• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI

B. Ikhlas

2. Konsep Semiotik Roland Barthes

Roland Barthes lahir pada 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik disebelah barat daya Prancis. Barthes dikenal sebagai seorang pemikir strukturalis yang giat mempraktekkan model linguistik dan tidak lepas dari semiologi Ferdinand De Saussure.56

Fiske menyebut model Barthes sebagai signifikasi dua tahap (two order of

signification).57 Denotasi dikatakan sebagai primary sign (signifikasi tingkat

pertama) memiliki karakteristik yang universal (makna tetap untuk semua dan

objektifitas (rujukan yang benar dan tidak melibatkan evaluasi).58 Barthes

menjelaskan bahwa siginfikasi tahap pertama merupakan hubungan antara penanda dan petanda yang berbentuk tanda terhadap realitas eksternal atau lebih mudahnya merujuk kepada makna paling nyata dari tanda.59

Tabel 2.1 Peta Roland Barthes60 1. Signifier

(Penanda)

2. Signified

(Petanda)

3. Denotatif Sign (Tanda Denotatif)

4. CONNOTATIF SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF) 5. CONNOTATIF SIGNIFIED (PETANDA 55

Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 21.

56

Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 96.

57

Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 21.

58

McQuail Denis, Teori Komunikasi Massa (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h. 86-87.

59

Juliana, Semiotika Metode Analisis dalam Penelitian Komunikasi, Jurnal IDEA FISIPOL

UMB1-84 Vol 4 No. 17 Juni 2010, h. 35.

60

KONOTATIF)

6. CONNOTATIF SIGN (TANDA KONOTATIF)

Dari peta Barthes tersebut terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif (3) adalah juga penanda konotatif (4). Denotasi menempati tingkat pertama dan Barthes mengasosiasikan terhadap “ketertutupan makna”, atau dengan kata lain suatu kata yang pertama kali mewakili ide atau gagasan atau sebenar-benarnya makna.61 Dengan kata lain denotasi adalah apa yang digambarkan dan dikatakan.

Spradley menjelaskan makna denotasi meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (makna referensial). Sedangkan Piliang menjelaskan makan denotasi adalah hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam pertandaan tahap denotasi.62

Denotasi adalah makna paling nyata dari tanda yang memiliki arti sebenarnya dari tanda yang terlihat, dengan kata lain denotasi merupakan kata yang tidak mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan yang terdapat dalam potongan gambar-gambar film “Surga yang Tak Dirindukan” dalam bentuk kalimat-kalimat yang menjelaskan visualisasi gambar tersebut.

Dalam film “Surga yang Tak Dirindukan” terdapat tanda denotasi salah satunya di scene 80. Pada adegan ini Arini yang sedang berbicara di depan umum, ia bersyukur dengan apa yang di alaminya selama ini dan ia juga bersyukur karena karya keduanya yang berjudul Istana Bintang sudah diterbitkan. Arini menjelaskan di dalam bukunya ia membahas tentang arti sabar dan ikhlas yang dialami olehnya.

61

Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 70.

62

Sedangkan Konotatif dikatakan sebagai secondary sign (signifikasi tingkat kedua. Konsep konotasi inilah yang menjadi kunci penting model semiotik Roland Barthes.63 Konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua.64 Tanda konotasi menjelaskan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi pemakainya, dan ketika tanda bertemu dengan nilai-nilai kebudayaan pemakainya atau pengalaman sosial mereka.65

Tanda konotatif juga merupakan tanda yang penandanya mempunyai keterbukaan makna atau makna yang implisit, tidak langsung, dan tidak pasti, artinya terbuka kemungkinan terhadap penafsiran-penafsiran baru.66 Tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penanadaan dan tataran denotatif.67 Dengan kata lain makna konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya.68

Spradley mengatakan makna konotasi meliputi semua signifikasi sugestif dari simbol yang lebih dari pada arti referensialnya. Sedangkan menurut Piliang makna denotasi meliputi aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi. Contohnya wajah orang yang tersenyum

63

Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 21.

64

Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, h. 15.

65

Juliana, Semiotika Metode Analisis dalam Penelitian Komunikasi, Jurnal IDEA FISIPOL

UMB1-84 Vol 4 No. 17 Juni 2010, h. 35-36.

66

Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi , h. 26.

67

Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 69.

68

John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi (Depok: Raja Grafindo Persada, 2014), Edisi

dapat diartikan sebagai suatu keramahan, kebahagiaan. Tetapi tersenyum bisa saja diartikan sebagai penghinaan terhadap seseorang.69

Pada makna konotasi ini peneliti membuat interpretasi dari makna denotasi yang didasarkan pada rumusan masalah yang dibuat oleh peneliti, sehingga konotasinya akan menggambarkan makna ikhlas yang terlihat dalam film “Surga yang Tak Dirindukan”. Dalam film “Surga yang Tak Dirindukan” yang berkaitan dengan contoh denotasi diatas, maka terlihat tanda konotasinya yaitu Type of shot

pada gambar di atas lebih menggunakan long shot, menggambarkan Arini yang sedang berbicara di depan umum karena karyanya sudah diterbitkan. Arini dalam gambar di atas, memperlihatkan salah satu bentuk dari sikap bersyukur. Terlihat dari wajahnya yang tersenyum, sebagai salah tanda bersyukur dia kepada Allah SWT. Di dalam karyanya dia bersyukur karena dengan masalah yang menghampirinya dia dapat mengerti arti ikhlas dan sabar. Walaupun banyak musibah yang melanda kita, jangan mudah menyerah, putus asa maupun mengeluh, namun seharusnya kita dapat melanjutkan kehidupan dengan percaya bahwa adanya musibah ataupun cobaan dari Allah SWT, pasti mempunyai hikmah dibalik semua itu. Salah satu bentuk syukur, kita juga dapat mengucapkan

Alhamdulillah.

Barthes menjelaskan cara yang kedua dalam cara kerja tanda di tataran kedua adalah melalui mitos.70 Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam.71 Mitos berasal dari bahasa Yunani mythos “kata” “ujaran”, “kisah tentang dewa-dewa”.72

69

Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h. 20.

70

Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi, Edisi ketiga, Cet-3, h. 143.

71

Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 22.

72

Mitos yang dikatakan oleh Barthes bukan mitos yang kita anggap tahayul, dewa-dewa yang tidak masuk akal.73 Mitos menurut Barthes merupakan perkembangan dari konotasi.74 Dimana konotasi yang sudah menetap lama di masyarakat menjadi mitos.75 Mitos yang sudah tepat, maka ia menjadi ideologi.76 Jadi mitos adalah suatu kejadian yang terjadi berulang-ulang di masyarakat sehingga diakui sebagai kebudayaan yang ada di dalam masyarakat.

Pada perspektif Sassure, hanya menekankan pada penandaan dalam tataran denotasi, maka Roland Barthes menyempurnakan semiologi Saussure dengan megembangkan sistem penandaan pada tingkat konotatif. Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu mitos yang menandai suatu masyarakat.77

Menurut Barthes fenomena keseharian bisa menjadi mitos, artinya tidak hanya wacana tertulis yang dapat kita baca sebagai mitos, melainkan juga fotografi, pertunjukkan, film, iklan atau bahkan olahraga dan makanan bisa menjadi mitos.

Kemudian, peneliti akan menemukan makna mitos yang terkandung dengan menggabungkan makna denotasi dan makna konotasinya. Dalam penelitian ini, mitos merupakan wacana makna ikhlas yang dipakai dalam setiap rangkaian visualnya. Pada tahapan kedua yang terakhir ini, dokumen-dokumen yang relevan akan menjadi sarana dalam penelitian. Agar apa yang peneliti katakan mitos bukan sebuah kebohongan, namun sebuah realitas yang nyata ditengah masyarakat.

73

Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi, h. 29.

74

Hoed, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, h.78.

75

Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi, h. 28.

76

Primi Rohimi, Mitos Perempuan dalam Pesantren Analisis Semiotik Film “Perempuan

berkalung Surban”, (Palastren, Vol 2 No 1, juli 2009). h. 126.

77

Dalam film “Surga yang Tak Dirindukan” yang berkaitan dengan contoh denotasi dan konotasi di atas, maka terlihat tanda mitosnya adalah pentingnya dalam bersyukur. Dengan kita bersyukur maka Allah SWT akan menaikan derajat kita dan menambahkan nikmat kita. Nikmat bisa berupa uang, kebahagiaan dan sebagainya, namun jika kita tidak mensyukuri apa yang ditakdirkan oleh Allah SWT kepada kita maka kita akan mendapatkan azab dari Allah SWT dan azabnya itu sangat pedih. Pada dasarnya bersyukur adalah rasa terimakasih kepada Allah SWT apa yang sudah ditakdirkan kepada kita. Berupa rahmat dan kenikmatan, meskipun dalam menjalani kehidupan banyak sekali cobaan yang kita hadapi kita harus tetap bersyukur.

1

Dokumen terkait