• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Banding Arsitektur (Fungsi sejenis)

Dalam dokumen Kuala Namu Convention And Exhibition Centre (Halaman 95-99)

- Adanya bangunan konvensi,eksebisi sebagai sarana pertemuan bisnis dan hiburan disekitar site yang dapat mengakomodasi wisatawan

D. Kegiatan kelompok penunjang

II.3.5 Studi Banding Arsitektur (Fungsi sejenis)

1. Komunitas Salihara

Gambar 2.3 Gedung komunitas Salihara (Sumber: Google)

Lokasi : Jalan Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Bangunan Utama : Teater Salihara, Galeri Salihara, Anjung Salihara dan ruang perkantoran. Saat ini, Teater blackbox Salihara adalah satu-satunya yang ada di Indonesia. Sementara Sejak 2014 Kompleks Salihara diperluas dengan bangunan baru: Anjung Salihara. Di dalamnya terdapat Studio Tari, Studio Musik, Wisma Seni, Ruang Serbaguna dan Teater Anjung.

Arsitek : Andra Matin merancang bangunan perkantoran, Adi

purnomo merancang teater, dan Marco Kusumawijawa merancang galeri.

Dari luar bangunan ini terlihat kokoh dan masif, layaknya raksasa yang berdiri di antara rumah-rumah berlantai dua. Namun dengan dibingkai oleh pepohonan rimbun, ditambah dengan detail arsitektural dan furnitur lansekap di tiap sudutnya (yang ternyata merupakan hasil karya dari arsitek keempat, Nirwono Yoga, sebagai perancang lansekap), bangunan ini terlihat bersahaja, bersahabat, dan terbuka bagi siapa saja. Kenyamanan beraktivitas seni selalu dapat dirasakan dimanapun kita duduk. Bayangkan berapa banyak inspirasi yang lahir dari pemikiran seseorang yang duduk dan mengamati estetika di

tiap lirikan mata. Tidak ada drop-off di sini. Ketika memasuki pelataran parkir bermaterial grass block berjalan masuk melalui area Kedai Salihara, yang memang awalnya merupakan selasar penerima. Pengunjung bebas memasuki kompleks bangunan lewat mana saja, karena komposisi tiga massa bangunan ini tidak diberi pintu khusus yang dijaga satpam seperti bangunan-bangunan publik komersial yang membuat risih saat pengecekan keamanan. Namun vocal point tetap ada, yaitu tangga selebar dua meter sebagai pengakhiran dari sequence yang diciptakan koridor diantara Kedai Salihara dan Art Store yang menghubungkan tempat parkir dan bangunan, sedangkan ruang terbuka sebelum tangga ini merupakan simpul sirkulasi menuju lantai dua, Art Store, toilet, dan resepsionis yang bersebelahan dengan Serambi Salihara.

Material utama dari bangunan ini adalah beton ekspos, ditambah material bata, kaca, besi, dan sedikit detail kayu pada beberapa elemen fungsional. Alih-alih terlihat monoton, bangunan ini justru menunjukkan keanggunan yang rendah hati. Ditambah material bata, kaca, besi, dan sedikit detail kayu pada beberapa elemen fungsional. Alih-alih terlihat monoton, bangunan ini justru menunjukkan keanggunan yang rendah hati, mempersilahkan alam membingkai sekelilingnya yang justu menambah estetika. Tanaman hijau yang menjuntai dari atas bangunan perkantoran, semakin panjang, semakin membuat bangunannya apik sekaligus unik. Tak hanya alam, manusia di dalamnya pun bebas mempercantik tiap detail yang ada. Terlihat beberapa grafiti, mural dan kata-kata mutiara menempel di tembok-tembok beton, mencirikan kreativitas komunitas seni di dalamnya. Pada bagian interior teater, Adi Purnomo menggunakan batu bata yang disusun dengan bentuk merotasi 5 derajat, datar di bagian bawah dan semakin merongga ke atas, untuk menghasilkan kekedapan yang baik dan responsif terhadap pemantulan dan penyerapan bunyi, sebuah detail yang cerdas dan cantik.

Setelah masuk melalui kedai maupun koridor yang biasanya tak terlihat dari luar karena tertutup mobil, pengunjung akan disambut oleh selasar yang cukup lebar di samping tangga. Di sisi kirinya terdapat resepsionis sebagai pusat informasi pengunjung, serambi tempat berdiskusi dan kuliah

umum, dan di ujung terdapat beberapa anak tangga turun dan ramp menuju Teater Salihara dan Surau Salihara yang berisi musholla dan wisma untuk seniman. Aspek spacio-temporal bisa kita lihat pada ruang sirkulasi selebar lima meter di antara pintu masuk teater dan surau yang di salah satu sudutnya terdapat ruang menuju toilet untuk difable dan lift, ruang terbuka yang terhubung dengan taman dan parkiran ini dapat dipakai sebagai tempat workshop maupun instalasi karya seni.

Bagi orang awam, bangunan ini bagus. Desain kontemporernya mewakili citra Komunitas Salihara sebagai wadah seni dan budaya yang selalu kritis mengikuti perkembangan masa. Dua massa bangunan berbentuk kotak disatukan oleh massa galeri berbentuk oval yang membuat ketiga serangkai ini dinamis dan dapat berinteraksi satu sama lain dengan baik, mencerminkan kegiatan berbagai komunitas di dalamnya yang cerdas, terbuka, demokratis

dan senantiasa “mengembangkan diri di bidang masing-masing seraya tetap

saling mendukung untuk memelihara semangat dan prinsip kebebasan berpikir dan berekspresi. Tiap celah ruang sekecil apapun yang tercipta karena pertemuan antar massa menghadirkan ruang positif yang dapat dijadikan ruang publik. Permainan detailnya humble dan tidak macam-macam, pun ternyata fungsional. Tembok masif yang berhias komposisi kerawang di bagian depan bertujuan untuk menyerap suara bising jalan dan panas matahari dari barat. Sedangkan kerawang pada bagian selatan, selain menciptakan permainan cahaya bagi interiornya dan agar Salihara dan permukiman sekitar tidak saling

menelanjangi, juga difungsikan sebagai sirkulasi udara sehingga

meminimalisir penggunaan AC. Sistem void dan skylight juga digunakan untuk menghemat penerangan di siang hari.

d) Esplanade Theaters by The Bay Singapore

Gambar 2.4 Esplanade theaters by The Bay Singapore (Sumber: Google)

Theatres on the Bay adalah salah satu icon negara Singapura. Letaknya persis bersebelahan dengan Patung Merlion yang berada di Merlion Park. Ini adalah salah satu pusat seni tersibuk di dunia, dibuka resmi pada tanggal 12 Oktober 2002. Di tahun 1992, terpilih sebuah tim yang terdiri dari perusahaan lokal terkenal DP Architects (Singapura) dan Michael Wilford & Partners (Inggris) untuk memulai pekerjaan pembangunan pusat seni tersebut. Untuk mempertahankan keterkaitan antara masa lalu dan masa kini, pusat seni ini akhirnya dinamakan Esplanade – Theatres on the Bay. Esplanade bertujuan untuk menjadi pusat seni pertunjukan bagi semua kalangan, dan program-programnya menjangkau ke ragam audiens yang luas. Susunan program-programnya mencakup segala genre, termasuk musik, tari, teater dan seni visual, dengan fokus khusus pada budaya Asia.

Saat ini, icon arsitektur dengan rangka kembarnya yang unik ini berlokasi di dalam distrik pemerintahan Singapura, tepat di tepi Marina Bay di mulut Singapore River. Esplanade terdiri dari dua ruangan besar: sebuah teater dengan 2.000 kursi dan Concert Hall dengan 1.600 kursi, dan dilengkapi dengan dua studio yang lebih kecil, sebuah teater luar ruang serta sebuah mal. Dua kubah yang menjadi lokasi Teater dan Concert Hall dirancang dengan bahan kaca, untuk memberi kesan terbuka. Agar pusat seni tetap dingin di suhu tropis, lebih dari 7.000 keping penahan matahari dari aluminium bersama dengan rangka penutup berlapis glazur ganda dipasang pada rangka penopang baja untuk membentuk penutup yang menjadikan pusat seni ini sebuah ikon arsitektur mempesona, di depan cakrawala kota Singapura. Penutup berbentuk

duri itu akhirnya menjadi nama sebutan yang populer berdasarkan buah favorit masyarakat lokal, Durian. Konsep bangunan ini, ada yg mengatakan menyerupai sepasang mata facet belalang dengan ide kelopak terbuka sebagai bukaan terhadap cahaya, bila diperlukan. Esplanade Theatre terletak di tepi teluk, berdekatan dengan tempat wisata Merion. Fungsi Esplanade Theatre adalah sebagai wadah warga Singapore dalam berkesenian. Oleh sebab itu, semua elemen pendukung dari bangunan ini merupakan karya seni yang luar biasa.

Dalam dokumen Kuala Namu Convention And Exhibition Centre (Halaman 95-99)

Dokumen terkait