• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusunan tes diagnostik fisika sma kelas X di SMA 2 Sukoharjo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penyusunan tes diagnostik fisika sma kelas X di SMA 2 Sukoharjo"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2

SUKOHARJO

Skripsi

Skripsi

Oleh :

Anggraeni Dwi Susilowati

K2307016

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO

Oleh :

Anggraeni Dwi Susilowati

K2307016

Skripsi

Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna

Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan

Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Anggraeni Dwi Susilowati. PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA

KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun dan mengembangkan tes

diagnostik dalam pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Atas kelas X semester

genap.

Penelitian ini menggunakan model pengembangan 4 D (four D model) oleh

S. Thagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model pengembangan

4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) Define (Pendefinisian), (2) Design

(Perancangan),(3) Develop (Pengembangan) dan Disseminate (Penyebaran). Obyek

penelitian ini adalah siswa SMA kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo.

Hasil draft awal sebanyak 20 butir soal tes diagnostik. Validasi teoritik

dilakukan oleh Dosen Pembimbing selaku tim ahli yang memberikan penilaian

tentang materi, konstruksi dan bahasa. Selanjutnya dilakukan validasi empiris

dengan dua kali uji coba.

Uji Coba I dilakukan pada siswa kelompok kecil dengan jumlah responden

42 siswa dan diperoleh hasil sebanyak 4 soal belum dapat dipakai untuk

mengungkap miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk

rata-rata persentase derajat pengungkapan konsep terdapat 2 konsep yang belum

memenuhi patokan minimal 50% dapat mengungkap miskonsepsi siswa. Besarnya

reliabilitas tes saat uji coba I adalah 0,29 sehingga termasuk kategori rendah yang

berarti instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsep siswa

masih rendah

Uji Coba II yang dilakukan pada siswa kelompok besar dengan jumlah

responden 78 siswa dan semua soal sudah dapat dipakai untuk mengungkap

miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk rata-rata persentase

derajat pengungkapan konsep semuanya telah memenuhi patokan minimal 50%

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

tes saat uji coba II adalah 0,69 sehingga termasuk kategori tinggi yang berarti

instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsepsi siswa tinggi.

Hasil penyusunan dan pengembangan tes diagnostik Optik Geometri secara

umum sudah baik dengan melakukan konsultasi ke Dosen Pembimbing selaku ahli

yang memberikan penilaian tentang materi, konstruksi dan bahasa.

(7)

commit to user

vii

ABSTRACT

Anggraeni Dwi Susilowati. FORMULATION OF PHYSICS DIAGNOSTICS

TEST AT FIRST CLASS OF SENIOR HIGH SCHOOL IN SMA 2 SUKOHARJO. Thesis. Surakarta : Teacher Training and Education Faculty , Sebelas Maret University, December 2011.

The aim of research to formulate and develop a diagnostic test in learning

Physics at first class of senior high school.

This research uses a model of development 4 D (four D model) by S.

Thagarajan, Dorothy S. Semmel, and Melvyn I, Semmel. 4D development model

consists of four main stages, namely: (1) Define, (2) Design, (3) Development and

(4) Dissemination. Object of this research were high school students in class X

SMA Negeri 2 Sukoharjo.

Results of first draft 20 item diagnostics test. Teoritics validation done by

consulting the Supervisor who are assessment of the material, construction and

language. Then empiris validation with twice try out.

First try out conducted in small groups of students by the number of

respondents and 42 students obtained results have not been as many as four

questions can be used to reveal the misconceptions students at least 10% of total

respondents. For the average percentage degree of disclosure of the concept there

are two concepts that do not meet the benchmark of at least 50% can reveal student

misconceptions. The amount of instrument reliability tests while testing so I was

0.29 including the low category, which means the instrument is the level of

regularity in exposing students still low misconception.

Second try out are performed on large groups of students by the number of

respondents 78 students and all questions can already be used to reveal the

misconceptions students at least 10% of total respondents. For the average

percentage degree of disclosure of the concept it meets the minimum benchmark of

50% can reveal student misconceptions. The amount of instrument reliability tests

while testing II is 0.69, so it is a high category which is means the instrument level

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

Generally, results of formulation and development of diagnostic test

Geometric Optics by consulting the Supervisor as the experts who provide an

assessment of the material, construction and language.

(9)

commit to user

ix

MOTTO

“Sungguh bahagialah orang yang mensucikan jiwanya dan merugilah orang

yang mengotorinya” (QS. Asy-Syam:9-10)

“Kupikir keberhasilan itu karena keturunan, ternyata karena ketekunan. Kupikir

yang mahal itu uang dan emas, ternyata kepercayaan dan persahabatan. Kupikir

sukses itu hasil kerja keras ternyata hasil kerja cerdas. Kupikir Allah selalu

mengabulkan setiap permintaan, ternyata Allah hanya memberikan yang kita

butuhkan” (083865543xxx)

“Ketika menginginkan sesuatu, suatu saat akan sirna perlahan-lahan karena

tidak mampu diwujudkan. Namun seiring berjalannya waktu akan muncul suatu

kesempatan yang tak terduga, itulah jawaban dari alam sekitar yang ikut

mendoakan. Berkah Allah sangat luas, setelah kesulitan akan selalu ada

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Ibu (Sunarti), Bapak (Marno), Mbak Ana, Dek

Koko dan seluruh keluarga tercinta.

2. Teman-teman kost “ Hanifah” yang selalu

(11)

commit to user

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi

sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi ini.

Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat dapat

teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuannya, penulis mengucapkan

terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan ijin penelitian.

2. Bapak Sukarmin, S.Pd, M.Si, Ph.D. Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si. Ketua Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas

Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Drs.Sutadi waskito, M.Pd, Pembimbing Akademik (PA) yang senantiasa

memberikan semangat.

5. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd, Dosen Pembimbing I Program Fisika Jurusan P.

MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

6. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Bambang Suryono, Dipl. Ed, Kepala Sekolah SMA Negeri 2

Sukoharjo yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

8. Bapak Drs.Sutrisno, guru mata pelajaran Fisika SMA Negeri 2 Sukoharjo yang

telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan

penelitian.

9. Siswa-siswi kelas X di SMA Negeri 2 Sukoharjo 2010/2011. Terima kasih atas

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

10. Ibu, Bapak, Mas, Nenek, dan segenap keluarga yang telah memberikan do’a

restu serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

11.Teman-teman Fisika terkhusus angkatan 2007.

12.Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

Semoga amal baik semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT.

Dalam skripsi yang telah dikerjakan ini masih jauh dari kesempurnaan

maka sangat diharapkan atas segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Semoga karya ini bermanfaat

bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, Desember 2011

(13)

commit to user

F. Spesifikasi produk yang dikembangkan... 4

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

a. Pengertian Fisika... 15

b. Tujuan Pembelajaran Fisika SMA... 16

3. Konsepsi, Prakonsepsi dan Miskonsepsi Fisika a. Konsepsi ... 14

b. Prakonsepsi ... 15

c. Miskonsepsi Fisika... 16

4. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran a. Model Pengembangan menurut Kemp... . 21

b. Model Pengembangan Menurut Dick & Carey... 23

c. Model Pengembangan 4-D... 26

5. Evaluasi Hasil Pembelajaran a. Evaluasi ... 28

b. Teknik Evaluasi ... 28

6. Cahaya, Bayangan, Hukum Pemantulan, Cermin Datar ... 30

a. Cahaya ... 30

b. Bayangan ... 31

c. Hukum Pemantulan... 32

d. Cermin Datar... 33

B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 35

C. Kerangka Berpikir ... 37

D. Pertanyaan Penelitian ... 38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A. Model Pengembangan... 40

B. Prosedur Pengembangan ... 40

1. Tahap Pendefinisian ... 41

2. Tahap Pendesainan ... 42

3. Tahap Pengembangan ... 42

4. Tahap Pendisseminasian ... 42

C. Uji Coba Produk ... 43

(15)

commit to user

xv

2. Subjek Coba ... 44

3. Jenis Data ... 44

4. Instrumen Pengumpulan Data ... 44

5. Teknik Analisa Data ... 44

a. Teknik Analisa Data ... 46

b. Analisis Telaah Butir Soal ... 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 48

A. Deskripsi Data ... 48

1. Hasil Telaah Ahli... ... 50

2. Hasil Uji coba I... 50

a.Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Soal.. 50

b.Persentase Rata-Rata Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Konsep... 59

3. Hasil Uji Coba II... 59

a. Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Soal.. 59

b. Persentase Rata-Rata Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Konsep... 61

B. Kajian Produk Akhir ... 66

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 68

A. Simpulan ... 68

B. Implikasi ... 68

C. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep... 17

Tabel 3.1 Contoh Tabel Persentase Derajat Kemampuan Siswa Tiap Soal 45

Tabel 3.2 Contoh Tabel Persentase Rata-Rata Kemampuan Siswaa tiap

Konsep ... 46

Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa

per Item Soal ... 50

Tabel 4.2 Persentase Rata-Rata tiap Konsep ... 52

Tabel 4.3 Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa

per Item Soal ... 60

(17)

commit to user

xvii

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 Diagram Model Pengembangan Sistem Pembelajaran

Menurut Kemp... 22

Gambar 2.2 Model Perancangan dan Pengembangan Pengajaran Menurut Dick & Carey ... 24

Gambar 2.3 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D Thigarajan ... 26

Gambar 2.4 Pemantulan Cahaya ... 26

Gambar 2.5 Pemantulan Teratur ... 30

Gambar 2.6 Pemantulan Baur ... 33

Gambar 2.7 Sifat Bayangan pada Cermin Datar ... 34

Gambar 2.8 Pembentukan Bayangan pada Cermin Datar ... 34

Gambar 2.9 Kerangka Berpikir ... 38

Gambar 3.1 Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika ... 40

Gambar 3.2 Desain Uji Coba ... 43

Gambar 4.1 Diagram Batang Hasil Tes Miskonsepsi ... 51

Gambar 4.2 Diagram Persentase Rata-Rata pada tiap Konsep ... 52

Gambar 4.3 Diagram Batang Hasil Tes Miskonsepsi ... 61

Gambar 4.4 Diagram Persentase Rata-Rata pada tiap Konsep ... 62

Gambar 3.1 Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika ... 55

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri 1 ... 71

Lampiran 2 Tes Diagnostik Optik Geometri 1 ... 72

Lampiran 3 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri 2 ... 83

Lampiran 4 Tes Diagnostik Optik Geometri 2 ... 85

Lampiran 5 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri 3 ... 96

Lampiran 6 Tes Diagnostik Optik Geometri 3 ... 98

Lampiran 7 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri Uji Coba 1 ... 108

Lampiran 8 Tes Diagnostik Optik Geometri Uji Coba 1 ... 110

Lampiran 9 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri Uji Coba 2 ... 120

Lampiran 10 Tes Diagnostik Optik Geometri 2 ... 122

Lampiran 11 Lembar Jawab Tes Diagnostik... ... 134

Lampiran 12 Dokumentasi Pelaksanaan tes Uji Coba... ... 135

Lampiran 13 Lembar Telaah Soal ... 136

Lampiran 14 Analisis Jawaban Tes Uji Coba 1 ... 137

Lampiran 15 Analisis Jawaban Tes Uji Coba 2... 139

(19)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat

mengkon-disikan siswa mencapai kemajuan secara maksimal sesuai dengan kemampuan

yang dimilikinya. Seorang guru yang baik akan selalu berusaha menciptakan

pembelajaran yang efektif. Namun pada kenyataannya tidak semua siswa dapat

mencapai kemajuan secara maksimal dalam proses belajarnya. Siswa sering

menghadapi kesulitan atau masalah yang membutuhkan bantuan serta dukungan

dari lingkungan sekitarnya untuk menyelesaikan kesulitan atau masalah tersebut.

Agar dapat membantu siswa secara tepat perlu diketahui terlebih dahulu apakah

kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa tersebut, baru kemudian dianalisis dan

dirumuskan pemecahannya.

Mata pelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai bagian dari mata pelajaran Sains di SMA merupakan kelanjutan dari pelajaran Fisika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang mempelajari sifat materi, gerak dan fenomena lain yang ada hubungannya dengan energi. Selain itu juga mempelajari keterkaitan antara konsep-konsep Fisika dengan kehidupan nyata, pengembangan sikap dan kesadaran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi beserta dampaknya. Tujuan dari mata pelajaran Fisika di SMA yaitu agar siswa mampu menguasai konsep-konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, Fisika diharapkan dapat menjadi pendorong yang kuat terhadap tumbuhnya sikap rasa ingin tahu dan keterbukaan terhadap ide-ide baru serta dapat membantu siswa dalam memahami arti pentingnya berfikir secara kritis.

Sebagian guru tidak menyadari bahwa kemampuan siswa dalam proses

pembelajaran bervariasi. Hal ini terjadi karena biasanya sistem pembelajaran

secara faktual diberikan secara bersama dalam satu kelas. Guru mengajar siswa

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

umur yang sama, pengetahuan sama, kecepatan menerima materi pembelajaran

sama.

Padahal tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama. Ada siswa

yang cepat menerima dan menguasai materi pembelajaran setelah diberikan

contoh dan latihan soal yang relevan namun ada pula siswa yang tetap mengalami

kesulitan belajar meskipun contoh soal dan latihan soal sudah diberikan. Idealnya,

semua siswa perlu mendapatkan perhatian dari guru dengan intensitas yang sama

sehingga mereka bisa berhasil dalam waktu yang bersamaan.

Semua itu perlu dicari apa penyebabnya dan program apa yang dapat

diberikan agar para siswa dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan

guru. Usaha mencari permasalahan belajar dan menentukan penyembuhnya

merupakan kegiatan guru yang masih berada dalam fungsi kisi-kisi kerja remedial

bagi para siswa. Dengan evaluasi diagnostik, diharapkan para guru dapat

mengidentifikasi beberapa siswa yang memiliki kesulitan yang sama. Mereka

dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil untuk dapat menerima

pengajaran remidi. Jika jumlahnya banyak, mereka diberi pengajaran secara

bersamaan sedangkan jika jumlahnya sedikit, mereka dapat diberi pengajaran

secara individual.

Oleh sebagian siswa, mata pelajaran Fisika masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena Fisika adalah mata pelajaran yang banyak menuntut intelektualitas yang relatif tinggi sehingga sebagian siswa mengalami kesulitan mempelajarinya.

(21)

commit to user

Untuk mengantisipasi hal tersebut, evaluasi harus dilakukan secara sistematis dan kontinu agar dapat menggambarkan kemampuan siswa. Kesalahan utama yang sering terjadi di antara para guru adalah bahwa evaluasi hanya dilakukan pada saat-saat tertentu, seperti pada akhir unit, pertengahan, atau akhir suatu program pengajaran. Akibat yang terjadi adalah minimnya informasi tentang para siswa sehingga menyebabkan banyaknya perlakuan prediksi guru menjadi bias dalam menentukan posisi mereka dalam kegiatan kelasnya.

Untuk itu perlu adanya tes diagnostik dalam menganalisis kesulitan yang dialami siswa, namun guru masih mengalami kebingungan perihal model asesmen yang baik agar dapat merekam dan menganalisis kesulitan yang dialami oleh siswa.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penyusunan Tes Diagnostik Fisika SMA Kelas X di SMA 2 Sukoharjo”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut,dapat diidentifikasi

beberapa masalah sebagai berikut:

1. Pelajaran fisika yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa.

2. Perbedaan daya tangkap konsep siswa dengan pembelajaran yang diberikan

oleh guru.

3. Permasalahan fisika yang sulit untuk dipecahkan oleh siswa.

4. Rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

5. Kesulitan siswa untuk menguji tingkat kepahamannya tentang suatu konsep

fisika yang telah diajarkan oleh guru.

6. Kesulitan guru dalam merekam kesulitan yang dialami oleh siswanya.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di

atas, maka dalam penelitian ini penulis membatasi dengan ruang lingkup dan

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

1. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi kesalahan-kesalahan

konsep (miskonsepsi) yang dialami siswa kelas X.

2. Objek penelitian difokuskan pada siswa SMAN 2 Sukoharjo kelas X

3. Pokok Bahasan konsep yang diteliti adalah tentang Perambatan cahaya,

hukum pemantulan cahaya, bayangan, cermin datar

D. Perumusan Masalah

Permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimanakah bentuk tes diagnostik yang dapat diberikan pada siswa agar

memenuhi standar dalam pembelajaran fisika siswa kelas X SMA?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun dan mengembangkan tes

diagnostik yang standar dalam pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Atas

kelas X semester genap.

F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Dari penelitian ini diharapkan akan menghasilkan butir soal diagnostik

yang mengungkap miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Bentuk soal yang dipilih

peneliti adalah pilihan ganda beralasan. Tujuan dari bentuk soal pilihan ganda

beralasan adalah untuk mempermudah peneliti dalam mendiagnosis kesalahan

konsep yang terjadi pada siswa.

G. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis.

Soal tes diagnostik yang tersusun diharapkan dapat menambah keragaman tes

yang digunakan dalam proses pembelajaran.

2. Manfaat Praktis

Dengan tersusunnya soal tes diagnostik, diharapkan dapat dipakai sebagai alat

(23)

commit to user

H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

Asumsi

Dalam pembelajaran fisika masih terjadi miskonsepsi pada siswa dalam

memahami konsep fisika.

Keterbatasan pengembangan

Penelitian ini hanya mengembangkan tes diagnostik untuk

mengidentifikasi kesalahan-kesalahan konsep pada siswa. Keterbatasan lain

adalah uji coba dilaksanakan dua kali setelah proses pembelajaran materi alat

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian pengembangan, perangkat

pembelajaran yang dikembangkan adalah Tes Hasil Belajar (THB) yang berupa

tes diagnostik untuk mengidentifikasi miskonsepsi Fisika pada siswa. Model

pengembangan yang digunakan yaitu model pengembangan 4 D (four D model)

oleh S. Thagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model

pengembangan 4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) Define (Pendefinisian), (2)

Design (Perancangan), (3) Develop (Pengembangan) dan Disseminate

(Penyebaran).

B. Prosedur Pengembangan

Untuk memperoleh soal tes diagnostik yang mampu menidentifikasi

miskonsepsi siswa, maka dilakukan penelitian pengembangan dengan

menggunakan model 4 D, melalui langkah pendefinisian, pendesainan,

pengembangan dan pendessimenasian. Alur desain penelitian ini dapat dilihat

dalam gambar 1 di bawah ini:

Gambar 3.1. Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika Pengembangan

1. Bentuk tes pilihan ganda beralasan

2. Isi tes bertujuan untuk mengidentifikasi

(25)

commit to user

Berikut ini secara lebih terperinci langkah-langkah pengembangan Soal

Tes Diagnostik Fisika agar mampu mengidentifikasi miskonsepsi siwa yang telah

dilakukan.

1. Tahap Pendefinisian

Pada tahap pendefinisian ini peneliti melakukan anlisis materi optik

geometri dan selanjutnya memutuskan untuk mengungkap adanya miskonsepsi

mengenai konsep:

a. Perambatan cahaya

Pada konsep perambatan cahaya ini dibagi menjadi 8 subkonsep yaitu

Cahaya terjadi karena adanya sumber cahaya, Cahaya merupakan suatu bentuk

gelombang elektromagnet, Cahaya merambat lurus jika berada pada medium yang

seragam, Cahaya dipantulkan saat menyentuh dinding penghalang, Kecepatan

cahaya berbanding terbalik dengan indeks bias medium, Kecepatan cahaya tidak

dipengaruhi sumber cahayanya, Cahaya mengalami pembiasan jika kecepatan

cahaya berubah.

b. Hukum Pemantulan

Pada konsep hukum pemantulan dibagi menjadi 2 subkonsep yaitu Sinar

datang, garis normal dan sinar pantul terletak pada sebuah bidang datar, Besar

sudut datang sama dengan sudut pantul

c. Bayangan

Konsep bayangan dibagi menjadi 5 subkonsep yaitu Bayangan terbentuk

ketika berkas cahaya mengenai benda yang tak tembus cahaya, Bayangan umbra

(inti) yaitu bayangan yang benar-benar gelap atau dengan kata lain bayangan yang

tidak mendapat cahaya sama sekali, Bayangan penumbra yaitu bayangan yang

tidak terlalu gelap atau dengan kata lain bayangan yang masih mendapatkan

cahaya, Kejelasan bayangan dipengaruhi ukuran titik pusat sumber cahaya,

Kejelasan bayangan dipengaruhi oleh jarak antara sumber cahaya dan benda.

d. Pemantulan pada Cermin datar

Konsep pemantulan pada cermin datar dibagi menjadi 5 subkonsep yaitu

Bayangan pada cermin datar terbentuk berdasarkan prinsip hukum pemantulan

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

sama dengan jarak benda ke cermin, Tinggi bayangan yang dibentuk cermin datar

sama besar dengan tinggi bendanya, Cermin datar minimal harus mempunyai

tinggi setengah kali tinggi orang untuk melihat ukuran sebagai manusia seutuhnya

2. Tahap Pendesainan

Hasil analisis materi digunakan sebagai acuan untuk menyusun kisi-kisi

soal. Desain kisi-kisi soal yang disusun oleh peneliti berisi tentang konsep,

subkonsep, bentuk soal, nomor soal dan kunci jawaban. Kisi-kisi soal ini

merupakan panduan peneliti dalam mengembangkan tes diagnostik yang akan

digunakan, untuk selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.

3. Tahap Pengembangan

Dalam mengembangkan tes diagnostik ini, soal dibuat dalam bentuk

pilihan ganda beralasan dengan tujuan memudahkan peneliti dalam menganalisis

kesalahan-kesalahan konsep (miskonsepsi) Fisika yang dialami oleh siswa. Soal

yang dibuat harus memuat tentang kesalahan-kesalahan konsep fisika yang

dialami oleh siswa. Setelah tes dibuat dikonsultasikan kepada penelaah yang

memiliki keterampilan, yaitu dosen pembimbing sebagai ahli yang melakukan uji

validitas teoritik, isi, kebahasaan dan guru yang mengajarkan materi fisika di

SMA Negeri 2 Sukoharjo. Setelah dikonsultasikan kepada penelaah, soal

diujicobakan kepada siswa kemudian direvisi oleh peneliti dengan panduan ahli

agar menghasilkan soal yang validitas isinya terpenuhi. Hasil penelaahan dari tim

ahli secara lengkap dapat dilihat di lampiran 2.

4. Tahap Pendisseminasian

Pada tahap pendisseminasian ini, akan dilakukan uji coba tes diagnostik

melalui empat langkah yaitu:

a. review soal oleh ahli pengembangan tes

(27)

commit to user

yang memenuhi unsur kriteria yang baik, maka digunakan lembar telaah soal yang dapat dilihat secara lengkap pada lampiran 3.

b. diuji-cobakan kepada siswa yang pernah mengikuti pelajaran Fisika materi

Cahaya.

Uji coba dilakukan kepada siswa SMA Negeri 2 Sukoharjo sebanyak 2 kali.

Uji coba pertama dengan jumlah siswa kelompok kecil yaitu 42 siswa.

Selanjutnya setelah dilakukan revisi, maka uji coba kelompok yang lebih

besar yaitu 78 siswa.

C. Uji Coba Produk

1. Desain Uji Coba

Untuk mengidentifikasi validitas isi dipergunakan uji coba ahli dan guru

mata pelajaran sedangkan untuk menguji komponen-komponen soal yang

konsisten satu sama lain dipergunakan validitas empiris yang berupa uji coba pada

siswa kelompok kecil dan besar kemudian dicari reliabilitasnya. Desain uji coba

tes diagnostik dapat dilihat pada digram berikut :

Gambar 3.2 Desain Uji Coba Tes Diagnostik

dianalisis pakar

Siswa kelompok kecil Revisi Uji Coba I

Tes Diagnostik

Siswa kelompok besar Analisis Kebutuhan

Kebutuhan Siswa Kebutuhan Instrumen

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

2. Subjek Coba

Subjek coba dipilih siswa yang telah mendapatkan materi cahaya sehingga

konsep yang ada dalam diri siswa masih hangat dan tertanam di otak. Uji coba

dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo.

3. Jenis Data

Dari uji coba yang dilakukan akan diperoleh data kuantitatif yang berupa

angka-angka hasil penilaian dari soal yang diujikan untuk dihitung tingkat

realibilitas dari soal diagnostik yang dibuat.

4. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa Instrumen Non-tes yang

terdiri dari :

a) Format Penelaahan Butir Soal

Dalam menganalisis butir soal secara kualitatif, penggunaan format

penelaahan soal akan membantu dan mempermudah prosedur pelaksanaan

penelaahan soal. Format penelaahan ini digunakan sebagai dasar untuk

menganalisis setiap butir soal.

b) Lembar Observasi

Lembar observasi ini berupa catatan-catatan kecil peneliti saat mengawasi

siswa yang sedang mengerjakan tes diagnostik. Catatan ini berisi

kekurangan-kekurangan soal yang ditemukan peneliti berdasarkan keluhan siswa yang

mengerjakan soal.

5. Teknik Analisis Data

a. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif. Hasil analisis deskriptif ini diperoleh dari hasil analisis data kuantitatif

dalam bentuk persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep tentang

(29)

commit to user

datar. Batas minimal miskonsepsi yang mampu dideteksi adalah sebesar 10%

untuk tiap item soal.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk analisis deskriptif ini adalah sebagai

berikut :

1. Analisis Hasil Telaah Ahli

2. Analisis Hasil Uji Coba

Jawaban siswa diperiksa dan dikategorikan dalam tabel

Tabel 3.1 Contoh Tabel Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan

Siswa per Item Soal

Adapun pengkategorian jawaban siswa sebagai berikut :

a. Jawaban siswa termasuk kategori memahami bila:

1) Jawaban benar dan alasan benar .

b. Jawaban siswa termasuk kategori miskonsepsi bila:

1) Jawaban salah, penjelasan menunjukkan bahwa konsep yang dipahami

sudah benar.

2) Jawaban benar, namun penjelasan atas jawaban tidak berhubungan dengan

pertanyaan.

3) Jawaban salah dan penjelasan jawaban tidak berhubungan dengan

pertanyaan.

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Tabel 3.2. Contoh Tabel Persentase Derajat Rata-Rata Mengungkap Kemampuan siswa tiap Konsep

Batas agar konsep soal dapat digunakan adalah minimal dapat mengungkap

miskonsepsi sebesar 50%. Jika masih belum memenuhi kriteria, maka akan

dilakukan Tes Uji Coba II. Dari tabel 3 dan 4 kemudian dibuat diagram batang

untuk kemudian analisis.

Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika

tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian realibilitas

adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama atau

seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak

berarti.

Untuk mengukur reliabilitas tes dalam penelitian digunakan rumus Kuder

Richardson (KR-20) yaitu

Perhitungan reliabilitas tes secara keseluruhan dengan KR-20.

Proporsi subyek yang menjawab item soal dengan benar.

Proporsi subyek yang menjawab item soal dengan salah.

Jumlah hasil perkalian antara p dan q.

Banyaknya item.

Varian.

Kriteria :

0,00 ≤ r11 < 0,20 : reliabilitas sangat rendah

0,20 ≤ r11 < 0,40 : reliabilitas rendah

(31)

commit to user 0,60 ≤ r11 < 0,80 : reliabilitas tinggi

0,80 ≤ r11 < 1,00 : reliabilitas sangat tinggi

(Departemen Pendidikan Nasional.2009:16)

b. Analisis Telaah Butir Soal

Penalaahan butir soal ini dilakukan oleh tim ahli. Dalam menganalisis butir

soal secara kualitatif digunakan format penelaahan butir soal yang digunakan

sebagai dasar untuk menganalisis setiap butir soal. Penganalisisan soal ini dinilai

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang

terjadi melalui pengalaman, bukan karena pertumbuhan atau perkembangan

tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Proses belajar terjadi melalui

banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja, berlangsung sepanjang waktu

dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang

dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman,

keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu. Sedangkan

pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sebagai

sumber belajarnya. Jadi belajar di sini diartikan sebagai proses perubahan perilaku

tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang

terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru,

serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri.

Setiap individu pasti mengalami proses belajar. Belajar dapat dilakukan

oleh siapapun, baik anak-anak, remaja, orang dewasa maupun orang tua, dan akan

berlangsung seumur hidup. Belajar merupakan kegiatan pokok yang harus

dilaksanakan dalam pendidikan di sekolah. Tujuan pendidikan akan tercapai

apabila proses belajar dalam sekolah dapat berlangsung dengan baik, yaitu proses

belajar yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.

Dalam Dimyati dan Mudjiono (2002: 9), Skinner berpandangan bahwa

belajar merupakan suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya

menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun.

Sehingga dalam belajar akan ditemukan adanya hal berikut :

1) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon bagi pebelajar

(33)

commit to user

3) Konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi

pada stimulus yang menguatkan konsukensi tersebut. Sebagai contoh respon

untuk si pebelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku respon yang

tidak baik diberi teguran dan hukuman.

Menurut Gagne Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil

belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki ketrampilan,

pengetahuan, sikap, dan nilai. Beliau juga mengatakan bahwa belajar terdiri dari

tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar.

Dapat diterangkan sebagai berikut :

1) Belajar merupakan interaksi antara “keadaan internal dan proses kognitif

siswa” dengan “stimulus dari lingkungan.”

2) Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar

tersebut terdiri dari informasi verbal, ketrampilan intelek, ketrampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 10-11).

Belajar menurut pandangan Piaget merupakan pengetahuan yang

dibentuk oleh individu. Individu melakukan interaksi terus menerus dengan

lingkungan sehingga lingkungan mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi

dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang

Pendapat Rogers praktek pendidikan di sekolah tahun 1960-an

menitikberatkan pada segi pengajaran bukan siswa yang belajar. Praktek tersebut

ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan,

perilaku dan ketrampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Dalam proses

belajar tersebut individu menggunakan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik

sehingga menjadi baik.

b. Teori Belajar

Ada beberapa macam teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli,

antara lain :

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Teori pengetahuan Piaget merupakan teori adaptasi kognitif. Setiap

organisme selalu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat mempertahankan

dan mengembangkan hidup serta struktur pemikiran manusia. Tantangan,

pengalaman gejala yang baru dan skema pengetahuan yang telah dimiliki

seseorang diharapkan untuk lebih berkembang menjadi pengalaman-pengalaman

baru. Semua pengetahuan adalah suatu konstruksi (bentukan) dari kegiatan atau

tindakan seseorang.

Jadi menurut Piaget setiap pengetahuan merupakan pengetahuan fisis,

matematis-logis, atau sosial. Yang paling penting dari pembentukan pengetahuan

itu adalah tindakan atau kegiatan anak terhadap suatu benda dan interaksi dengan

orang lain.

2) Teori Belajar menurut Posner

Teori belajar menurut Posner merupakan suatu teori perubahan konsep.

Dalam proses belajar ada proses perubahan konsep yang mirip dengan yang ada

dalam filsafat sains tersebut. Tahap pertama perubahan konsep disebut asimilasi

dan tahap kedua disebut akomodasi. Dengan asimilasi siswa menggunakan

konsep-konsep yang telah mereka miliki. Untuk berhadapan dengan fenomena

yang baru. Sedangkan dengan akomodasi siswa mengubah konsepnya yang tidak

cocok lagi dengan fenomena baru yang dihadapi.

Teori perubahan konsep merupakan suatu teori dimana dalam proses

pengetahuan seseorang mengalami perubahan konsep. Pengetahuan seseorang

tidak sekali jadi melainkan merupakan proses perkembangan yang terus menerus..

3) Teori Belajar menurut Ausubel

Menurut Ausubel dalam Ratna Wilis Dahar (1989 : 110-114) ada dua

jenis belajar :

a) Belajar bermakna, (meaningful learning) yaitu proses mengkaitkan

informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Peristiwa psikologi tentang belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi barupada pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognotif seseorang.

b) Belajar menghafal (rote learning) yaitu bila dalam struktur kognitif

(35)

commit to user

Teori belajar menurut Ausubel sangat dekat dengan inti dari

konstruktivisme. Keduanya sama-sama menekankan pentingnya pelajar

mengasosiasikan pengalaman, fenomena dan fakta. Fakta baru ke dalam sistem

pengertian yang sudah dimiliki. Dan juga menekankan pentingnya asimilasi

pengalaman baru dengan konsep yang sudah dimiliki siswa.

4) Teori Belajar menurut Jonassen

Teori ini dinamakan pula teori skema dimana pengetahuan disimpan

dalam suatu paket informasi, atau skema yang terdiri dari konstruksi mental

gagasan kita. Skema adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk

mengerti sesuatu hal, menemukan jalan keluar atau memecahkan persoalan.

Menurut teori skema seseorang belajar dengan mengadakan

restrukturisasi atas skema yang ada, baik dengan menambah maupun dengan

mengganti skema itu. Teori ini mirip dengan teori Piaget yang menggunakan

asimilasi dan akomodasi. Perbedaannya adalah bahwa teori skema tidak

menjelaskan proses pengetahuan tetapi lebih bagaimana pengetahuan manusia itu

tersimpan dan tersusun.

Menurut Subiyanto dalam Trianto (2010:17) unsur terpenting dalam

mengajar ialah merangsang serta mengarahkan siswa belajar. Mengajar pada

hakekatnya tidak lebih dari sekadar menolong para siswa untuk memperoleh

pengetahuan, keterampilan, sikap, serta ide dan apresiasi yang menjurus kepada

perubahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa.

Cara mengajar guru yang baik merupakan kunci dan prasyarat bagi siswa

untuk dapat belajar dengan baik. Salah satu tolok ukur bahwa siswa telah belajar

dengan baik ialah jika siswa itu dapat mempelajari apa yang seharusnya dipelajari,

sehingga indikator hasil belajar yang diinginkan dapat dicapai.

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang

tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan

sebagai produk interkasi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman

hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran hakikatnya adalah usaha

sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interkasi

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

diharapkan. Dari makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi

dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana antara keduanya terjadi

komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah

ditetapkan sebelumnya. (Trianto (2010:17)

c. Belajar Konsep

Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep

merupakan batu-batu pembangun dalam berpikir. Konsep-konsep juga merupakan

dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan

prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan suatu masalah, seorang

siswa harus mengetahui aturan-aturan yang didasrkan pada konsep yang

diperolehnya.

Dasar dari belajar konsep seperti halnya bentuk belajar yang lain adalah

asosiasi stimulus dan respon. Menurut Paul Suparno (2005:3) "biasanya konsep

awal itu kurang lengkap atau kurang sempurna, maka perlu dikembangkan atau

dibenahi dalam pelajaran formal. Disinilah pentingnya pendidikan formal".

Piaget menyatakan dalam pembelajaran konsep seorang anak tidak

terlepas pada proses akomodasi dan asimilasi. Proses akomodasi yang digunakan

anak-anak untuk memperbaiki skema mereka mirip yang digunakan oleh para

ilmuwan untuk memperbaiki skema teknis mereka, kita terkadang mendapati

bahwa pandangan kita mengenai dunia terbukti keliru. Sedangkan proses

asimilasi merupakan kebalikan dari proses akomodasi yaitu dimana seorang guru

dihadapkan pada fakta bahwa skemata seorang anak bersifat stabil. Menurut

Paulou dalam Ratna Wilis Dahar (1989:86) bahwa perbedaan utama belajar

konsep dengan belajar yang lain adalah dalam belajar konsep anak yang belajar

memberikan suatu respon terhadap sejumlah stimulus.

Dalam dunia pendidikan ada tiga ranah tujuan pendidikan yang sangat

dikenal, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut teori Gagne, kapabilitas

siswa pada ranah kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan menggunakan

aktivitasnya sendiri. Kemampuan tersebut meliputi penggunaan konsep dan

(37)

commit to user

kognitif Gagne dikatakan bahwa pengajaran yang baik tidak hanya memberikan

informasi tetapi juga menggerakkan siswa agar menaiki hierarki menuju level

pengetahuan yang semakin tinggi.

Benyamin S. Bloom telah mengembangkan taksonomi untuk domain

kognitif. Kemudian oleh Anderson dan Krathwohl (2001) domain kognitif Bloom

tersebut direvisi dari satu dimensi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi proses

kognitif (cognitive process) dan dimensi pengetahuan (types of knowledge).

(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_bio_043607_chapter2.pdf)

Dimensi proses kognitif merupakan hasil revisi dari taksonomi Bloom

ranah kognitif. Anderson mengklasifikasikan proses kognitif menjadi enam

kategori, yaitu:

1) Pertanyaan mengingat (Remember) ialah kemampuan untuk menghafal,

mengingat, atau mengulangi informasi yang pernah diberikan.

2) Pertanyaan Memahami (Comprehention) ialah kemampuan untuk

me-nafsirkan, meringkas, dan menjelaskan dengan menggunakan bahasa sendiri.

3) Menerapkan (Application) ialah kemampuan untuk menjalankan dan

meng-implementasikan suatu informasi, teori, dan prosedur (widodo, 2006).

4) Menganalisis (Analyze) ialah kemampuan menguraikan suatu permasalahan ke

unsur-unsurnya dan menentukan hubungan antar unsur-unsur tersebut

5) Mengevaluasi (Evaluate) ialah kemampuan untuk memeriksa dan mengkritik

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

6) Membuat (create) ialah kemampuan untuk membuat, me-rencanakan, dan

memproduksi.

Sedangkan dimensi pengetahuan diklasifikasi menjadi empat kategori,

yaitu:

1) Pengetahuan Faktual (Factual Knowledge) ialah pengetahuan tentang

terminologi dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur

2) Pengetahuan Konseptual (Conceptual Knowledge) ialah pengetahuan tentang

klasifikasi dan kategorisasi, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi serta

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

3) Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge) ialah pengetahuan tentang

prosedural, teknik, dan metode yang berhubungan dengan bidang tertentu.

4) Pengetahuan metakognitif (Metacognitive Knowledge) ialah pengetahuan

strategik, pengetahuan tugas kognitif dan pengetahuan tentang diri sendiri.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah

menghafal konsep tetapi memperhatikan konsep-konsep awal (pengetahuan awal)

yang dihubungkan dengan konsep baru atau konsep-konsep lain melalui proses

akomodasi dan asimilasi sehingga diperoleh konsep akhir yang diharapkan.

Dengan demikian konsep baru yang masuk dalam struktur kognitif tidak berdiri

sendiri melainkan satu kesatuan dan memiliki arti atau bermakna.

2. Pembelajaran Fisika SMA

a. Pengertian Fisika

Ilmu fisika merupakan salah satu cabang dalam Ilmu Pengetahuan Alam

(IPA). IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan

menggunakan metode-metode yang didasarkan pada observasi dan tersusun secara

sistematik yang didalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala

alam. Fisika adalah ilmu yang lahir berdasarkan fakta, hasil-hasil pemikiran

maupun eksperimen yang dilakukan para ahli.

Menurut Brockhous dalam Hebert Druxes (1986 : 3) mengemukakan

bahwa fisika adalah pelajaran tentang kejadian alam, yang memungkinkan

penelitian dengan pengukuran dan percobaan, pengujian secara matematis dan

berdasarkan peraturan umum. Sedangkan menurut Gerthsen dalam Hebert Druxes

(1986 : 3) bahwa fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam

sesederhana mungkin dan berusaha menemukan antar kenyataan-kenyataan,

persyaratan utama untuk pemecahan persoalan adalah dengan mengamati

gejala-gejala tersebut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa fisika adalah salah satu cabang dari ilmu

pengetahuan alam yang berusaha menguraikan dan menjelaskan gejala-gejala

(39)

commit to user

melalui pengalaman dan penyelidikan, prediksi dan proses yang dapat dipelajari

dengan teori.

b. Tujuan Pembelajaran Fisika SMA

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006

dalam Paul Suparno (2009:76) menyatakan bahwa mata pelajaran fisika di

SMA/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam hal: (1)

membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan

keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; (2)

memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat

bekerjasama dengan orang lain; (3) mengembangkan pengalaman untuk dapat

merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan,

merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan

menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan

tertulis; (4) mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif

dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan

berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun

kuantitatif; dan (5) menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai

keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal

untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Karena tujuan pendidikan fisika untuk mengembangkan kemampuan

melakukan kerja ilmiah, penalaran, dan penguasaan konsep, prinsip, dan

ketrampilan maka dalam pembelajaran guru fisika menggunakan model

pembelajaran dan pendekatan yang dapat membantu pencapaian kemampuan

tersebut di atas. Model pembelajaran yang hanya menekankan pada hafalan tidak

cocok untuk mencapai tujuan tersebut karena tidak memberikan kemampuan

siswa untuk bernalar dan melakukan kerja ilmiah. Pendekatan inkuiri dimana

siswa menggunakan metode ilmiah, pendekatan problem solving dimana siswa

(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

siswa sendiri aktif mencerna dan merumuskan konsep lebih cocok digunakan

dalam proses pembelajaran fisika sekarang ini.

3. Konsepsi, prakonsepsi, dan miskonsepsi Fisika

a. Konsepsi

Van den Berg (1991 : 10) menyatakan bahwa “Konsepsi adalah tafsiran

perorangan dari suatu konsep ilmu”. Misal, inti konsep dari proses melihat sebuah

benda adalah benda dapat dilihat oleh mata sebab benda tersebut memancarkan

cahaya sendiri atau memantulkan cahaya yang berasal dari sumber cahaya yang

mengenainya kemudian cahaya tersebut sampai ke mata. Akan tetapi banyak

siswa yang memiliki konsepsi berbeda, mereka cenderung berpikir bahwa benda

dapat dilihat oleh mata karena benda tersebut hanya memantulkan cahaya yang

mengenainya sampai ke mata.

Definisi konsep menurut Rooser dalam Ratna Wilis (1989 : 80) adalah

"suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian,

kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut

yang sama".

Setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya. Menurut

Ratna Wilis (1989:88-89), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep dapat

di-bedakan menjadi empat yaitu :

1) Tingkat Konkret. Kita dapat menyimpulkan bahwa seseorang telah

mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkunganya.

2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu

objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan melihatnya.

3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal

(41)

batas-commit to user

batas tertentu itu ekuivalen, mengklasifikasikan contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh dari konsep, sekalipun contoh-contoh dan non conto-non contoh itu mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip.

4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa

harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non contoh dari konsep.

Dari pengertian konsep dan Fisika, dapat disimpulkan bahwa konsep

Fisika adalah ide abstrak yang digunakan untuk memahami dan mempelajari

tentang teori yang menerangkan gejala-gejala alam sederhana dan hubungan

antara kenyataan-kenyataannya.

Dalam belajar fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan syarat

mutlak untuk mencapai keberhasilan belajar fisika. Hanya dengan penguasaan

konsep fisika seluruh permasalahan fisika dapat dipecahkan. Hal ini menunjukkan

bahwa pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut

pemahaman konsep bahkan aplikasi konsep tersebut.

b. Prakonsepsi

Van den Berg (1991: 10) menyatakan bahwa “Prakonsepsi adalah

konsepsi yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah

mendapatkan pelajaran formal”.

Siswa memasuki kelas untuk belajar Fisika, siswa telah memiliki

pengetahuan tertentu tentang fisika yang disebut prakonsep. Sebagai contoh siswa

telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan

dengan konsep optik geometri oleh karena itu siswa sudah banyak

mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan.

Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan

tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep siswa akan

mempengaruhi proses belajar mengajar.

Filsafat konstruktivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan

itu dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan,

tantangan, dan bahan yang dipelajari. Oleh karena siswa sendiri yang

(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

sebelum mereka mendapatkan pelajaran formal tentang bahan tertentu. Mereka

mengonstruksi sendiri hal itu karena pengalaman hidup mereka. Inilah yang

disebut prakonsepsi atau konsep awal siswa (Paul Suparno: 30-31).

Pengetahuan awal di atas sering kali tidak cocok dengan pengetahuan yang

diterima oleh para pakar, dan menjadi suatu miskonsepsi. Sebagai contoh siswa

telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan

dengan konsep dinamika partikel, oleh karena itu siswa sudah banyak

mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan.

Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan

tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep yang dimiliki

siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar siswa pada tahap selanjutnya.

c. Miskonsepsi Fisika

1) Miskonsepsi dan sebab-sebabnya

“Biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa dalam pemahaman antar konsep”(van den Berg, 1991: 10). Kesalahan pemahaman konsep

(miskonsepsi) terjadi bila dalam otak siswa salah satu atau lebih dari hubungan

tersebut sering salah dan menyebabkan respon yang salah terhadap soal-soal yang

menyangkut hubungan tersebut. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa kesalahan pemahaman (miskonsepsi) merupakan kesalahan

dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep-konsep lain, antara konsep

yang diberikan oleh guru dengan konsep yang telah dimiliki oleh seseorang,

sehingga terbentuk konsep yang salah.

Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi

penyebab miskonsepsi pada siswa dan mengelompokkannya menjadi lima

kelompok, yaitu : siswa, guru, buku teks, dan metode mengajar. Penyebab yang

berasal dari siswa antara lain prakonsepsi awal, kemampuan tahap perkembangan,

minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab dari guru dapat berupa

ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak

tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Penyebab

miskonsepsi dari buku teks biasanya disebabkan karena terdapat penjelasan atau

(43)

commit to user

Abraham dan kawan-kawan (1994) membagi derajat pemahaman konsep

menjadi tiga kelompok, yaitu derajat tidak memahami, derajat miskonsepsi, dan

derajat memahami konsep. Pengelompokkan ini didasarkan pada

pengelompokkan derajat pemahaman yang dilakukan oleh Marek (1986) dan

dikutip oleh Abraham (1994) seperti terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep

No. Kategori Derajat Pemahaman Kriteria

1. Tidak

a. tidak ada jawaban / kosong

b. menjawab “saya tidak Miskonsepsi banyak terjadi dalam bidang fisika. Wandersee, Mintzes, dan

Novak (1994), dalam artikelnya mengenai Research on Alternative Conceptions

in Science, menjelaskan bahwa konsep alternative atau miskonsepsi terjadi dalam

semua bidang Fisika. Dari 700 studi mengenai miskonsepsi bidang Fisika, ada 300

yang meneliti tentang miskonsepsi dalam mekanika; 159 tentang listrik; 70

tentang panas, optika, dan sifat-sifat materi; 35 tentang bumi dan antariksa; serta

10 studi mengenai fisika modern. Cukup jelas bahwa bidang mekanika berada di

urutan teratas dari bidang-bidang fisika yang mengalami miskonsepsi (Paul

(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Drs. Antonius Darjito dan euwe van

den berg yang mencari miskonsepsi siswa mengenai arus dan tegangan elektrik

diperoleh beberapa miskonsepsi, antara lain semakin jauh dari kutub positif

sumber, semakin kecil arus listrik, jadi sebagian arus diserap dalam lampu dan

resistor (disebut model konsumsi). Miskonsepsi yang lain jika ada komponen

yang ditambah, hanya arus sesudah komponen tersebut yag dipengaruhi, tetapi

besar arus sebelum komponen tetap sama seperti semula. Serta kebanyakan siswa

memandang sumber tegangan sebagai sumber arus tetap daripada sumber

tegangan tetap. Selanjutnya adalah jika ada lampu dalam rangkaian seri atau

paralel yang dicabut, beda potensial kabel yang masuk tempat lampu yang kosong

dan kabel yang keluar dianggap nol.

Miskonsepsi juga terjadi di bidang Mekanika. Penelitian yang dilakukan

Arons menyebutkan bahwa beberapa siswa salah mengerti akan konsep kecepatan

sesaat dan percepatan sesaat. Mereka memahami istilah sesaat sebagai “suatu waktu interval” meskipun merupakan interval yang sangat kecil. (Paul Suparno,

2005:12).

2) Beberapa fakta mengenai miskonsepsi dan saran untuk mengatasinya

Berdasarkan definisi miskonsepsi yang telah dijelaskan, terdapat

beberapa fakta mengenai miskonsepsi, yaitu :

a) Miskonsepsi sulit sekali untuk diperbaiki

b) Seringkali siswa mengalami miskonsepsi terus-menerus. Soal-soal yang

sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit

miskonsepsi akan muncul kembali.

c) Sering terjadi regresi, yaitu siswa yang yang sudah mengatasi miskonsepsi

beberapa bulan kemudian salah lagi.

d) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau

dihindari.

e) Siswa, mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi.

f) Siswa yang pandai dan yang lemah keduanya dapat terkena miskonsepsi. (van

(45)

commit to user

Dalam papernya, Stephan mengajukan langkah agar siswa sadar dengan

miskonsepsi yang dialaminya dan mencari kebenarannya. Langkah tersebut adalah

a) Siswa sadar tentang suatu konsep dengan memikirkan konsep tersebut dan

membuat prediksi sebelum melakukan aktivitas.

b) Siswa membuka wawasannya dengan melakukan sharing, pada awalnya

dalam kelompok kecil dan kemudian di dalam kelas.

c) Siswa menguji keyakinannya dengan tes dan mendiskusikannya pada

kelompok kecil dan kemudian di dalam kelas.

d) Siswa bekerja untuk memecahkan konfliknya dengan membandingkan idenya

dengan pengamatan dengan demikian akan terbentuk konsep baru.

e) Siswa menyamakan konsep dengan mencoba membuat hubungan antara

konsep yang dipelajari di kelas dan kehidupan sehari-hari.

f) Siswa didorong untuk menjawab pertanyaan tambahan dengan beberapa

pilihan yang berhubungan dengan konsep tersebut.

Identifikasi miskonsepsi salah satunya dapat dilakukan dengan

mem-berikan tes diagnostik pada siswa. Depdiknas (2007:1) menyatakan tes diagnostik

adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa

sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak

lanjut berupa perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki

siswa. Daryanto(2008:13) menyatakan bahwa tes diagnostik bertujuan

mendiagnosis kesulitan belajar siswa untuk mengupayakan perbaikannya.

Eric Mazur (1997: 26) menyatakan kriteria yang seharusnya dimiliki oleh

soal tes konsep adalah "1) focus on a single concept, 2) not be solvable by relying

on equations, 3) have adequate multiple-choice answers, 4) be unambiguously

worded, 5) be neither too easy nor too difficult". Atau dengan kata lain soal test

yang baik memiliki kriteria 1) fokus pada satu konsep, 2) tidak dapat diselesaikan

dengan mengandalkan persamaan matematis, 3) jawaban soal dapat dibuat dalam

bentuk pilihan ganda, 4) kata-katanya tidak ambigu, 5) tidak terlalu mudah dan

(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Ada beberapa macam tes diagnostik yang digunakan untuk

mengidentifikasi miskonsepsi siswa, diantaranya adalah dengan memberikan soal

tes berbentuk multiple choice dengan reasoning terbuka, beberapa peneliti lain

menggunakan pilihan ganda (multiple choice) dengan alasan yang sudah

ditentukan. Sebagian lagi menggunakan tes esai untuk mendeteksi miskonsepsi.

Adapun kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jenis tes diagnostik

tersebut adalah sebagai berikut:

1) Tes multiple choice dengan reasoning terbuka

Tes multiple choice dengan reasoning terbuka adalah soal tes konsep yang

berbentuk pilihan ganda dimana siswa diharuskan untuk menuliskan alasan dari

jawaban yang ia pilih. Tes multiple choice beralasan adalah suatu cara yang

ditempuh antara lain dengan mengontrol suatu item menggunakan suatu item lain

dimana kedua item tersebut mempersoalkan hal yang sama. Dengan cara ini siswa

dianggap benar atau memahami jika pilihan dan alasan yang diberikan siswa juga

benar.

Kelebihan dari bentuk soal seperti ini adalah alasan yang ditulis siswa

bersifat terbuka, artinya siswa bebas menuangkan alasan berdasarkan ide

pikirannya sendiri.

Kelemahan dari bentuk tes ini adalah peneliti susah dalam menganalisis

karena akan diperoleh beranekaragam jawaban alasan dari siswa. Selain itu

peneliti juga harus memikirkan cara bagaimana menyuruh siswa untuk bersedia

menuliskan alasan dari jawaban yang ia pilih. Terutama siswa SMA, mereka

kecenderungan kesulitan menuangkan konsep mereka dalam bentuk kata-kata.

2) Tes multiple choice dengan alasan sudah ditentukan

Tes multiple choise dengan alasan yang sudah ditentukan adalah tes

konsep yang berbentuk pilihan ganda beralasan dimana alasan sudah ditentukan

oleh peneliti. Siswa diharuskan memilih alasan yang sudah tersedia sebagai sebab

(47)

commit to user

Kelebihan lebih memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang

diperoleh. Sedangkan kelemahannya adalah membatasi pemikiran siswa, alasan

siswa yang tidak tercantum dalam pilihan itu, tidak terungkap.

3) Tes esai tertulis

Bentuk tes esai tertulis ini biasanya menghendaki jawaban berupa

penjelasan. Dari penjelasan itulah dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi pada

diri siswa.

Kelebihan tidak ada batasan bagi jawaban siswa. Pada bentuk tes esai

tertulis ini siswa dibebaskan dalam menjawab dan memberikan alasan sesuai

dengan pemikirannya. Perbedaan mendasar dengan bentuk tes pilihan ganda

dengan alasan terbuka adalah pada tipe soal Tes multiple choice dengan reasoning

terbuka siswa masih dibatasi dalam memilih jawaban, sedangkan pada bentuk esai

tertulis selain siswa bebas dalam memberikan alasan siswa juga bebas dalam

memberikan jawaban sesuai pemikirannya.

Kelemahannya sulit dalam menganalisis data dan juga jawaban siswa

berisiko keluar dari kontek penelitian.

4) Bentuk Tes yang Digunakan Dalam Penelitian

Berdasarkan penjabaran yang telah diuraikan di atas, dalam penelitian ini

peneliti menggunakan bentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan.

Pemilihan bentuk tes tersebut didasarkan pada berbagai pertimbangan peneliti,

diantaranya:

a) Memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh.

b) Kondisi subyek penelitian. Kondisi subyek yang dimaksud adalah adanya

beberapa sikap dari subyek penelitian yang kurang baik, seperti sikap

malas mengerjakan dan tidak disiplin.

c) Untuk mencegah terjadinya siswa yang abstain dalam menjawab.

4. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Menurut Sudjana dalam Trianto (2010:177), untuk melaksanakan

(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

yang sesuai dengan sistem pendidikan. Pengembangan perangkat pembelajaran

adalah serangkaian proses atau kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu

perangkat pembelajaran berdasarkan teori pengembangan yang telah ada.

Dalam pengembangan perangkat perangkat pembelajaran dikenal tiga

macam model pengembangan perangkat, yaitu

a. Model Pengembangan Perangkat menurut Kemp

Menurut Kemp (dalam Trianto, 2010: 179) Pengembangan perangkat

merupakan suatu lingkaran yang kontinum. Tiap-tiap langkah pengembangan

berhubungan langsung dengan aktivitas revisi. Pengembangan perangkat ini

dimulai dari titik manapun sesuai di dalam siklus tersebut. Pengembangan

perangkat model Kemp memberi kesempatan kepada para pengembang untuk

dapat memulai dari komponen manapun. Namun karena kurikulum yang berlaku

secara nasional di Indonesia dan berorientasi pada tujuan, maka seyogyanya

proses pengembangan itu dimulai dari tujuan. Secara umum model pengembangan

model Kemp ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar

Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep...........................
Gambar 3.2 Desain Uji Coba
Tabel 3.1 Contoh Tabel Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan
Tabel 3.2. Contoh Tabel Persentase Derajat Rata-Rata Mengungkap
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa: (1) Instrumen tes diagnostik model teslet dapat dikembangkan untuk mendeteksi kesulitan siswa SMA kelas XI semester

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan instrumen tes diagnostik matematika yang baik dan mengetahui sumber kesulitan belajar siswa pada materi pokok segiempat untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan tes Fisika dan menganalisis hasil pengembangan tes Fisika SMA kelas X semester ganjil. Pengembangan pada penelitian ini

Namun masih terdapat kesulitan yang dialami siswa dalam penguasaan konsep suhu dan kalor dengan pembelajaran modeling instruction yaitu (1) siswa masih kesulitan menganalisis

Pertama, semua soal tes diagnostik yang dibuat sesuai dengan tujuan tes tersebut yaitu dapat mengungkap kesalahan konsep (miskonsepsi) siswa pada materi gerak parabola

Pada penelitian mengenai karakteristik tes diagnostik sebelumnya, melalui secondary analysis hasil penelitian Mahmudah (2011) memuat bahwa tes diagnostik seharusnya

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan tes Fisika dan menganalisis hasil pengembangan tes Fisika SMA kelas X semester ganjil. Pengembangan pada penelitian ini

Kemungkinan jawaban (options) terdiri atas satu jawaban yang benar dan beberapa pengecoh (distractor)” (Anas Sudijono,2005:118). Tes objektif pilihan ganda memiliki beberapa