• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonom

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2) Konsep Usaha Pertanian Non-Budidaya ( Off-Farm )

Agribisnis juga mengedepankan aspek bisnis dan pelaku bisnisnya. Dilihat dari sudut pandang ini, agribisnis dapat diartikan sebagai kegiatan yang terkait dengan pertanian yang pengelolaan organisasinya dilakukan secara rasional dan dirancang untuk mendapatkan nilai tambah komersial yang menghasilkan barang dan jasa. Oleh karena itu, dalam agribisnis proses transformasi material yang

diselenggarakan tidak terbatas pada budidaya, tetapi juga proses pra usahatani, pascapanen, pengolahan, dan niaga yang secara struktural diperlukan untuk memperkuat bargaining position dalam interaksi dengan mitra transaksi di pasar. Kegiatan-kegiatan tersebut disebut sebagai kegiatan off-farm, dalam program PUAP yaitu Industri Rumah Tangga Pertanian, Pemasaran Hasil Pertanian Skala Mikro (Bakulan dan lain-lain) dan Usaha Lain Berbasis Pertanian.

2.3. Kredit Pertanian

Menurut Undang-Undang perbankan No.7 tahun 1992 tentang pokok- pokok perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan berdasarkan persetujuan atau kesapakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

Peningkatan produksi salah satunya dapat dicapai dengan adanya penambahan input yang diikuti dengan penambahan modal, sedangkan modal dapat bersumber dari modal sendiri atau dari modal pinjaman (kredit). Berdasarkan kepentingan, jenis kredit dapat dibagi menjadi dua yaitu kredit konsumsi dan kredit produksi. Kredit konsumsi diberikan kepada peminjam yang kekurangan dana untuk membiayai konsumsi keluarga. Sedangkan kredit produksi yaitu kredit yang diberikan kepada peminjam untuk membiayai kegiatan usaha yang bersifat produktif.

Sektor pertanian pada dasarnya memerlukan empat unsur pokok yang harus selalu ada, dikenal dengan faktor-faktor produksi yaitu tanah, tenaga kerja,

modal, dan pengelolaan manajemen. Tujuan dari kredit pertanian, khususnya kredit program yaitu untuk melindungi golongan ekonomi lemah. Kredit program mempunyai tujuan ganda, yaitu selain untuk meningkatkan produksi melalui introduksi teknologi dalam rangka swasembada pangan juga ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kemiskinan (Ashari, 2006).

2.4. Asimetrik informasi

Teori informasi asimetris terjadi dalam setiap proses transaksi seperti di pasar tenaga kerja, keuangan dan asuransi. Pasar-pasar ini tidak seperti pasar dimana pembeli dan penjual bertemu dan memutuskan harga pada saat itu. Sebaliknya di pasar kredit, ada periode waktu pada saat pengambilan dan pembayaran pinjamannya. Menurut Stiglitz (1989) dalam Mehrteab (2004) kontrak keuangan mencakup unsur-unsur yang menyebabkan masalah mendasar adverse selection dan moral hazard. Sedangkan menurut Simtowe et.al (2006), informasi yang tidak sempurna setidaknya menyebabkan empat masalah dalam pasar kredit, yaitu adverse selection, moral hazard, kurangnya asuransi, dan kurangnya penegakan hukum.

Berbagai usaha pasar keuangan untuk mencoba mengatasi masalah informasi asimetris cenderung berbeda-beda. Menurut Floro dan Yotopoulos, (1991) dalam Mehrteab (2004) lembaga keuangan formal cenderung untuk menangani masalah pemilihan dan insentif dengan memberlakukan persyaratan agunan atau pembatasan ketat, atau dengan meminta peminjam untuk memberikan bukti yang terdokumentasi dengan baik, yang menunjukkan keinginan mereka dan kemampuan untuk membayar. Lembaga keuangan formal biasanya memberikan

kredit kepada perusahaan-perusahaan dan lembaga yang aktif di sektor usaha formal yang memiliki agunan, sejarah kredit dan menggunakan sistem akuntansi.

Sedangkan untuk masyarakat miskin pedesaantidak bisa memberikan jaminan, tidak memiliki sejarah kredit, dan administrasi yang kurang sehingga tidak dapat mengakases pasar kredit formal (Ross dan Savanti, 2005). Sehingga akses terhadap kredit dari MFI (Micro Finance Institution) menggunakan mekanisme yang memungkinkan perjanjian kredit dengan menggunakan mekanisme seperti jaringan sosial, ikatan sosial dan sanksi sosial oleh LKM dalam mengurangi masalah seleksi, insentif dalam transaksi kredit, yang mungkin tidak efektif digunakan di lembaga-lembaga keuangan formal.

2.5. Teori Group Lending

Kredit berbasis kelompok atau dikenal dengan group lending diberikan kepada individu-individu yang tergabung dalam sebuah kelompok sehingga dapat memiliki akses terhadap layanan keuangan dalam sebuah program. Biasanya program yang dilakukan ditujukan untuk masyarakat miskin yang tidak memiliki agunan untuk mendapatkan kredit. Menurut Mehrteab (2004), kredit berbasis kelompok ini dibuat untuk individu tetapi semua anggota kelompok bertanggungjawab untuk pembayaran utang (prinsip tanggung renteng), diberlakukan jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), pembayaran dilakukan mingguan atau bulanan. Hal ini dilakukan dalam pertemuan kelompok atau langsung ke lembaga keuangan mikro. Saat ini, banyak program di seluruh dunia menggunakan pinjaman berbasis kelompok untuk melanjutkan pinjaman kepada orang miskin.

Ukuran keberhasilan program pinjaman kelompok dapat dilihat dari tingkat pengembalian. Diantara program yang berhasil adalah program yang dilaksanakan oleh Grameen bank (Bangladesh) dan Bancosol (Banco Solidario) Bolivia, yang menunjukkan tingkat pengembalian yang tinggi dan dapat menjangkau jutaan masyarakat miskin. Adapun beberapa contoh lain yaitu: a) Bank Desa, model Keuangan Mikro dari Amerika Latin pada tahun 1980, b) koperasi kredit atau credit unions dimana kredit koperasi sebagai lembaga keuangan berasal dari Jerman di abad kesembilan belas.

Ada beberapa kontribusi positif yang didapat jika menggunakan sistem group lending yaitu: 1) mengurangi masalah adverse selection, bahwa ketika dalam pembentukan anggota kelompok ada beberapa yang harus diperhatikan yaitu mengenai kelayakan kredit dengan bantuan jaringan sosial, sehingga mencegah kredit yang tidak bertanggungjawab serta yang berisiko. 2) mengurangi masalah moral hazard, dimana setelah anggota telah menerima pinjaman maka masing-masing anggota harus saling memantau satu sama lain untuk memastikan bahwa anggota menggunakan dana kredit untuk proyek yang aman, sehingga akan menjamin pembayaran kredit. 3) tekanan antar anggota kelompok, yang dihasilkan mekanisme kelompok sehingga masing-masing anggota dapat mengurangi moral hazard dan melakukan pembayaran tepat waktu. Anggota diwajibkan untuk saling memantau untuk menjamin akses kredit di masa yang akan datang jika ada anggota yang tidak bersedia membayar maka anggota lain dapat menggunakan tekanan sesama anggota dan sanksi sosial (Mehrteab, 2004).

Menurut Nuryartono (2011), group lending tidak dapat dihindarkan dari permasalahan asymetric information yang dapat menyebabkan adanya moral hazard dan adverse selection. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat digunakan skema pembiayaan tanggung jawab terbatas (joint liabilities) yang ditunjukkan oleh Gambar 2.2.

Sumber Simtowe et.al (2006) dalam Nuryartono (2011)

Gambar 2.2 Skema Pembiayaan dengan Model Joint Liabilities

Skema pada gambar 2.2, ini menjelaskan hubungan antara permasalahan yang timbul pada setiap kredit yang disalurkan dengan solusi teoritis yang diajukan dalam periode waktu tertentu. Pada tanggung jawab bersama, tahap pertama adalah tahapan yang dilalui sebelum pengadaan kontrak. Tahapan tersebut menyakup seleksi anggota. Masalah yang timbul pada tahapan ini adalah adverse selection. Masalah tersebut dapat diatasi dengan mengadakan seleksi secara ketat terhadap pemilihan anggota dalam kelompok. Tahap kedua yaitu pada

periode investasi, para peminjam dihadapkan pada masalah ex-ante moral hazard. Hal ini terjadi ketika peminjam memutuskan untuk berinvestasi dalam proyek yang berisiko atau menyalahgunakan dana. Sehingga yang harus dilakukan menurut solusi teoritis yaitu dengan pengawasan yang dilakukan antara anggota dan petugas dari lembaga keuangan mikro.

Tahap ketiga mengenai hasil investasi dari dana yang telah diberikan, investasi ini mungkin gagal karena beberapa alasan atau diakibatkan oleh hal-hal yang diluar kendali peminjam. Masalah yang dihadapi pada tahap ini adalah tanggungjawab terbatas. Berdasarkan kewajiban dan tanggung jawab pinjaman bersama maka setiap anggota yang tidak mengalami kesulitan dapat membantu membayar anggota lain yang mengalami kegagalan bayar (intra-group asuransi). Masalah terakhir adalah berkaitan dengan ex-post moral hazard. Hal ini terjadi ketika usaha telah dilakukan dan keuntungan hasil investasi telah terwujud, bila peminjam menemukan jalan untuk menyimpangkan dana yang seharusnya untuk pembayaran pinjaman tetapi ditujukan untuk tujuan lain. Dalam kewajiban pinjaman bersama, untuk menerapkan tekanan sesama dan sanksi sosial dapat memecahkan masalah ex-post moral hazard.

2.6. Model Probit

Model probit adalah jenis regresi yang digunakan untuk menganalisis variabel binominal. Menurut Juanda (2008), model probit ialah model yang prediksi nilai Y (dependen) berada dalam selang (0;1) untuk semua nilai peubah bebas X. Adapun fungsi peluang kumulatif (cumulative probability function), F2. Sebaran peluangnya dapat direpsentasikan dalam bentuk

Pi = F (a + β Xi) = F (Zi)………. (persamaan 1)

Model peluang probit berkaitan dengan penggunaan transformasi fungsi peluang kumulatif, diasumsikan bahwa ada suatu indeks Zi yang bernilai kontinu secara teoritis, yang ditentukan oleh nilai peubah penjelas X sehingga dapat ditulis:

Zi = a + β Xi………...(persamaan 2) Model probit mengasumsikan bahwa Z merupakan peubah acak yang menyebar normal sehingga peluang bahwa Z lebih kecil (atau sama dengan) Zi dapat dihitung dari fungsi peluang normal kumulatif. Fungsi peluang normal baku kumulatif dapat dituliskan dalam rumus:

Pi = F (Zi) = ds………(persamaan 3)

dimana s adalah suatu peubah acak menyebar normal dengan nilai tengah 0 dan ragam 1. Dengan rumus transformasi di atas, peubah Pi akan bernilai dalam selang (0:1). Pi menggambarkan peluang individu berkarakteristik Xi memilih pilihan-1. Karena nilai peluang diukur berdasarkan luas daerah dibawah kurva normal baku dari -~ sampai Zi, maka peluang pilihan-1 makin tinggi jika nilai indeks Zi makin tinggi. Untuk menduga indeks Zi, kita menggunakan kebalikan (inverse) dari fungsi normal baku kumulatif.

2.7. Penelitian Terlebih dahulu

Simtowe dan Zeller (2006) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi moral hazard dalam group lending programs di Malawi menunjukkan bahwa mesikpun group lending dengan joint liability telah dipraktekkan untuk lebih dari empat dekade, ketidakinginan untuk membayar cicilan kredit tetap saja menjadi alasan utama terjadinya gagal bayar di Malawi. Beberapa faktor yang diduga menjadi sumber terjadinya perilaku moral hazard diantaranya adalah peer-selection, peer-monitoring, social ties, peer-presure, dynamic incentives dan pencocokan masalah.

Pada screening khususnya dalam peer selection signifikan dan berpengaruh negatif terhadap indikasi terjadinya moral hazard. Peer monitoring, pada anggota sudah bergabung dengan perusahaan signifikan dan berpengaruh negatif, faktor anggota kelompok yang tidak mengetahui susunan kelompok signifikan dan bepengaruh positif pada indikasi moral hazard. Pada social ties, jumlah desa asal anggota berpengaruh signifikan dan bersifat positif terhadap indikasi moral hazard. Pada peer-presurre, adanya desakan sebelum jatuh tempo berpengaruh signifikan dan bersifat negatif terhadap indikasi moral hazard.

Hermes, Lensink dan Teki (2003) dalam Nuryartono (2011), melakukan studi mengenai dampak pengawasan serta ikatan sosial terhadap perilaku moral hazard di dalam group lending programs di Eritrea, Afrika. Temuan empiris menyatakan bahwa peer monitoring yang dilakukan oleh pemimpin kelompok dan ikatan sosial dari pemimpin kelompok membantu mengurangi perilaku moral hazard dari suatu kelompok. Sebaliknya, peer monitoring dan ikatan sosial yang

dilakukan oleh anggota kelompok lain tidak berkaitan dalam mengurangi terjadinya perilaku moral hazard di dalam kelompok tersebut. Adapun salah satu alasan penting yang mendukung temuan diatas adalah karena keteraturan dalam hubungan dan jarak yang pendek antara pemimpin kelompok dan anggota kelompok membantu mengurangi penyalahgunaan kredit oleh anggota individu suatu kelompok. Selain itu, rupanya anggota kelompok hanya merasa tertekan untuk berperilaku secara bijaksana ketika pemimpin kelompoknya melakukan pemantauan. Hal ini terjadi karena pemimpin kelompok tersebut dianggap lebih memiliki peran terhadap sanksi moral hazard atas perilaku anggota kelompoknya.

Hal yang sama juga ditemukan oleh Nuryartono, Effendi dan Wawan (2009) dalam Nuryartono (2011) terhadap salah satu lembaga keuangan mikro yang mengindikasikan bahwa adanya ikatan sosial (modal sosial) yang kuat melalui penyaluran kelompok mampu mengurangi gagal bayar baik secara individu maupun kelompok itu sendiri.

Kugler dan Opples (2005) dalam Nuryartono (2011) secara empiris menggali serta memeriksa profil resiko dari peminjam individu dan menghasilkan heterogenitas kelompok untuk mengidentifikasi peran kontribusi perorangan terhadap proyek investasi di Cotonou. Bukti empiris menunjukkan bahwa sementara diversifikasi di dalam kelompok memudahkan pengelompokkan resiko, hal ini juga meningkatkan ekspektasi gagal bayar untuk peminjam dengan resiko rendah. Agunan akan membantu meniadakan dan mengurangi potensi negatif spillovers dari gagal bayar kelompok, hal ini disebabkan oleh anggota kelompok yang memiliki proyek dengan resiko lebih tinggi. Kugler dan Opples (2005)

dalam Nuryartono (2011) juga menemukan bahwa joint liability merupakan salah satu mekanisme untuk pembagian resiko (risk sharing) bagi rumah tangga miskin yang sulit untuk menyediakan agunan dan tidak memiliki asuransi. Sehingga mekanisme joint liability di dalam group lending programs adalah kondusif terhadap ketentuan asuransi selama terdapat mekanisme bagi investor (anggota) yang memiliki resiko tinggi untuk mengkompensasi anggota yang memiliki resiko rendah.

2.8. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan permasalahan dan tujuan, maka secara garis besar kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.3. Kerangka pemikiran penelitian ini berawal dari program pemerintah yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian Indonesia yaitu Program PUAP. Program ini dijalankan pada tahun 2008 ditujukan untuk petani (pemilik, penggarap, buruh dan rumah tangga) miskin yang memiliki keunggulan komoditi dengan tujuan mengurangi kemiskinan dan pengangguran di pedesaan. Program PUAP terdiri dari tiga fasilitas yaitu modal usaha, penyuluhan dan pelatihan, serta teknologi. Penelitian ini berfokus pada pemberian dana program PUAP. Program ini menggunakan sistem kredit kelompok untuk menyalurkan dana PUAP.

Kabupaten Cianjur dipilih sebagai lokasi penelitian, karena paling banyak mendapatkan dana Program PUAP tahun 2009. Kabupaten Cianjur memberikan kebijakan skema pemberdayaan dana PUAP sepenuhnya kepada masing-masing Gapoktan yang ada setiap desa, sehingga kemungkinan besar setiap Gapoktan memiliki mekanisme kredit yang berbeda-beda. Setelah itu, menganalisis

penyebab indikasi moral hazard pada pelaksanaan program PUAP di Wilayah Utara Kabupaten Cianjur.

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian

2.9. Hipotesis

1. Peer selection (seleksi anggota) atau mengenal calon anggota sebelum bergabung dalam kelompok signifikan dan berpengaruh negatif terhadap indikasi moral hazard.

PROGRAM PUAP

Modal / Dana PUAP Teknologi Pelatihan atau Penyuluhan dan

Pendampingan

Mekanisme Sistem kredit kelompok

Penyebab Moral hazard Mengurangi kemiskinan

dan pengangguran di perdesaan

Gapoktan Kabupaten Cianjur PUAP 2009 Indikator penyebab adanya insiden Moral hazard: - Peer monitoring - Peer selection - Sosial Ekonomi

2. Peer monitoring, ketua kelompok memantau atau bertanggungjawab untuk mengunjungi masing-masing anggota signifikan dan berpengaruh negatif pada indikasi moral hazard.

3. Peer monitoring, saling mengunjungi atau memantau diantara anggota kelompok berpengaruh signifikan dan berpengaruh negatif terhadap indikasi moral hazard.

4. Sosial ekonomi, pekerjaan utama sebagai petani berpengaruh signifikan dan berpengaruh positif terhadap indikasi moral hazard.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2011 di Kabupaten Cianjur dimana yang dipilih yaitu Wilayah Utara. Pemilihan lokasi didasarkan pada lokasi yang telah mendapatkan Program Dana PUAP 2009.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan kuisioner dengan para petani yang tergabung dalam Gapoktan yang mendapatkan dana PUAP. Sedangkan untuk data sekunder berasal dari Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, Badan Pusat Statistika Kabupaten Cianjur, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, laporan Gapoktan terkait, dan literatur-literatur lainnya seperti buku, jurnal, aritikel, dan lain-lain.

3.3. Metode Pemilihan Sampel

Pemilihan sampel menggunakan purposive sampling, dilihat dari penyaluran dana program PUAP dengan pemilihan wilayah yaitu Wilayah Utara Kabupaten Cianjur. Wilayah ini merupakan salah satu sentral pertanian baik komoditi padi maupun sayuran. Ada 16 kecamatan yang berada di wilayah Utara yaitu Cianjur, Cilaku, Warungkondang, Gekbrong, Cibeber, Karangtengah, Sukaluyu, Ciranjang, Bojongpicung, Mande, Cikalongkulon, Cugenang , Sukaresmi, Cipanas, Pacet, dan Haurwangi. Dari 16 kecamatan, semua menjadi kecamatan yang mendapatkan dana program PUAP 2009. Dilihat dari tingkat kemiskinan (indikator Pra-KS (Kesejahteraan) dan KS1), kecamatan miskin yaitu

berada di Kecamatan Karang Tengah, Pacet, Cianjur, Cugenang, Sukaresmi, dan Cilaku. Sedangkan, untuk jumlah desa terbanyak yang mendapatkan dana PUAP di Wilayah Utara Cianjur ini yaitu Kecamatan Pacet, Karang tengah, Sukaresmi, Cibeber dan Cikalong Kulon dengan masing-masing ada tiga desa yang menerima dana program PUAP 2009.

Hasil indikator PUAP program 2009, tingkat kemiskinan, dan jumlah desa, yang menjadi sampel pada penelitian ini yaitu ada 3 kecamatan dengan masing- masing kecamatan terdiri dari 3 desa atau Gapoktan penerima PUAP 2009, sehingga terdiri dari 9 Gapoktan dalam satu Gapoktan diambil 50-60 persen jumlah kelompok tani menghasilkan 30 Poktan dan yang akan menjadi responden 1 ketua kelompok tani dan 2 anggota kelompok tani. Sehingga total keseluruhan responden yang akan diambil yaitu sebanyak 90 responden.

3.4. Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis deskriptif dan analisis statistik Regresi Binary dengan menggunakan model probit. Untuk melakukan pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2007 dan software STATA 10.

3.4.1. Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif dilakukan dalam penelitian ini untuk melihat hasil kondisi lapangan penelitian, baik kondisi demografi responden serta dampak yang diukur dari indikator-indikator yang ada. Analisis deskriptif ini ditampilkan dalam bentuk grafik, dan gambar.

3.4.2. Analisis Statistik Metode Probit

yaitu gagal bayar atau telat bayar. Peubah tak bebas berupa Y=1 (ada gagal bayar) dan Y=0 (tidak ada gagal bayar). Sedangkan yang menjadi peubah bebas adalah pekerjaan utama (Dummy), ketua bertanggungjawab atas kelompok (Dummy), Homogenitas dalam memiliki usaha (Dummy), adanya pelatihan (Dummy), saling mengunjungi (Dummy), kenal dengan anggota sebelum bergabung di kelompok (Dummy), dan adanya pertemuan rutin (Dummy). Model persamaan regresinya ditulis sebagai berikut:

Y= a + βX1+ βX2+ βX3 +βX4 +βX5 +βX6 +βX7 + ε Keterangan:

a = konstanta

Y = 1 (ada gagal bayar) = 0 (tidak ada gagal bayar) X1 = Dummy pekerjaan utama X1 = 0 (pekerjaan petani) X1 =1 (pekerjaan selain petani) X2 = Dummy kenal anggota sebelum

gabung di kelompok X2 = 0 (kenal dengan anggota) X2 =1 (tidak kenal dengan anggota) X3 = Dummy pertemuan ruti

X3 = 0 (ada pertemuan rutin) X3 =1 (tidak ada pertemuan rutin) X4 = Dummy ketua kelompok yang

bertanggungjawab

X4 = 0 (ketua bertanggungjawab) X4 =1 (ketua tidak bertanggungjawab) X5 = Dummy saling mengunjungi antar

anggota

X5 = 0 (ada saling mengunjungi) X5 = 1 (tidak ada saling mengunjungi) X6 = Dummy ada pelatihan

X6 = 0 (ada pelatihan) X6 =1 (tidak ada pelatihan)

X7 = Dummy Homogen Usaha yang dimiliki

X7 = 0 (usaha anggota homogen) X7=1(usaha anggota tidak homogen)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Deskripsi Wilayah

Deskripsi mengenai karakteristik Wilayah Utara Kabupaten Cianjur dikelompokkan dalam beberapa aspek, yaitu (1) keadaan geografi, (2) pertanian, dan (3) deskripsi Gapoktan contoh.

4.1.1. Keadaan Geografi

Kabupaten Cianjur memiliki luas wilayah sebesar 350.148 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 sebanyak 2.138.465 jiwa yang tersebar di 32 kecamatan dengan jumlah desa 348. Kabupaten ini memiliki secara administratif Pemerintah Kabupaten Cianjur terbagi dengan batas-batas administratif :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta.

2. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi. 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.

4. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut.

Secara geografis, Kabupaten Cianjur dapat dibedakan dalam tiga wilayah pembangunan yakni wilayah Utara, Tengah dan wilayah Selatan. 1) Wilayah Utara, meliputi 16 Kecamatan: Cianjur, Ciaku, Warungkondang, Gekbrong, Cibeber, Karangtengah, Sukaluyu, Ciranjang, Bojongpicung, Mande, Cikalongkulon, Cugenang, Sukaresmi, Cipanas, Pacet dan Haurwangi. 2) Wilayah Tengah, meliputi 9 Kecamatan: Sukanagara, Takokak, Campaka, Campaka

Mulya, Tanggeung, Pagelaran, Leles, Cijati dan Kadupandak. 3) Wilayah Selatan, meliputi 7 Kecamatan: Cibinong, Agrabinta, Sindangbarang, Cidaun, Naringgul, Cikadu dan Pasirkuda.

4.1.2. Keadaan Pertanian

Mata pencaharian penduduk Kabupaten Cianjur berada di sektor: (1) Pertanian 372.422 orang, (2) Industri 17.671 orang, (3) Perdagangan 109.965 orang, (4) Jasa-jasa 21.891 orang, (5) sektor lain 87.535 orang (Badan Statistik Pusat Kabupaten Cianjur, 2011).

Sebagaimana daerah beriklim tropis, wilayah Cianjur Utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di Wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan.

Sebagai daerah agraris yang pembangunananya bertumpu pada sektor pertanian, Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah swasembada padi. Produksi padi pertahun sekitar 625.000 ton. Produksi pertanian padi terdapat hampir di seluruh wilayah Cianjur, kecuali di Kecamatan Pacet dan Sukanagara yang didominasi oleh tanaman hias dan tanaman sayuran yang di pasok ke daerah Jabodetabek.

Potensi perkebunan di Kabupaten Cianjur cukup besar ada sekitar 19,4 persen dari seluruh luas merupakan area perkebunan. Selama ini dikelola oleh Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 10.709 hektar, Perkebunan Besar Swasta (PBS) sekitar 20.174 hektar dan Perkebunan Rakyat (PR) seluas 37.167 hektar.

Kecamatan Jumlah Desa Desa PUAP Jumlah Penduduk (jiwa) Luas Wilayah (km²)

Pacet 7 3 98422 54.11

Sukaresmi 11 3 78006 113.31

Karang Tengah 16 6 124885 139.25

4.1.3. Deskripsi Gapoktan Contoh

Kecamatan yang berada di Kabupaten Cianjur ada 32 Kecamatan, dalam penelitian ini yang dipilih yaitu 3 Kecamatan yang berada di wilayah Cianjur Utara. Dalam satu kecamatan terdiri dari 3 desa dimana setiap satu desa terdapat satu Gapoktan. Pada Kecamatan Pacet terdapat Desa Ciherang (Muda Karya), Cipendawa (Multi Tani Jayagiri), dan Ciputri (Putri Kencana). Kecamatan Sukaresmi ada Desa Rawabelut (Lestari), Kubang (Mutiara Tani), dan Ciwalen (Raharja). Kecamatan Karang Tengah ada Desa Langensari (Subur Makmur), Sukasari (Berkah Tani), dan Sukamanah (Bakti Mandiri). Pada tabel 4.1, menunjukkan bahwa kecamatan dengan jumlah desa terbanyak mendapatkan dana PUAP yaitu berada di Kecamatan Karang Tengah.

Tabel 4.1 Demografi Kecamatan Pacet, Sukaresmi, Karang Tengah

Sumber : Badan Pusat Satistik Kabupaten Cianjur, 2011

Tabel 4.2 menunjukkan jumlah anggota Poktan dan anggota Poktan yang berada di masing-masing Gapoktan. Gapoktan yang banyak memiliki Poktan yaitu di Kecamatan Sukaresmi pada Gapoktan Mutiara Tani sebanyak 11 Poktan, hal ini dapat mengindikasikan bahwa banyak petani yang sudah dapat membentuk sebuah organisasi.

Tabel 4.2 Jumlah Anggota Gapoktan Contoh

Kecamatan Desa Nama Gapoktan Jumlah

Poktan

Karang Tengah

Sukasari Subur Makmur 4

Langensari Berkah Tani 6

Sukamanah Bakti Mandiri 6

Pacet

Cipendawa Multi Tani Jayagiri 4

Ciputri Putri Kencana 3

Ciherang Muda Karya 7

Sukaresmi

Kubang Mutiara Tani 11

Ciwalen Raharja 5

Rawabelut Lestari 5

Sumber : Laporan Dana Program PUAP Kabupaten Cianjur Triwulan III, 2010

Tabel 4.3 menunjukkan kondisi sistem lembaga keuangan yang ada di masing-masing Gapoktan. Adapun data yang dihasilkan dari laporan dana program PUAP 2009 periode 2010 kabupaten Cianjur belum sepenuhnya lengkap. Tetapi dapat dilihat bahwa dominan sistem lembaga keuangan mikro pada masing-masing Gapoktan menggunakan sistem konvensional. Sedangkan untuk legalitas lembaga keuangan mikro tidak ada yang berbadan hukum.

Dokumen terkait