• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kebutuhan Pembangunan Terminal Barang di Kabupaten Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kebutuhan Pembangunan Terminal Barang di Kabupaten Asahan"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBUTUHAN PEMBANGUNAN TERMINAL

BARANG DI KABUPATEN ASAHAN

(2)

ANALISIS KEBUTUHAN PEMBANGUNAN TERMINAL

BARANG DI KABUPATEN ASAHAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Perdesaan

pada Sekolah Pasacasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

FAHMI PANDAPOTAN

087003044/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS KEBUTUHAN PEMBANGUNAN TERMINAL BARANG DI KABUPATEN ASAHAN

Nama Mahasiswa : Fahmi Pandapotan

Nomor Pokok : 08700-3044

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Ketua

)

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE Anggota

) (Kasyful Mahali, SE, M.Si

Anggota

)

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 7 Februari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE

Anggota : 1. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE

2. Kasyful Mahalli, SE, M.Si

3. Dr. Rujiman, MA

(5)

ANALISIS KEBUTUHAN PEMBANGUNAN TERMINAL BARANG DI KABUPATEN ASAHAN

ABSTRAK

Kisaran menjadi tempat tujuan masuk bagi bahan baku dengan skala besar dalam waktu dan lokasi yang berbeda-beda, selain industri kegiatan ekonomi lainnya yang menjadi sumber PDRB yang cukup berarti adalah perdagangan, tingginya jumlah barang – barang komoditi yang masuk ke Kisaran menyebabkan banyaknya

jumlah kendaraan berat yang memasuki kawasan CBD (centra busenissdistrict), hal

ini disebabkan karena setiap pengusaha memiliki gudang untuk penyimpanan barang masing – masing yang lokasinya berada dikawasan perkotaan, hal ini berdampak negatif bagi system transportasi Kota Kisaran, untuk mengurangi dampak negatif tersebut kabupaten asahan telah merencanakan pembangunan Terminal Barang sebagai fasilitas pelayanan publik dibidang transportasi dan juga sebagai sumber pendapatan asli daerah yang baru bagi Kabupaten Asahan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan dan tanggapan masyarakat terhadap pembangunan terminal barang di Kabupaten Asahan dan untuk mengetahui tanggapan pengusaha terhadap perubahan peraturan dengan adanya pembangunan terminal barang tersebut.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pembangunan dan pengoperasian terminal barang, kendaraan angkutan bertonase besar tidak diperbolehkan lagi masuk kawasan kota.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan dengan adanya pembangunan terminal barang maka terjadi kenaikan biaya transportasi bagi pengusaha sebagai akibat bongkar muat di terminal barang, serta terjadinya perubahan sirkulasi dan pengangkutan barang di Kabupaten Asahan. Sedangkan menurut masyarakat sebagai pengguna jalan antara lain: pengemudi angkutan kota, pengemudi sepeda motor dan pengemudi mobil pribadi berpendapat bahwa terminal barang di butuhkan untuk menciptakan kenyamanan berlalulintas karena dengan adanya terminal tersebut maka kendaraan bertonase besar tidak akan memasuki kawasan Kota Kisaran.

Rekomendasi yang dapat diajukan adalah agar tercapai pelayanan yang optimal maka pemerintah perlu mengkaji aspek eksternalitas yang ditimbulkan oleh keberadaan angkutan barang bertonase besar di dalam kota serta penentuan besaran harga yang merupakan keseimbangan antara yang menimbulkan dampak dan yang terkena dampak dari pembangunan terminal barang tersebut.

(6)

GOODS TERMINAL DEVELOPMENT NEEDS ANALYSIS IN ASAHAN DISTRICT

ABSTRACT

Kisaran is the entry for a destination of raw materials with a large scale in time and different locations, in addition to industry and other economic activities that become a significant source of GDP is trade, the high amount of goods that enter the range of commodities led to the large number of heavy vehicles entering the CBD region (centra buseniss district), this is because every business has a warehouse for storage of their goods - each, the location of the urban region, this negatively affects the range of urban transport systems, to reduce the negative impact of the planned development district shavings goods terminal as a public service facilities in the field of transport and also as a source of new revenue for the district shavings.

This study aims to determine the needs and public response to the development of goods terminal at District of Asahan and to know the reference of regulatory changes businesses with the development of goods terminal. Assumptions used in this study is by the construction and operation of the goods terminal, a large transport vehicles are not allowed anymore bertonase entrance area of the city.

The conclusion from the results of this study indicate the presence of the terminal building stuff then there is an increase of transport costs for businesses due at the terminal loading and unloading of goods, as well as the occurrence of changes in the circulation and transport of goods in the District of Asahan.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “Analisis Kebutuhan

Pembangunan Terminal Barang di Kabupaten Asahan “.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister dalam program studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat dukungan dan bantuan

serta masukan dari berbagai pihak. Segenap perhatian yang diberikan kepada penulis

dengan tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang

terhomat:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(k) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan;

3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Ketua Komisi

Pembimbing yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingannya yang sangat

bermanfaat bagi penyusunan tesis ini ;

4. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE dan Bapak Kasyful Mahali, SE, M.Si

yang masing-masing selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

memberikan berbagai informasi, meluangkan waktu dan pikirannya dalam

mengkoreksi sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik;

5. Kepada Orang tuaku, yang telah memberi dukungan dan doa selama proses

pembelajaran di Sekolah Pascasarjana USU;

6. Kepada Istriku tercinta dan anakku tersayang yang telah mendukung dan

membantu dalam proses penyelesaian sebagian besar pengerjaan tesis ini;

7. Kepada Abang, kakak, adik-adik seta segenap keluarga besarku atas dukungan

(8)

8. Kepada semua pihak yang membantu terlaksananya tesis ini, terima kasih atas

dukungannya dan doanya selama ini.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga tesis ini

dapat berguna bagi kita semua.

Medan, Februari 2012

(9)

RIWAYAT HIDUP

Fahmi Pandapotan, Lahir di Jakarta pada tanggal 2 Maret 1984. Anak pertama

dari 3 bersaudara dengan orang tua Ayah H. Mustami Nasution dan Ibu Hj.

Nurhaidah.

Menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD 010083 di Kisaran pada

tahun 1996, menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama I di Kisaran tahun 1999,

menyelesaikan Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Medan pada tahun 2002 dan

melanjutkan pendidikan melalui Tugas Belajar dari Kabupaten Asahan di Sekolah

Tinggi Ilmu Administrasi Negarai Lembaga Administrasi Negara (STIA-LAN)

Jakarta pada tahun 2007.

Pada Januari 2008 kembali dari Tugas Belajar dan mulai bertugas di Badan

Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Asahan selama setahun, kemudian bertugas

di Kelurahan Sendang Sari selama setahun dan kemudian pindah tugas di Kelurahan

Bunut sampai saat ini.

Pada tahun 2009 atas izin belajar dari Pemerintah Kabupaten Asahan

melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

(10)

DAFTAR ISI

2.1 Interaksi Tata Guna Lahan – Sistem Jaringan Transportasi .. 10

2.2 Manajemen Logistik ... 12

2.3 Terminal Barang ... 13

2.4 Aglomerasi Ekonomi ... 16

2.5 Perencanaan Transportasi ... 17

2.6 Sistem Transportasi ... 19

2.7 Angkutan Barang ... 22

(11)

2.9 Eksternalitas ... 27

2.10 Kerangka Pemikiran ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 31

3.1.1. Ruang Lingkup Substansial ... 31

3.1.2. Ruang Lingkup Spasial ... 32

4.1.1 Karakteristik Lokasi dan Daerah ... 38

4.2 Rencana Sistem Perkotaan ... 40

4.3. Pergerakan Arus Kendaraan Barang ... 44

4.4. Terminal dan Sarana Angkutan ... 54

4.5. Tanggapan Pengguna Moda Transportasi di Kota Kisaran ... 54

4.5.1 Angkutan Kota ... 54

4.5.2. Mobil Pribadi ... 56

4.5.3 Kendaraan bermotor Roda dua ... 57

4.6. Analisis Tanggapan Pengusaha terhadap Rencana Pembangunan Terminal Barang di Kota Kisaran ... 60

4.5.1 Kerusakan Jalan ... 60

4.5.2 Jenis Kendaraan yang Digunakan ... 63

4.5.3 Biaya Bongkar Muat Barang ... 64

(12)

4.5.5 Rencana Pengelolaan Barang ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran ... 70

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Angkutan Barang di Kabupaten Asahan ... 6

1.2. Persentase Jalan Kabupaten Menurut Kondisi Jalan ... 6

2.1. Satuan Mobil Penumpang ... 28

4.7. Rekapitulasi Hasil Wawancara dengan Pengemudi Angkutan Kota ... 57

4.8. Rekapitulasi Hasil Wawancara dengan Pengemudi Mobil Pribadi ... 59

4.9. Rekapitulasi Hasil Wawancara dengan Pengemudi Sepeda Motor ... 61

4.10. Tanggapan Pengusaha Terhadap Penyebab Kerusakan Jalan Akibat Kendaraan Bertonase Besar di Kabupaten Asahan ... 64

4.11. Tanggapan Pengusaha Teantang Pengangkutan Barang Setelah Terminal Barang di Oparasikan ... 66

4.12. Tanggapan Pengusaha Terhadap Kenaikan Biaya Bongkar Muat Setelah Pengoperasian Terminal Barang di Kabupaten Asahan ... 67

4.13. Kebutuhan Moda Transportasi Barang Setelah Pengoperasian Terminal Barang di Kabupaten Asahan ... 70

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Angkutan Barang di Ruas Jalan Perkotaan ... 4

2.1. Interaksi Guna Lahan Transportasi ... 11

2.2. Alur Proses Terminal ... 14

2.3. Preferensi Perusahaan untuk Perjalanan ... 19

2.4. Sistem Transportasi Makro ... 23

2.5. Kerangka Pemikiran analisa kebutuhan pembangunan terminal barang di Kabupaten Asahan ... 32

4.1. Arus Pergerakan Angkutan Barang ... 47

4.2. Arus Pergerakan Truk Ringan ... 49

4.3. Arus Pergerakan Truk Sedang ... 51

4.4. Arus Pergerakan Truk Berat... 53

4.5. Arus Pergerakan Barang ... 56

4.6. Grafik Tanggapan Pengusaha Terhadap Penyebab Kerusakan Jalan ... 65

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Wawancara dengan moda transportasi Penumpang/orang…. 75

2 . Garis Besar Wawancara dengan Dinas Perhubungan

Kabupaten Asahan ………... 76

3. Tanggapan Perusahaan Terhadap Terminal Barang …………. 77

4. Data Hasil Wawancara dengan Pengusaha ……….. 78

5. Data Hasil Wawancara dengan Moda Transportasi Penumpang/Orang (angkutan Kota, Mobil Pribadi

(16)

ANALISIS KEBUTUHAN PEMBANGUNAN TERMINAL BARANG DI KABUPATEN ASAHAN

ABSTRAK

Kisaran menjadi tempat tujuan masuk bagi bahan baku dengan skala besar dalam waktu dan lokasi yang berbeda-beda, selain industri kegiatan ekonomi lainnya yang menjadi sumber PDRB yang cukup berarti adalah perdagangan, tingginya jumlah barang – barang komoditi yang masuk ke Kisaran menyebabkan banyaknya

jumlah kendaraan berat yang memasuki kawasan CBD (centra busenissdistrict), hal

ini disebabkan karena setiap pengusaha memiliki gudang untuk penyimpanan barang masing – masing yang lokasinya berada dikawasan perkotaan, hal ini berdampak negatif bagi system transportasi Kota Kisaran, untuk mengurangi dampak negatif tersebut kabupaten asahan telah merencanakan pembangunan Terminal Barang sebagai fasilitas pelayanan publik dibidang transportasi dan juga sebagai sumber pendapatan asli daerah yang baru bagi Kabupaten Asahan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan dan tanggapan masyarakat terhadap pembangunan terminal barang di Kabupaten Asahan dan untuk mengetahui tanggapan pengusaha terhadap perubahan peraturan dengan adanya pembangunan terminal barang tersebut.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pembangunan dan pengoperasian terminal barang, kendaraan angkutan bertonase besar tidak diperbolehkan lagi masuk kawasan kota.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan dengan adanya pembangunan terminal barang maka terjadi kenaikan biaya transportasi bagi pengusaha sebagai akibat bongkar muat di terminal barang, serta terjadinya perubahan sirkulasi dan pengangkutan barang di Kabupaten Asahan. Sedangkan menurut masyarakat sebagai pengguna jalan antara lain: pengemudi angkutan kota, pengemudi sepeda motor dan pengemudi mobil pribadi berpendapat bahwa terminal barang di butuhkan untuk menciptakan kenyamanan berlalulintas karena dengan adanya terminal tersebut maka kendaraan bertonase besar tidak akan memasuki kawasan Kota Kisaran.

Rekomendasi yang dapat diajukan adalah agar tercapai pelayanan yang optimal maka pemerintah perlu mengkaji aspek eksternalitas yang ditimbulkan oleh keberadaan angkutan barang bertonase besar di dalam kota serta penentuan besaran harga yang merupakan keseimbangan antara yang menimbulkan dampak dan yang terkena dampak dari pembangunan terminal barang tersebut.

(17)

GOODS TERMINAL DEVELOPMENT NEEDS ANALYSIS IN ASAHAN DISTRICT

ABSTRACT

Kisaran is the entry for a destination of raw materials with a large scale in time and different locations, in addition to industry and other economic activities that become a significant source of GDP is trade, the high amount of goods that enter the range of commodities led to the large number of heavy vehicles entering the CBD region (centra buseniss district), this is because every business has a warehouse for storage of their goods - each, the location of the urban region, this negatively affects the range of urban transport systems, to reduce the negative impact of the planned development district shavings goods terminal as a public service facilities in the field of transport and also as a source of new revenue for the district shavings.

This study aims to determine the needs and public response to the development of goods terminal at District of Asahan and to know the reference of regulatory changes businesses with the development of goods terminal. Assumptions used in this study is by the construction and operation of the goods terminal, a large transport vehicles are not allowed anymore bertonase entrance area of the city.

The conclusion from the results of this study indicate the presence of the terminal building stuff then there is an increase of transport costs for businesses due at the terminal loading and unloading of goods, as well as the occurrence of changes in the circulation and transport of goods in the District of Asahan.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan daerah pada dasarnya adalah usaha untuk mengoptimalkan

pemanfaatan seluruh potensi daerah guna mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan

yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Potensi tersebut meliputi sumber daya

alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan (Suryanto, 1994:64). Jika dilihat

dari aspek keruangan, potensi dari setiap daerah atau wilayah pada kenyataannya

tidaklah sama baik dari jenis, jumlah maupun kualitasnya. Dengan penataan ruang

yang optimal dapat menghindari inefisiensi dalam pemanfaatan sumber daya lokal.

Berbagai upaya terus dilakukan untuk menggali potensi sumber dana yang ada

guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan

daerah. Peningkatan sumber pembiayaan yang berasal dari pendapatan asli daerah

dilaksanakan dengan melakukan pungutan atas subyek, obyek dan tarif yang

didukung oleh peraturan perundang – undangan. Dengan cara ini maka upaya

peningkatan pendapatan asli daerah diharapkan tidak menjadi distorsi bagi kemajuan

perekonomian daerah maupun minat menanamkan modal di daerah tersebut.

Alternatif sumber daya pembiayaan yang dapat dikembangkan adalah bagi hasil pajak

dan bukan pajak, bantuan pemerintah pusat, pinjaman daerah dan peningkatan

(19)

Pemerintah Kabupaten Asahan membutuhkan biaya cukup besar dalam

menyediakan pelayanan dan perbaikan sarana serta prasarana yang dibutuhkan sektor

usaha swasta. Keterbatasan keuangan daerah mengharuskan para perencana

pembangunan untuk menentukan skala prioritas dalam pemenuhan kebutuhan

prasarana fisik (Kunarjo, 2002: 20). Pemerintah Daerah harus lebih kreatif dan

mampu menciptakan iklim yang mendorong peningkatan peran sector swasta/investor

dalam pembangunan sarana dan prasarana pelayanan umum di daerah. Pihak swasta

akan mendapat keuntungan dari investasi yang ditanamkan, sedangkan pemerintah

daerah mempunyai kesempatan untuk membangun proyek prioritas lain sehingga

secara otomatis dapat meringankan belanja publik yang harus disediakan. Untuk

mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang menjadi sasaran, maka perlunya

transportasi hingga ke sentra-sentra produksi merupakan suatu kondisi yang harus

ditumbuhkan. Dimana pada kondisi sekarang sistem transportasi tersebut masih

kurang sampai ke sentra-sentra produksi.

Salah satu sarana dan prasarana yang harus disediakan oleh pemerintah daerah

adalah pada sektor transportasi. Menurut Mithani (1999: 1), transportasi memberikan

kontribusi yang sangat penting bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Kontribusi ini tercapai apabila ada sistem transportasi yang efisien dan memadai

untuk pergerakan manusia dan barang. Manfaat pengembangan sistem Transportasi

adalah menghubungkan kawasan kegiatan yang saling berjauhan, tulang punggung

bagi proses urbanisasi yang meningkatkan hubungan kota-desa, menentukan bentuk

(20)

kegiatan ekonomi. Pembangunan sektor transportasi dimaksudkan untuk

menggerakkan berbagai potensi daerah, pembangunan sarana dan prasarana

transportasi agar mampu menjadi pendukung pertumbuhan bagi kawasan-kawasan di

perkotaan.

Bagi daerah perkotaan, transportasi yang aman dan lancar selain

mencerminkan keteraturan kota juga menunjukkan kelancaran kegiatan

perekonomian kota. Perwujudan kegiatan transportasi yang baik adalah dalam bentuk

tata jaringan jalan dengan segala kelengkapan penunjang (Nasution, 2004: 23). Selain

itu akan mempertinggi aksesibilitas dari potensi sumber daya dan memperluas pasar.

Kabupaten Asahan merupakan daerah dengan dominasi struktur industri

pengolahan hasil–hasil pertanian (Agro–Industri ) seperti industri sepatu dan industri

minyak kelapa sawit, industri minyak kelapa, karet. Disisi lain, bahan baku untuk

kepentingan industri harus didatangkan dari daerah/kecamatan didaerah sekitar

kabupaten asahan.

Kebutuhan akan ketersediaan bahan baku tersebut menyebabkan permintaan

jasa transportasi. Menurut Nasution (1996: 12), transportasi merupakan derived

demand yang berperan penting dalam saling menghubungkan antara daerah sumber

daya, daerah produksi dan daerah pemasaran produk. Oleh karena itu, Kisaran

menjadi tempat tujuan masuk bagi bahan baku dengan skala besar dalam waktu dan

lokasi yang berbeda-beda, selain industri kegiatan ekonomi lainnya yang menjadi

sumber PDRB yang cukup berarti adalah perdagangan, tingginya jumlah barang –

(21)

berat yang memasuki kawasan CBD (centra buseniss district), hal ini disebabkan karena setiap pengusaha memiliki gudang untuk penyimpanan barang masing –

masing yang lokasinya berada dikawasan perkotaan, hal ini berdampak negatif bagi

sistem transportasi kota kisaran, untuk mengurangi dampak negatif tersebut

Kabupaten Asahan telah merencanakan pembangunan Terminal Barang sebagai

fasilitas pelayanan publik dibidang transportasi dan juga sebagai sumber pendapatan

asli daerah yang baru bagi kabupaten asahan.

Dengan transportasi, bahan baku dan produk industri dapat dipindahkan dari

satu tempat ke tempat lain sehingga bisa dipergunakan di tempat lain dimana barang

tersebut tidak tersedia dan dengan demikian menciptakan manfaat tempat (place

utility). Penyimpanan atau pergudangan yang didukung oleh tersedianya sarana

transportasi memungkinkan bahan baku dan produk industri disimpan sampai waktu

yang dibutuhkan, karenanya tercipta manfaat waktu (time utility).

(22)

Sebagian besar bahan komoditi langsung didistribusikan ke pabrik dan

pergudangan yang berlokasi di dalam kota seperti yang terlihat pada Gambar 1.1 di

atas sehingga menyebabkan kemacetan, kesemrawutan dan kerusakan jalan. Selama

ini dampak negatif dari angkutan barang bahan baku industri yang masuk ke dalam

kota tidak pernah diperhitungkan. Hal yang sama terjadi pada saat pengangkutan

produk industri dan perdagangan untuk dipasarkan ke luar Kota Kisaran.

Pembangunan Terminal Barang merupakan suatu cara menghilangkan eksternalitas

akibat angkutan barang bahan baku industri bertonase besar yang memasuki kota dan

angkutan produk industri yang berasal dari dalam menuju luar kota. Pengenaan tarif

atas pemanfaatan fasilitas Terminal Barang merupakan perumusan perhitungan atas

biaya sosial yang seharusnya menjadi beban pengusaha.

Rencana pembangunan Terminal Barang oleh Pemerintah Kabupaten Asahan

selain bertujuan meningkatkan PAD juga untuk mengelola arus distribusi keluar

masuk barang baik dalam Kabupaten Asahan, antar kabupaten, maupun yang berskala

nasional. Dengan pembangunan Terminal Barang, Pemerintah Kabupaten Asahan

mempunyai peluang untuk memperoleh pendapatan asli daerah baru yang dapat

dimanfaatkan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan. Keberadaan Terminal

Barang juga menjadi sarana yang dapat dimanfaatkan oleh daerah disekitarnya seperti

(23)

Tabel 1.1. Data Angkutan Barang di Kabupaten Asahan

Tahun Jumlah Angkutan Barang (Unit)

2008 745

2009 1183

2010 2588

Sumber: Data Asahan Dalam Angka

Dari data di atas diketahui bahwa jumlah angkutan barang di Kabuapten Asahan

dari tahun 2008 sampai kepada tahun 2009 mengalami peningkatan yang cukup

tinggi.

Tabel 1.2. Kondisi Jalan di Kabupaten Asahan 2008-2010 (dalam persen)

Kondisi Jalan Tahun

2008 2009 2010

Baik 13,68 27,32 20,18

Sedang 5,78 6,55 6,61

Rusak 74,93 60,09 62,76

Rusak Berat 5,61 6,04 10,31

Sumber: Data Asahan Dalam Angka

Sesuai dengan data pada tabel diatas keberadaan industri dan pergudangan di

dalam kawasan perkotaan memberikan masalah yaitu semangkin tingginya tingkat

kerusakan jalan di Kabupaten Asahan. Hal ini diduga akibat angkutan barang

bertonase besar keluar atau masuk ke kota. Angkutan barang bertonase besar ini

memuat bahan baku dan produk industri serta barang komoditi langsung keluar atau

(24)

Panjang jalan di seluruh Kabupaten Asahan pada tahun 2009 mencapai

1353.21 km yang terbagi atas jalan Negara (90.81 km), jalan propinsi (117.32 km)

dan jalan kabupaten (1145.08 km). Untuk jalan kabupaten sebagian besar

permukaannya adalah Aspal 159.20 km, Kerikil 348.81 km, Tanah 542.99 km, dan

Hotmix 94.08 km.

Kondisi jalan di Kabupaten Asahan masih memerlukan perhatian yang serius,

dengan kondisi jalan baik 190,13 km, jalan sedang 43,3 km, jalan rusak 1009,65 km

dan jalan rusak berat 110,13 km. Walaupun sudah terjadi perbaikan di beberapa ruas

jalan tetapi sebagian besar jalan di Asahan kondisinya masih rusak dan rusak berat

baik jalan kabupaten maupun jalan Negara.

Menurut Setijowarno dan Frazila (2003: 55), pelayanan angkutan barang

memiliki ciri-ciri pelayanan yaitu prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan

dan kelas jalan, tersedianya tempat memuat dan membongkar barang, dan dilayani

dengan kendaraan bermotor jenis mobil barang. Pembangunan Terminal Barang di

Kabupaten Asahan merupakan wujud kebijakan transportasi dalam menata angkutan

barang untuk industri dan perdagangan yang berlokasi di dalam kota. Dengan melihat

uraian di atas, kiranya perlu dilakukan analisis Kebutuhan Pembangunan Terminal

Barang di Kabupaten Asahan.

1.2. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka kita dapat menguraikannya lebih

(25)

1.2.1. Identifikasi Masalah

Dengan latar di atas maka kita dapat mengidentifikasi permasalahan yang

terdapat pada penelitian sebagai berikut:

a. Tingginya persentase kerusakan jalan kabupaten yang meningkat setiap tahun

yang diakibatkan oleh kendaraan bertonase besar yang memasuki kawasan

perkotaan di Kabupaten Asahan;

b. Tidak tersedianya tempat bongkar muat dan pergudangan yang disediakan oleh

pemerintah daerah di Kabupaten Asahan.

1.2.2. Batasan Masalah

Dari semua masalah yang teridentifikasi, penelitian ini dibatasi dengan

belum tersedianya tempat bongkar muat dan pergudangan di Kabupaten Asahan.

1.2.3. Rumusan Masalah

Melihat batasan masalah diatas dan keterbatasan yang ada maka yang

menjadi bahan penelitian adalah “Menentukan tingkat kebutuhan masyarakat

terhadap fasilitas terminal barang di kota Kisaran sebagai bentuk peningkatan

pelayanan serta usaha untuk penataan tertib lalu lintas di kawasan kota Kisaran”.

Memperhatikan rumusan masalah diatas, pertanyaan penelitian (research

question) yang diangkat dalam penelitian ini, adalah “Bagaimana Tanggapan

Masyarakat dan Pengusaha tentang Kebutuhan Rencana Pembangunan

(26)

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan rumusan masalah diatas

maka judul yang diambil dalam penelitian ini adalah “Analisa Kebutuhan

Pembangunan Terminal Barang di Kabupaten Asahan”.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan masyarakat terhadap

pembangunan terminal angkutan barang di Kabupaten Asahan.

1.3.2. Manfaat Penelitian

1) Teoritis

Penelitian ini berguna untuk dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan, terutama menyangkut ilmu perencanaan dan pengembangan

wilayah pedesaan dan perkotaan

2) Praktis

a. Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Asahan tentang

kebutuhan pembangunan terminal barang di Kabupaten Asahan.

b. Sebagai peningkatan pelayanan terhadap masyarakat dalam hal kelancaran

berlalu lintas dari penataan sistem angkutan barang di kawasan Kota

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Interaksi Tata Guna Lahan – Sistem Jaringan Transportasi

Transportasi dan tata guna lahan berhubungan sangat erat, sehingga biasanya

dianggap membentuk satu land-use transport system. Agar tata guna lahan dapat

terwujud dengan baik maka kebutuhan transportasinya harus terpenuhi dengan baik.

Sistem transportasi yang tidak baik tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna

lahannya. Sebaliknya, transportasi yang tidak melayani suatu tata guna lahan akan

menjadi sia-sia, tidak termanfaatkan.

Dengan sistem transportasi atau perhubungan yang baik akan mampu

mengendalikan pergerakan manusia dan atau barang secara lancar, aman, cepat,

murah dan nyaman. Sistem transportasi melayani berbagai aktivitas, seperti industri,

pariwisata, perdagangan, pertanian, pertambangan dan lain-lain. Aktivitas tersebut

dilakukan pada sebidang lahan (industri, sawah, tambang, perkotaan, daerah

pariwisata dan lain sebagainya). Dalam pemenuhan kebutuhan, manusia melakukan

perjalanan antara tata guna tanah tersebut dengan menggunakan sistem jaringan

transportasi sehingga menghasilkan pergerakan arus lalu lintas.

Pada hakekatnya, kegiatan transportasi merupakan penghubung 2 lokasi tata

guna lahan yang mungkin berbeda tetapi mungkin pula sama (Nasution, 2004: 23).

(28)

dari satu guna lahan ke guna lahan yang lain dan mengubah nilai ekonomi orang atau

barang tersebut.

Pola sebaran geografis tata guna lahan (sistem kegiatan), kapasitas dan lokasi

dari fasilitas transportasi (sistem jaringan) digabung untuk mendapatkan volume dan

pola lalu lintas (sistem pergerakan). Volume dan pola lalu lintas pada jaringan

transportasi akan mempunyai efek timbal balik terhadap lokasi tata guna lahan yang

baru dan perlunya peningkatan prasarana. Secara diagram digambarkan oleh Khisty,

(1990: 10) dan Setijowarno dan Frazila (2003: 49) sebagai berikut:

Gambar 2.1. Interaksi Guna Lahan-Transportasi

Yaitu:

a. Perubahan/peningkatan guna lahan akan membangkitkan perjalanan;

b. Meningkatnya guna lahan akan meningkatkan tingkat permintaan

pergerakan yang akhirnya memerlukan penyediaan prasarana transportasi;

c. Pengadaan prasarana transportasi akan meningkatkan daya hubung parsial

(29)

e. Selanjutnya akan menentukan pemilihan lokasi yang akhirnya

menghasilkan perubahan sistem guna lahan.

2.2 Manajemen Logistik

Adalah proses perencanaan penerapan dan pengendalian secara efisien, murah

(arus lalu lintas dan penyimpanannya) dari titik asal ke tujuan, (tempat konsumsi).

Menjamin barang datang dengan jenis, kuantitas, tempat dan waktu yang tepat

Terhadap sistem lalu lintas pertimbangan bukan lancar terhadap variabel transportasi

(biaya, keandalan) tetapi terhadap efek biaya yang lebih luas. Konsep tepat waktu

(just in time consept: JIT) jika tidak ada pergudangan dsb (Jepang, sistem Kanban). Logistik modern adalah proses pengelolaan strategis terhadap pemindahan

dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari para supplier, di antara

fasilitas-fasilitas perusahaan kepada para pelanggan. Tujuan logistik adalah

menyampaikan barang jadi dan bermacam macam material dalam jumlah yang tepat

pada waktu yang dibutuhkan, dalam keadaaan yang dapat dipakai ke lokasi yang

membutuhkan dan biaya total yang terendah. Melalui proses logistic material

mengalir ke komplek manufacturing yang sangat luas dan produk-produk

didistribusikan melalui saluran distribusi untuk konsumsi (Bowersox, 2002: 13).

Bagi produsen, transportasi berperan penting dalam menjamin agar barang

yang diangkut dapat diterima oleh konsumen tepat pada waktunya dalam kondisi baik

dan sampai tepat pada tempat yang telah ditentukan. Sebagai penghubung mata rantai

sistem distribusi, transportasi menghilangkan jarak waktu dan jarak geografi. Jarak

(30)

dilakukan untuk mengurangi hambatan jarak adalah dengan pergudangan guna

mencegah kerusakan barang (Nasution, 2004: 33) dan meningkatkan manfaat barang.

Pergudangan dapat dibedakan menurut lokasinya:

1. Pergudangan dalam pabrik (in-plant warehousing)

2. Pergudangan di lapangan

Ditujukan untuk penggabungan produk (unitisasi) yang mensyaratkan lokasi

gudang berada di kawasan strategis sehingga dapat memenuhi pesanan yang

mendadak.

2.3. Terminal Barang

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang

Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor

Umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan

dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan.

Fungsi utama dari terminal transportasi adalah untuk menyediakan fasilitas

keluar dan masuk dari obyek-obyek yang akan diangkut, penumpang atau barang,

menuju dan dari sistem (Morlok, 1950: 270).

Masukan Alat Proses Keluaran

TERMINAL

Penumpang atau barang

(31)

Selanjutnya Warpani (1990: 36) menyebutkan bahwa fungsi lain dari terminal

barang adalah:

a. Menyediakan akses ke kendaraan yang bergerak pada jalur khusus;

b. Menyediakan tempat dan kemudahan perpindahan/pergantian moda transportasi

dari kendaraan yang bergerak pada jalur khusus ke moda angkutan lain;

c. Menyediakan sarana simpul lalu lintas, tempat konsolidasi lalu lintas;

d. Menyediakan tempat untuk menyimpan kendaraan.

Terminal barang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan

membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau antar moda

transportasi. Dari uraian tersebut diatas terlihat skala pelayanan yang dimiliki oleh

terminal. Hierarki yang dimiliki oleh terminal tersebut juga bisa dihubungkan

dengan hierarki jalan mengingat terminal juga termasuk infrastruktur dari angkutan

jalan raya. Sebagai bagian dari sistem transportasi fungsi utama terminal sebagai

tempat pergantian moda menunjukkan adanya mobilitas komponen penggunanya.

Karakteristik kawasan Terminal Barang:

a) Kendaraan

Melayani angkutan barang mulai dari kesiapan fisik meliputi pemeliharaan dan

pemeriksaan kendaraan untuk menempuh tujuan tertentu agar muatan sampai tepat

pada waktunya. Aktivitasnya antara lain pada persiapan kelayakan kendaraan dari

segi jumlah muatan dan jarak yang akan ditempuh maupun manajemen yang

(32)

b) Barang

Mobilitas di dalam Terminal Barang sangat tinggi, dalam memenuhi tujuannya

memerlukan sarana yang sangat memadai. Fasilitas yang tersedia antara lain ruang

kedatangan, ruang tunggu, ruang keberangkatan dan ruang untuk meninggalkan

terminal yang terencana agar tidak terjadi penumpukan.

Transportasi barang pada kenyataannya meliputi proses yang cukup panjang

di Terminal Barang atau asal barang antara lain penimbangan barang, penentuan cara

bongkar muat barang dan penyiapan dokumen-dokumen untuk perjalanan barang ke

tempat tujuan. Fasilitas untuk muatan juga mencakup penyimpanan muatan dan

melindunginya dari kemungkinan rusak, hilang dan perubahan cuaca.

Sebagian dari terminal muatan berfungsi sebagai gudang di mana muatan

dapat disimpan sampai pemiliknya memutuskan untuk mengirimkannya ke tempat

tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dan kemungkinan kenaikan harga.

Terminal Barang juga sering merupakan tempat di mana kendaraan moda

transportasi dipelihara, karena ada keharusan untuk berhenti di dalam terminal

Kelancaran proses dalam Terminal Barang sebagai sistem transportasi memerlukan

alat-alat fisik, buruh dan perlengkapannya dan prosedur kerja yang menjamin semua

berfungsi secara benar (Morlok, 1995: 271).

2.4. Aglomerasi Ekonomi

Teori tentang aglomerasi dapat digolongkan dalam 2 perspektif yaitu

(33)

teori klasik melalui pendekatan eksternalitas dinamis (dynamic externalities), mazhab pertumbuhan perkotaan dan paradigma berbasis biaya transaksi. Teori klasik

berargumen bahwa aglomerasi muncul karena para pelaku ekonomi berupaya

mendapatkan penghematan aglomerasi (agglomeration economies) baik karena

penghematan lokalisasi atau penghematan urbanisasi dengan mengambil lokasi yang

berdekatan satu sama lain. Kota dianggap sebagai hasil proses produksi secara

spasial, yang juga merupakan daerah keanekaragaman yang menawarkan manfaat

kedekatan lokasi antara konsumen dan produsen.

Penghematan lokalisasi (localization economies) terjadi apabila biaya

produksi perusahaan pada suatu industri menurun ketika produksi total dari industri

tersebut meningkat. Penghematan urbanisasi (urbanization economies) terjadi bila

produksi suatu perusahaan menurun ketika produksi seluruh perusahaan dalam

wilayah perkotaan yang sama meningkat. Penghematan aglomerasi merupakan fungsi

dari sejumlah barang konsumen, variabilitas input antara dan angkatan kerja serta

mendapatkan biaya yang lebih murah. Kelemahan dari teori klasik adalah dalam

penggolongan penghematan aglomerasi tidak diperhitungkannya berbagai biaya yang

hendak diminimalkan (Kuncoro, 2002: 29).

Menurut Glaeser, Kallal, Scheinkmen and Scheifer, 1992 dalam Kuncoro

(2002: 30), teori eksternalitas dinamis percaya bahwa akumulasi informasi pada suatu

lokasi tertentu akan meningkatkan produktivitas dan kesempatan kerja. Eksternalitas

dinamis juga menekankan pentingnya transfer pengetahuan (knowledge spilovers)

(34)

berlangsung antar perusahaan yang berasal dari luar industri lokal. Jadi inovasi dan

pertumbuhan mengalir dari keanekaragaman industri yang saling berdekatan

lokasinya dan bukan karena spesialisasinya.

Sebagai sebuah paradigma pertumbuhan perkotaan (urban growth school)

menurut Kuncoro (2002: 32), kota tumbuh sebagai interaksi tarik menarik antara

kekuatan sentripetal dan sentripugal. Kekuatan sentripetal terjadi karena penghematan

aglomerasi yang mendorong kecenderungan aktivitas ekonomi bergeser ke perkotaan.

Kekuatan sentripetal adalah dorongan bagi perusahaan untuk berlokasi di luar

wilayah perkotaan. Perlu diperhatikan bahwa apabila proses produksi mencapai skala

optimum maka persaingan antar perusahaan dan industri lambat laun akan

meningkatkan harga bahan baku dan faktor produksi (harga tanah, tenaga kerja dan

modal).

2.5. Perencanaan Transportasi

Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

perencaaan kota. Pertimbangan yang matang sangat diperlukan agar rencana kota

tidak menghasilkan dampak kesemrawutan lalu lintas di masa yang akan datang.

Menurut Tamin (1997: 20), perencanaan transportasi adalah suatu proses yang

tujuannya mengembangkan sistem yang memungkinkan manusia dan barang

bergerak atau berpindah tempat dengan aman, murah dan cepat. Dengan perencanaan

transportasi diharapkan mampu mengurangi dampak pertumbuhan penduduk, kondisi

(35)

Perencanaan transportasi juga merupakan proses yang bertujuan untuk

menentukan perbaikan kebutuhan atau fasilitas transportasi baru dan layak untuk

daerah tertentu (Catanese, 1992: 367). Dalam perencanaan transportasi perlu untuk

memperkirakan permintaan atas jasa transportasi. Permintaan atas jasa transportasi

baik untuk angkutan manusia ataupun barang menggambarkan pemakaian sistem

transportasi tersebut.

PERUSAHAAN

Aspirasi Perusahaan

Pola Aktivitas Perusahaan (Produk, Pasar, Volume)

Pilihan Lokasi

Pilihan

Permintaan transportasi

(36)

Oleh karena itu, permintaan akan jasa transportasi merupakan dasar yang

penting dalam mengevaluasi perencanaan dan desain fasilitasnya (Morlok, 1995:

451). Pada kawasan dengan dominasi sektor tertentu misalnya industri, perlu

menyerap preferensi sektor usaha seperti terlihat pada Gambar 2.3.

Dengan melihat aspek permintaan transportasi dapat di klasifikasikan

beberapa variabel sistem transportasi (Miro, 1997: 15), yaitu: biaya transportasi,

kondisi alat angkut, rute tempuh, kenyamanan dalam kendaraan, pelayanan awal

kendaraan, kecepatan (waktu perjalanan dan waktu tempuh).

2.6. Sistem Transportasi

Pendekatan sistem berupaya menghasilkan pemecahan masalah yang terbaik

dari beberapa alternatif yang ada. Analisis meliputi semua faktor yang berhubungan

dengan permasalahan namun tetap berdasarkan batasan tertentu seperti biaya dan

waktu. Menurut Tamin (1997: 46), sistem adalah gabungan beberapa komponen atau

obyek yang saling berkaitan. Perubahan yang terjadi pada salah satu komponen

sistem akan mempengaruhi sistem yang lain secara keseluruhan.

Dalam satu sistem bisa terdiri dari beberapa subsistem mikro yang saling

terkait dan mempengaruhi. Sistem transportasi mikro tersebut terdiri dari sistem

kegiatan, sistem jaringan prasarana transportasi, sistem pergerakan lalu lintas, dan

sistem kelembagaan (Tamin, 2000: 28-29).

Setiap sistem kegiatan atau tata guna lahan mempunyai jenis kegiatan

(37)

proses pemenuhan kebutuhan. Sistem ini merupakan sistem pola kegiatan tata guna

lahan yang terdiri sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain.

Kegiatan yang timbul dalam sistem ini membutuhkan pergerakan sebagai alat

pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari yang tidak dapat dipenuhi

oleh tata guna lahan tersebut. Besarnya pergerakan sangat berkaitan erat dengan jenis

dan intensitas kegiatan yang dilakukan.

Pergerakan yang berupa pergerakan manusia dan/atau barang tersebut

membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda

transportasi bergerak yang dikenal dengan sistem jaringan. Sistem mikro kedua ini

meliputi sistem jaringan jalan raya, kereta api, terminal bis dan kereta api, bandara,

dan pelabuhan laut.

Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan ini menghasilkan

pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan/atau

orang (pejalan kaki). Jika pergerakan tersebut diatur oleh sistem rekayasa dan

manajemen lalu lintas yang baik akan tercipta suatu Sistem pergerakan yang

optimal. Secara keruangan, menurut Morlok (1995: 671) pergerakan pada suatu kota

dikelompokkan menjadi:

1. Pergerakan internal yaitu pergerakan yang berlangsung di dalam atas-batas suatu

wilayah tertentu.

2. Pergerakan eksternal yaitu pergerakan dari luar wilayah menuju wilayah tertentu.

3. Pergerakan menerus yaitu pergerakan yang hanya melewati suatu wilayah tanpa

(38)

Sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan akan saling

mempengaruhi. Perubahan pada sistem kegiatan jelas akan mempengaruhi sistem

jaringan melalui perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu

juga perubahan sistem jaringan akan dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui

peningkatan mobilitas dan aksesibilitas dari sistem pergerakan tersebut.

Sistem pergerakan memegang peranan penting dalam menampung pergerakan

agar terciptanya pergerakan yang lancar yang akhirnya juga pasti mempengaruhi

kembali sistem kegiatan dan sistem jaringan yang ada dalam bentuk aksesibilitas dan

mobilitas. Ketiga sistem mikro ini saling berinteraksi dalam sistem transportasi

makro. Gambar 2.4 memperlihatkan interaksi antar sistem transportasi di perkotaan.

Gambar 2.4. Sistem Transportasi Makro

Sistem Kegiatan Sistem Jaringan

Sistem Pergerakan

(39)

Ketiga sub sistem transportasi tersebut dalam implementasinya perlu diatur

oleh pemerintah agar dapat berjalan dengan baik dan diterima oleh setiap pelaku

dalam segala aspeknya.

Pemerintah daerah dapat mengeluarkan kebijakan manajemen transportasi

yang menjadi landasan pelaksanaan dan tindakan pemecahan masalah di bidang

transportasi dalam suatu Sistem Kelembagaan.

2.7. Angkutan Barang

Karakteristik angkutan barang sangat berbeda dengan angkutan penumpang

(orang). Angkutan barang mempunyai jarak tempuh yang lebih jauh, volume dan

berat yang sangat beragam. Sebagai upaya pemenuhan kebutuhan manusia, pelayanan

angkutan barang harus mampu menjangkau lokasi tempat tinggal manusia. Dengan

perbedaan karakteristik tersebut timbul tuntutan untuk menyediakan sistem angkutan

yang berbeda dengan angkutan manusia.

Angkutan barang untuk keperluan industri dituntut untuk mampu menjaga

kelangsungan unit-unit produksi. Kebanyakan industri manufaktur berusaha

merancang moda transportasi khusus sesuai kebutuhan masing-masing.

Menurut Warpani (1990: 180), secara umum barang yang diangkut

dikelompokkan menjadi barang kering (dry bulk goods), barang cairan dan barang

umum (general goods). Setiap jenis barang sangat mempengaruhi pilihan moda

transportasi yang akan dipakai. Dengan pilihan yang tepat pengangkutan barang dapat

(40)

Barang kering adalah bahan mentah atau bahan baku, pada umumnya tidak

dikemas sehingga dapat langsung dibongkar atau dimuat ke kendaraan atau tempat

barang. Pengangkutan jenis barang kering biasanya dalam volume besar sehingga

diperlukan kendaraan angkutan barang yang besar pula.

Barang cairan memerlukan penanganan yang lebih khusus dibanding jenis

barang lainnya. untuk menghindari bocor atau tumpah bisa dilakukan dalam kemasan

khusus. Namun apabila pengemasan tidak mungkin dilakukan, maka pengiriman

dilakukan dengan tangki khusus misalnya bahan bakar minyak. Barang umum adalah

barang-barang setengah jadi dan barang jadi atau konsumsi. Moda transportasi yang

tersedia sangat beragam baik secara unitisasi maupun muatan biasa.

Setijowarno dan Frazila (2003: 5-6), menambahkan bahwa terdapat angkutan

barang berbahaya, angkutan peti kemas dan angkutan alat berat. Pada angkutan

berbahaya dilakukan dengan kendaraan yang memenuhi persyaratan teknis dan laik

jalan serta sesuai dengan peruntukkannya. Barang berbahaya yang dimaksud adalah

yang karena sifat, ciri dan keadaannya merupakan bahaya terhadap keselamatan dan

ketertiban umum serta jiwa manusia dan lingkungan.

Angkutan peti kemas menggunakan peti kemas yang berbentuk kotak persegi

panjang dengan struktur yang kokoh dan tahan air. Jenis angkutan ini tidak boleh

melewati setiap ruas jalan. Penetapan jaringan jalan yang dapat dilewati oleh

angkutan peti kemas dilakukan oleh menteri perhubungan melalui keputusan menteri.

Angkutan alat berat dipergunakan untuk mengangkut peralatan berat proyek dari luar

(41)

Menurut Ortuzar (1997: 390), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

pergerakan barang:

a) Faktor lokasi, angkutan barang merupakan sebuah permintaan turunan yang

menjadi bagian dari proses industri. Lokasi sumber bahan mentah pada suatu

proses industri dan lokasi pemasaran produk akan menentukan tingkat

pergerakan barang antara daerah asal dan tujuannya.

b) Faktor fisik, karakteristik dari komoditi bahan mentah dan produk sangat

mempengaruhi cara pengangkutan dan kendaraan yang dipilih.

c) Faktor operasional, ukuran perusahaan menentukan saluran distribusi, sebaran

geografis dan pilihan penggunaan moda transportasinya.

d) Faktor geografis, pada awalnya transportasi hanya merupakan upaya mengatasi

keadaan alam namun kemudian berkembang untuk mendekatkan kepadatan

penduduk dengan distribusi produk industri.

e) Faktor dinamik, perubahan permintaan dan selera konsumen memainkan peran

penting pola pergerakan barang.

f) Faktor harga, angkutan barang memiliki kecenderungan lebih fleksibel dan masih

memiliki kekuatan tawar menawar dalam penentuan harga angkutan.

2.8. Jaringan Jalan

Jalan merupakan suatu sistem jaringan yang menghubungkan pusat–pusat

pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanan dalam suatu

(42)

dan peran/fungsinya (Miro, 1997: 60). Menurut pelayanan atau penghubung jasa

distribusi di Indonesia terdiri dari dua macam:

a. Sistem jaringan jalan primer

Adalah sistem jaringan jalan yang menghubungkan pelayanan jasa distribusi

pengembangan wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi

yang kemudian berwujud kota.

b. Sistem jaringan jalan sekunder

Adalah sistem jaringan jalan yang menghubungkan dan melayani jasa distribusi

pada kawasan atau titik-titik simpul di dalam kota. Sedangkan menurut

peranan/fungsinya terbagi menjadi:

1) Jalan arteri

Jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan kecepatan rata-rata tinggi dan

jumlah jalan masuk (access road) dibatasi secara efisien. Lalu lintas jarak jauh

tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas local dan kegiatan

lokal.

2) Jalan kolektor

Jalan yang melayani angkutan jarak sedang (angkutan pengumpul/pembagi)

dengan kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk (access road)masih

dibatasi.

3) Jalan local

Jalan yang melayani angkutan jarak dekat di kota (angkutan setempat) dengan

(43)

Adanya klasifikasi sistem jalan menurut pelayanan dan peranannya

menghasilkan keterkaitan yang berbeda. Keterkaitan antara sistem jaringan jalan

primer dengan peranannya adalah sebagai berikut:

a. Jalan arteri primer

Menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau

menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.

b. Jalan kolektor primer

Menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau kota jenjang

kedua dengan kota jenjang ketiga.

c. Jalan lokal primer

Menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau jenjang kedua dengan

persil, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang di

bawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil atau kota di bawah kota jenjang

ketiga sampai persil.

Keterkaitan antara sistem jaringan jalan sekunder dengan peranannya adalah

sebagai berikut:

1) Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan sekunder kesatu

atau kawasan kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

2) Jalan kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder dengan kawasan

(44)

3) Jalan lokal sekunder, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan

perumahan atau kawasan sekunder ketiga dan seterusnya dengan perumahan.

Tabel 2.1. Satuan Mobil Penumpang

S

Sumber: Data MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia)

Adapun untuk mengetahui volume kendaraan yang melintasi suatu ruas jalan

datar di perkotaan di pergunakan Satuan Mobil Penumpang yang dinyatakan dalam

besaran angka sesuai dengan jenis kendaraan. Pada Tabel 2.1 tercantum konversi

satuan mobil penumpang.

2.9. Eksternalitas

Menurut Mangkoesoebroto (2001: 43), eksternalitas terjadi karena tindakan

konsumsi atau produksi dari suatu pihak mempunyai pengaruh terhadap pihak lain

dan tidak ada kompensasi yang dibayarkan oleh pihak yang menyebabkan atau

kompensasi yang diterima oleh yang terkena dampak tersebut. Keterkaitan tindakan

antara produsen dan konsumen yang tidak melalui mekanisme pasar dan

mengakibatkan alokasi faktor produksi tidak efisien disebut eksternalitas.

Ketidakefisienan terjadi karena sistem penentuan harga tidak memperhitungkan

pengaruhnya terhadap pihak lain.

No. Jenis Kendaraan Satuan Ukur

1 Sepeda Motor 0,5

(45)

Eksternalitas dapat menyebabkan dampak positif atau negatif bagi lingkungan

disekitarnya. Eksternalitas positif bila dampak menguntungkan diterima pihak lain

tanpa harus memberikan kompensasi sedang eksternalitas negatif apabila dampaknya

merugikan orang lain karena tidak menerima kompensasi.

Eksternalitas tidak akan mengganggu tercapainya efisiensi masyarakat apabila

semua dampak yang merugikan maupun yang menguntungkan (eksternalitas positif

dan negatif) dimasukkan dalam perhitungan produsen pada saat menetapkan jumlah

barang yang diproduksi (Mangkoesoebroto, 2001: 110).

2.10. Kerangka Pemikiran

Sesuai dengan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah dan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah diberi

kewenangan untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah melalui pendapatan asli

daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai wujud desentralisasi.

Keberadaan industri dan pusat perdagangan yang berlokasi di dalam kota

membawa konsekwensi ketidakteraturan berlalu lintas kendaraan baik kendaraan

pribadi, angkutan umum maupun angkutan barang di Kota Kisaran. Rencana

Pemerintah Kabupaten Asahan membangun Terminal Barang selain untuk

menertibkan angkutan barang bertonase besar yang selama ini masuk keluar kota juga

(46)

Kecenderungan untuk menggunakan angkutan barang bertonase besar dapat

mengakibatkan kemacetan di ruas-ruas jalan di dalam kota karena penurunan

kapasitas jalan yang diakibatkan parkir di jalan raya maupun proses bongkar muat

barang di tepi jalan. Disisi lain prasarana jalan yang tersedia kurang mampu

mendukung apabila dilintasi angkutan barang bertonase besar (diatas 10 ton).

Pembenahan terhadap angkutan barang industri bertonase besar yang melintas

di dalam kota dilakukan antara lain dengan membangun Terminal Barang. Pada

gilirannya, pembangunan dan pengoperasian Terminal Barang akan berdampak pada

pergerakan angkutan barang industri besar. Selama ini angkutan barang industri besar

yang bertonase besar bebas beroperasi di jalan dalam kota.

Melalui kajian terhadap kondisi eksisting akan didapat apakah pembangunan

terminal barang layak untuk dilaksanakan serta gambaran preferensi pengusaha

industri dan perdagangan. Model sistem transportasi angkutan barang ideal adalah

yang hendak dicapai karena pembangunan Terminal Barang. Dengan metodologi

penelitian dan teori-teori transportasi akan memberi arahan analisis yang dipakai,

sehingga diketahui seberapa besar kebutuhan masyarakat asahan temelalui perubahan

moda transportasi angkutan barang.

Untuk memberikan gambaran yang lebih skematis dan lebih jelas atas uraian

(47)
(48)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

3.1.1. Ruang Lingkup Substansial

Penelitian ini membahas kebutuhan masyarakat terhadap terminal barang di

Kabupaten Asahan. Guna mencapai efisiensi dan mempertajam analisa serta adanya

keterbatasan waktu, fokus penelitian diarahkan pada pengkajian tentang analisa

kebutuhan pembangunan terminal barang terhadap sistem transportasi angkutan

barang di Kabupaten Asahan. Ruang lingkup yang dijelaskan pada uraian dibawah ini

mencakup ruang lingkup substansial dan ruang lingkup spasial.

Hal ini didasari oleh pertimbangan karena pengusaha cenderung untuk

membeli bahan baku industri dan barang komoditi perdagangan dalam jumlah relatif

besar agar memperoleh harga yang relatif murah. Adapun produk industri dan

perdagangan di Kota Kisaran dengan jangkauan pemasaran yang luas memanfaatkan

angkutan bertonase besar untuk memaksimalkan keuntungan.

Pembahasan angkutan orang/penumpang, dimaksudkan sebagai tambahan

yang melengkapi dimensi dampak angkutan barang tonase besar terhadap sistem

(49)

3.1.2. Ruang Lingkup Spasial

Ruang lingkup spasial adalah wilayah kota Kisaran. Kisaran merupakan

Ibukota Kabupaten Asahan. Kisaran terdiri dari dua Kecamatan yaitu Kecamatan

Kota Kisaran Barat dan Kecamatan Kota Kisaran Timur.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data merupakan gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan dalam

bentuk matematis maupun simbol-simbol tertentu. Dalam perencanaan data berfungsi

sebagai masukan yang akan diolah menjadi informasi. Ada 2 jenis data yaitu data

primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui

sumber-sumber langsung di lokasi penelitian baik yang diperoleh melalui observasi,

kuisioner, maupun wawancara. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui

lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada pengguna data antara lain berupa

(50)

Tabel 3.1. Sumber Data

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan meliputi data primer dan data sekunder yang

dikumpulkan melalui:

1. Teknik pengumpulan data primer

a. Observasi visual

Pengamatan langsung di lapangan untuk menyesuaikan antara informasi

yang diperoleh melalui pengumpulan data sekunder dengan kondisi di

lapangan serta untuk memperkaya kajian dan informasi yang tidak

diperoleh melalui pengumpulan data sekunder.

No Data Indikator Metoda Analisis Jenis Data Sumber Data

- Jenis Industri 4 Sistem Kelembagaan - Pengaturan dan

Pengelolaan

(51)

b. Penyebaran kuesioner

Dilakukan untuk mengetahui opini responden berkaitan dengan Kebutuhan

pembangunan terminal barang di Kota Kisaran terhadap sistem transportasi

angkutan barang. Responden dipilih berasal dari kalangan pengusaha yang

selama ini memanfaatkan kendaraan angkutan barang bertonase besar.

Kriteria perusahaan yang dijadikan obyek penelitian adalah perusahaan dan

pedagang berskala besar yang berlokasi di Kota Kisaran.

c. Wawancara

Dilakukan untuk mengumpulkan informasi secara langsung, kegiatan

wawancara dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur pada

beberapa instansi dan pengguna moda transportasi di Kota Kisaran guna

mendapatkan informasi tambahan yang sangat diperlukan untuk menambah

bobot kajian.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan melalui survei di beberapa

instansi yang mempunyai keterkaitan hubungan dengan topik penulisan, yaitu

Dinas Perhubungan Kabupaten Asahan, Dinas Perindustrian Perdagangan dan

Koperasi Kabupaten Asahan, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah

Kabupaten Asahan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan serta studi

(52)

3.3.1. Teknik Sampling

Untuk mendapatkan kebutuhan pembangunan terminal barang terhadap moda

transportasi lain di Kota Kisaran dipakai teknik accidental sampling, Menurut

Sugiyono (2004:77) accidental sampling adalah mengambil responden sebagai

sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan

peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang yang kebetulan ditemui cocok

sebagai sumber data. Obyek yang dijadikan penelitian adalah angkutan kota, mobil

pribadi dan kendaraan bermotor roda 2, melalui wawancara untuk mendapatkan

gambaran rencana pelarangan kendaraan barang tonase besar memasuki Kawasan

Kota Kisaran.

Untuk mengatasi keterbatasan waktu dan dana, dipakai teknik sampel. Jumlah

responden masing – masing 33 responden dari pengusaha, 33 responden pengemudi

angkutan kota, 33 responden dari pengguna mobil pribadi, 33 responden dari

pengguna kendaraan roda 2 yang beroperasi di sekitar Kota Kisaran. Hal ini sesuai

dengan pendapat Roscoe dalam Hasan Mustafa (2000) bahwa ukuran sampel yang

layak digunakan dalam penelitian adalah 30 – 500.

3.4. Teknik Analisis Data

Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan kondisi

eksisting transportasi angkutan barang industri besar di Kabupaten Asahan.

Analisis deskriptif kualitatif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan

(53)

dan atau obyek penelitian berdasarkan fakta yang tampak sebagai mana adanya untuk

mendiskripsikan fakta-fakta. Pada tahap permulaan tertuju pada usaha

mengemukakan gejala secara lengkap di dalam aspek yang diteliti.

Penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif

seperti wawancara, gambar, peta. Penelitian kualitatif mencoba menerjemahkan

pandangan-pandangan dasar interpretif dan fenomena. Dalam penelitian deskriptif,

peneliti bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan

studi komparatif untuk menghasilkan suatu karakteristik struktur wilayah. Peneliti

juga dapat membangun asumsi-asumsi atau anggapan-anggapan yang layak dan dapat

diterima umum berdasarkan kondisi tertentu yang diperkirakan akan terjadi di

wilayah studi.

Dalam mendiskripsikan fakta-fakta itu diupayakan untuk mengemukakan

gejala-gejala secara lengkap terhadap aspek yang diselidiki, agar keadaan dan kondisi

menjadi jelas. Oleh karena itu pada tahap ini metode deskriptif kualitatif tidak lebih

daripada penelitian yang bersifat penemuan fakta seadanya. Penemuan gejala ini

berarti juga tidak sekedar menunjukkan distribusi akan tetapi termasuk usaha

mengemukakan hubungan antara aspek yang diteliti.

3.5. Definisi Operasional

1. Menurut Kamaluddin (1987) kata transportasi berasal dari bahasa latin yaitu

transportare, yang mana trans berarti seberang atau sebelah lain dan portare

(54)

membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari satu tempat ketempat ketempat

lainnya. Transportasi seperti itu adalah merupakan suatu jasa yang diberikan

guna menolong barang dan orang untuk dibawa dari suatu tempat ketempat

lainnya. Dengan demikian transportasi itu dapat diberi definisi sebagai usaha

mengangkut atau membawa barang atau orang dari suatu tempat ketempat

lainnya.

Di dalam dunia transportasi terdapat ungkapan “…ship follow the trade and

trade follow the ship…”mengandung makna bahwa transportasi mengikuti

perkembangan maupun kemajuan aktifitas perdagangan masyarakat. Trade

follow the ship mengandung makna bahwa perkembangan kegiatan

perdagangan suatu masyarakat tergantung pada transportasi (ship). Dengan

begitu dapat diartikan bahwa perkembangan suatu daerah ataupun wilayah

tergantung dari perkembangan transportasi ataupun sebaliknya perkembangan

transportasi suatu Negara tergantung pada perkembangan aktivitas atau

kegiatan perdagangan, bisnis dari suatu Negara atau wilayah. Dengan

demikian transportasi dan perkembangan wilayah saling mempengaruhi satu

dengan lainnya, sehingga dalam memajukan suatu daerah memerlukan

transportasi.

2. Terminal barang adalah prasarana transportasi yang diperuntukkan sebagai

tempat henti, naik, turun, perpindahan moda, penyimpanan dan perpindahan

barang baik curah maupun peti kemas dalam waktu sementara (Studi

(55)

3. Angkutan barang adalah kendaraan bermesin dengan tonase yang telah

ditentukan yang dipergunakan untuk mengangkut barang bahan baku dan

(56)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

4.1.1. Karakteristik Lokasi dan Daerah

Asahan merupakan salah satu kabupaten dari 33 kabupaten/kota Provinsi

Sumatera Utara yang berada di Kawasan Pantai Timur. Luas wilayah Kabupaten

Asahan adalah seluas 379.939 ha, terdiri dari 25 kecamatan, 27 kelurahan dan 177

desa dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara :

berbatasan dengan Kabupaten Batu

Bara

Sebelah Timur : berbatasan dengan Selat Malaka

Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu Utara dan

Kabupaten Toba Samosir

(57)

Gambar 4.1. Peta Administrasi Kabupaten Asahan

(58)

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kabupaten Asahan Menurut Kecamatan Tahun 2010

Sumber: Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Pembentukan dan Kecamatan dalam Daerah Kabupaten Asahan

4.2. Rencana Sistem Perkotaan

Dalam menjalankan fungsi pengembangan wilayah maka perkotaan yang

berada di Kabupaten Asahan akan menjadi pusat dari wilayah pengembangan yang

meliputi hinterlandnya. Perkotaan ini akan berperan menjadi pintu terdepan di dalam

pengembangan wilayah tersebut dan akan mempunyai peranan yang penting sebagai

(59)

di WP 1 (wilayah pengembangan 1) di kawasan kota tepatnya di kecamatan Kota

(60)

Gambar 4.2. Peta Rencana Struktur Ruang

(61)

Berdasarkan peran dan fungsi serta perkembangannya maka sistem perkotaan

di Kabupaten Asahan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW yaitu kawasan perkotaan

yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa

kabupaten/kota. PKW di wilayah Kabupaten Asahan yaitu Kawasan perkotaan

yang menjadi pusat pertumbuhan utama dari wilayah kabupaten yang berfungsi

sebagai pusat Pemerintahan, pusat kegiatan industri, perdagangan dan jasa,

permukiman, Pariwisata, Pendidikan Tinggi, pusat transportasi antar wilayah dan

internal wilayah serta pemasaran antar wilayah dan wilayah kabupaten lain dan

provinsi. Adapun PKW yang dimaksud adalah Kota Kisaran.

2. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL yaitu kawasan perkotaan

yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

PKL di wilayah Kabupaten Asahan adalah wilayah Kecamatan Simpang Empat

dengan fungsi kawasan sebagai Pusat permukiman perkotaan, perindustrian,

perdagangan dan jasa dan kegiatan pertanian dan perikanan.

3. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK yaitu kawasan

perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa

desa. PPK Kabupaten Asahan adalah wilayah-wilayah yang strategis, berbatasan

dengan Kota atau Kabupaten Lain dan cenderung cepat berkembang.

4. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL yaitu pusat

permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. PPL

(62)

berkembang dengan dukungan sumberdaya yang ada dan dukungan jaringan

prasarana.

5. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp yaitu kawasan

perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa

kecamatan. PKLp atau kawasan yang akan dipromosikan untuk menjadi PKL di

wilayah Kabupaten Asahan adalah wilayah Tanjung Balai dengan fungsi kawasan

sebagai Pusat Kegiatan Perekonomian, permukiman perkotaan, perindustrian,

perdagangan dan jasa dan kegiatan pertanian-perikanan kawasan Kecamatan

Tanjung Balai ini dinilai sangat strategis terutama bagi kegiatan ekonomi dengan

keberadaan pelabuhan dan ketersediaan jaringan jalan pendukung membuat

kawasan Kecamatan Tanjung Balai ini layak untuk dijadikan pusat kegiatan lokal.

6. B.P. Mandoge sebagai daerah dengan kawasan lindung yang sangat besar diajukan

menjadi PKLp di Kabupaten Asahan dengan fungsi yang diarahkan adalah daerah

Konservasi/Lindung. Selain itu juga Kawasan Minapolitan dan Agromarinepolitan

di Kecamatan Air Joman, Kecamatan Silau Laut, Kecamatan Tanjung Balai,

Kecamatan Sei kepayang, Kecamatan Sei Kepayang Barat dan Sei Kepayang

Timur dengan fungsi kawasan sebagai pusat kegiatan perikanan dan pertanian,

permukiman, perdagangan dan jasa, pariwisata keberadaan kawasan minapolitan

dan agromarinepolitan ini menjadi kawasan strategis kabupaten yang dapat

(63)

4.3. Pergerakan Arus Kendaraan Barang

Angkutan barang terdiri atas truk ringan (kendaraan golongan IV), truk

sedang (kendaraan golongan VI) dan truk berat (kendaraan golongan VII).

Berdasarkan pada survey pinggir jalan (Road Side Interview), studi perhitungan lalu

lintas di jalan arteri dan jalan kolektor dengan menggunakan model simulasi dengan

membagi wilayah Kabupaten Asahan menjadi 6 (enam) zona yaitu:

1. Kisaran (zona 1);

2. Tg. Balai, Sei Kepayang, Sp. Empat (zona 2);

3. Meranti, Buntu Pane, B.P. Mandoge (zona3);

4. Air Batu, Pulau Rakyat, B. Pulau, Aek Kuasan (zona 4);

5. Sumut Bagian Barat dan Aceh NAD (zona 5);

6. Sumut Bagian Timur, Riau dan Jakarta (zona 6).

Maka diperoleh distribusi angkutan barang seperti terlihat pada Tabel 4.2

berikut ini:

Tabel 4.2. Distribusi Angkutan Barang

Gambar

Gambar 1.1. Angkutan Barang di Ruas Jalan Perkotaan
Tabel 1.1. Data Angkutan Barang di Kabupaten Asahan
Gambar 2.1. Interaksi Guna Lahan-Transportasi
Gambar 2.2. Alur Proses Terminal
+7

Referensi

Dokumen terkait

: Jalan kolektor primer (dua arah), dilewati angkutan antar kota di sekitar klaten. : jalan lokal (dua arah), dilewati

Desain alternatif 1 yaitu dengan menertibkan para pedagang yang berdagang pada bahu jalan, sehingga dapat menambah kendaraan yang parkir mobil sebanyak 10 kendaraan dan sepeda

Jumlah Pengguna di kedua lokasi terminal tersebut adalah yang terhitung melakukan aktivitas di lokasi tersebut, sedangkan demand pengguna terminal di Kecamatan Banyumanik

Pertama, dari karakteristik responden penelitian ini, pengguna angkutan online tidak hanya pelaku perjalanan yang menggunakan angkutan pribadi (seperti sepeda motor

pemenuhan kebutuhan angkutan kota khususnya mobil penumpang umum kecil di

Untuk mengetahui penilaian atau persepsi penumpang pengguna jasa angkutan umum yang berada di dalam terminal dan diluar terminal dari segi tingkat kepuasan terhadap

 Moda transportasi utama yang digunakan responden untuk melakukan perjalanan adalah mayoritas sepeda motor, diikuti oleh angkot, dan mobil pribadi dengan persentase

Kisaran menjadi tempat tujuan masuk bagi bahan baku dengan skala besar dalam waktu dan lokasi yang berbeda-beda, selain industri kegiatan ekonomi lainnya yang menjadi sumber PDRB