Ha artinya tidak ada pengaruh antara variabel bebas

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Gambar 1: Kawasan ekosistem mangrove yang rusak

Berdasarkan gambar 1 bahwa kawasan ekosistem mangrove di wilayah

pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ini memang sudah mengalami kerusakan yang

tidak terkendali dapat dilihat jenis tanaman mangrovenya banyak mengalami

penurunan hanya tertinggal beberapa pohon yang masih tumbuh. Lokasi tersebut

sangat dekat dengan pemukiman warga sehingga kerusakan ekosistem sangat

tingkat kerusakan cukup tinggi. Masyarakat hanya mengambil hasil hutan saja

tidak memikirkan kerusakan suatu lahan dalam jangka waktu yang singkat.

Dalam hal pengelolaan kawasan pesisir, pemerintah juga merupakan pihak

yang berkepentingan. Pemerintah memiliki peran yang menentukan dalam

perencanaan pengelolaan kawasan pesisir yang berkelanjutan. Sampai saat ini,

(35)

mangrove sering kali tidak terarah dan terkendali dengan baik oleh pemerintah.

Hal ini terlihat dari adanya fakta-fakta pemanfaatan/pengelolaan sumberdaya

mangrove yang merusak, tidak berkeadilan dan menyebabkan eksternalitas negatif

yang merugikan masyarakat luas.

Untuk itu perlu adanya perubahan pola pikir dan pola tindak dari pihak

pemerintah agar dapat mengadakan berbagai perubahan dan penyempurnaan

dalam mengembangkan program, membuat kebijakan dan menerbitkan aturan

yang mendukung pola pengelolaan kawasan pesisir yang dikembangkan secara

terpadu. Tanpa dukungan kebijakan dan peraturan pemerintah, maka sistem

pengelolaan yang dihasilkan tidak akan memiliki kekuatan hukum sehingga akan

dengan mudah diubah/diganti oleh berbagai pihak yang ingin mengambil

keuntungan sesaat (Savitri dan Khazali, 1999). Wiyana (2004) menambahkan

bahwa pengelola wilayah pesisir secara berkelanjutan, hanya dapat mencapai tujuannya

secara optimal apabila para perencana dan pengelola/pelaksana program memasukkan

faktor-faktor penentu. Faktor penentu tersebut di antaranya adalah tingkat kesejahteraan

masyarakat pesisir dan proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang inklusif,

partisipatif, transparan, akuntabel, dan didukung dengan informasi ilmiah.

Letak Wilayah

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang berada

di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Serdang

Bedagai terletak pada posisi 03°01’57” LU -3°40’48”LU dan

98°45’00”BT-99°18’36”BT dengan ketinggian berkisar 0-500 meter di atas permukaan laut.

Kabupaten Serdang Bedagai memiliki area seluas 1.900,22 Km2 yang

(36)

Serdang Bedagai di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan

dengan Kabupaten Simalungun, sebelah timur dengan Kabupaten Batu Bara dan

Kabupaten Simalungun, serta sebelah barat dengan Kabupaten Deli Serdang

(BPS Kabupaten Serdang Bedagai, 2009).

Iklim

Kabupaten Serdang Bedagai memiliki iklim tropis dimana kondisi

iklimnya hampir sama dengan Kabupaten Deli Serdang sebagai kabupaten induk.

Pengamatan Stasiun Sampali menunjukkan rata-rata kelembaban udara per bulan

sekitar 84%, curah hujan berkisar antara 15 sampai dengan 438 mm perbulan

dengan periodik tertinggi pada bulan Oktober 2008, hari hujan per bulan berkisar

5-23 hari dengan periode hari hujan yang besar pada bulan September dan

November 2008. Rata-rata kecepatan angin berkisar 1,4 m/dt dengan tingkat

penguapan sekitar 3,8 (BPS Kabupaten Serdang Bedagai, 2009).

Penduduk

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan kabupaten baru yang merupakan

hasil pemekaran dari wilayah Kabupaten Deli Serdang. Jumlah penduduk

Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2008 berjumlah penduduk laki-laki

316.745 jiwa dan perempuan 313.983 jiwa. Jumlah rumah tangga mencapai

149.702 RT dan rata-rata penduduk per rumah tangga sebanyak 4 orang.

Kepadatan penduduk Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2008 adalah

sebesar 332 jiwa/km2. Kepadatan penduduk terbesar adalah di Kecamatan

(37)

penduduk terendah adalah Kecamatan Kotarih 111 jiwa/km2 dan Kecamatan

Bintang Bayu 134 jiwa/km2.

Ditinjau dari segi persebaran penduduk, jumlah penduduk terbesar adalah

di kecamatan perbaungan yaitu sebesar 101.052 jiwa atau sebesar 16,02 % dari

seluruh penduduk Kabupaten Serdang Bedagai. Jumlah penduduk terendah ada di

Kecamatan Kotarih yaitu sebesar 8.649 jiwa.

Dilihat dari segi umur, persentase penduduk usia 0-14 tahun sebesar 27,21

persen, 15-59 tahun sebesar 67,06 persen, dan 60 tahun keatas sebesar 5,73 persen

yang berarti jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan usia non

produktif dengan rasio beban ketergantungan sebesar 49,12 artinya setiap 100

orang penduduk usia produktif menanggung 49 orang penduduk usia non

produktif (BPS Kabupaten Serdang Bedagai, 2009).

Tenaga Kerja

Jumlah penduduk Kabupaten Serdang Bedagai yang merupakan angkatan

kerja sebanyak 292.112 orang, terdiri dari 271.879 orang berstatus bekerja dan

20.233 orang yang menganggur. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)

sebesar 63,62 persen dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) mencapai 6,93

persen (BPS Kabupaten Serdang Bedagai, 2009).

Administrasi

Wilayah administrasi Kabupaten Serdang Bedagai terdiri dari 17

kecamatan, 237 desa dan 6 kelurahan. Kecamatan yang paling banyak jumlah

desa/kelurahan adalah Kecamatan Perbaungan dan Dolok Masihul yaitu sebanyak

(38)

adalah Kecamatan Bandar Khalipah sebanyak 5 desa/kelurahan. Kabupaten

Serdang Bedagai didiami oleh penduduk dari beragam etnis/suku bangsa, agama

dan budaya. Suku-suku tersebut antara lain Karo, Melayu, Tapanuli, Simalungun,

Jawa dan lain-lain (BPS Kabupaten Serdang Bedagai, 2009).

Pendidikan dan Kebudayaan

Upaya untuk meningkatkan partisipasi sekolah dan kualitas pendidikan

masyarakat adalah dengan menyediakan sarana fisik pendidikan dengan jumlah

guru yang memadai. Pada tahun 2008 terdapat 457 Sekolah Dasar (SD) dengan

jumlah murid 77.655 orang dan jumlah guru 4.831 orang. Untuk Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama (SLTP) terdapat 83 sekolah 23.738 murid dan 1.738 orang guru.

Sementara itu untuk Sekolah Menengah Umum (SMU) terdapat 38 sekolah,

jumlah murid dan guru masing-masing 10.025 orang dan 881 orang. Pada tahun

yang sama, SLTA Kejuruan terdapat 28 sekolah, 448 guru dan 5.541 siswa

(BPS Kabupaten Serdang Bedagai, 2009).

Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah wakil masyarakat

pesisir, pimpinan organisasi profesi nelayan desa, pelaku usaha yang terkait,

tokoh masyarakat desa, pimpinan desa. Jumlah responden dalam penalitian ini

adalah 180 orang. Karakteristik responden digolongkan dalam beberapa aspek

yaitu umur, mata pencaharian, pendidikan dan pendapatan.

Umur

Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan dapat dilihat pada Grafik 2.

(39)

2.78%

20-30 31-40 41-50 51-60 > 60

Umur

F

reku

en

si

tahun dengan komposisi yang paling tinggi adalah 71 orang (39,44%), sedangkan

untuk umur 20-30 Tahun berada pada komposisi 2,78% merupakan komposisi

yang paling rendah yaitu 5 orang selengkapnya dapat dilihat pada Grafik 2.

Rata-rata umur responden adalah 45 tahun. Hal ini sesuai dengan Mantra (2004) yang

menyatakan bahwa usia produktif tenaga kerja berada dalam kelas umur 15-64

tahun dapat disimpulkan bahwa rata-rata masyarakat yang menjadi responden

berada pada usia produktif. Pada umumnya bahwa semakin produktif suatu

pemikiran seseorang maka pemikiran itu akan semakin bernilai, dimana akan

selalu tertuju kepada kebutuhan kesejahteraan hidupnya. Sehingga dalam

memenuhi suatu kebutuhan seseorang itu akan terjadi suatu pemungutan hasil

hutan yang dengan tidak sadar sudah merusak hutan secara berlebihan mengambil

hasil hutan yang mengalami perubahan suatu hutan yang sudah tidak normal lagi

dengan perlahan-lahan. Oleh karena itu berbagai cara akan dilakukan termasuk

memanfaatkan hasil hutan itu sendiri tanpa memikirkan kelestariannya. Apabila

hal itu terjadi terus menerus dilakukan maka berbagai kerusakan pun akan terjadi.

(40)

2.78%

Jenis mata pencaharian responden dalam penelitian ini sebagai petani yaitu

52,2%. Selain itu responden juga bermata pencaharian karyawan/buruh (15,56%),

Pedagang (12,22%), Perangkat Desa (7,78%), Nelayan (9,44%) dan PNS (2,78%).

Selengkapnya dapat dilihat pada Grafik 3. Dilihat dari suatu sisi mata pencaharian

masyarakat bahwa profesi sebagai petani lebih tinggi hal ini dikarenakan bahwa

dalam penelitian ini masyarakat lebih memilih menjadi petani dibandingkan

nelayan dilihat dari segi hutan mangrove tersebut yang sudah tidak banyak

memiliki suatu fungsi ekologinya yang sekarang ini sudah memprihatinkan

sehingga responden lebih memilih bertani dibandingan menjadi nelayan. Tidak

semua responden dalam penelitian ini berada di wilayah pesisir akan tetapi ada

responden yang berada pada akses menuju ke wilayah pesisir sehingga semakin

baik mata pencaharian seseorang maka kemungkinan untuk merusak atau

memanfaatkan hutan mangrove akan semakin sedikit. Akan tetapi apabila jenis

pekerjaan yang selalu berhubungan dengan hutan maka kemungkinan untuk

merusak hutan juga akan semakin besar karena frekuensi untuk berinteraksi

dengan hutan lebih banyak untuk memenuhi suatu kebutuhan tersebut..

(41)

Pendidikan

Tingkat dari pendidikan responden telah mengecap pendidikan sembilan

tahun (SD sampai SMP), SD/SR (26,67%), SLTP/SMP (31,67%) dan tingkat

SMU yaitu 37,22 % dan peringkat tertinggi merupakan Perguruan Tinggi

(D1,D2,D3,Akademi, Sarjana Muda, Sarjana) yaitu 8 % . Seperti pada Grafik 4.

Semakin tinggi pendidikan masyarakat, maka semakin tinggi kemampuan

seseorang dalam menyerap informasi.

Dilihat hasil yang diperoleh pada grafik 4, bahwa tingkat pendidikan di

Kabupaten Serdang Bedagai ini cukup baik, hal ini dilihat dari responden yang

berada pada daerah yang merupakan daerah akses untuk menuju ke wilayah

pesisir sedangkan responden yang berada di wilayah pesisir itu sendiri tingkat

pendidikannya masih rendah hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti biaya

pendidikan yang tinggi dan tidak terjangkau oleh masyarakat. Disamping itu,

lokasi sekolah yang jauh dari tempat tinggal merupakan salah satu alasan bagi

masyarakat untuk memilih tidak bersekolah. Sekolah yang ada di wilayah pesisir

hanya sampai pada tingkat SD bagi masyarakat yang ingin melanjutkan ke tingkat

yang lebih tinggi harus ke luar daerah tersebut sedangkan masyarakat yang berada

pada daerah yang merupakan akses menuju wilayah pesisir ini tingkat

pendidikannya lebih baik.

Dikarenakan lokasi sekolah yang tidak jauh dan memiliki mata

pencaharian yang cukup untuk kesejahteraan hidupnya. Dimana responden yang

berada pada wilayah pesisir kebanyakan bekerja sebagai nelayan karena dari

penghasilan yang tidak menentu dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhannya

(42)

2.78%

20-30 31-40 41-50 51-60 > 60

Umur

F

reku

en

si

pada sekolah sehingga besar kemungkinan dilihat dari tingkat pendidikan bahwa

kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian hutan masih kurang.

Grafik 4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendapatan

Tingkat pendapatan responden lebih banyak antara Rp.1.000.000 adalah

64 orang dengan tingkat persentasi 35.56, karena dilihat dari mata pencaharian

responden lebih banyak sebagai petani dan rata-rata penghasilan antara

Rp.1.000.000 – Rp. 1.999.000 yaitu 76 orang dengan tingkat persentasi 42,22%

sedangkan yang paling sedikit yaitu dengan pendapatan Rp. 3.000.000 – Rp.

3.999.000 adalah 8 orang dengan tingkat persentasi 4.44% sedangkan tingkat

penghasilan diatas Rp 4.000.000 yaitu 10 orang dengan tingkat persentasi 5.56%.

Pendapatan yang diterima responden sebagian merupakan hasil dari pemanfaatan

ekosistem mangrove yang berada di pesisir, dan ada juga responden yang

menambah pendapatannya dari sumber lain selain dari pekerjaan pokok yaitu

pekerjaan sampingan lainnya.

Pendapatan responden yang berada di wilayah pesisir ini pada dasarnya

dibedakan atas perbedaan jumlah dan aktivitas responden terhadap pekerjaan yang

(43)

responden memiliki 2 (dua) profesi sebagai pegawai negri sipil dan sebagai usaha

sampingannya ia juga berprofesi sebagai petani tetapi pada penelitian ini hanya

beberapa responden yang memiliki profesi tersebut.

Grafik 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Analisis Regresi Linier Berganda

Pengaruh kerusakan dan perubahan kesesuaian peruntukan ekosistem mangrove terhadap pengembangan wilayah dikawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai adalah pendapatan rumah tangga, kesempatan kerja, kesempatan berwirausaha, ketersedian bahan baku, aksesibilitas ekonomi masyarakat terhadap sumber daya mangrove.

Pendapatan Rumah Tangga

Hasil analisis yang telah dilakukan dengan metode enter merupakan suatu

metode dalam pembentukan taksiran model regresi dimana semua variabel bebas

dilibatkan dalam pembentukan persamaan regresinya. Hasil analisis yang telah

dilakukan seperti pada lampiran 4 maka diperoleh persamaan regresinya yaitu

(44)

Pada persamaan diatas tampak nilai konstanta 1.973 secara matematis nilai

konstanta ini menyatakan bahwa pada tingkat kerusakan dan perubahan

peruntukan bernilai 0, maka pendapatan rumah tangga (Y1) memiliki nilai 1,973.

Nilai b1= 0,066 dan b2= 0,042 yang bertanda positif berarti memiliki hubungan

yang searah sedangkan yang bertanda negatif berarti memiliki hubungan yang

tidak searah.

Berdasarkan dengan uji F tidak signifikan karena nilai F hitung < F tabel

dimana nilai F hitung (0,949) < F tabel (4,20). Sedangkan dengan uji t maka

diperoleh t hitung > t tabel. Variabel bebas X1 tidak berpengaruh signifikan

terhadap Y1 yaitu t hitung (0,985) > t tabel (1,703). Variabel X2 tidak

berpengaruh terhadap Y1 yaitu t hitung (1.068) > t tabel (1.703).

Berdasarkan hasil perhitungan lampiran 4 diperoleh R adalah 0,103 berarti

(10%) hubungan antara variabel X terhadap Y tidak erat, karena semakin besar R

berarti hubungan semakin erat. R square sebesar 0.011 berarti pengaruh kerusakan

dan peruntukan kesesuaian hanya dapat dijelaskan 1,1 % sedangkan sisanya tidak

diteliti oleh penelitian.

Untuk mendapatkan gambaran kerusakan dan kesesuaian, dilakukan

dengan menggunakan uji t dan uji F untuk mengetahui beberapa indikator yang

sudah di analisis diantarnya pendapatan rumah tangga dari hasil yang diperoleh

bahwa dapat dilihat tidak ada berpengaruh tingkat kerusakan dan kesesuain lahan

terhadap pendapatan rumah tangga dimana nilai t hitung dan F hitung tidak

(45)

Kesempatan Kerja

Hasil analisis yang telah dilakukan seperti pada lampiran 5 maka diperoleh

persamaan regresinya yaitu sebagai berikut :

Y2 = a1+b2.1X1+b2.2X2

Y2 = 1,952 + 0,251X1 + 0,040X2

Pada persamaan diatas tampak nilai konstanta 1,952 secara matematis nilai

konstanta ini menyatakan bahwa pada tingkat kerusakan dan perubahan

peruntukan bernilai 0, maka pendapatan rumah tangga (Y1) memiliki nilai 1,952.

Nilai b1= 0,251 dan b2= 0,040 yang bertanda positif berarti memiliki hubungan

yang searah sedangkan yang bertanda negatif berarti memiliki hubungan yang

tidak searah.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dengan nilai F hitung dengan F tabel

diperoleh F hitung (6,850) > F tabel (4.20) dengan tingkat signifikan 0,001.

Sedangkan Uji t bahwa variabel X1 berpengaruh terhadap Y2 dengan t hitung

(3,654) > t tabel (1,701) dan pada variabel X2 tidak berpengaruh nyata terhadap

Y2 dengan t hitung (0.998) > t tabel (1.703)

Berdasarkan hasil perhitungan lampiran 5 diperoleh R adalah 0,268 berarti

(26%) hubungan antara variabel X terhadap Y tidak erat, karena semakin besar R

berarti hubungan semakin erat. R square sebesar 0.072 berarti pengaruh kerusakan

dan peruntukan kesesuaian hanya dapat dijelaskan 7,2 % sedangkan sisanya tidak

diteliti oleh penelitian ini.

Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa kesempatan kerja berpengaruh

terhadap kerusakan sedangkan dengan tingkat kesesuaian lahan tidak berpengaruh

(46)

harus dengan proses dan syarat yang sulit dan melalui proses persaingan atau

seleksi yang ketat sehingga kerusakan hutan mangrove juga berdampak terhadap

kesempatan kerja, sebelum terjadinya kerusakan ekosistem mangrove masyarakat

mudah bekerja dan berusaha untuk mendapatkan pekerjaan. Akan tetapi, setelah

terjadinya kerusakan ekosistem mangrove masyarakat pesisir mengatakan agak

sulit bekerja dan berusaha di sektor perikanan sesudah terjadinya kerusakan

ekosistem mangrove tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Simanjuntak,

1985) dilihat bahwa umumnya masyarakat pantai (85,4%) menyatakan bahwa

sebelum terjadinya kerusakan ekosistem hutan bakau, mereka “mudah bekerja dan

berusaha sampai dengan agak mudah bekerja dan berusaha” untuk mendapatkan

pekerjaan. Hanya 3,2% masyarakat pantai yang menyatakan “agak sulit bekerja

dan berusaha” di sektor perikanan sebelum terjadinya kerusakan ekosistem hutan

bakau, bahkan tidak ada yang menyatakan “sangat sulit”. Akan tetapi, setelah

terjadinya ekosistem hutan bakau yang terjadi justru sebaliknya dimana 45,2%

masyarakat pantai menyatakan agak sulit bekerja dan berusaha di sektor perikanan

dan bahkan 43,5% masyarakat pantai menyatakan “sulit bekerja dan berusaha”,

dan hanya 1,6 % yang menyatakan mudah untuk bekerja dan berusaha di sektor

perikanan sesudah terjadinya kerusakan ekosistem hutan bakau.

Kesempatan Berwirausaha

Hasil analisis yang telah dilakukan seperti pada lampiran 6 maka diperoleh

persamaan regresinya yaitu sebagai berikut :

Y3 = a1+b3.1X1+b3.2X2

(47)

Pada persamaan diatas tampak nilai konstanta 1,592 secara matematis nilai

konstanta ini menyatakan bahwa pada tingkat kerusakan dan perubahan

peruntukan bernilai 0, maka pendapatan rumah tangga (Y1) memiliki nilai 1,592.

Nilai b1= 0,202 dan b2= - 0,015 yang bertanda positif berarti memiliki hubungan

yang searah sedangkan yang bertanda negatif berarti memiliki hubungan yang

tidak searah.

Berdasarkan dengan uji F yang dilakukan secara bersama – sama maka

hasil yang diperoleh yaitu nilai F hitung (3.126) < F tabel (4.20). Sedangkan uji t

yang diperoleh bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel dimana X1

berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap variabel terikat Y3 yaitu nilai t

hitung (2.346) > t tabel (1.703) berarti berpengaruh nyata.

Berdasarkan hasil perhitungan lampiran 6 diperoleh R adalah 0,185 berarti

(18%) hubungan antara variabel X terhadap Y tidak erat, karena semakin besar R

berarti hubungan semakin erat. R square sebesar 0.034 berarti pengaruh kerusakan

dan peruntukan kesesuaian hanya dapat dijelaskan 3,4 % sedangkan sisanya tidak

diteliti oleh penelitian ni.

Pada kasus kesempatan berwirausaha pengaruh kerusakan dan kesesuaian

yang diperoleh melalui analisis regresi hanya 3,4 % dimana hampir tidak ada

kegiatan wirausaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat pesisir. Bahwa sebelum

terjadinya kerusakan ekosistem mangrove masyarakat pesisir mudah untuk

berwirausaha. Yang dimaksud kegiatan wirausaha masyarakat peisisir umunya

berbasis pemanfaatan sumberdaya perikanan dan usaha pendukung kebutuhan

(48)

laut, suplai kebutuhan melaut dan kebutuhan harian rumah tangga, jasa pembuatan

alat penangkapan, dan lain-lain.

Ketersediaan/Kemudahan Bahan Baku

Hasil analisis yang telah dilakukan seperti pada lampiran 7 maka diperoleh

persamaan regresinya yaitu sebagai berikut :

Y4 = a1+b4.1X1+b4.2X2

Y4 = 1,825 + 0,176 X1 + 0,018 X2

Pada persamaan diatas tampak nilai konstanta 1,825 secara matematis nilai

konstanta ini menyatakan bahwa pada tingkat kerusakan dan perubahan

peruntukan bernilai 0, maka pendapatan rumah tangga (Y1) memiliki nilai 1,825.

Nilai b1= 0,176 dan b2= 0,018 yang bertanda positif berarti memiliki hubungan

yang searah sedangkan yang bertanda negatif berarti memiliki hubungan yang

tidak searah.

Berdasarkan penentuan validitas model secara bersama-sama dilakukan

dengan uji F dengan membandingkan nilai F hitung (2.979) < F tabel (4.20).

sedangkan Uji t maka diperoleh t hitung > t tabel. Variabel bebas X1 berpengaruh

signifikan terhadap Y4 yaitu t hitung (2.346) > t tabel (1,703).

Berdasarkan hasil perhitungan lampiran 7 diperoleh R adalah 0,180 berarti

(18%) hubungan antara variabel X terhadap Y tidak erat, karena semakin besar R

berarti hubungan semakin erat. R square sebesar 0.033 berarti pengaruh kerusakan

dan peruntukan kesesuaian hanya dapat dijelaskan 3,3 % sedangkan sisanya tidak

diteliti oleh penelitian ini.

Ketersediaan bahan baku sangat sulitnya mendapatkannya jika pun ada

(49)

yang sangat sulit untuk diperoleh dengan nilai harga tidak ekonomis. Penyebab

berkurangnya bahan baku adanya kegiatan pertambakan yang menyebabkan

tingkat kerusakan dan tingkat perubahan peruntukan ekosistem hutan mangrove

itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bengen (2001) menjelaskan bahwa

kerusakan dan perubahan kesesuaian peruntukan dikarenakan adanya fakta bahwa

sebagian manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengintervensi

ekosistem mangrove sehingga terjadi alih fungsi lahan seperti pertambakan,

pemukiman, industri dan sebagainya.

Aksesibilitas Ekonomi Masyarakat Terhadap Sumberdaya Mangrove

Hasil analisis yang telah dilakukan seperti pada lampiran 4 maka diperoleh

persamaan regresinya yaitu sebagai berikut :

Y5 = a1+b5.1X1+b5.2X2

Y5 = 2,049 – 0,203X1 + 0,124 X2

Pada persamaan diatas tampak nilai konstanta 2,049 secara matematis nilai

konstanta ini menyatakan bahwa pada tingkat kerusakan dan perubahan

peruntukan bernilai 0, maka aksesibilitas ekonomi masyarakat terhadap

sumberdaya mangrove (Y5) memiliki nilai 2,049. Nilai b1= -0,203 dan b2= 0,124

yang bertanda positif berarti memiliki hubungan yang searah sedangkan yang

bertanda negatif berarti memiliki hubungan yang tidak searah.

Berdasarkan dengan uji F tidak signifikan karena nilai F hitung < F tabel

dimana nilai F hitung (5.056) < F tabel (4.20). Sedangkan dengan uji t maka

diperoleh t hitung > t tabel. Variabel bebas X1 berpengaruh signifikan terhadap

(50)

yaitu t hitung (2.413) > t tabel (1.703) berpengaruh nyata terhadap tingkat

kerusakan dan keseuaian.

Berdasarkan hasil perhitungan lampiran 4 diperoleh R adalah 0,232 berarti

(20%) hubungan antara variabel X terhadap Y tidak erat, karena semakin besar R

berarti hubungan semakin erat. R square sebesar 0.054 berarti pengaruh kerusakan

dan peruntukan kesesuaian hanya dapat dijelaskan 5,4 % sedangkan sisanya tidak

(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tingkat kerusakan dan perubahan kesesuaian peruntukan ekosistem

mangrove tidak berpengaruh atau tidak signifikan terhadap pendapatan

rumah tangga karena nilai t hitung (0.985) > t tabel (1,701) dengan nilai

signifikansinya adalah 0.389 > 0.05 sehingga Ha ditolak.

2. Tingkat kerusakan berpengaruh terhadap kesempatan kerja karena nilai t

hitung (3.654) > t tabel (1.703) sedangkan tingkat perubahan kesesuaian

peruntukan ekosistem tidak berpengaruh karena t hitung (0.998) > t tabel

(1.703). Tingkat signifikansinya adalah 0.001 > 0.05 artinya Ha diterima,

sedangkan terhadap tingkat perubahan kesesuaian peruntukan ekosistem

tidak berpengaruh karena t hitung (0,998) > t tabel (1.703).

3. Tingkat kerusakan berpengaruh terhadap kesempatan berwirausaha karena

nilai t hitung (2.500) > t tabel (1.703) sedangkan tingkat perubahan

kesesuaian peruntukan ekosistem tidak berpengaruh karena t hitung (-0.314)

> t tabel (1.703). Tingkat signifikansinya adalah 0.046 > 0.05 artinya Ha

diterima

4. Tingkat kerusakan ekosistem mangrove tidak berpengaruh atau tidak

signifikan terhadap ketersedian atau kemudahan bahan baku yang memiliki

nilai signifikan terhadap kerusakan mangrove karena nilai F hitung (2.979) <

F tabel (4.20) dengan nilai signifikansinya adalah 0.053 > 0.05 Sehingga Ha

ditolak, dengan uji t nilai t hitung (2.346) > t tabel (1.703) sedangkan

terhadap tingkat perubahan kesesuaian peruntukan ekosistem tidak

(52)

5. Tingkat kerusakan ekosistem mangrove tidak berpengaruh atau tidak

signifikan terhadap Aksesibilitas ekonomi masyarakat terhadap sumberdaya

mangrove karena nilai F hitung (5.056) < F tabel (4.20) dengan nilai

signifikansinya adalah 0.007 > 0.05 sehingga Ha ditolak, dengan uji t nilai t

hitung (2.331) > t tabel (1.703) sedangkan terhadap tingkat perubahan

kesesuaian peruntukan ekosistem berpengaruh karena t hitung (2.413) > t

tabel (1.703).

Saran

Diharapakan adanya penelitian lanjutan mengenai analisis

mencegah/mengurangi kerusakan dan perubahan kesesuaian peruntukan lahan di

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Alkadri et.al. 1999. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Jakarta.

Anonimous. 1995. Buku Petunjuk Praktis Penanaman Mangrove. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.

Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dephut. 1997. Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan Mangrove di Indonesia. Departemen Kehutanan RI. Jakarta.

Departemen Kelutan dan Perikanan. 2002. Pedoman Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Ditjend. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DKP Jakarta.

Kusmana, C., S. Wilarso, I. Hilwan, P. Pamoengkas, C. Wibowo, T. Tiryana, A. Triswanto, Yunasfi dan Hamzah. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan-Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lindawati, 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peluang Berusaha dan Kegiatan Ekonomi Rumah Tangga Istri Nelayan Pekerja di Kecamatan Medan Belawan. Jurnal Wahana Hijau Vol.3 No.1. Program Doktor Perencanaan Wilayah SPS USU. Medan.

Pemkab. Serdang Bedagai, 2009. Potensi Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. Website Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai. Serdangbedagaikab.go.id. tgll akses 15 Oktober 2009).

Purwoko, A. 2005. Dampak Kerusakan Ekosistem Hutan Bakau (Mangrove) terhadap Pendapatan Masyarakat Pantai di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Jurnal Wahana Hijau Vol 1 No. 1. Program S3 Perencanaan Wilayah SPS USU. Medan.

Puryono, Sri KS. 2006. Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat. Majalah Kehutanan Indonesia, Edisi II Th 2006. Departemen Kehutanan RI. Jakarta. http:/majalah kehutanan indonesia/Pengelolaan mangrove berbasis masyarakat.htm. (tanggal akses 27 Mei 2009)

(54)

Ramli & Purwoko, A. 2003. Peran dan Fungsi Hutan Mangrove dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir Terpadu. Makalah pada Lokakarya Antar Sektor dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut di Kabupaten Deli Serdang. Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Deli Serdang. T. Morawa.

Rumapea, M. 2005. Pengaruh Keberadaan Hutan Bakau (Mangrove) terhadap Usaha Produksi Arang dan Perekonomian Daerah di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Jurnal Wahana Hijau Vol.1 No.2. Program Doktor Perencanaan Wilayah SPS USU. Medan.

Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta.

Savitri, L.A. dan Khazali, M. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir. PSKPL-IPB. Bogor.

Sihite, J., Lense, O., Surartri, R., Gustiar, C., dan Kosamah, S. 2005. The Nature Conservancy (TNC). Southeast Asia Center for Marine Protected Areas (SEA CMPA). Bali

Sirojuzilam, 2007. Perencanaan Tata Ruang dan Perencanaan Wilayah (Spatial Planning and Regional Planning). Jurnal Wahana Hijau Vol.2 No.3. Program Doktor Perencanaan Wilayah SPS USU. Medan

Simanjuntak, T. 1985. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

(55)

Lampiran 1. Kuisioner

A. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama :

2. Umur : tahun

3. Jenis Kelamin : *laki-laki/perempuan 4. Pendidikan Terakhir : a. Tidak tamat SD

7. Asal Kecamatan/Desa :

8. Kelompok Responden :

(*Coret yang tidak perlu)

B. PERTANYAAN PANDUAN (mohon melingkari atau yang Bpk/Ibu anggap benar)

No. Pertanyaan

1. Berapakah pendapatan keseluruhan (pokok dan sampingan) yang saudara terima per bulan?

2. Bagaimanakah kesempatan kerja yang dimiliki oleh masyarakat sekitar pesisir?

a. Sangat sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kecakapan yang dimiliki, tidak tersedia banyak dan seleksi sangat ketat

b. Sangat sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kecakapan yang dimiliki, meski tersedia cukup namun seleksi sangat ketat

c. Adanya pekerjaan yang sesuai dengan kecakapanyang dimiliki namun seleksi sangat ketat

d. Adanya pekerjaan yang sesuai dengan kecakapan yang dimiliki dan seleksi tidak begitu ketat/mudah

(56)

yang dimiliki dan seleksi tidak ketat

3. Bagaimanakah kesempatan berwirausaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat pesisir?

a. Hampir tidak ada kegiatan wirausaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat pesisir

b. Sangat sulit berwirausaha sesuai dengan kecakapan yang dimiliki, dan persaingan sangat ketat

c. Ada kesempatan berwirausaha yang sesuai dengan kecakapan yang dimiliki namun persaingan ketat

d. Ada kesempatan berwirausaha yang sesuai dengan kecakapan yang dimiliki, dan persaingan tidak ketat

e. Kesempatan berwirausaha erbuka luas sesuai dengan kecakapan yang dimiliki, dan persaingan tidak ketat

4. Bagimanakah ketersediaan bahan baku yang diperlukan oleh masyarakat pesisir yang bersumber dari lingkungan sekitarnya untuk melakukan kegiatan wirausaha?

a. Bahan baku sangat sulit dengan harga yang mahal

b. Bahan baku sulit diperoleh, jumlahnya sangat terbatas dan harganya mahal

c. Bahan baku tidak selalu tersedia, sehingga harus melalui persaingan harga

d. Bahan baku tersedia cukup dan kegiatan produksi dapat dilakukan e. Bahan baku tersedia cukup dan murah

5. Bagaimanakah masyarakat pesisir mendapatkan bahan baku ang bersumber dari lingkungan sekitarnya untuk melakukan kegiatan wirausaha?

a. Sangat sulit dan hampir tidak bisa memanfaatkan sumber daya ekosistem mangrove

b. Sangat sulit dan jika bisa dimanfaatkan harus mengeluarkan energi dan biaya yang besar

c. Cukup mudah, namun harus mengeluarkan biaya dan energi yang besar

(57)

Lampiran 2 . Data Primer Penelitian

7 Joni Pandjaitan Pekan Sialang Buah 1 Teluk mengkudu

1 5

19 Mahasun Sinaga Sialang Buah 1 Teluk mengkudu

(58)

29 Syarif Santoso Naga Kisar 5 Pantai Cermin 1 2 2 2 2

30 Bambang Suwondo Naga Kisar 6 Pantai Cermin 1 2 3 2 1

31 Saud Pardede Pematang Kuala 1 Tanjung Beringin

(59)

61 Sangaji Pekan Bandar 1 Bandar Khalipah

67 Aler Harianja Gelam sei sarimah 1 Bandar Khalipah

4 5

79 Abdul Gafar Pematang Guntung 2 Teluk Mengkudu

(60)

93 Burhanuddin Kuala Lama 3 Pantai Cermin 1 2 2 3 2

103 Rosmiwati Pantai Cermin Kanan 1 Pantai Cermin

2 4

115 Fauzi Tebing Tinggi 1 Tanjung Beringin

(61)

124 Beti Kampung Juhar 4 Bandar Khalifah 1 1 5 2 3

125 Kasidi Kampung Juhar 5 Bandar Khalifah 2 1 2 2 2

126 S.Salamon Lumban

Tungkup Kampung Juhar 6 Bandar Khalifah 3 1 2 1 2

127 Hotman Sirait Bandar Tengah 1 Bandar Khalifah

2 5

139 Fajar Wahono Pematang Setrak 1 Teluk Mengkudu

(62)

152 Jenda Kita Bukit Sementara 3 Pantai Cermin 5 1 2 1 1

163 Samsinur Pematang Kasih 1 Pantai Cermin

(63)

Lampiran 3 . Output SPSS dengan Metode Enter (Y1)

Tkt.Kerusakana . Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Pendapatan

Model Summary

a. Predictors: (Constant), Tkt.Kesesuaian, Tkt.Kerusakan

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1.302 2 .651 .949 .389a

Residual 121.425 177 .686

Total 122.728 179

a. Predictors: (Constant), Tkt.Kesesuaian, Tkt.Kerusakan

b. Dependent Variable: Pendapatan

Coefficientsa

(64)

Lampiran 4 . Output SPSS dengan Metode Enter (Y2)

Tkt.Kerusakana . Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Kes.Kerja

Model Summary

a. Predictors: (Constant), Tkt.Kesesuaian, Tkt.Kerusakan

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 9.983 2 4.991 6.850 .001a

Residual 128.967 177 .729

Total 138.950 179

a. Predictors: (Constant), Tkt.Kesesuaian, Tkt.Kerusakan

b. Dependent Variable: Kes.Kerja

Coefficientsa

(65)

Lampiran 5 . Output SPSS dengan Metode Enter (Y3)

Tkt.Kerusakana . Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Berwirausaha

Model Summary

a. Predictors: (Constant), Tkt.Kesesuaian, Tkt.Kerusakan

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 6.259 2 3.129 3.126 .046a

Residual 177.186 177 1.001

Total 183.444 179

a. Predictors: (Constant), Tkt.Kesesuaian, Tkt.Kerusakan

b. Dependent Variable: Berwirausaha

Coefficientsa

(66)

Lampiran 6. Output SPSS dengan Metode Enter (Y4)

Tkt.Kerusakana . Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Bhn.Baku

Model Summary

a. Predictors: (Constant), Tkt.Kesesuaian, Tkt.Kerusakan

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 5.168 2 2.584 2.979 .053a

Residual 153.559 177 .868

Total 158.728 179

a. Predictors: (Constant), Tkt.Kesesuaian, Tkt.Kerusakan

b. Dependent Variable: Bhn.Baku

Coefficientsa

Gambar

Grafik 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Grafik 3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian
Grafik 4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Grafik 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul sebagaimana telah

[r]

2.3.1 Kompetensi Keahlian : Teknik Energi Surya, Hidro dan Angin.. MATA

NOMOR 34 TAHUN 2010 TANGGAL 12 Januari 2010 DAFTAR LAMPIRAN PESERTA TUGAS BELAJAR PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PADA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA BAGI

[r]

12.Peraturan Bupati Bantul Nomor 24 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bupati Bantul Nomor 25 A Tahun 2007 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pendidikan Tugas

Badan Pusat Statistik, 2008, Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan,

kerana dengan izin, limpah dan kurniaNya jua dapat saya menyampaikan sepatah dua kata bagi mengisi ruangan di Modul Latihan Sukan Untuk Guru Penasihat Kelab Sukan Sekolah