• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

6. Dukungan Isteri

2.5 Konsep Perilaku Kesehatan

Menurut Green dan Kreuter (2005), kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes). Perilaku itu sendiri di tentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni faktor predisposisi (predisposing faktor), faktor-faktor yang mendukung (enabling faktor), dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing faktor).

a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing faktor)

Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap keehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.

b. Faktor-faktor pemungkin (Enabling faktor)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik,

posyandu, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, atau faktor pemungkin.

c. Faktor-faktor pendorong (Reinforcing faktor)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.

Gambar 2.1 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Kesehatan dari teori Green dan Kreuter (2005)

Faktor Perilaku Non

Faktor

Faktor

Masalah

Non masalah

Diantara berbagai teori dan model perilaku kesehatan, yang saat ini menonjol di bidang promosi dan komunikasi kesehatan, salah satunya adalah Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model). Menurut Model Kepercayaan Kesehatan (Becker, 1974, 1979), perilaku ditentukan apakah seseorang: (1) Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan tertentu; (2) Menganggap masalah ini serius; (3) Meyakini efektifitas tujuan pengobatan dan pencegahan; (4) Tidak mahal; dan (5) menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan. Sebagai contoh, seorang wanita akan mempergunakan kontrasepsi apabila : (1) dia telah mempunyai beberapa orang anak dan mengetahui bahwa ia masih potensial untuk hamil pada beberapa tahun mendatang; (2) melihat kesehatan dan status ekonomi tetangganya menjadi rusak karena terlalu banyak anak; (3) mendengar bahwa tehnik kontrasepsi tertentu menunjukkan efektifitas sebesar 95%; (4) sementara itu kontrasepsi aman dan tidak mahal; dan (5) dianjurkan oleh petugas kesehatannya supaya mulai memakai kontrasepsi (Graeff, 1996).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Roger (1974), menyatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan dari penelitian tersebut juga terungkap, bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu :

1. Awareness ( kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus atau objek.

3. Evaluation (menimbang-nimbang terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, dimana orang sudah mencoba berperilaku baru.

5. Adoptation, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.

Dalam perkembangannya, teori Green ini di modifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior), sebab dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng (long lasting) dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Gerungan, 1986). Contohnya adalah mendapatkan informasi tentang KB, pengertiam KB, manfaat KB dan dimana memperoleh pelayanan KB.

Selanjutnya Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada. 1. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Newcomb, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan: (Notoatmodjo, 2003).

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap KB dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang KB.

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha unutk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah. Adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya) untuk pergi kesarana kesehatan untuk mendapatkan pelayanan KB adalah suatu bukti bahwa ibu tersebut telah mempunyai sikap positif.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang bapak mau memakai alat kontrasepsi, meskipun mendapatkan tantangan dari isteri atau mertuanya.

Dokumen terkait