• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsepsi, Prakonsepsi dan Miskonsepsi Fisika

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

3. Konsepsi, Prakonsepsi dan Miskonsepsi Fisika

Van den Berg (1991 : 10) menyatakan bahwa “Konsepsi adalah tafsiran

perorangan dari suatu konsep ilmu”. Misal, inti konsep dari proses melihat sebuah

benda adalah benda dapat dilihat oleh mata sebab benda tersebut memancarkan cahaya sendiri atau memantulkan cahaya yang berasal dari sumber cahaya yang mengenainya kemudian cahaya tersebut sampai ke mata. Akan tetapi banyak siswa yang memiliki konsepsi berbeda, mereka cenderung berpikir bahwa benda dapat dilihat oleh mata karena benda tersebut hanya memantulkan cahaya yang mengenainya sampai ke mata.

Definisi konsep menurut Rooser dalam Ratna Wilis (1989 : 80) adalah "suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama".

Setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya. Menurut Ratna Wilis (1989:88-89), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep dapat di-bedakan menjadi empat yaitu :

1) Tingkat Konkret. Kita dapat menyimpulkan bahwa seseorang telah

mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkunganya.

2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu

objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan melihatnya.

3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal

persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai

batas-commit to user

batas tertentu itu ekuivalen, mengklasifikasikan contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh dari konsep, sekalipun contoh-contoh dan non conto-non contoh itu mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip.

4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa

harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non contoh dari konsep.

Dari pengertian konsep dan Fisika, dapat disimpulkan bahwa konsep Fisika adalah ide abstrak yang digunakan untuk memahami dan mempelajari tentang teori yang menerangkan gejala-gejala alam sederhana dan hubungan antara kenyataan-kenyataannya.

Dalam belajar fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan belajar fisika. Hanya dengan penguasaan konsep fisika seluruh permasalahan fisika dapat dipecahkan. Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut pemahaman konsep bahkan aplikasi konsep tersebut.

b. Prakonsepsi

Van den Berg (1991: 10) menyatakan bahwa “Prakonsepsi adalah konsepsi yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah

mendapatkan pelajaran formal”.

Siswa memasuki kelas untuk belajar Fisika, siswa telah memiliki pengetahuan tertentu tentang fisika yang disebut prakonsep. Sebagai contoh siswa telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan konsep optik geometri oleh karena itu siswa sudah banyak mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan. Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar.

Filsafat konstruktivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan, dan bahan yang dipelajari. Oleh karena siswa sendiri yang mengkontruksi, dapat saja terjadi siswa telah melakukan konstruksi itu sejak awal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

sebelum mereka mendapatkan pelajaran formal tentang bahan tertentu. Mereka mengonstruksi sendiri hal itu karena pengalaman hidup mereka. Inilah yang

disebut prakonsepsi atau konsep awal siswa (Paul Suparno: 30-31).

Pengetahuan awal di atas sering kali tidak cocok dengan pengetahuan yang diterima oleh para pakar, dan menjadi suatu miskonsepsi. Sebagai contoh siswa telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan konsep dinamika partikel, oleh karena itu siswa sudah banyak mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan. Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep yang dimiliki siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar siswa pada tahap selanjutnya.

c. Miskonsepsi Fisika

1) Miskonsepsi dan sebab-sebabnya

“Biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa dalam pemahaman antar konsep”(van den Berg, 1991: 10). Kesalahan pemahaman konsep

(miskonsepsi) terjadi bila dalam otak siswa salah satu atau lebih dari hubungan tersebut sering salah dan menyebabkan respon yang salah terhadap soal-soal yang menyangkut hubungan tersebut. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalahan pemahaman (miskonsepsi) merupakan kesalahan dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep-konsep lain, antara konsep yang diberikan oleh guru dengan konsep yang telah dimiliki oleh seseorang, sehingga terbentuk konsep yang salah.

Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi penyebab miskonsepsi pada siswa dan mengelompokkannya menjadi lima kelompok, yaitu : siswa, guru, buku teks, dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari siswa antara lain prakonsepsi awal, kemampuan tahap perkembangan, minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Penyebab miskonsepsi dari buku teks biasanya disebabkan karena terdapat penjelasan atau uraian yang salah dalam buku tersebut. ((Paul Suparno, 2005:29)

commit to user

Abraham dan kawan-kawan (1994) membagi derajat pemahaman konsep menjadi tiga kelompok, yaitu derajat tidak memahami, derajat miskonsepsi, dan

derajat memahami konsep. Pengelompokkan ini didasarkan pada

pengelompokkan derajat pemahaman yang dilakukan oleh Marek (1986) dan dikutip oleh Abraham (1994) seperti terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep

No. Kategori Derajat Pemahaman Kriteria

1. Tidak memahami

2. Miskonsepsi

3. Memahami

- tidak ada respon - tidak memahami

- Miskonsepsi

- Memahami sebagian dengan

miskonsepsi

- memahami sebagian - memahami konsep

a. tidak ada jawaban / kosong

b. menjawab “saya tidak tahu”

c. mengulang pertanyaan d. menjawab tetapi tidak berhubungan dengan pertanyaan dan tidak jelas a. menjawab dengan penjelasan tidak logis b. jawaban menunjukkan adanya konsep yang dikuasai tetapi ada pertanyaan dalam jawaban yang menunjukkan miskonsepsi

a. jawaban menunjukkan hanya sebagian konsep dikuasai tanpa ada miskonsepsi

b. jawaban menunjukkan konsep dipahami dengan semua penejalasan benar Miskonsepsi banyak terjadi dalam bidang fisika. Wandersee, Mintzes, dan

Novak (1994), dalam artikelnya mengenai Research on Alternative Conceptions

in Science, menjelaskan bahwa konsep alternative atau miskonsepsi terjadi dalam semua bidang Fisika. Dari 700 studi mengenai miskonsepsi bidang Fisika, ada 300 yang meneliti tentang miskonsepsi dalam mekanika; 159 tentang listrik; 70 tentang panas, optika, dan sifat-sifat materi; 35 tentang bumi dan antariksa; serta 10 studi mengenai fisika modern. Cukup jelas bahwa bidang mekanika berada di urutan teratas dari bidang-bidang fisika yang mengalami miskonsepsi (Paul Suparno, 2005:11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Drs. Antonius Darjito dan euwe van den berg yang mencari miskonsepsi siswa mengenai arus dan tegangan elektrik diperoleh beberapa miskonsepsi, antara lain semakin jauh dari kutub positif sumber, semakin kecil arus listrik, jadi sebagian arus diserap dalam lampu dan resistor (disebut model konsumsi). Miskonsepsi yang lain jika ada komponen yang ditambah, hanya arus sesudah komponen tersebut yag dipengaruhi, tetapi besar arus sebelum komponen tetap sama seperti semula. Serta kebanyakan siswa memandang sumber tegangan sebagai sumber arus tetap daripada sumber tegangan tetap. Selanjutnya adalah jika ada lampu dalam rangkaian seri atau paralel yang dicabut, beda potensial kabel yang masuk tempat lampu yang kosong dan kabel yang keluar dianggap nol.

Miskonsepsi juga terjadi di bidang Mekanika. Penelitian yang dilakukan Arons menyebutkan bahwa beberapa siswa salah mengerti akan konsep kecepatan

sesaat dan percepatan sesaat. Mereka memahami istilah sesaat sebagai “suatu waktu interval” meskipun merupakan interval yang sangat kecil. (Paul Suparno,

2005:12).

2) Beberapa fakta mengenai miskonsepsi dan saran untuk mengatasinya

Berdasarkan definisi miskonsepsi yang telah dijelaskan, terdapat beberapa fakta mengenai miskonsepsi, yaitu :

a) Miskonsepsi sulit sekali untuk diperbaiki

b) Seringkali siswa mengalami miskonsepsi terus-menerus. Soal-soal yang

sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit miskonsepsi akan muncul kembali.

c) Sering terjadi regresi, yaitu siswa yang yang sudah mengatasi miskonsepsi

beberapa bulan kemudian salah lagi.

d) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau

dihindari.

e) Siswa, mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi.

f) Siswa yang pandai dan yang lemah keduanya dapat terkena miskonsepsi. (van

commit to user

Dalam papernya, Stephan mengajukan langkah agar siswa sadar dengan miskonsepsi yang dialaminya dan mencari kebenarannya. Langkah tersebut adalah

a) Siswa sadar tentang suatu konsep dengan memikirkan konsep tersebut dan

membuat prediksi sebelum melakukan aktivitas.

b) Siswa membuka wawasannya dengan melakukan sharing, pada awalnya

dalam kelompok kecil dan kemudian di dalam kelas.

c) Siswa menguji keyakinannya dengan tes dan mendiskusikannya pada

kelompok kecil dan kemudian di dalam kelas.

d) Siswa bekerja untuk memecahkan konfliknya dengan membandingkan idenya

dengan pengamatan dengan demikian akan terbentuk konsep baru.

e) Siswa menyamakan konsep dengan mencoba membuat hubungan antara

konsep yang dipelajari di kelas dan kehidupan sehari-hari.

f) Siswa didorong untuk menjawab pertanyaan tambahan dengan beberapa

pilihan yang berhubungan dengan konsep tersebut.

Identifikasi miskonsepsi salah satunya dapat dilakukan dengan mem-berikan tes diagnostik pada siswa. Depdiknas (2007:1) menyatakan tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut berupa perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki siswa. Daryanto(2008:13) menyatakan bahwa tes diagnostik bertujuan mendiagnosis kesulitan belajar siswa untuk mengupayakan perbaikannya.

Eric Mazur (1997: 26) menyatakan kriteria yang seharusnya dimiliki oleh

soal tes konsep adalah "1) focus on a single concept, 2) not be solvable by relying

on equations, 3) have adequate multiple-choice answers, 4) be unambiguously worded, 5) be neither too easy nor too difficult". Atau dengan kata lain soal test yang baik memiliki kriteria 1) fokus pada satu konsep, 2) tidak dapat diselesaikan dengan mengandalkan persamaan matematis, 3) jawaban soal dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, 4) kata-katanya tidak ambigu, 5) tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Ada beberapa macam tes diagnostik yang digunakan untuk

mengidentifikasi miskonsepsi siswa, diantaranya adalah dengan memberikan soal

tes berbentuk multiple choice dengan reasoning terbuka, beberapa peneliti lain

menggunakan pilihan ganda (multiple choice) dengan alasan yang sudah

ditentukan. Sebagian lagi menggunakan tes esai untuk mendeteksi miskonsepsi. Adapun kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jenis tes diagnostik tersebut adalah sebagai berikut:

1) Tes multiple choice dengan reasoning terbuka

Tes multiple choice dengan reasoning terbuka adalah soal tes konsep yang berbentuk pilihan ganda dimana siswa diharuskan untuk menuliskan alasan dari

jawaban yang ia pilih. Tes multiple choice beralasan adalah suatu cara yang

ditempuh antara lain dengan mengontrol suatu item menggunakan suatu item lain dimana kedua item tersebut mempersoalkan hal yang sama. Dengan cara ini siswa dianggap benar atau memahami jika pilihan dan alasan yang diberikan siswa juga benar.

Kelebihan dari bentuk soal seperti ini adalah alasan yang ditulis siswa bersifat terbuka, artinya siswa bebas menuangkan alasan berdasarkan ide pikirannya sendiri.

Kelemahan dari bentuk tes ini adalah peneliti susah dalam menganalisis karena akan diperoleh beranekaragam jawaban alasan dari siswa. Selain itu peneliti juga harus memikirkan cara bagaimana menyuruh siswa untuk bersedia menuliskan alasan dari jawaban yang ia pilih. Terutama siswa SMA, mereka kecenderungan kesulitan menuangkan konsep mereka dalam bentuk kata-kata. 2) Tes multiple choice dengan alasan sudah ditentukan

Tes multiple choise dengan alasan yang sudah ditentukan adalah tes konsep yang berbentuk pilihan ganda beralasan dimana alasan sudah ditentukan oleh peneliti. Siswa diharuskan memilih alasan yang sudah tersedia sebagai sebab dari pilihan jawaban yang ia pilih.

commit to user

Kelebihan lebih memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang

diperoleh. Sedangkan kelemahannya adalah membatasi pemikiran siswa, alasan

siswa yang tidak tercantum dalam pilihan itu, tidak terungkap.

3) Tes esai tertulis

Bentuk tes esai tertulis ini biasanya menghendaki jawaban berupa penjelasan. Dari penjelasan itulah dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa.

Kelebihan tidak ada batasan bagi jawaban siswa. Pada bentuk tes esai tertulis ini siswa dibebaskan dalam menjawab dan memberikan alasan sesuai dengan pemikirannya. Perbedaan mendasar dengan bentuk tes pilihan ganda

dengan alasan terbuka adalah pada tipe soal Tes multiple choice dengan reasoning

terbuka siswa masih dibatasi dalam memilih jawaban, sedangkan pada bentuk esai tertulis selain siswa bebas dalam memberikan alasan siswa juga bebas dalam memberikan jawaban sesuai pemikirannya.

Kelemahannya sulit dalam menganalisis data dan juga jawaban siswa berisiko keluar dari kontek penelitian.

4) Bentuk Tes yang Digunakan Dalam Penelitian

Berdasarkan penjabaran yang telah diuraikan di atas, dalam penelitian ini

peneliti menggunakan bentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan.

Pemilihan bentuk tes tersebut didasarkan pada berbagai pertimbangan peneliti, diantaranya:

a) Memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh.

b) Kondisi subyek penelitian. Kondisi subyek yang dimaksud adalah adanya

beberapa sikap dari subyek penelitian yang kurang baik, seperti sikap malas mengerjakan dan tidak disiplin.

c) Untuk mencegah terjadinya siswa yang abstain dalam menjawab.

Dokumen terkait