• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Perdamaian ( As-Sulhu ) Dalam Sistem Perjanjian Hukum Islam

MEDIASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

C. Konsep Perdamaian ( As-Sulhu ) Dalam Sistem Perjanjian Hukum Islam

53

Fatima Mernisi, Menengok Kontroversi Peran Kaum Wanita Dalam Politik (Surabaya, Dunia Ilmu Offset),1997), h. 217.

54

Lihat Hamka. Tafsir Al-Azhar. Juz V-VI (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1983)h. 54

55

43

Perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang ada di dalam

persetujuan tersebut.56 Kesepakatan atau persetujuan yang diraih oleh para pihak yang

berperkara adalah merupakan tanda bahwa mediasi telah berhasil. Kesepakatan itu timbul karena para pihak bersengketa telah melakukan al’aqdu (akad) dan al’ahdu

(janji). Kata ﺪﻘﻋ adalah mengikat sesuatu dengan sesuatu sehingga tidak menjadi

baginya dan tidak berpisah dengannya.57 Abdoerraoef menjelaskan bahwa terdapat

tiga tahap yang terjadi dalam suatu perikatan (al-‘aqdu), yakni:58

● Al-ahdu (perjanjian), yaitu pernyataan dari seseorang untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dan tidak ada kaitannya dengan orang lain yang sifatnya mengikat mengikat kedua belah pihak.

● persetujuan, yakni pernyataan setuju dari pihak kedua untuk melakukan

sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang dinyatakan oleh pihak pertama.

● Apabila janji tersebut dilaksanakan oleh para pihak, maka terjadilah yang dinamakan ‘aqdu (perikatan).

Proses perikatan ini tidak jauh berbeda dengan konsep perikatan milik Subekti, yakni satu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana

56

Departemen Penddidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), cet. Ke-3, h.778.

57

Quraish Shihab, Tafsir Misbah: Peran, Kesan dan KeserasianAl-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati,2002), Volume 3, Cet ,IX, h.7.

58

Munawwir A.W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya:Pustaka Progresif,1997),Cet,XIII h.953

44

pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk mematuhi tuntutan itu. Dari pejanjian ini, maka terciptalah

hubungan hukum diantara keduanya.59

Hasil akhir dari proses mediasi adalah kesepakatan atau perjanjian yang tertuang dalam bentuk akta perdamaian. Konsep kesepaktan yang dibuat oleh kedua belah pihak yang harus memenuhi asas-asas dalam hukum Islam. Syamsul Anwar

mengelompokan 8 (delapan) asas perjanjian dalam Islam ke dalam 8 kelompok60,

yakni;

1. Asas Ibahah (Mabda’ al-Ibahah)

2. Setiap perjanjian atau perikatan adalah dibolehkan, sampai adanya suatu

aturan yang mengharamkannya. Asas ini adalah asas umum hukum mu’amalah dalam Islam. Rasulullah bersabda; “Perjanjian diantara orang-orang muslim itu boleh, kecuali perjanjian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal”. Dari Abu Daud, at-Tirmizi, Ibnu Majah, al-Hakim dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari ‘Amir bin Auf.

1. Asas kebebasan Berakad (Mabda’ Hurriyyah at-Ta’aqud)

Para pihak bebas melakukan transaksi apapun, bebas menentukan objek dari transaksi, bebas menentukan dengan siapapun. Asas kebebasan berkontrak di dalam hukum Islam dibatasi oleh ketentuan syari’at Islam. Dalam membuat perjanjian, tidak dibolehkan ada paksaan, kekhilapan dan penipuan. Adapun kebebasan dalam berakad

59

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1992), Cet.14, h.1.

60

45

dalam hukum Islam didasarkan pada Firman Allah, yakni: “wahai orang-orang yang

beriman penuhilah akad-akad (perjanjian-perjajian).” (Q.S. Al-Ma’idah (5):1)61

1. Asas konsensualisme (Mabda’ ar-Radha’iyyah)

Asas ini menghendaki terciptanya suatu perjanjian yang dicukupkan dengan hanya kata sepakat antara kedua belah pihak tanpa harus dipenuhinya formalitas-formalitas tertentu. Misalnya terjadi pada transaksi tukar-menukar barang. Pada transaksi jenis ini para pihak cukup menggunakan kata sepakat saja. Dalil dari asas ini

adalah sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya jual beli itu berdasarkan kata sepakat”.62

2. Asas Janji itu Mengikat

Dari kesepakatan akan melahirkan janji. Janji tersebut punya kekuatan untuk mengikat dalam hubungan hukum yang sudah terjalin dari adnya kesepakatan. Dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang memerintahkan manusia agar memenuhi janji, diantaranya ”…dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu akan dimintakan pertanggung jawabannya”. (Q.S. Al-Isra’ (17):34). Dalam ayat ini jelas dikatakan bahwa Allah memerintahkan umat manusia untuk memenuhi janji terhadap siapapun orang yang kita janjikan. Karena janji yang kamu janjikan akan diminta pertanggung

jawabannya oleh Allah kelak di hari kemudian.63

3. Asas keseimbangan (Mabda’ at-Tawaazun fi al-Mu’awahah)

Dalam perjanjian atau perikatan, kedua belah pihak menanggung resiko dan

61

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83

62

Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar al-Fikr,t.t), Hadis no.2185, Juz II, h.737.

63

46

keuntungan yang adil, hingga masiing-masing pihak tidak aka nada yang merasa

dirugikan.64

4. Asas Kemaslahatan (Tidak Memberatkan)

Asas kemaslahatan yang dimaksud disini adalah akad yang dibuat oleh para pihak memiliki tujuan untuk kemasalahatandan tidak menimbulkan kesulitan bagi

salah satu pihak untuk memenuhi isi dari kesepakatan tersebut.65

5. Asas Amanah

Perjanjian yang dibuat dan disepakati kedua belah adalah bentk dari amanah yang harus dilaksanakan. Kedua belah pihak harus beritikad baik untuk memenuhi isis perjanjian dan terbuka dalam informasi apapun terkait dengan kesepakatan yang di

buat.66

6. Asas keadilan

Tujuan akhir yang hendak diwujudkan oleh hukum adalah keadilan. Dalam Alqur’an dikatakan bahwa, “Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada takwa”.

(Q.S. al-Ma’idah (5): 3). Sedangkan asas hukum perikatan menjadi 6 asas67, yakni;

AsasIllahiyyah, asas kebebasan (al-Hurriyah), Asas kerelaan (al-Ridha), Asas kejujuran dan kebenaran (al-Shidq), dan Asas Tertulis (al-Kitabah).

64

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83.

65

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83.

66

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83.

67

Faturrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syari’ah, dalam Kompilasi Hukum Perikatan oleh Mariam Darus Badrulzaman, (Jakarta: Citra aditya Bakti: 2001), Cet.1, h. 249-251. Lihat juga Gemala Dewi, dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Kencana, 2006), h. 30

47

Pada asas ini di jelaskan bahwa setiap upaya perdamaian haruslah memenuhi unsur Ilahiyyah, kebebasan (asal tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal), unsur kerelaan dari kedua belah pihak, unsur kebenaran dan kejujuran dari keduanya dan dituangkan dalam bentuk tertulis. Dalam mediasi, asas tertulis dalam sebuah kesepakatan dituangkan dalam bentuk akta perdamaian yang dibuat di depan Notaris atau bawah tangan dan dapat pula dikukuhkan dalam bentuk putusan perdamaian oleh hakim yang memaksa perkaranya.

48 BAB IV

IMPLEMENTASI MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERCERAIAN

Dokumen terkait