• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

TAHUN 2013

TESIS

Oleh MAYA SARI 107032203/IKM

PROGRAM MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ANALISIS KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh MAYA SARI 107032203/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : ANALISIS KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Maya Sari Nomor Induk Mahasiswa : 107032203

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (

Ketua Anggota

Asfriyati, S.K.M, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji Pada tanggal :

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

ANALISIS KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

(6)

ABSTRAK

Vasektomi adalah suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak memerlukan anastesi umum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keikutsertaan Vasektomi (MOP) pada PUS di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan pendekatan desain potong lintang (cross sectional) dimana proses pengambilan data dilakukan dalam waktu yang bersamaan antara variabel dependen dengan independen. Populasi adalah seluruh pria pasangan usia subur (PUS) yang bertempat tinggal di Kecamatan Percut Sei Tuan sebanyak 75.310 orang. Sampel adalah seluruh pria pasangan usia subur (PUS) yang terdaftar dan tinggal bersama isteri serta memiliki anak minimal dua orang di Kecamatan Percut Sei Tuan Sampel sebanyak 104 orang, dengan metode Purposive sampling. Analisis data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan (p=0,007), informasi (p=0,001), keterjangkauan (p=0,010) dan pendapatan (p=0,037) memengaruhi keikutsertaan pria PUS menggunakan metode kontrasepsi vasektomi. Faktor yang paling dominan memengaruhi keikutsertaan pria PUS menjadi akseptor Vasektomi yaitu informasi.

Disarankan kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan pelayanan serta memberi informasi kepada isteri mengenai kontrasepsi vasektomi melalui media ataupun penyuluhan sehingga dapat meningkatkan keikutsertaan pria PUS dalam program KB.

(7)

ABSTRACT

Vasectomy is the method of minor operative contraceptive in man which is very safe, simple, and effective. It takes short time to do the operation, and it does not need general anesthesia. The aim of the research was to analyze the participation in using vasectomy contraceptive the use of vasectomy contraceptive device among man of productive-age couples at Percut Sei Tuan Subdistrict, Deli Serdang District, in 2013.

The type of the research was observational study with cross sectional approach in which the process of data collection of dependent and independent variable was conducted at the same time. The population was 75,310 men of productive-aged couples lived at Percut Sei Tuan Subdistrict. The samples consisted of 104 men registered as productive-age couples who lived with their wives and had at least two children at Percut Sei Tuan Subdistrict, using purposive sampling technique. The data was analyzed by using Chi Square and multiple logistic regression tests.

The result showed that knowledge (p=0.007), information (p=0,001), access (p=0,010) and income (p=0,037), influence male participation in vasectomy. The most dominant factor affecting man to participate in vasectomy was information.

It is recommended that health workers should increase their service and information to the wives about vasectomy contraception through media and counseling so that the participation in using vasectomy can be increased.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Analisis

Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,

DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

4. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku ketua komisi pembimbing dan Asfriyati,

(9)

perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu

untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Dra. Rabiatun Adawiyah, M.P.H.R dan dr. Christoffel L. Tobing, Sp.OG(K)

selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,

mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari

proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Kepala PPLKB Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang beserta

jajarannya yang telah berkenan memberikan izin untuk melakukan penelitian

dan sehingga tesis ini selesai.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

8. Orang tuaku tercinta H.Syamsuddin dan Hj. Rosnelly yang telah memberikan

kasih sayang dan support baik secara materi maupun moril selama ini yang

tidak bisa dirangkaikan dan tidak bisa terbalaskan.

9. Suami ku Bobby Umroh, ST, MT yang telah mendampingiku dalam

penyelesaian tesis ini dan memberi support serta penguatan.

11. Saudara-saudara ku, abang-abang, serta kakak ku yang turut memberikan

support selama penyelesaian tesis ini

10. Rekan–rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

(10)

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan

pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2013 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Maya Sari

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/04 September 1985

Agama : Islam

Jumlah Saudara : 5 (anak ke 5 dari 5 bersaudara)

Alamat Rumah : Jl. B. Katamso Gg. Kenanga No. 29 Medan

Riwayat Pendidikan

 Tahun 1991 Lulus dari TK Purnama Medan

 Tahun 1997 Lulus dari SD Yayasan Pendidikan 45 (YAPENA) Medan

 Tahun 2000 Lulus SMP N2 Medan

 Tahun 2003 Lulus SMU Al-Azhar Medan

 Tahun 2006 Lulus dari D-III Akademi Kebidanan Nusantara 2000 Medan

(12)

DAFTAR ISI

2.2.10 Syarat-syarat Vasektomi ... 21

2.2.11 Mitos - mitos yang Salah dalam Pemikiran Masyarakat terhadap Vasektomi ... 22

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi Vasektomi ... 23

2.4 Beberapa Penelitian tentang Vasektomi ... 26

2.5 Konsep Perilaku Kesehatan ... 28

2.6 Landasan Teori ... 35

(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 38

4.2.1 Keikutsertaan Vasektomi ... 54

4.2.2 Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi Pria Pasangan Usia Subur (PUS) di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 56

4.2.2.1 Pengetahuan Pria Pasangan Usia Subur (PUS) tentang Vasektomi ... 56

4.2.3 Distribusi Frekuensi Faktor Pendukung Pria Pasangan Usia Subur (PUS) di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 58

4.2.3.1 Ketersediaan Pelayanan Vasektomi ... 58

4.2.3.2 Keterjangkauan Pelayanan Vasektomi ... 60

(14)

4.4.2 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda Analisis

Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan ... 69

BAB 5. PEMBAHASAN ... 72

5.1 Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Keikutsretaan Vasektomi .... 72

5.1.1 Pengaruh Pendidikan terhadap Keikutsertaa Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 72

5.1.2 Pengaruh Pengetahuan terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 73

5.1.3 Pengaruh Pendapatan/Bulan terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 75

5.2 Pengaruh Faktor Pendukung terhadap Keikutsretaan Vasektomi ... 77

5.2.1 Pengaruh Ketersediaan Fasilitas terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 77

5.2.2 Pengaruh Keterjangkauan Pelayanan terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 79

5.3 Pengaruh Faktor Pendorong terhadap Keikutsretaan Vasektomi ... 80

5.3.1 Pengaruh Informasi Pelayanan terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 80

5.3.2 Pengaruh Dukungan Isteri terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 81

5.4 Keterbatasan Penelitian ... 82

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

6.1 Kesimpulan ... 83

6.2 Saran... 84

(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan ... 42

3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Ketersediaan Fasilitas ... 43

3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Keterjangkauan ... 43

3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Informasi ... 44

3.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Dukungan Isteri ... 44

4.1 Data Daftar Nama Desa dan Jumlah Penduduk di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 52

4.2 Data Daftar Nama Desa dan Jumlah Pengguna Alat Kontrasepsi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 53

4.3 Distribusi Frekuensi Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 55

4.4 Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi Pria PUS di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 56

4.5 Distribusi Item Jawaban Pernyataan Pengetahuan Pria (PUS) Tentang Alat Kontrasepsi Vasektomi Berdasarkan Jawaban Pernyataan Pengetahuan di Kecamatan Percut Sei Tuan ... 57

4.6 Distribusi Frekuensi Faktor Pendukung Pria PUS di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 58

4.7 Distribusi Jawaban Pertanyaan Ketersediaan Fasilitas di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 59

4.8 Distribusi Jawaban Pertanyaan Keterjangkauan Fasilitas di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 60

(16)

4.10 Distribusi Informasi Pelayanan Vasektomi Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Informasi Pelayanan Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 62

4.11 Distribusi Pertanyaan Dukungan Isteri di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 63

4.12 Hubungan Faktor-Faktor Predisposisi Pria Pasangan Usia Subur dengan Keikutsertaan dalam Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 65

4.13 Hubungan Faktor Pendukung Pria Pasangan Usia Subur dengan Keikutsertaan dalam Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 66

4.14 Hubungan Faktor Pendorong Pria Pasangan Usia Subur dengan Keikutsertaan dalam Vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013 ... 67

4.15 Nilai P pada Uji Kolinearitas antar Variabel Independen ... 67

4.16 Pemeriksaan Interaksi ... 69

(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Kesehatan dari Teori Green dan

Kreuter ... 29

2.2 Landasan Teori Lawrence Green ... 36

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 89

2. Output Penelitian ... 95

3. Surat Izin Penelitian ... 126

(19)

ABSTRAK

Vasektomi adalah suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak memerlukan anastesi umum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keikutsertaan Vasektomi (MOP) pada PUS di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan pendekatan desain potong lintang (cross sectional) dimana proses pengambilan data dilakukan dalam waktu yang bersamaan antara variabel dependen dengan independen. Populasi adalah seluruh pria pasangan usia subur (PUS) yang bertempat tinggal di Kecamatan Percut Sei Tuan sebanyak 75.310 orang. Sampel adalah seluruh pria pasangan usia subur (PUS) yang terdaftar dan tinggal bersama isteri serta memiliki anak minimal dua orang di Kecamatan Percut Sei Tuan Sampel sebanyak 104 orang, dengan metode Purposive sampling. Analisis data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan (p=0,007), informasi (p=0,001), keterjangkauan (p=0,010) dan pendapatan (p=0,037) memengaruhi keikutsertaan pria PUS menggunakan metode kontrasepsi vasektomi. Faktor yang paling dominan memengaruhi keikutsertaan pria PUS menjadi akseptor Vasektomi yaitu informasi.

Disarankan kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan pelayanan serta memberi informasi kepada isteri mengenai kontrasepsi vasektomi melalui media ataupun penyuluhan sehingga dapat meningkatkan keikutsertaan pria PUS dalam program KB.

(20)

ABSTRACT

Vasectomy is the method of minor operative contraceptive in man which is very safe, simple, and effective. It takes short time to do the operation, and it does not need general anesthesia. The aim of the research was to analyze the participation in using vasectomy contraceptive the use of vasectomy contraceptive device among man of productive-age couples at Percut Sei Tuan Subdistrict, Deli Serdang District, in 2013.

The type of the research was observational study with cross sectional approach in which the process of data collection of dependent and independent variable was conducted at the same time. The population was 75,310 men of productive-aged couples lived at Percut Sei Tuan Subdistrict. The samples consisted of 104 men registered as productive-age couples who lived with their wives and had at least two children at Percut Sei Tuan Subdistrict, using purposive sampling technique. The data was analyzed by using Chi Square and multiple logistic regression tests.

The result showed that knowledge (p=0.007), information (p=0,001), access (p=0,010) and income (p=0,037), influence male participation in vasectomy. The most dominant factor affecting man to participate in vasectomy was information.

It is recommended that health workers should increase their service and information to the wives about vasectomy contraception through media and counseling so that the participation in using vasectomy can be increased.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Program KB nasional dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur

banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi,

ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai

akibat langsung dari kehamilan tersebut (Suratun, dkk, 2008). Tujuan utama program

KB Nasional adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan

kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat/angka kematian ibu, bayi

dan anak serta menanggulangi masalah kesehatan reproduksi dalam rangka

membangun keluarga kecil berkualitas (Dyah, 2009).

Salah satu target MDGs adalah akses universal terhadap pelayanan kesehatan

reproduksi yang salah satu indikatornya adalah peningkatan angka prevalensi

pemakaian kontrasepsi, Contraceptive Prevalence Rate (CPR), yang didefenisikan

sebagai penggunaan kontrasepsi saat ini (metode apapun) diantara perempuan

menikah usia 15-49 tahun. Negara-negara di bagian Timur dan Timur Laut Asia

(dengan data yang tersedia) memiliki CPR diatas 50% berdasarkan data tahun terbaru

yang tersedia di setiap negara, CPR terendah terdapat di Afghanistan (23%) pada

tahun 2008, Pakistan, (27%) pada tahun 2008, Samoa (29%) pada tahun 2009 dan

Timor Leste (22%) pada tahun 2010 (UNESCAP, 2011).

(22)

Vasektomi adalah suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang

sangat aman, sederhana dan sangat efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan

tidak memerlukan anastesi umum (Handayani, 2010). Vasektomi dikenal lebih umum

dibanding sterilisasi wanita hanya di 5 negara. Negara-negara ini adalah Bhutan,

Denmark, Belanda, Selandia Baru dan Inggris. Di 8 negara di seluruh dunia,

(Australia, Bhutan, Kanada, Belanda, Selandia Baru, Republik Korea, Inggris dan

Amerika Serikat), prevalensi penggunaan vasektomi melebihi 10%. Selandia Baru

memiliki prevalensi tertinggi untuk kontrasepsi vasektomi yaitu 19,3%. Kontrasepsi

ini telah menjadi metode paling banyak digunakan sejak tahun 1970-an sampai

dengan 1980-an, menjadi lebih banyak digunakan dibanding sterilisasi wanita.

Sebuah survei yang dilakukan pada akhir tahun1990 di Selandia Baru menemukan

bahwa 57% pria berusia 40 sampai 49 telah menerima vasektomi (John, 2008).

Vasektomi ini kurang dimanfaatkan di banyak negara karena hambatan

pemberian layanan dan budaya masyarakat yang beragam. Hambatan yang berkaitan

dengan pemberian layanan vasektomi, kekurangan penyedia yang berkomitmen dan

terampil. Para penyedia mungkin kurang pengetahuan tentang keuntungan dan

kerugian vasektomi. Bahkan jika penyedia dilatih, lingkungan kerja mereka mungkin

tidak kondusif untuk prosedur konseling dan bedah. Selanjutnya sikap penyedia bisa

berfungsi sebagai penghalang penggunaan vasektomi di banyak lokasi. Para penyedia

dapat memegang ketidakperdulian untuk vasektomi, bias terhadap vasektomi, atau

(23)

metode Keluarga Berencana. Secara keseluruhan, vasektomi lebih sulit diperoleh dari

hampir setiap metode KB lainnya di seluruh dunia (Childinfo, 2011).

Di Amerika Latin penggunaan vasektomi telah meningkat empat kali lipat

dalam 10 tahun terakhir. Namun, prevalensi tetap pada 1% atau kurang, kecuali di

Brazil, Kosta Rika, Meksiko, dan Puerto Rico. Tingkat prevalensi tertinggi ditemukan

di negara Sao Paolo, dimana prevalensi vasektomi 6,1% (John, 2008).

Sebagian besar di Afrika dan Timur Tengah, prevalensi vasektomi jarang

melebihi 0,1% dan tetap kebanyakan konstan selama dekade terakhir. Penelitian ini

menunjukkan bahwa vasektomi tidak dapat diterima untuk kebanyakan pria Afrika

dan mungkin akan lama tetap seperti itu. Namun mirip prediksi di tahun 1980-an

bahwa sterilisasi wanita juga tidak dapat diterima di Afrika (Childinfo, 2011).

Asia menyumbang 77% pengguna vasektomi dari seluruh dunia, dengan Cina

dan India saja yang mewakili lebih dari 70% dari penggunaan vasektomi di dunia.

Kecuali Nepal dan Republik Korea, prevalensi di Asia menurun selama dekade

terakhir. Persentase prevalensi kontrasepsi vasektomi secara keseluruhan terus

menurun, dari 67% pada tahun 1976 menjadi 41% pada tahun 1981, menjadi 19%

pada tahun 1996, dan 16% pada tahun 2001 (Childinfo, 2011).

Secara global, penggunaan kontrasepsi telah meningkat, dari 54% pada tahun

1990 menjadi 63% pada tahun 2007. Secara regional, proporsi perempuan menikah

usia 15-49 penggunaan dari setiap metode kontrasepsi telah meningkat minimal

antara 1990 dan 2007, dari 17% menjadi 28% di Afrika, 57% menjadi 67% di Asia,

(24)

kontrasepsi oleh pria masih relatif dari tingkat prevalensi di atas. Metode pria dibatasi

untuk sterilisasi (vasektomi), kondom (World Health Organization, 2011).

Kebudayaan dan komunikasi aspek memengaruhi kemampuan dan kemauan

manusia untuk mendapatkan vasektomi. Sedikit wanita yang mengatakan mengenal

vasektomi dibandingkan dengan metode KB lainnya. Selain itu, penggunaan

vasektomi dapat dirusak oleh etos budaya dan keyakinan. Dalam banyak budaya pria

menentukan apakah isteri mereka menggunakan alat kontrasepsi melalui program

Keluarga Berencana, tetapi tidak percaya bahwa menggunakan metode adalah

tanggung jawab pria. Dalam masyarakat tertentu, kepercayaan luas menganggap

vasektomi setara dengan pengebirian yang dapat memengaruhi fungsi seksual dan

menurunkan kekuataan fisik (John, 2008).

Padahal faktanya vasektomi bukan mengebiri hanya pemotongan saluran

sperma kiri dan kanan saja agar cairan mani yang dikeluarkan pada saat ejakulasi

tidak lagi mengandung sperma. Vasektomi sama sekali tidak membuang buah zakar

(testis) jadi tetap bisa dapat memproduksi hormon testosteron. Vasektomi tidak akan

membuat impoten. Sebab saraf-saraf dalam pembuluh darah yang berperan dalam

proses terjadinya ereksi berada di batang penis. Sedangkan vasektomi hanya

dilakukan di sekitar buah zakar (testis), jauh dari persyarafan untuk ereksi. Vasektomi

tidak berpengaruh terhadap penurunan libido, karena testis yang menghasilkan

hormon tetap berfungsi dengan baik.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tengah

(25)

vasektomi untuk pria. Karena, salah satu hambatan peningkatan KB pria adanya

fatwa haram menggunakan vasektomi, namum MUI Situbondo telah mengeluarkan

fatwa halal untuk dilakukannya vasektomi karena tidak terjadi secara permanen

setelah dilakukan operasi vasektomi, seiring dengan perkembangan teknologi kini

vasektomi dapat dipulihkan kembali (rekanalisasi), ahli urologi dapat menyambung

kembali saluran sperma namun kemampuan untuk kembali punya anak sangat

menurun, tergantung pada lama atau tidaknya tindakan vasektomi dilakukan

(BKKBN, 2012).

Masih rendahnya kesadaran pria ber-KB itu terkait dengan kurangnya

pemahaman kaum pria tentang kontrasepsi pria, rendahnya minat suami dalam

mengakses informasi tentang KB dan kesehatan reproduksi, peran tokoh agama yang

masih kurang, sarana pelayanan KB bagi pria. Banyak isteri yang justru tidak mau

suaminya divasektomi karena khawatir masih perlu ditingkatkan dan terbatasnya

pilihan alat kontrasepsi yang tersedia dimanfaatkan untuk selingkuh. Selain itu, rumor

masyarakat yang terkait dengan vasektomi adalah sifat yang tidak reversibel atau pria

yang melakukan vasektomi sama dengan dikebiri (BKKBN, 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Biomedis dan Reproduksi

manusia pada tahun 2009 di Yogyakarta dan Jakarta menyimpulkan bahwa rendahnya

partisipasi pria dalam penggunaan kontrasepsi disamping karena kurangnya informasi

kontrasepsi untuk pria (47,6%) terbatasnya kontrasepsi pria (19%), dan terbatasnya

pelayanan KB pria (17,1%) ternyata juga sebagian besar ibu/isteri tidak mendukung

(26)

70% ibu atau 3 dari 4 ibu. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan di

Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada tahun 2000 penyebab rendahnya pria ber KB

sebagian besar disebabkan oleh faktor keluarga, antara lain isteri tidak mendukung

(66,26%), rumor di masyarakat, (46,65%), kurangnya informasi metode KB pria dan

terbatasnya tempat pelayanan (6,22%) (BKKBN, 2009).

Berdasarkan rakerda pembangunan kependudukan dan KB 2012 Provinsi

Sumatera Utara, pembangunan nasional ditujukan untuk meningkatkan kualitas

penduduk yang merupakan potensi sumber daya manusia (SDM) sehingga dapat

mendukung pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Oleh karena itu

kebijakan dan program kependudukan, termasuk program Kependudukan dan

Keluarga Berencana (KKB) tidak semata-mata hanya sebagai upaya memengaruhi

pola dan arah demografi tetapi juga untuk mencapai kesejahteraan masyarakat lahir

dan batin bagi generasi sekarang dan generasi mendatang.

Keluarga Berencana merupakan salah satu program sosial dasar yang sangat

strategis bagi upaya peningkatan kualitas keluarga dan kemajuan suatu bangsa.

Dalam UU No. 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga, Keluarga Berencana (KB) didefinisikan sebagai upaya

mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan

melalui promosi perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk

mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Untuk mewujudkan upaya tersebut di atas, maka sesuai Perka BKKBN

(27)

susunan organisasi dan tata kerja lembaga pemerintah non kementerian, BKKBN

mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah di Bidang Keluarga Berencana dan

Keluarga Sejahtera sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas tersebut BKKBN menyelanggarakan fungsi yaitu,

perumusan kebijakan nasional di bidang pengendalian penduduk dan

penyelenggaraan Keluarga Berencana, penetapan norma, standar, prosedur, dan

kriteria di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan Keluarga Berencana,

pelaksanaan advokasi dan kordinasi di bidang pengendalian penduduk dan

penyelenggaraan keluarga berencana, penyelengaraan pemantauan dan evaluasi di

bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan Keluarga Berencana, serta

pembinaan, pembimbingan dan fasilitasi di bidang pengendalian penduduk dan

penyelenggaraan Keluarga Berencana.

Sejalan dengan diterbitkannya UU.No.52 Tahun 2009 tentang Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, pengelolaan Program Keluarga

Berencana harus memperoleh perhatian dan prioritas lebih besar dari

Bupati/Walikota, sehingga keberlanjutan dan keberhasilan yang dicapai selama ini

dapat dipertahankan, dalam rangka mewujudkan Visi “Penduduk Tumbuh Seimbang

Tahun 2015, visi tersebut juga mengacu kepada fokus pembangunan pada rencana

pembangunan jangka panjang nasional tahun 2005-2025 dan visi misi presiden yang

tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJMN) tahun 2010-2014.

Visi ini merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional yaitu mewujudkan

(28)

dengan menurunnya angka fertilitas (TFR) menjadi 2,1 dan Net Reproduction Rate

(NRR) = 1.

Pada tahun 2015 diharapkan keluarga-keluarga di Sumatera Utara mampu

mandiri tidak lagi bergantung kepada keluarga lain, atau terhadap institusi lain dalam

upaya mengatasi kehidupan keluarga mereka. Keluarga juga ikut berpartisipasi dalam

upaya penyelesaian berbagai masalah masyarakat di lingkungan mereka dan bahkan

masalah yang dihadapi negara dan bangsa sebagai pencerminan dari kesadaran dan

rasa bertanggung jawab yang besar dari keluarga. Keluarga yang bertaqwa tercermin

dari perilaku mereka yang senantiasa taat beribadah menurut agama mereka. Jumlah

anak dalam keluarga harus ideal dalam arti, dengan jumlah anak yang sedikit akan

memberi peluang besar terhadap penciptaan keluarga yang berkualitas dengan

berbagai cirinya tersebut. Dalam keluarga harus terjalin keharmonisan hubungan

antara suami dan isteri serta anak, dan memiliki kemampuan berfikir yang

berwawasan ke depan guna mengantisipasi berbagai tantangan yang akan terjadi.

Berdasarkan visi tersebut di atas, misi pembangunan kependudukan dan KB Nasional

adalah “Mewujudkan Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Keluarga Kecil

Bahagia Sejahtera”.

Berdasarkan hasil pendataan keluarga 2011 dan sensus penduduk tahun 2010,

jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil pendataan keluarga

tahun 2011 sebesar 13.465.402 jiwa yang terdiri dari laki-laki 6.652.046 jiwa dan

perempuan 6.813.856 jiwa. Jumlah PUS di Provinsi Sumatera Utara hasil pendataan

(29)

kelompok umur isteri dibawah umur 20 tahun hanya 3,10%, komposisi umur PUS

antara 20 sampai dengan 29 tahun berjumlah 35,32% dan komposisi umur PUS diatas

30 tahun berjumlah 61,56%.

Beberapa sasaran indikator program kependudukan dan KB perwakilan

BKKBN Provinsi Sumatera Utara tahun 2011 yang merupakan kontrak kinerja

Provinsi Sumatera Utara dengan BKKBN Pusat yaitu jumlah peserta KB baru dengan

target (KKP) 387.310 akseptor, jumlah peserta KB aktif 1.307.860 akseptor, jumlah

peserta KB baru MKJP 86.160 akseptor, antaranya IUD sebesar 27.930 akseptor,

Implant 44.870 akseptor, MOW 10.400 akseptor, dan MOP sebesar 2.960 akseptor.

Metode kontrasepsi ini diharapkan dapat digunakan secara efektif oleh

pasangan usia subur (PUS) baik wanita atau isteri maupun pria atau suami sebagai

sarana pengendali kelahiran. Idealnya, penggunaan alat kontrasepsi terlebih pada

pasutri (pasangan suami isteri) merupakan tanggung jawab bersama antara pria dan

wanita sehingga metode yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan

suami, isteri tanpa mengesampingkan hak reproduksi masing-masing.

Setidak-tidaknya dibutuhkan perhatian, keperdulian serta keikutsertaan pria dalam

penggunaan alat kontrasepsi. Akan tetapi dari jenis alat kontrasepsi dan penggunaan

alat kontrasepsi tersebut lebih didominasi oleh wanita. Sedangkan jenis pengguna alat

kontrasepsi pria relatif lebih rendah.

Program Keluarga Berencana (KB) untuk pria yang lebih dikenal dengan

vasektomi juga makin diminati dan dapat diterima di Sumatera Utara dengan jumlah

(30)

se-Sumut, hanya 11 Kabupaten/Kota yang mempunyai kontribusi terhadap Kontap Pria,

di antaranya Kota Medan, Deli Serdang, Langkat, Sibolga, Tebing Tinggi, Serdang

Bedagai, Humbang Hasudutan, Dairi dan Binjai. Secara keseluruhan pencapaian

Kontap Pria di Sumut hingga posisi 26 Januari 2011 telah dicapai 246 orang dari

target yang ditentukan oleh BKKBN sebanyak 2.088 orang.

Data BKKBN menunjukkan bahwa jumlah akseptor KB di Sumatera Utara

(2011) mencapai 3.140.620 orang, dengan total pasangan usia subur (PUS) sebesar

2.184.940 dari keseluruhan peserta aktif tersebut, akseptor KB pria mencapai 64.486

orang, yang terdiri dari MOP 2.813 orang dan pengguna kondom 61.673.

Hasil pendataan keluarga di Sumatera Utara Tahun 2011 oleh BkkbN,

menunjukkan bahwa jumlah PUS di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2011

sebanyak 308.881 pasang, dengan peserta akseptor KB aktif sebanyak 212.577 orang.

Berdasarkan jenis kontrasepsi yang digunakan, maka dapat dilihat bahwa peserta

kontrasepsi IUD 22.147 peserta (10,36), kondom 15.408 peserta (7,21%), suntik

68.357 peserta (31,97%), pil 80.761 peserta (37,77%), MOW 11.647 peserta (5,45%)

dan MOP 282 peserta (0,13%).

Hasil pendataan keluarga di Sumatera Utara sampai dengan November Tahun

2012. Menunjukkan bahwa peserta kontrasepsi suntik 130.989 peserta (104,6%), pil

120.691 peserta (109.2%), kondom (49,207) peserta (75,3%), IUD (27,374) peserta

(98,0%), implant (41.940) peserta (93,5%), MOW (9.912) peserta (95,3%), MOP

(31)

Berdasarkan data dari PPLKB Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli

Serdang September tahun 2012 dari 20 desa di Percut Sei Tuan yang cakupan

akseptor IUD 10.007 orang, MOW 2724 orang, implant 7126 Orang, suntik 13.148

orang, pil 15.135 Orang, kondom 5630 orang dan vasektomi sebesar 538 orang

(0,73%). Dengan jumlah pasangan usia subur 73.928 orang. Sedangkan target yang

diharapkan untuk akseptor keluarga berencana pria 5%.

Survei pendahuluan pada 10 orang pria pasangan usia subur yang berdomisili

di Kecamatan Percut Sei Tuan, ditemukan hanya 1 orang (10%) pria pasangan usia

subur yang memakai alat kontrasepsi vasektomi, sementara yang tidak memakai alat

kontrasepsi 5 orang (50%), dan sisanya isteri PUS yang memakai alat kontrasepsi.

Ketika ditanya pengetahuan mengenai alat kontrasepsi vasektomi sebanyak 40 orang

(40%), menyatakan tahu tentang alat kontrasepsi vasektomi, sebanyak 6 orang (60%)

pria pasangan usia subur yang menyatakan tidak didukung oleh isteri untuk menjadi

akseptor Keluarga Berencana vasektomi dengan berbagai alasan. Meskipun tenaga

kesehatan telah memberikan penyuluhan dan informasi mengenai alat kontrasepsi

vasektomi, mengadakan program Keluarga Berencana gratis dan tokoh masyarakat

juga menganjurkan dan menghimbau pria untuk menjadi akseptor Keluarga

Berencana tetapi banyak pria pasangan usia subur tidak ikut serta dalam Keluarga

Berencana sehingga cakupan akseptor Keluarga Berencana pria masih rendah.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka diperoleh suatu gambaran

(32)

perlu dianalisa mengenai faktor apa saja yang memengaruhi keikutsertaan pria

pasangan usia subur tentang vasektomi di Kecamatan Percut Sei Tuan.

1.2 Permasalahan

Masih rendahnya minat pria dalam pemakaian alat kontrasepsi vasektomi

(MOP) pada pria PUS di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang tahun

2013 dan belum diketahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhinya.

1.3Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian alat

kontrasepsi vasektomi (MOP) pada PUS di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten

Deli Serdang tahun 2013.

1.4Hipotesis

Ada pengaruh faktor predisposing (pendidikan, pengetahuan, pendapatan),

faktor enabling (ketersediaan fasilitas, keterjangkauan pelayanan), dan faktor

reinforcing (informasi, dukungan istri) terhadap pemakaian alat kontrasepsi

vasektomi (MOP) pada PUS di Kecamatan Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang tahun

(33)

1.5Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi petugas kesehatan dan KB

guna meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan vasektomi (MOP) di

Kecamatan Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.

2. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai

bahan referensi dalam hal yang berkaitan dengan faktor-faktor yang memengaruhi

(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kontrasepsi

Kontrasepsi mantap adalah salah satu metoda kontrasepsi yang mempunyai

banyak kelebihan dan beberapa kekurangan. Kelebihannya antara lain bahwa kontap

merupakan salah satu metoda kontrasepsi yang sangat efektif bagi pria dan

perempuan, pengaruhnya jangka lama dengan sekali tindakan saja, usia tidak menjadi

faktor utama, dan tidak memiliki efek samping klinis karena bersifat non hormonal

(BKKBN, 2003).

Beberapa jenis cara vasektomi yang bisa di pilih oleh akseptor yaitu

1. Vasektomi Tanpa Pisau (VTP atau No-scalpel Vasectomy)

2. Vasektomi dengan insisi skrotum (tradisional)

3. Vasektomi semi permanen

Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) dilakukan dengan hanya dibius lokal pada kulit

sebelah pinggir kantong buah zakar setelah meraba lokasi saluran sel sperma atau vas

deferens. Lalu, bagian tersebut dibedah beberapa sentimeter untuk menemukan

saluran. Saluran sperma lalu diikat pada dua sisi dan dipotong, lalu dimasukkan

kembali ke dalam kantong zakar. Bekas luka pun dijahit. Proses ini memakan waktu

10 hingga 20 menit untuk kedua sisi buah zakar.

Penelitian yang membandingkan teknik pembedahan vasektomi tradisional

(35)

nyeri dan perdarahan yang lebih sedikit dari luka pada metode ini (Black, 2003).

MOP Semi Permanen yakni vas deferens yang diikat dan bisa dibuka kembali untuk

berfungsi secara normal kembali dan tergantung dengan lama tidaknya pengikatan

vas deferen, karena semakin lama vasektomi diikat, maka keberhasilan semakin kecil,

sebab vas deferen yang sudah lama tidak dilewati sperma akan menganggap sperma

adalah benda asing dan akan menghancurkan benda asing (Hartanto, 2004 ).

2.2 Vasektomi

Vasektomi adalah melakukan tindakan mengikat/memotong saluran

spermatozoid yang berasal dari testis, sehingga semen (air mani) tidak lagi

mengandung spermatozoid (sel kelamin pria). Dalam keadaan vasektomi testis

melalui sel Leydig masih memproduksi hormon testosteron yang akan beredar ke

seluruh tubuh. Hormon ini memengaruhi fungsi seksual pada pria sehingga gairah

seks tidak akan luntur/menurun dan penis akan masih tetap jaya sepanjang masa. alat

kontrasepsi ini permanen bagi pria yang sudah memutuskan tidak ingin mempunyai

anak lagi. Klien harus mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil

keputusan. operasi ini aman dan mudah hanya memerlukan beberapa menit di rumah

sakit atau klinik KB yang terstandar untuk melakukan pembedahan ringan (Hartanto,

2009).

2.2.1 Pengertian Vasektomi

KB ini baru efektif setelah ejakulasi 20 kali atau 3 bulan pasca operasi.

(36)

vasektomi tidak ada efek samping jangka panjang, tidak berpengaruh terhadap

kemampuan maupun kepuasan seksual (Meillani, 2010).

Vasektomi merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi yang dilakukan oleh

banyak negara di dunia untuk menekan angka pertambahan penduduk. Dalam

kenyataannya, vasektomi memang kurang populer dibanding metode kontrasepsi

lainnya seperti suntik KB, minum pil KB, memakai kondom, maupun kontrasepsi

alami dengan cara menghitung kalender. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa

vasektomi adalah operasi kecil mengikat saluran sperma pria sehingga benih pria

tidak mengalir ke dalam air mani pria. Dengan vasektomi, seorang pria tidak bisa lagi

menghamili wanita karena saat ejakulasi air mani pria tidak mengandung sel sperma.

air mani pria yang terpancar ke dalam vagina saat berhubungan intim bukan hanya

mengandung sel sperma, tetapi juga terdapat cairan seminal dan getah yang

dihasilkan oleh prostat. Percampuran ketiga cairan tersebut menjadikan air mani

berbentuk kental dan memiliki volume yang banyak. Saat ejakulasi seorang pria pada

umumnya menghasilkan 5 cc air mani, volume air sperma bisa bertambah atau

berkurang tergantung kesehatan pria tersebut. dari 5 cc air sperma tersebut yang berisi

sel sperma hanya 5 persen saja. Artinya, hanya 0.15 cc saja air sperma yang

mengandung sel sperma.

2.2.2 Tujuan Vasektomi

Pria yang melakukan vasektomi adalah ayah yang memiliki kesadaran untuk

terlibat langsung dalam hal mengatur kelahiran anak. Lebih dari itu, hal ini adalah

(37)

partisipasi dari pihak wanita. Alasan yang umum diambil mengapa pria vasektomi

adalah karena isteri mengalami alergi terhadap metode kontrasepsi tertentu sehingga

pria mengambil alih tugas kontrasepsi. Operasi vasektomi dilakukan dengan tujuan

agar pria tidak bisa menghamili wanita secara permanen.

2.2.3 Efektifitas

a. Angka keberhasilan amat tinggi (99%), angka kegagalan 0-2,2%, umumnya <1%

b. Kegagalan kontap pria umumnya disebabkan oleh :

1. Senggama yang tidak terlindung sebelum semen/ejakulat bebas sama sekali dari

spermatozoa.

2. Rekanalisasi spontan dari vas deferens, umumnya terjadi setelah pembentukan

granuloma spermatozoa.

3. Pemotongan dan oklusi struktur jaringan lain selama operasi

4. Jarang : duplikasi congenital dari vas deferens (terdapat > 1 vas deferens pada

satu sisi).

c. Vasektomi dianggap gagal bila :

1. Pada analisis sperma setelah 3 bulan pasca-vasektomi atau setelah 10-12 kali

ejakulasi masih dijumpai sperma.

2. Dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya azoosperma.

3. Istri hamil

2.2.4 Komplikasi

Komplikasi jangka pendek termasuk sementara memar dan perdarahan, yang

(38)

permanen, vasektomi sakit sindrom-post. Data pada manusia dan hewan

menunjukkan bahwa vasektomi tidak meningkatkan aterosklerosis dan peningkatan

sirkulasi kompleks imun setelah vasektomi bersifat sementara. Selain itu, berat bukti

tentang prostat dan kanker testis menunjukkan bahwa pria dengan vasektomi yang

tidak mengalami peningkatan risiko kanker tersebut.

2.2.5 Keuntungan

a. Efektif, kemungkinan gagal tidak ada karena dapat di check kepastian di

laboraturium.

b. Aman, Morbiditas rendah dan tidak ada mortalitas.

c. Cepat, hanya memerlukan 5-10 menit dan pasien tidak perlu dirawat di Rumah

Sakit.

d. Menyenangkan bagi akseptor karena hanya memerlukan anastesi lokal saja.

e. Tidak mengganggu hubungan seksual selanjutnya.

f. Biaya rendah

g. Secara kultural, sangat dianjurkan di negara-negara dimana wanita merasa malu

untuk ditangani oleh dokter pria atau kurang tersedia dokter wanita.

2.2.6 Kerugian

a. Harus dengan tindakan operatif

b. Kemungkinan ada komplikasi seperti perdarahan dan infeksi.

c. Tidak seperti sterilisasi wanita yang langsung menghasilkan steril permanen,

pada vasektomi beberapa hari, minggu atau bulan sampai sel mani menjadi

(39)

d. Tidak dapat dilakukan pada orang yang masih ingin mempunyai anak lagi.

e. Pada orang-orang yang mempunyai problem-problem psikologis yang

memengaruhi seks, dapat menjadikan keadaan semakin parah.

2.2.7 Kontra Indikasi

a. Infeksi kulit lokal, misalnya Scabies

b. Infeksi traktus genitalia.

c. Kelainan skrotum dan sekitarnya : varicocele, hydrocele besar, filariasis, hernia

inguinalis, orchiopexy, luka parut bekas luka operasi hernia, skrotum yang sangat

tebal.

d. Penyakit sistemik : penyakit-penyakit perdarahan, Diabetes Miellitus, penyakit

koroner yang baru.

e. Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual yang tidak stabil.

2.2.8 Efek Samping Tindakan Vasektomi

a. Infeksi

b. Hematoma

c. Granuloma Sperma

d. Rekanalisasi Spontan

e. Pendarahan

2.2.9 Pelaksanaan Pelayanan

a. Persiapan petugas

1. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih selama 10 menit atau bahan

(40)

2. Memakai baju yang bersih (baju operasi), tutup kepala, tutup mulut dan

hidung.

b. Pra-Operasi

1. Anamnesis dan lakukan informed consent

2. Pemeriksaan Fisik

3. Pemeriksaan laboratorium

4. Persiapan klien

a. Klien sebaiknya mandi serta mengenakan pakaian yang bersih dan longgar

sebelum mengunjungi klinik, atau setikdaknya klien dianjurkan

membersihkan daerah skrotum dan inguinal/lipat paha sebelum masuk

keruang tindakan.

b. Klien dianjurkan membawa celana khusus untuk menyangga skrotum.

c. Rambut pubis cukup digunting untuk memperkecil resiko infeksi.

d. Cuci/bersihkan daerah operasi dengan sabun dan air kemudian ulangi sekali

lagi dengan larutan antiseptik atau langsung diberi antiseptik (povidon iodin).

e. Bila diperlukan larutan povidon iodin seperti betadin, tunggu 1 atau 2 menit

hingga jodium bebas yang terlepas dapat membunuh mikro organisme.

5. Anastesi lokal

a. Dipakai karena murah dan lebih aman, misalnya Lidocaine 2 % sebanyak

1-5cc atau sejenisnya

(41)

c. Jangan menyuntikkan anastesi lokal langsung kedalam vas deferens, karena

mungkin dapat merusak plexus pampiniform.

d. Bila calon akseptor mengalami rasa takut atau gelisah, dapat diberikan

tranquilizer atau sedative, per oral atau suntikan.

Anastesi umum mungkin perlu dipertimbangkan pada kasus-kasus khusus

a. Adanya luka parut daerah inguinal atau skrotum yang sangat tebal.

b. Kelainan intra-skrotal seperti hydrocele, varicocele.

c. Alergi terhadap anastesi lokal

2.2.10 Syarat-Syarat Vasektomi

Pemasangan kontrasepsi vasektomi dapat dilakukan pada pria :

1. Mendapatkan persetujuan istri

2. Pasangan yang tidak lagi ingin menambah jumlah anak.

3. Pasangan yang istrinya sudah sering melahirkan.

4. Harus secara sukarela.

5. Mengetahui akibat-akibat vasektomi.

6. Umur calon tidak kurang dari 30 tahun.

7. Pasangan yang telah gagal dengan kontrasepsi lain.

8. Pria yang akan melakukan MOP harus melakukannya secara sukarela dan

menandatangani surat persetujuan.

9. Pasangan suami istri telah mempunyai anak minimal 2 orang dan anak paling

(42)

2.2.11 Mitos-Mitos yang Salah Dalam Pemikiran Masyarakat terhadap Vasektomi

a. Vasektomi dilakukan dengan memotong penis. Operasi vasektomi dilakukan

hanya dengan sedikit melukai pangkal penis. Bekas lukanya saja hanya sekitar

5mm.

b. Setelah vasektomi, penis tidak dapat berdiri. Vasektomi bukan kebiri. Jadi para

pria sama sekali tidak perlu kuatir karena tidak ada bagian dari kejantanannya

yang diambil. Penis Anda tetap berfungsi normal seperti sebelumnya. Bahkan

Anda sebenarnya tetap memproduksi sel sperma, hanya saja sel tersebut tidak

berhasil menuju ke tempat yang benar karena salurannya sudah dipotong.

c. Tidak ada cairan yang keluar saat ejakulasi. Tentu saja tetap ada cairan yang

keluar. Cairan yang keluar saat ejakulasi itu adalah cairan semen. Sebelum

vasektomi, cairan semen itu mengandung sel sperma. Setelah operasi, sel sperma

itulah yang hilang dari cairan semen.

d. Gairah seks menurun pasca operasi. Gairah seks tidak menurun pasca operasi.

Justru gairah seks bisa jadi malah naik karena sudah tidak punya kekuatiran

“menghamili” istri.

e. Operasi vasektomi adalah pekerjaan yang “berat” Justru sebaliknya, proses

(43)

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi Vasektomi

Menurut Abadi (2010), rendahnya kesertaan pria ber-KB di Indonesia dapat

terlihat dari keikutsertaannya yang baru mencapai sekitar 1,1%, yakni kondom

sebanyak 0,7% dan vasektomi 0,4%. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, yaitu :

1. Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran pria terhadap KB dan kesehatan reproduksi.

Rendahnya pengetahuan dan kesadaran pria terhadap kb dapat dilihat dari

hasil pengamatan berbagai survei di beberapa propinsi, tingkat pengetahuan pria

terhadap keluarga berencana secara umum masih rendah, berbagai faktor yang

memengaruhi antara lain : pendidikan, pekerjaan, keterpaparan, media massa, kondisi

lingkungan, pengalaman menggunakan alat kontrasepsi (Abadi, 2010).

2. Kondisi sosial budaya masyarakat dan agama yang belum optimal

Perlu diakui bersama bahwa selama ini program keluarga berencana dan

kesehatan reproduksi masih tertuju pada perempuan/isteri, sementara pria/suami

masih belum tersentuh. MOP atau vasektomi sebagai salah satu dari dua pilihan cara

kb pria yang masih diperbincangkan dan diperdebatkan. Masih adanya fatwa dari

MUI yang menyatakan setuju dilakukannya vasektomi, jika dalam keadaan darurat.

Bila ditinjau dari kondisi sosial ekonomi, hasil studi Pusat Kajian

Pembangunan Atmajaya bekerja sama dengan Puslitbang Biomedis dan Reproduksi

di DKI Jakarta (1999), menyatakan bahwa tingkat pendapatan suatu keluarga sangat

(44)

isteri mempunyai penghasilan sendiri maka kesadaran pria untuk ber-KB jauh lebih

tinggi.

Bila ditinjau dari sosial budaya, masih banyaknya masyarakat yang tidak

memahami cara vasektomi ini, cenderung isteri yang tidak memberi izin kepada

suami untuk vasektomi dikarenakan takut suami akan nyeleweng, tidak bergairah

dalam hubungan seksual, kemudian ada persepsi masyarakat bahwa banyak anak

banyak rejeki dan preferensi jenis kelamin anak (Abadi, 2010).

3. Ketersediaan fasilitas kb pria masih belum memadai

Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam kualitas pelayanan vasektomi

yaitu :

a. Tempat pelayanan yang belum memadai.

b. Tenaga ahli untuk vasektomi masih terbatas, masih kurangnya tenaga kesehatan

yang terampil untuk melakukan medis operasi pria.

Kurangnya konseling dari tenaga kesehatan kepada masyarakat akan penjelasan

kontrasepsi vasektomi

4. Keterjangkauan pelayanan KB Pria dan Kesehatan Reproduksi.

Tempat pelayanan kb pria yang perlu dilakukan perluasan seperti adanya

tempat khusus pelayanan kb pria agar terjaga rahasia (privasi), seperti adanya klinik,

puskesmas atau rumah sakit untuk dilakukannya vasektomi yang dekat dengan

lingkungannya, biaya yang murah. dengan banyaknya tempat pelayanan kb pria yang

ada maka akan mempermudah para pria mendapatkan pelayanan dengan baik (Abadi,

(45)

5. Informasi Pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi bagi Pria masih sangat terbatas.

Sumber informasi untuk kontrasepsi pria masih sangatlah terbatas, baik itu

dari tenaga kesehatan, media TV, Radio, Media cetak, bahkan banyak masyarakat

yang sama sekali tidak mengetahui apa itu vasektomi, bagaimana masyarakat mau

menggunakannya, mengenal vasektomi saja masyarakat tidak pernah. Kurangnya

kebijakan pemerintah terhadap kontrasepsi vasektomi ini, sehingga menimbulkan

persepsi bagi masyarakat bahwa kb itu adalah urusan isteri.

Adanya perbedaan persepsi tentang istilah yang digunakan pengelola dengan

pemahaman masyarakat. Pengelola menganggap metode kontrasepsi yang mudah dan

praktis adalah metode yang hanya sekali pasang. Sedangkan masyarakat meganggap

bahwa kontrasepsi yang mudah dan praktis adalah kontrasepsi yang dapat diperoleh

dimana saja tanpa menyulitkan dan melibatkan orang lain. Begitu juga dengan istilah

MOP (Medis Operasi Pria) sering menakutkan masyarakat, sehingga menjadi

hambatan dalam sosialisasinya.

6. Dukungan Isteri

Menurut Mc Kinley dalam Graeff (1996) individu sangat kuat di

memengaruhi oleh reaksi-reaksi negatif dan positif dari orang-orang dalam kerangka

kerja sosial mereka, keluarga dekat, tetangga, dan tokoh masyarakat tertentu bagi

praktik-praktik kesehatan mereka.

Pemakaian kontrasepsi termasuk kontrasepsi vasektomi akan semakin baik

(46)

Purba (2008), ikatan suami isteri yang kuat sangat membantu ketika keluarga

menghadapi masalah, karena suami/isteri sangat membutuhkan dukungan dari

pasangannya. Hal itu disebabkan orang yang paling bertanggung jawab terhadap

keluarganya adalah pasangan itu sendiri. Dukungan tersebut akan tercipta apabila

hubungan interpersonalnya baik.

2.4 Beberapa Penelitian tentang Vasektomi

Temuan penelitian dari LDFE-UI (1998) dalam Citra Abadi, menurut hasil

regresi logistik bahwa faktor-faktor diterminan sosial budaya yang memengaruhi

kesertaan kontrasepsi mantap pria adalah KIE. Sementara temuan kualitatif

menyimpulkan bahwa hambatan pria berkontrasepsi antara lain disebabkan

terbatasnya informasi alat kontrasepsi pria dan pelayanan yang diberikan.

Dari hasil penelitian di Inggris, terhadap 500 pria yang telah ikut dalam pemakaian alat kontrasepsi vasektomi pada tahun 1997, 27% mengatakan bahwa mereka memilih vasektomi untuk membebaskan isterinya dari penggunaan kontrasepsi. Sebanyak 31% lainnya mengatakan mereka telah memiliki jumlah anggota keluarga yang cukup dan vasektomi merupakan metode kontrasepsi mantap yang terbaik (BkkbN, 2010).

Dari hasil kuesioner Marie Stopes International (MSI) di London yang di isi

oleh 500 pria yang telah, melakukan vasektomi pada tahun 1997, 27% mengatakan

bahwa mereka memilih vasektomi untuk membebaskan isterinya dari penggunaan

(47)

anggota keluarga yang cukup dan vasektomi merupakan metode kontrasepsi mantap

yang baik (BkkbN, 2010).

Penelitian di Brazil, coloumbia dan mexico juga menunjukkan bahwa laki-laki

yang memperhatikan dan peduli terhadap isterinya, memegang peranan penting

dalam penentuan keputusan untuk melakukan vasektomi. Para pria mengatakan

mereka melakukan vasektomi karena keuntungannya dibandingkan sterilisasi wanita

dan metode kontrasepsi lainnya. Para pria tersebut sangat perduli dengan kesehatan

isterinya dan tergerak untuk berbagi tanggung jawab dalam keluarga berencana serta

terbebas dari kehamilan yang tidak di inginkan, dan kesemuanya itu bisa diwujudkan

dengan mengikuti vasektomi (BkkbN, 2010).

Menurut Dr. Yusro Hadi Maksum, pemimpin penelitian vasektomi Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, vasektomi merupakan cara ampuh

untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Bahkan vasektomi telah berkembang

pesat di negara-negara yang berpenduduk padat seperti China, India, dan Amerika

Serikat. Tidak hanya itu, vasektomi pun memiliki dampak positif yang bagi kesehatan

dan kehidupan seks. Diketahui bahwa vasektomi adalah salah satu metoda dalam

penyembuhan pembengkakan kelenjar prostat (Pipiet, 2011).

Menurut penelitian yang dilakukan Dr. Yusro di Bandar Lampung, responden

yang bersedia di vasektomi mengakui bahwa frekuensi hubungan seksual dengan

sang istri meningkat bahkan bisa mencapai dua kali ejakulasi semalam. Peningkatan

frekuensi hubungan seksual terjadi karena secara psikologis tidak terbebani dan

(48)

testis. Selama proses menunggu tubuh menghancurkan sperma tersebut, ada

rangsangan yang menusuk saraf di sekitar kelamin sehingga keinginan mencapai

kenikmatan seksual pun bertambah.

2.5 Konsep Perilaku Kesehatan

Menurut Green dan Kreuter (2005), kesehatan seseorang atau masyarakat

dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni perilaku (behavior causes) dan faktor diluar

perilaku (non behavior causes). Perilaku itu sendiri di tentukan atau terbentuk dari 3

faktor, yakni faktor predisposisi (predisposing faktor), faktor-faktor yang mendukung

(enabling faktor), dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing

faktor).

a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing faktor)

Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

keehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial

ekonomi, dan sebagainya. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah

terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.

b. Faktor-faktor pemungkin (Enabling faktor)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas

kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat

pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk

(49)

posyandu, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk

berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, atau

faktor pemungkin.

c. Faktor-faktor pendorong (Reinforcing faktor)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),

tokoh agama (toga), sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan.

Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun

pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat,

masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan

dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh

masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan.

Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku

masyarakat tersebut.

Gambar 2.1 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Kesehatan dari teori Green dan Kreuter (2005)

Faktor Perilaku Non

Faktor

Faktor

Masalah

Non masalah

(50)

Diantara berbagai teori dan model perilaku kesehatan, yang saat ini menonjol

di bidang promosi dan komunikasi kesehatan, salah satunya adalah Model

Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model). Menurut Model Kepercayaan

Kesehatan (Becker, 1974, 1979), perilaku ditentukan apakah seseorang: (1) Percaya

bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan tertentu; (2) Menganggap masalah

ini serius; (3) Meyakini efektifitas tujuan pengobatan dan pencegahan; (4) Tidak

mahal; dan (5) menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan. Sebagai

contoh, seorang wanita akan mempergunakan kontrasepsi apabila : (1) dia telah

mempunyai beberapa orang anak dan mengetahui bahwa ia masih potensial untuk

hamil pada beberapa tahun mendatang; (2) melihat kesehatan dan status ekonomi

tetangganya menjadi rusak karena terlalu banyak anak; (3) mendengar bahwa tehnik

kontrasepsi tertentu menunjukkan efektifitas sebesar 95%; (4) sementara itu

kontrasepsi aman dan tidak mahal; dan (5) dianjurkan oleh petugas kesehatannya

supaya mulai memakai kontrasepsi (Graeff, 1996).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Roger (1974), menyatakan

bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan dari penelitian tersebut juga

terungkap, bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang

tersebut terjadi proses berurutan yaitu :

1. Awareness ( kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus atau objek.

(51)

3. Evaluation (menimbang-nimbang terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, dimana orang sudah mencoba berperilaku baru.

5. Adoptation, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.

Dalam perkembangannya, teori Green ini di modifikasi untuk pengukuran

hasil pendidikan kesehatan, yakni:

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (overt behavior), sebab dari pengalaman dan hasil penelitian

ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng (long lasting)

dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Gerungan, 1986).

Contohnya adalah mendapatkan informasi tentang KB, pengertiam KB, manfaat KB

dan dimana memperoleh pelayanan KB.

Selanjutnya Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan yang

(52)

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall)

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan

(53)

penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan

kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat

meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

1. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi

hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang

dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap

stimulus sosial.

Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Newcomb, menyatakan bahwa

(54)

pelaksanaan motif tertentu sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan

tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:

(Notoatmodjo, 2003).

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap KB dapat dilihat dari

kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang KB.

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha unutk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan

itu benar atau salah. Adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu

yang lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya) untuk pergi kesarana kesehatan

untuk mendapatkan pelayanan KB adalah suatu bukti bahwa ibu tersebut telah

(55)

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang bapak mau memakai alat

kontrasepsi, meskipun mendapatkan tantangan dari isteri atau mertuanya.

2.6 Landasan Teori

Konsep umum yang dijadikan sebagai landasan teori adalah teori Green dan

Kreuter (2005) yang digunakan untuk menilai perilaku individu atau kelompok. Ada

3 faktor yang memengaruhi individu untuk bertindak yaitu faktor predisposisi

(pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan yang dirasakan, kemampuan,

dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat), faktor

pendukung (tersedia sarana dan prasarana) dan faktor pendorong (petugas kesehatan).

Konsep tersebut dikombinasikan dengan teori Kreuter yang dikutip dari

Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan bertitik tolak dari niat seseorang, dukungan

sosial, ada tidaknya informasi dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak.

Notoatmodjo (2003), mengatakan bahwa determinan perilaku dipengaruhi

oleh faktor internal dan eksternal serta menurut Robbins (1994), beberapa

karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan,

(56)

Berdasarkan konsep tersebut, maka landasan teori adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Landasan Teori Lawrence Green (1980)

Faktor Predisposisi :

1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Kepercayaan 4. Nilai-nilai

Faktor pendukung :

1. Ketersediaan sumber daya

2. Kemudahan untuk mencapai sumber daya 3. Peraturan/Hukum 4. Keterampilan

Faktor pendorong :

1. Sikap dan perilaku petugas kesehatan 2. Panutan

3. Pekerjaan 4. Teman

5. Pembuat keputusan

Faktor internal :

1. Tingkat Kecerdasan 2. Tingkat Emosional 3. Jenis Kelamin 4. Kebangsaan

Genetika

Perilaku dari Individu Kelompok, dan

Faktor eksternal :

1. Lingkungan Fisik 2. Lingkungan Biologik 3. Lingkungan Sosial,

(57)

2.7 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka pada penelitian ini dirumuskan

kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor predisposisi (umur,

pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, pendapatan), faktor pendukung (ketersedian

fasilitas, keterjangkauan pelayanan kontrasepsi), faktor pendorong (informasi,

dukungan istri), sedangkan variabel dependen adalah keikutsertaan vasektomi.

Faktor Predisposisi :

1. Pendidikan 2. Pengetahuan 3. Pendapatan

Faktor Pendukung :

1. Ketersediaan Fasilitas 2. Keterjangkauan

pelayanan kontrasepsi

Faktor Pendorong

1. Informasi

(58)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional dengan pendekatan

potong lintang (cross sectional) dimana proses pengambilan data dilakukan dalam

waktu yang bersamaan antara variabel dependen dengan independen yang dilakukan

di wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang

2013. Alasan pemilihan lokasi adalah karena di Kecamatan Percut Sei Tuan

pencapaian program KB terutama kontrasepsi Vasektomi masih belum mencapai

target yang diharapkan yaitu 5% untuk kb pria, data profil dari PPLKB Percut Sei

Tuan januari tahun 2013, jumlah PUS di Kecamatan Percut Sei Tuan ada sebanyak

75310 orang dengan cakupan peserta KB aktif sebesar 54.308 orang, yang terbagi

menjadi akseptor IUD sebesar 10.007 orang, MOW sebesar 2724 orang, Implant

sebesar 7126 Orang, Suntik sebesar 13.148 orang, Pil sebesar 15.135 Orang, Kondom

sebesar 5630 orang dan vasektomi sebesar 538 orang (0,71%). Sedangkan wilayah

kerja Puskesmas Kecamatan Lubuk Pakam dari 4300 PUS hanya ditemukan 46

(59)

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2013.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pria pasangan usia subur (PUS)

yang bertempat di Kecamatan Percut Sei Tuan sebanyak 75.310 orang (Data PPLKB

Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2012).

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pria pasangan usia subur yang

terdaftar dan tinggal bersama istri di Kecamatan Percut Sei Tuan. Besar sampel dalam

penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus besar sampel untuk uji hipotesis data

proporsi satu populasi yang dikutip oleh Hidayat (2010) sebagai berikut:

n=

{

(

)

(

)

}

Pa = Proporsi peserta keluarga berencana pria yang diharapkan = 0,23%

Gambar

Gambar 2.1 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Kesehatan dari teori Green dan Kreuter (2005)
Gambar 2.2 Landasan Teori Lawrence Green (1980)
Gambar 2.3  Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tahapan prosesi adat hippun tersebut, seperti hippun penyelesaian perselisihan warga, lazim juga disertai dengan perjanjian formal adat lokal. Perjanjian ini memiliki daya

ad* b)» Xalau kita baoa bunyi dari paoal 1601 b Btff maka da* patlah kita oimpulkon batata, oobelum waktu yang di- perjanjikan dalaa suatu porjanjian pemborongan itu habio,

Analisis reservoar pada penelitian ini dilakukan setelah dilihat dan analisis dari semua hasil tahapan bahwa proses analisis dengan menggunakan metode AVO mampu

A Merupakan perolehan mahasiswa superior, yaitu mereka yang mengikuti perkuliahan dengan sangat baik, memahami materi dengan sangat baik bahkan tertantang untuk memahami lebih

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together) dapat meningkatkan hasil belajar

yustisialnya. Sedangkan tugas pokok dan fungsi Dirjen Badilag yang diatur dalam Perpres Nomor 13 Tahun 2005 diimplementasikan dengan surat Sekretaris Mahkamah Agung RI

dilihat pada gambar 3.1. Gambar 3.1 Struktur Organisasi Manajemen Coca-Cola Amatil Indonesia. 3.5.1 Job description Coca Cola Amatil Indonesia A.. 2) Menjalin hubungan baik

Dengan adanya program ini maka pihak pengurus masjid Abubakar Sidik dapat melakukan perhitungan zakat dengan cepat dan akurat, ini sangat membantu sekali karena program zakat ini