• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DAN REVIEW PENELITIAN TERDAHULU

1. Konsep, Sejarah dan Perkembangan Balance Scorecard

Konsep Balance Scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan implementasi konsep tersebut. Balance Scorecard

terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel di

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh karena itu, jika kartu skor personel digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personel tersebut harus memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non keuangan, antara kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja yang bersifat intern dan kinerja yang bersifat ekstern. Pada awalnya, Balance Scorecard diciptakan untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang berfokus pada aspek keuangan. Selanjutnya, Balance Scorecard mengalami perkembangan implementasinya, tidak hanya sebagai alat pengukuran kinerja eksekutif, namun meluas sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategik. Dengan demikian konsep dan penerapan Balance Scorecard telah mengalami perubahan pesat sejak saat diperkenalkan pertama kali di USA. Pada tahap awal perkembangannya, Balance Scorecard

ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

Sebelum tahun 1990-an, eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan. Sebagai akibatnya, fokus perhatian dan usaha eksekutif lebih dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan, sehingga terdapat kecenderungan eksekutif untuk mengabaikan kinerja non keuangan, seperti kepuasan customer, produktivitas dan

cost-effectiviness proses yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa, keberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan customers. Oleh karena ukuran kinerja keuangan mengandalkan informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi yang berjangka pendek (umumnya mencakup satu tahun), maka pengukuran kinerja yang berfokus ke keuangan mengakibatkan eksekutif lebih memfokuskan perwujudan kinerja jangka pendek. Di masa itu, kinerja non keuangan yang menjadi penyebab terwujudnya kinerja keuangan tidak mendapat perhatian dari eksekutif.

Pada tahun 1990, Nolan Norton Institu, bagian riset kantor akuntan publik KPMG di USA yang dipimpin oleh David P. Norton, menyeponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan”, studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai. Balance

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

Scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif ke kinerja keuangan dan non keuangan, serta kinerja jangka pendek dan kinerja kinerja jangka panjang. Hasil studi

tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul “Balance

Scorecard-Measures That Drive Performance” dalam Harvard

Business Review (Januari-Februari 1992). Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan, diperlukan ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif: pembelajaran dan pertumbuhan, proses bisnis internal,

customer, dan keuangan. Ukuran ini disebut Balance Scorecard,

yang cukup komprehensif untuk memotivasi eksekutif dalam mewujudkan kinerja dalam keempat perspektif tersebut, agar keberhasilan keuangan yang diwujudkan perusahaan bersifat

sustainable (Mulyadi, 2001:3).

Dari percobaan penggunaan Balance Scorecard dalam tahun 1990-1992, perusahaan-perusahaan yang ikut serta dalam eksperimen tersebut memperlihatkan pelipatgandaan kinerja keuangan mereka. Keberhasilan ini didasari sebagai akibat sebagai akibat dari penggunaan ukuran kinerja Balance Scorecard yang komprehensif. Dengan menambahkan ukuran kinerja non keuangan, seperti kepuasan customers, produktivitas dan cost effectiveness

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

proses bisnis/intern serta pembelajaran dan pertumbuhan, eksekutif dipacu untuk memperlihatkan dan melaksanakan usaha-usaha yang merupakan pemacu sesungguhnya (the real drivers) untuk mewujudkan kinerja keuangan. Itulah sebabnya mengapa Balance Scorecard disebut sebagai: “measures that drive performance”.

Setelah mencatat keberhasilan penerapan Balance Scorecard

sebagai peluasan kinerja eksekutif, Balance Scorecard kemudian diterapkan ke tahap manajemen yang lebih strategik sebelum penilaian kinerja. Dalam sistem perencanaan, pengukuran kinerja terjadi pada tahap implementasi rencana. Personel tidak akan dapat dimintai pertanggungjawaban atas kinerjanya jika pada tahap perencanaan, personel tersebut tidak merencanakan kinerja yang akan diwujudkan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, menyusul keberhasilan penerapan Balance Scorecard di tahun 1992, pendekatan Balance Scorecard kemudian diterapkan dalam proses perencanaan strategik.

Mulai pertengahan tahun 1993, Renaissance Solution, Inc.

(RSI) sebuah perusahaan konsultasi yang dipimpin oleh David P. Norton (yang semula menjadi CEO Nolan Norton Institu) menerapkan Balance Scorecard sebagai pendekatan untuk menerjemahkan dan megimplementasikan strategi diberbagai

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

perusahaan kliennya. Mulai saat itu, Balance Scorecard tidak lagi hanya berfungsi sebagai alat pengukur kinerja, namun berkembang menjadi inti sistem manajemen strategik di berbagai perusahaan tersebut dilaporkan dalam suatu artikel di Harvard Business Review

(Januari-Februari 1996) berjudul “Using Balance Scorecard as a Strategic Manajement System”.

Balance Scorecard telah mengalami perkembangan pesat selama satu decade sejak saat diujicobakan pertama kali pada tahun 1990. Pada awal tahun 2000, Balance Scorecard telah menjadi inti sistem manajemen strategik (strategic manajement system), tidak hanya bagi eksekutif, namun bagi seluruh personel perusahaan, terutama dalam perusahaan yang telah memanfaatkan secara intensif teknologi informasi dalam operasi bisnisnya. Balance Scorecard

memberikan rerangka yang jelas dan masuk akal bagi seluruh personel untuk menghasilkan kinerja keuangan melalui perwujudan berbagai kinerja non keuangan.

Perumusan Strategi

Perencanaan Strategik

Penyusunan Program

Penyusunan Anggaran

Implementasi

Untuk menafsirkan dampak hasil analisis lingkungan makro dan industri dan untuk analisis SWOT Untuk menerjemahkan strategi kedalam action plans yang komprehensif dan koheren

Kerangka balance

scorecard digunakan untuk k

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

Plagiat

Gambar 2.1. Perkembangan Terkini Peran Balance Scorecard dalam Setiap Tahap Sistem Manajemen Strategik (sumber: Mulyadi, 2001:16).

Dokumen terkait