commit to user
i
PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2
SUKOHARJO
Skripsi
Skripsi
Oleh :
Anggraeni Dwi Susilowati
K2307016
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO
Oleh :
Anggraeni Dwi Susilowati
K2307016
Skripsi
Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan
Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
commit to user
v
ABSTRAK
Anggraeni Dwi Susilowati. PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA
KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun dan mengembangkan tes
diagnostik dalam pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Atas kelas X semester
genap.
Penelitian ini menggunakan model pengembangan 4 D (four D model) oleh
S. Thagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model pengembangan
4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) Define (Pendefinisian), (2) Design
(Perancangan),(3) Develop (Pengembangan) dan Disseminate (Penyebaran). Obyek
penelitian ini adalah siswa SMA kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo.
Hasil draft awal sebanyak 20 butir soal tes diagnostik. Validasi teoritik
dilakukan oleh Dosen Pembimbing selaku tim ahli yang memberikan penilaian
tentang materi, konstruksi dan bahasa. Selanjutnya dilakukan validasi empiris
dengan dua kali uji coba.
Uji Coba I dilakukan pada siswa kelompok kecil dengan jumlah responden
42 siswa dan diperoleh hasil sebanyak 4 soal belum dapat dipakai untuk
mengungkap miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk
rata-rata persentase derajat pengungkapan konsep terdapat 2 konsep yang belum
memenuhi patokan minimal 50% dapat mengungkap miskonsepsi siswa. Besarnya
reliabilitas tes saat uji coba I adalah 0,29 sehingga termasuk kategori rendah yang
berarti instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsep siswa
masih rendah
Uji Coba II yang dilakukan pada siswa kelompok besar dengan jumlah
responden 78 siswa dan semua soal sudah dapat dipakai untuk mengungkap
miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk rata-rata persentase
derajat pengungkapan konsep semuanya telah memenuhi patokan minimal 50%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
tes saat uji coba II adalah 0,69 sehingga termasuk kategori tinggi yang berarti
instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsepsi siswa tinggi.
Hasil penyusunan dan pengembangan tes diagnostik Optik Geometri secara
umum sudah baik dengan melakukan konsultasi ke Dosen Pembimbing selaku ahli
yang memberikan penilaian tentang materi, konstruksi dan bahasa.
commit to user
vii
ABSTRACT
Anggraeni Dwi Susilowati. FORMULATION OF PHYSICS DIAGNOSTICS
TEST AT FIRST CLASS OF SENIOR HIGH SCHOOL IN SMA 2 SUKOHARJO. Thesis. Surakarta : Teacher Training and Education Faculty , Sebelas Maret University, December 2011.
The aim of research to formulate and develop a diagnostic test in learning
Physics at first class of senior high school.
This research uses a model of development 4 D (four D model) by S.
Thagarajan, Dorothy S. Semmel, and Melvyn I, Semmel. 4D development model
consists of four main stages, namely: (1) Define, (2) Design, (3) Development and
(4) Dissemination. Object of this research were high school students in class X
SMA Negeri 2 Sukoharjo.
Results of first draft 20 item diagnostics test. Teoritics validation done by
consulting the Supervisor who are assessment of the material, construction and
language. Then empiris validation with twice try out.
First try out conducted in small groups of students by the number of
respondents and 42 students obtained results have not been as many as four
questions can be used to reveal the misconceptions students at least 10% of total
respondents. For the average percentage degree of disclosure of the concept there
are two concepts that do not meet the benchmark of at least 50% can reveal student
misconceptions. The amount of instrument reliability tests while testing so I was
0.29 including the low category, which means the instrument is the level of
regularity in exposing students still low misconception.
Second try out are performed on large groups of students by the number of
respondents 78 students and all questions can already be used to reveal the
misconceptions students at least 10% of total respondents. For the average
percentage degree of disclosure of the concept it meets the minimum benchmark of
50% can reveal student misconceptions. The amount of instrument reliability tests
while testing II is 0.69, so it is a high category which is means the instrument level
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Generally, results of formulation and development of diagnostic test
Geometric Optics by consulting the Supervisor as the experts who provide an
assessment of the material, construction and language.
commit to user
ix
MOTTO
“Sungguh bahagialah orang yang mensucikan jiwanya dan merugilah orang
yang mengotorinya” (QS. Asy-Syam:9-10)
“Kupikir keberhasilan itu karena keturunan, ternyata karena ketekunan. Kupikir
yang mahal itu uang dan emas, ternyata kepercayaan dan persahabatan. Kupikir
sukses itu hasil kerja keras ternyata hasil kerja cerdas. Kupikir Allah selalu
mengabulkan setiap permintaan, ternyata Allah hanya memberikan yang kita
butuhkan” (083865543xxx)
“Ketika menginginkan sesuatu, suatu saat akan sirna perlahan-lahan karena
tidak mampu diwujudkan. Namun seiring berjalannya waktu akan muncul suatu
kesempatan yang tak terduga, itulah jawaban dari alam sekitar yang ikut
mendoakan. Berkah Allah sangat luas, setelah kesulitan akan selalu ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Ibu (Sunarti), Bapak (Marno), Mbak Ana, Dek
Koko dan seluruh keluarga tercinta.
2. Teman-teman kost “ Hanifah” yang selalu
commit to user
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi
sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi ini.
Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat dapat
teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuannya, penulis mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan ijin penelitian.
2. Bapak Sukarmin, S.Pd, M.Si, Ph.D. Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si. Ketua Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Drs.Sutadi waskito, M.Pd, Pembimbing Akademik (PA) yang senantiasa
memberikan semangat.
5. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd, Dosen Pembimbing I Program Fisika Jurusan P.
MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
6. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Drs. Bambang Suryono, Dipl. Ed, Kepala Sekolah SMA Negeri 2
Sukoharjo yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.
8. Bapak Drs.Sutrisno, guru mata pelajaran Fisika SMA Negeri 2 Sukoharjo yang
telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan
penelitian.
9. Siswa-siswi kelas X di SMA Negeri 2 Sukoharjo 2010/2011. Terima kasih atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
10. Ibu, Bapak, Mas, Nenek, dan segenap keluarga yang telah memberikan do’a
restu serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
11.Teman-teman Fisika terkhusus angkatan 2007.
12.Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Semoga amal baik semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT.
Dalam skripsi yang telah dikerjakan ini masih jauh dari kesempurnaan
maka sangat diharapkan atas segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Semoga karya ini bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Desember 2011
commit to user
F. Spesifikasi produk yang dikembangkan... 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
a. Pengertian Fisika... 15
b. Tujuan Pembelajaran Fisika SMA... 16
3. Konsepsi, Prakonsepsi dan Miskonsepsi Fisika a. Konsepsi ... 14
b. Prakonsepsi ... 15
c. Miskonsepsi Fisika... 16
4. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran a. Model Pengembangan menurut Kemp... . 21
b. Model Pengembangan Menurut Dick & Carey... 23
c. Model Pengembangan 4-D... 26
5. Evaluasi Hasil Pembelajaran a. Evaluasi ... 28
b. Teknik Evaluasi ... 28
6. Cahaya, Bayangan, Hukum Pemantulan, Cermin Datar ... 30
a. Cahaya ... 30
b. Bayangan ... 31
c. Hukum Pemantulan... 32
d. Cermin Datar... 33
B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 35
C. Kerangka Berpikir ... 37
D. Pertanyaan Penelitian ... 38
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 40
A. Model Pengembangan... 40
B. Prosedur Pengembangan ... 40
1. Tahap Pendefinisian ... 41
2. Tahap Pendesainan ... 42
3. Tahap Pengembangan ... 42
4. Tahap Pendisseminasian ... 42
C. Uji Coba Produk ... 43
commit to user
xv
2. Subjek Coba ... 44
3. Jenis Data ... 44
4. Instrumen Pengumpulan Data ... 44
5. Teknik Analisa Data ... 44
a. Teknik Analisa Data ... 46
b. Analisis Telaah Butir Soal ... 47
BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 48
A. Deskripsi Data ... 48
1. Hasil Telaah Ahli... ... 50
2. Hasil Uji coba I... 50
a.Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Soal.. 50
b.Persentase Rata-Rata Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Konsep... 59
3. Hasil Uji Coba II... 59
a. Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Soal.. 59
b. Persentase Rata-Rata Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Konsep... 61
B. Kajian Produk Akhir ... 66
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 68
A. Simpulan ... 68
B. Implikasi ... 68
C. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep... 17
Tabel 3.1 Contoh Tabel Persentase Derajat Kemampuan Siswa Tiap Soal 45
Tabel 3.2 Contoh Tabel Persentase Rata-Rata Kemampuan Siswaa tiap
Konsep ... 46
Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa
per Item Soal ... 50
Tabel 4.2 Persentase Rata-Rata tiap Konsep ... 52
Tabel 4.3 Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa
per Item Soal ... 60
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Diagram Model Pengembangan Sistem Pembelajaran
Menurut Kemp... 22
Gambar 2.2 Model Perancangan dan Pengembangan Pengajaran Menurut Dick & Carey ... 24
Gambar 2.3 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D Thigarajan ... 26
Gambar 2.4 Pemantulan Cahaya ... 26
Gambar 2.5 Pemantulan Teratur ... 30
Gambar 2.6 Pemantulan Baur ... 33
Gambar 2.7 Sifat Bayangan pada Cermin Datar ... 34
Gambar 2.8 Pembentukan Bayangan pada Cermin Datar ... 34
Gambar 2.9 Kerangka Berpikir ... 38
Gambar 3.1 Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika ... 40
Gambar 3.2 Desain Uji Coba ... 43
Gambar 4.1 Diagram Batang Hasil Tes Miskonsepsi ... 51
Gambar 4.2 Diagram Persentase Rata-Rata pada tiap Konsep ... 52
Gambar 4.3 Diagram Batang Hasil Tes Miskonsepsi ... 61
Gambar 4.4 Diagram Persentase Rata-Rata pada tiap Konsep ... 62
Gambar 3.1 Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika ... 55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri 1 ... 71
Lampiran 2 Tes Diagnostik Optik Geometri 1 ... 72
Lampiran 3 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri 2 ... 83
Lampiran 4 Tes Diagnostik Optik Geometri 2 ... 85
Lampiran 5 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri 3 ... 96
Lampiran 6 Tes Diagnostik Optik Geometri 3 ... 98
Lampiran 7 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri Uji Coba 1 ... 108
Lampiran 8 Tes Diagnostik Optik Geometri Uji Coba 1 ... 110
Lampiran 9 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri Uji Coba 2 ... 120
Lampiran 10 Tes Diagnostik Optik Geometri 2 ... 122
Lampiran 11 Lembar Jawab Tes Diagnostik... ... 134
Lampiran 12 Dokumentasi Pelaksanaan tes Uji Coba... ... 135
Lampiran 13 Lembar Telaah Soal ... 136
Lampiran 14 Analisis Jawaban Tes Uji Coba 1 ... 137
Lampiran 15 Analisis Jawaban Tes Uji Coba 2... 139
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat
mengkon-disikan siswa mencapai kemajuan secara maksimal sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya. Seorang guru yang baik akan selalu berusaha menciptakan
pembelajaran yang efektif. Namun pada kenyataannya tidak semua siswa dapat
mencapai kemajuan secara maksimal dalam proses belajarnya. Siswa sering
menghadapi kesulitan atau masalah yang membutuhkan bantuan serta dukungan
dari lingkungan sekitarnya untuk menyelesaikan kesulitan atau masalah tersebut.
Agar dapat membantu siswa secara tepat perlu diketahui terlebih dahulu apakah
kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa tersebut, baru kemudian dianalisis dan
dirumuskan pemecahannya.
Mata pelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai bagian dari mata pelajaran Sains di SMA merupakan kelanjutan dari pelajaran Fisika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang mempelajari sifat materi, gerak dan fenomena lain yang ada hubungannya dengan energi. Selain itu juga mempelajari keterkaitan antara konsep-konsep Fisika dengan kehidupan nyata, pengembangan sikap dan kesadaran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi beserta dampaknya. Tujuan dari mata pelajaran Fisika di SMA yaitu agar siswa mampu menguasai konsep-konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, Fisika diharapkan dapat menjadi pendorong yang kuat terhadap tumbuhnya sikap rasa ingin tahu dan keterbukaan terhadap ide-ide baru serta dapat membantu siswa dalam memahami arti pentingnya berfikir secara kritis.
Sebagian guru tidak menyadari bahwa kemampuan siswa dalam proses
pembelajaran bervariasi. Hal ini terjadi karena biasanya sistem pembelajaran
secara faktual diberikan secara bersama dalam satu kelas. Guru mengajar siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
umur yang sama, pengetahuan sama, kecepatan menerima materi pembelajaran
sama.
Padahal tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama. Ada siswa
yang cepat menerima dan menguasai materi pembelajaran setelah diberikan
contoh dan latihan soal yang relevan namun ada pula siswa yang tetap mengalami
kesulitan belajar meskipun contoh soal dan latihan soal sudah diberikan. Idealnya,
semua siswa perlu mendapatkan perhatian dari guru dengan intensitas yang sama
sehingga mereka bisa berhasil dalam waktu yang bersamaan.
Semua itu perlu dicari apa penyebabnya dan program apa yang dapat
diberikan agar para siswa dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan
guru. Usaha mencari permasalahan belajar dan menentukan penyembuhnya
merupakan kegiatan guru yang masih berada dalam fungsi kisi-kisi kerja remedial
bagi para siswa. Dengan evaluasi diagnostik, diharapkan para guru dapat
mengidentifikasi beberapa siswa yang memiliki kesulitan yang sama. Mereka
dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil untuk dapat menerima
pengajaran remidi. Jika jumlahnya banyak, mereka diberi pengajaran secara
bersamaan sedangkan jika jumlahnya sedikit, mereka dapat diberi pengajaran
secara individual.
Oleh sebagian siswa, mata pelajaran Fisika masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena Fisika adalah mata pelajaran yang banyak menuntut intelektualitas yang relatif tinggi sehingga sebagian siswa mengalami kesulitan mempelajarinya.
commit to user
Untuk mengantisipasi hal tersebut, evaluasi harus dilakukan secara sistematis dan kontinu agar dapat menggambarkan kemampuan siswa. Kesalahan utama yang sering terjadi di antara para guru adalah bahwa evaluasi hanya dilakukan pada saat-saat tertentu, seperti pada akhir unit, pertengahan, atau akhir suatu program pengajaran. Akibat yang terjadi adalah minimnya informasi tentang para siswa sehingga menyebabkan banyaknya perlakuan prediksi guru menjadi bias dalam menentukan posisi mereka dalam kegiatan kelasnya.
Untuk itu perlu adanya tes diagnostik dalam menganalisis kesulitan yang dialami siswa, namun guru masih mengalami kebingungan perihal model asesmen yang baik agar dapat merekam dan menganalisis kesulitan yang dialami oleh siswa.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penyusunan Tes Diagnostik Fisika SMA Kelas X di SMA 2 Sukoharjo”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut,dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Pelajaran fisika yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa.
2. Perbedaan daya tangkap konsep siswa dengan pembelajaran yang diberikan
oleh guru.
3. Permasalahan fisika yang sulit untuk dipecahkan oleh siswa.
4. Rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
5. Kesulitan siswa untuk menguji tingkat kepahamannya tentang suatu konsep
fisika yang telah diajarkan oleh guru.
6. Kesulitan guru dalam merekam kesulitan yang dialami oleh siswanya.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di
atas, maka dalam penelitian ini penulis membatasi dengan ruang lingkup dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
1. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi kesalahan-kesalahan
konsep (miskonsepsi) yang dialami siswa kelas X.
2. Objek penelitian difokuskan pada siswa SMAN 2 Sukoharjo kelas X
3. Pokok Bahasan konsep yang diteliti adalah tentang Perambatan cahaya,
hukum pemantulan cahaya, bayangan, cermin datar
D. Perumusan Masalah
Permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah bentuk tes diagnostik yang dapat diberikan pada siswa agar
memenuhi standar dalam pembelajaran fisika siswa kelas X SMA?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun dan mengembangkan tes
diagnostik yang standar dalam pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Atas
kelas X semester genap.
F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Dari penelitian ini diharapkan akan menghasilkan butir soal diagnostik
yang mengungkap miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Bentuk soal yang dipilih
peneliti adalah pilihan ganda beralasan. Tujuan dari bentuk soal pilihan ganda
beralasan adalah untuk mempermudah peneliti dalam mendiagnosis kesalahan
konsep yang terjadi pada siswa.
G. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis.
Soal tes diagnostik yang tersusun diharapkan dapat menambah keragaman tes
yang digunakan dalam proses pembelajaran.
2. Manfaat Praktis
Dengan tersusunnya soal tes diagnostik, diharapkan dapat dipakai sebagai alat
commit to user
H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
Asumsi
Dalam pembelajaran fisika masih terjadi miskonsepsi pada siswa dalam
memahami konsep fisika.
Keterbatasan pengembangan
Penelitian ini hanya mengembangkan tes diagnostik untuk
mengidentifikasi kesalahan-kesalahan konsep pada siswa. Keterbatasan lain
adalah uji coba dilaksanakan dua kali setelah proses pembelajaran materi alat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian pengembangan, perangkat
pembelajaran yang dikembangkan adalah Tes Hasil Belajar (THB) yang berupa
tes diagnostik untuk mengidentifikasi miskonsepsi Fisika pada siswa. Model
pengembangan yang digunakan yaitu model pengembangan 4 D (four D model)
oleh S. Thagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model
pengembangan 4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) Define (Pendefinisian), (2)
Design (Perancangan), (3) Develop (Pengembangan) dan Disseminate
(Penyebaran).
B. Prosedur Pengembangan
Untuk memperoleh soal tes diagnostik yang mampu menidentifikasi
miskonsepsi siswa, maka dilakukan penelitian pengembangan dengan
menggunakan model 4 D, melalui langkah pendefinisian, pendesainan,
pengembangan dan pendessimenasian. Alur desain penelitian ini dapat dilihat
dalam gambar 1 di bawah ini:
Gambar 3.1. Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika Pengembangan
1. Bentuk tes pilihan ganda beralasan
2. Isi tes bertujuan untuk mengidentifikasi
commit to user
Berikut ini secara lebih terperinci langkah-langkah pengembangan Soal
Tes Diagnostik Fisika agar mampu mengidentifikasi miskonsepsi siwa yang telah
dilakukan.
1. Tahap Pendefinisian
Pada tahap pendefinisian ini peneliti melakukan anlisis materi optik
geometri dan selanjutnya memutuskan untuk mengungkap adanya miskonsepsi
mengenai konsep:
a. Perambatan cahaya
Pada konsep perambatan cahaya ini dibagi menjadi 8 subkonsep yaitu
Cahaya terjadi karena adanya sumber cahaya, Cahaya merupakan suatu bentuk
gelombang elektromagnet, Cahaya merambat lurus jika berada pada medium yang
seragam, Cahaya dipantulkan saat menyentuh dinding penghalang, Kecepatan
cahaya berbanding terbalik dengan indeks bias medium, Kecepatan cahaya tidak
dipengaruhi sumber cahayanya, Cahaya mengalami pembiasan jika kecepatan
cahaya berubah.
b. Hukum Pemantulan
Pada konsep hukum pemantulan dibagi menjadi 2 subkonsep yaitu Sinar
datang, garis normal dan sinar pantul terletak pada sebuah bidang datar, Besar
sudut datang sama dengan sudut pantul
c. Bayangan
Konsep bayangan dibagi menjadi 5 subkonsep yaitu Bayangan terbentuk
ketika berkas cahaya mengenai benda yang tak tembus cahaya, Bayangan umbra
(inti) yaitu bayangan yang benar-benar gelap atau dengan kata lain bayangan yang
tidak mendapat cahaya sama sekali, Bayangan penumbra yaitu bayangan yang
tidak terlalu gelap atau dengan kata lain bayangan yang masih mendapatkan
cahaya, Kejelasan bayangan dipengaruhi ukuran titik pusat sumber cahaya,
Kejelasan bayangan dipengaruhi oleh jarak antara sumber cahaya dan benda.
d. Pemantulan pada Cermin datar
Konsep pemantulan pada cermin datar dibagi menjadi 5 subkonsep yaitu
Bayangan pada cermin datar terbentuk berdasarkan prinsip hukum pemantulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
sama dengan jarak benda ke cermin, Tinggi bayangan yang dibentuk cermin datar
sama besar dengan tinggi bendanya, Cermin datar minimal harus mempunyai
tinggi setengah kali tinggi orang untuk melihat ukuran sebagai manusia seutuhnya
2. Tahap Pendesainan
Hasil analisis materi digunakan sebagai acuan untuk menyusun kisi-kisi
soal. Desain kisi-kisi soal yang disusun oleh peneliti berisi tentang konsep,
subkonsep, bentuk soal, nomor soal dan kunci jawaban. Kisi-kisi soal ini
merupakan panduan peneliti dalam mengembangkan tes diagnostik yang akan
digunakan, untuk selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.
3. Tahap Pengembangan
Dalam mengembangkan tes diagnostik ini, soal dibuat dalam bentuk
pilihan ganda beralasan dengan tujuan memudahkan peneliti dalam menganalisis
kesalahan-kesalahan konsep (miskonsepsi) Fisika yang dialami oleh siswa. Soal
yang dibuat harus memuat tentang kesalahan-kesalahan konsep fisika yang
dialami oleh siswa. Setelah tes dibuat dikonsultasikan kepada penelaah yang
memiliki keterampilan, yaitu dosen pembimbing sebagai ahli yang melakukan uji
validitas teoritik, isi, kebahasaan dan guru yang mengajarkan materi fisika di
SMA Negeri 2 Sukoharjo. Setelah dikonsultasikan kepada penelaah, soal
diujicobakan kepada siswa kemudian direvisi oleh peneliti dengan panduan ahli
agar menghasilkan soal yang validitas isinya terpenuhi. Hasil penelaahan dari tim
ahli secara lengkap dapat dilihat di lampiran 2.
4. Tahap Pendisseminasian
Pada tahap pendisseminasian ini, akan dilakukan uji coba tes diagnostik
melalui empat langkah yaitu:
a. review soal oleh ahli pengembangan tes
commit to user
yang memenuhi unsur kriteria yang baik, maka digunakan lembar telaah soal yang dapat dilihat secara lengkap pada lampiran 3.
b. diuji-cobakan kepada siswa yang pernah mengikuti pelajaran Fisika materi
Cahaya.
Uji coba dilakukan kepada siswa SMA Negeri 2 Sukoharjo sebanyak 2 kali.
Uji coba pertama dengan jumlah siswa kelompok kecil yaitu 42 siswa.
Selanjutnya setelah dilakukan revisi, maka uji coba kelompok yang lebih
besar yaitu 78 siswa.
C. Uji Coba Produk
1. Desain Uji Coba
Untuk mengidentifikasi validitas isi dipergunakan uji coba ahli dan guru
mata pelajaran sedangkan untuk menguji komponen-komponen soal yang
konsisten satu sama lain dipergunakan validitas empiris yang berupa uji coba pada
siswa kelompok kecil dan besar kemudian dicari reliabilitasnya. Desain uji coba
tes diagnostik dapat dilihat pada digram berikut :
Gambar 3.2 Desain Uji Coba Tes Diagnostik
dianalisis pakar
Siswa kelompok kecil Revisi Uji Coba I
Tes Diagnostik
Siswa kelompok besar Analisis Kebutuhan
Kebutuhan Siswa Kebutuhan Instrumen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
2. Subjek Coba
Subjek coba dipilih siswa yang telah mendapatkan materi cahaya sehingga
konsep yang ada dalam diri siswa masih hangat dan tertanam di otak. Uji coba
dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo.
3. Jenis Data
Dari uji coba yang dilakukan akan diperoleh data kuantitatif yang berupa
angka-angka hasil penilaian dari soal yang diujikan untuk dihitung tingkat
realibilitas dari soal diagnostik yang dibuat.
4. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa Instrumen Non-tes yang
terdiri dari :
a) Format Penelaahan Butir Soal
Dalam menganalisis butir soal secara kualitatif, penggunaan format
penelaahan soal akan membantu dan mempermudah prosedur pelaksanaan
penelaahan soal. Format penelaahan ini digunakan sebagai dasar untuk
menganalisis setiap butir soal.
b) Lembar Observasi
Lembar observasi ini berupa catatan-catatan kecil peneliti saat mengawasi
siswa yang sedang mengerjakan tes diagnostik. Catatan ini berisi
kekurangan-kekurangan soal yang ditemukan peneliti berdasarkan keluhan siswa yang
mengerjakan soal.
5. Teknik Analisis Data
a. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif. Hasil analisis deskriptif ini diperoleh dari hasil analisis data kuantitatif
dalam bentuk persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep tentang
commit to user
datar. Batas minimal miskonsepsi yang mampu dideteksi adalah sebesar 10%
untuk tiap item soal.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk analisis deskriptif ini adalah sebagai
berikut :
1. Analisis Hasil Telaah Ahli
2. Analisis Hasil Uji Coba
Jawaban siswa diperiksa dan dikategorikan dalam tabel
Tabel 3.1 Contoh Tabel Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan
Siswa per Item Soal
Adapun pengkategorian jawaban siswa sebagai berikut :
a. Jawaban siswa termasuk kategori memahami bila:
1) Jawaban benar dan alasan benar .
b. Jawaban siswa termasuk kategori miskonsepsi bila:
1) Jawaban salah, penjelasan menunjukkan bahwa konsep yang dipahami
sudah benar.
2) Jawaban benar, namun penjelasan atas jawaban tidak berhubungan dengan
pertanyaan.
3) Jawaban salah dan penjelasan jawaban tidak berhubungan dengan
pertanyaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Tabel 3.2. Contoh Tabel Persentase Derajat Rata-Rata Mengungkap Kemampuan siswa tiap Konsep
Batas agar konsep soal dapat digunakan adalah minimal dapat mengungkap
miskonsepsi sebesar 50%. Jika masih belum memenuhi kriteria, maka akan
dilakukan Tes Uji Coba II. Dari tabel 3 dan 4 kemudian dibuat diagram batang
untuk kemudian analisis.
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika
tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian realibilitas
adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama atau
seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak
berarti.
Untuk mengukur reliabilitas tes dalam penelitian digunakan rumus Kuder
Richardson (KR-20) yaitu
Perhitungan reliabilitas tes secara keseluruhan dengan KR-20.
Proporsi subyek yang menjawab item soal dengan benar.
Proporsi subyek yang menjawab item soal dengan salah.
Jumlah hasil perkalian antara p dan q.
Banyaknya item.
Varian.
Kriteria :
0,00 ≤ r11 < 0,20 : reliabilitas sangat rendah
0,20 ≤ r11 < 0,40 : reliabilitas rendah
commit to user 0,60 ≤ r11 < 0,80 : reliabilitas tinggi
0,80 ≤ r11 < 1,00 : reliabilitas sangat tinggi
(Departemen Pendidikan Nasional.2009:16)
b. Analisis Telaah Butir Soal
Penalaahan butir soal ini dilakukan oleh tim ahli. Dalam menganalisis butir
soal secara kualitatif digunakan format penelaahan butir soal yang digunakan
sebagai dasar untuk menganalisis setiap butir soal. Penganalisisan soal ini dinilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang
terjadi melalui pengalaman, bukan karena pertumbuhan atau perkembangan
tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Proses belajar terjadi melalui
banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja, berlangsung sepanjang waktu
dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang
dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu. Sedangkan
pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sebagai
sumber belajarnya. Jadi belajar di sini diartikan sebagai proses perubahan perilaku
tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang
terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru,
serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri.
Setiap individu pasti mengalami proses belajar. Belajar dapat dilakukan
oleh siapapun, baik anak-anak, remaja, orang dewasa maupun orang tua, dan akan
berlangsung seumur hidup. Belajar merupakan kegiatan pokok yang harus
dilaksanakan dalam pendidikan di sekolah. Tujuan pendidikan akan tercapai
apabila proses belajar dalam sekolah dapat berlangsung dengan baik, yaitu proses
belajar yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Dalam Dimyati dan Mudjiono (2002: 9), Skinner berpandangan bahwa
belajar merupakan suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya
menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun.
Sehingga dalam belajar akan ditemukan adanya hal berikut :
1) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon bagi pebelajar
commit to user
3) Konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi
pada stimulus yang menguatkan konsukensi tersebut. Sebagai contoh respon
untuk si pebelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku respon yang
tidak baik diberi teguran dan hukuman.
Menurut Gagne Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil
belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki ketrampilan,
pengetahuan, sikap, dan nilai. Beliau juga mengatakan bahwa belajar terdiri dari
tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar.
Dapat diterangkan sebagai berikut :
1) Belajar merupakan interaksi antara “keadaan internal dan proses kognitif
siswa” dengan “stimulus dari lingkungan.”
2) Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar
tersebut terdiri dari informasi verbal, ketrampilan intelek, ketrampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 10-11).
Belajar menurut pandangan Piaget merupakan pengetahuan yang
dibentuk oleh individu. Individu melakukan interaksi terus menerus dengan
lingkungan sehingga lingkungan mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi
dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang
Pendapat Rogers praktek pendidikan di sekolah tahun 1960-an
menitikberatkan pada segi pengajaran bukan siswa yang belajar. Praktek tersebut
ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan,
perilaku dan ketrampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Dalam proses
belajar tersebut individu menggunakan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik
sehingga menjadi baik.
b. Teori Belajar
Ada beberapa macam teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli,
antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Teori pengetahuan Piaget merupakan teori adaptasi kognitif. Setiap
organisme selalu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat mempertahankan
dan mengembangkan hidup serta struktur pemikiran manusia. Tantangan,
pengalaman gejala yang baru dan skema pengetahuan yang telah dimiliki
seseorang diharapkan untuk lebih berkembang menjadi pengalaman-pengalaman
baru. Semua pengetahuan adalah suatu konstruksi (bentukan) dari kegiatan atau
tindakan seseorang.
Jadi menurut Piaget setiap pengetahuan merupakan pengetahuan fisis,
matematis-logis, atau sosial. Yang paling penting dari pembentukan pengetahuan
itu adalah tindakan atau kegiatan anak terhadap suatu benda dan interaksi dengan
orang lain.
2) Teori Belajar menurut Posner
Teori belajar menurut Posner merupakan suatu teori perubahan konsep.
Dalam proses belajar ada proses perubahan konsep yang mirip dengan yang ada
dalam filsafat sains tersebut. Tahap pertama perubahan konsep disebut asimilasi
dan tahap kedua disebut akomodasi. Dengan asimilasi siswa menggunakan
konsep-konsep yang telah mereka miliki. Untuk berhadapan dengan fenomena
yang baru. Sedangkan dengan akomodasi siswa mengubah konsepnya yang tidak
cocok lagi dengan fenomena baru yang dihadapi.
Teori perubahan konsep merupakan suatu teori dimana dalam proses
pengetahuan seseorang mengalami perubahan konsep. Pengetahuan seseorang
tidak sekali jadi melainkan merupakan proses perkembangan yang terus menerus..
3) Teori Belajar menurut Ausubel
Menurut Ausubel dalam Ratna Wilis Dahar (1989 : 110-114) ada dua
jenis belajar :
a) Belajar bermakna, (meaningful learning) yaitu proses mengkaitkan
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Peristiwa psikologi tentang belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi barupada pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognotif seseorang.
b) Belajar menghafal (rote learning) yaitu bila dalam struktur kognitif
commit to user
Teori belajar menurut Ausubel sangat dekat dengan inti dari
konstruktivisme. Keduanya sama-sama menekankan pentingnya pelajar
mengasosiasikan pengalaman, fenomena dan fakta. Fakta baru ke dalam sistem
pengertian yang sudah dimiliki. Dan juga menekankan pentingnya asimilasi
pengalaman baru dengan konsep yang sudah dimiliki siswa.
4) Teori Belajar menurut Jonassen
Teori ini dinamakan pula teori skema dimana pengetahuan disimpan
dalam suatu paket informasi, atau skema yang terdiri dari konstruksi mental
gagasan kita. Skema adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk
mengerti sesuatu hal, menemukan jalan keluar atau memecahkan persoalan.
Menurut teori skema seseorang belajar dengan mengadakan
restrukturisasi atas skema yang ada, baik dengan menambah maupun dengan
mengganti skema itu. Teori ini mirip dengan teori Piaget yang menggunakan
asimilasi dan akomodasi. Perbedaannya adalah bahwa teori skema tidak
menjelaskan proses pengetahuan tetapi lebih bagaimana pengetahuan manusia itu
tersimpan dan tersusun.
Menurut Subiyanto dalam Trianto (2010:17) unsur terpenting dalam
mengajar ialah merangsang serta mengarahkan siswa belajar. Mengajar pada
hakekatnya tidak lebih dari sekadar menolong para siswa untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan, sikap, serta ide dan apresiasi yang menjurus kepada
perubahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa.
Cara mengajar guru yang baik merupakan kunci dan prasyarat bagi siswa
untuk dapat belajar dengan baik. Salah satu tolok ukur bahwa siswa telah belajar
dengan baik ialah jika siswa itu dapat mempelajari apa yang seharusnya dipelajari,
sehingga indikator hasil belajar yang diinginkan dapat dicapai.
Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang
tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan
sebagai produk interkasi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman
hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran hakikatnya adalah usaha
sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interkasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
diharapkan. Dari makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi
dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana antara keduanya terjadi
komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah
ditetapkan sebelumnya. (Trianto (2010:17)
c. Belajar Konsep
Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep
merupakan batu-batu pembangun dalam berpikir. Konsep-konsep juga merupakan
dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan
prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan suatu masalah, seorang
siswa harus mengetahui aturan-aturan yang didasrkan pada konsep yang
diperolehnya.
Dasar dari belajar konsep seperti halnya bentuk belajar yang lain adalah
asosiasi stimulus dan respon. Menurut Paul Suparno (2005:3) "biasanya konsep
awal itu kurang lengkap atau kurang sempurna, maka perlu dikembangkan atau
dibenahi dalam pelajaran formal. Disinilah pentingnya pendidikan formal".
Piaget menyatakan dalam pembelajaran konsep seorang anak tidak
terlepas pada proses akomodasi dan asimilasi. Proses akomodasi yang digunakan
anak-anak untuk memperbaiki skema mereka mirip yang digunakan oleh para
ilmuwan untuk memperbaiki skema teknis mereka, kita terkadang mendapati
bahwa pandangan kita mengenai dunia terbukti keliru. Sedangkan proses
asimilasi merupakan kebalikan dari proses akomodasi yaitu dimana seorang guru
dihadapkan pada fakta bahwa skemata seorang anak bersifat stabil. Menurut
Paulou dalam Ratna Wilis Dahar (1989:86) bahwa perbedaan utama belajar
konsep dengan belajar yang lain adalah dalam belajar konsep anak yang belajar
memberikan suatu respon terhadap sejumlah stimulus.
Dalam dunia pendidikan ada tiga ranah tujuan pendidikan yang sangat
dikenal, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut teori Gagne, kapabilitas
siswa pada ranah kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan menggunakan
aktivitasnya sendiri. Kemampuan tersebut meliputi penggunaan konsep dan
commit to user
kognitif Gagne dikatakan bahwa pengajaran yang baik tidak hanya memberikan
informasi tetapi juga menggerakkan siswa agar menaiki hierarki menuju level
pengetahuan yang semakin tinggi.
Benyamin S. Bloom telah mengembangkan taksonomi untuk domain
kognitif. Kemudian oleh Anderson dan Krathwohl (2001) domain kognitif Bloom
tersebut direvisi dari satu dimensi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi proses
kognitif (cognitive process) dan dimensi pengetahuan (types of knowledge).
(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_bio_043607_chapter2.pdf)
Dimensi proses kognitif merupakan hasil revisi dari taksonomi Bloom
ranah kognitif. Anderson mengklasifikasikan proses kognitif menjadi enam
kategori, yaitu:
1) Pertanyaan mengingat (Remember) ialah kemampuan untuk menghafal,
mengingat, atau mengulangi informasi yang pernah diberikan.
2) Pertanyaan Memahami (Comprehention) ialah kemampuan untuk
me-nafsirkan, meringkas, dan menjelaskan dengan menggunakan bahasa sendiri.
3) Menerapkan (Application) ialah kemampuan untuk menjalankan dan
meng-implementasikan suatu informasi, teori, dan prosedur (widodo, 2006).
4) Menganalisis (Analyze) ialah kemampuan menguraikan suatu permasalahan ke
unsur-unsurnya dan menentukan hubungan antar unsur-unsur tersebut
5) Mengevaluasi (Evaluate) ialah kemampuan untuk memeriksa dan mengkritik
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
6) Membuat (create) ialah kemampuan untuk membuat, me-rencanakan, dan
memproduksi.
Sedangkan dimensi pengetahuan diklasifikasi menjadi empat kategori,
yaitu:
1) Pengetahuan Faktual (Factual Knowledge) ialah pengetahuan tentang
terminologi dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur
2) Pengetahuan Konseptual (Conceptual Knowledge) ialah pengetahuan tentang
klasifikasi dan kategorisasi, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
3) Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge) ialah pengetahuan tentang
prosedural, teknik, dan metode yang berhubungan dengan bidang tertentu.
4) Pengetahuan metakognitif (Metacognitive Knowledge) ialah pengetahuan
strategik, pengetahuan tugas kognitif dan pengetahuan tentang diri sendiri.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah
menghafal konsep tetapi memperhatikan konsep-konsep awal (pengetahuan awal)
yang dihubungkan dengan konsep baru atau konsep-konsep lain melalui proses
akomodasi dan asimilasi sehingga diperoleh konsep akhir yang diharapkan.
Dengan demikian konsep baru yang masuk dalam struktur kognitif tidak berdiri
sendiri melainkan satu kesatuan dan memiliki arti atau bermakna.
2. Pembelajaran Fisika SMA
a. Pengertian Fisika
Ilmu fisika merupakan salah satu cabang dalam Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA). IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan
menggunakan metode-metode yang didasarkan pada observasi dan tersusun secara
sistematik yang didalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala
alam. Fisika adalah ilmu yang lahir berdasarkan fakta, hasil-hasil pemikiran
maupun eksperimen yang dilakukan para ahli.
Menurut Brockhous dalam Hebert Druxes (1986 : 3) mengemukakan
bahwa fisika adalah pelajaran tentang kejadian alam, yang memungkinkan
penelitian dengan pengukuran dan percobaan, pengujian secara matematis dan
berdasarkan peraturan umum. Sedangkan menurut Gerthsen dalam Hebert Druxes
(1986 : 3) bahwa fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam
sesederhana mungkin dan berusaha menemukan antar kenyataan-kenyataan,
persyaratan utama untuk pemecahan persoalan adalah dengan mengamati
gejala-gejala tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa fisika adalah salah satu cabang dari ilmu
pengetahuan alam yang berusaha menguraikan dan menjelaskan gejala-gejala
commit to user
melalui pengalaman dan penyelidikan, prediksi dan proses yang dapat dipelajari
dengan teori.
b. Tujuan Pembelajaran Fisika SMA
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006
dalam Paul Suparno (2009:76) menyatakan bahwa mata pelajaran fisika di
SMA/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam hal: (1)
membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan
keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; (2)
memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat
bekerjasama dengan orang lain; (3) mengembangkan pengalaman untuk dapat
merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan,
merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan
menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan
tertulis; (4) mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif
dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun
kuantitatif; dan (5) menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai
keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal
untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karena tujuan pendidikan fisika untuk mengembangkan kemampuan
melakukan kerja ilmiah, penalaran, dan penguasaan konsep, prinsip, dan
ketrampilan maka dalam pembelajaran guru fisika menggunakan model
pembelajaran dan pendekatan yang dapat membantu pencapaian kemampuan
tersebut di atas. Model pembelajaran yang hanya menekankan pada hafalan tidak
cocok untuk mencapai tujuan tersebut karena tidak memberikan kemampuan
siswa untuk bernalar dan melakukan kerja ilmiah. Pendekatan inkuiri dimana
siswa menggunakan metode ilmiah, pendekatan problem solving dimana siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
siswa sendiri aktif mencerna dan merumuskan konsep lebih cocok digunakan
dalam proses pembelajaran fisika sekarang ini.
3. Konsepsi, prakonsepsi, dan miskonsepsi Fisika
a. Konsepsi
Van den Berg (1991 : 10) menyatakan bahwa “Konsepsi adalah tafsiran
perorangan dari suatu konsep ilmu”. Misal, inti konsep dari proses melihat sebuah
benda adalah benda dapat dilihat oleh mata sebab benda tersebut memancarkan
cahaya sendiri atau memantulkan cahaya yang berasal dari sumber cahaya yang
mengenainya kemudian cahaya tersebut sampai ke mata. Akan tetapi banyak
siswa yang memiliki konsepsi berbeda, mereka cenderung berpikir bahwa benda
dapat dilihat oleh mata karena benda tersebut hanya memantulkan cahaya yang
mengenainya sampai ke mata.
Definisi konsep menurut Rooser dalam Ratna Wilis (1989 : 80) adalah
"suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian,
kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut
yang sama".
Setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya. Menurut
Ratna Wilis (1989:88-89), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep dapat
di-bedakan menjadi empat yaitu :
1) Tingkat Konkret. Kita dapat menyimpulkan bahwa seseorang telah
mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkunganya.
2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu
objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan melihatnya.
3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal
batas-commit to user
batas tertentu itu ekuivalen, mengklasifikasikan contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh dari konsep, sekalipun contoh-contoh dan non conto-non contoh itu mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip.
4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa
harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non contoh dari konsep.
Dari pengertian konsep dan Fisika, dapat disimpulkan bahwa konsep
Fisika adalah ide abstrak yang digunakan untuk memahami dan mempelajari
tentang teori yang menerangkan gejala-gejala alam sederhana dan hubungan
antara kenyataan-kenyataannya.
Dalam belajar fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan syarat
mutlak untuk mencapai keberhasilan belajar fisika. Hanya dengan penguasaan
konsep fisika seluruh permasalahan fisika dapat dipecahkan. Hal ini menunjukkan
bahwa pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut
pemahaman konsep bahkan aplikasi konsep tersebut.
b. Prakonsepsi
Van den Berg (1991: 10) menyatakan bahwa “Prakonsepsi adalah
konsepsi yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah
mendapatkan pelajaran formal”.
Siswa memasuki kelas untuk belajar Fisika, siswa telah memiliki
pengetahuan tertentu tentang fisika yang disebut prakonsep. Sebagai contoh siswa
telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan
dengan konsep optik geometri oleh karena itu siswa sudah banyak
mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan.
Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan
tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep siswa akan
mempengaruhi proses belajar mengajar.
Filsafat konstruktivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan
itu dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan,
tantangan, dan bahan yang dipelajari. Oleh karena siswa sendiri yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
sebelum mereka mendapatkan pelajaran formal tentang bahan tertentu. Mereka
mengonstruksi sendiri hal itu karena pengalaman hidup mereka. Inilah yang
disebut prakonsepsi atau konsep awal siswa (Paul Suparno: 30-31).
Pengetahuan awal di atas sering kali tidak cocok dengan pengetahuan yang
diterima oleh para pakar, dan menjadi suatu miskonsepsi. Sebagai contoh siswa
telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan
dengan konsep dinamika partikel, oleh karena itu siswa sudah banyak
mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan.
Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan
tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep yang dimiliki
siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar siswa pada tahap selanjutnya.
c. Miskonsepsi Fisika
1) Miskonsepsi dan sebab-sebabnya
“Biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa dalam pemahaman antar konsep”(van den Berg, 1991: 10). Kesalahan pemahaman konsep
(miskonsepsi) terjadi bila dalam otak siswa salah satu atau lebih dari hubungan
tersebut sering salah dan menyebabkan respon yang salah terhadap soal-soal yang
menyangkut hubungan tersebut. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa kesalahan pemahaman (miskonsepsi) merupakan kesalahan
dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep-konsep lain, antara konsep
yang diberikan oleh guru dengan konsep yang telah dimiliki oleh seseorang,
sehingga terbentuk konsep yang salah.
Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi
penyebab miskonsepsi pada siswa dan mengelompokkannya menjadi lima
kelompok, yaitu : siswa, guru, buku teks, dan metode mengajar. Penyebab yang
berasal dari siswa antara lain prakonsepsi awal, kemampuan tahap perkembangan,
minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab dari guru dapat berupa
ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak
tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Penyebab
miskonsepsi dari buku teks biasanya disebabkan karena terdapat penjelasan atau
commit to user
Abraham dan kawan-kawan (1994) membagi derajat pemahaman konsep
menjadi tiga kelompok, yaitu derajat tidak memahami, derajat miskonsepsi, dan
derajat memahami konsep. Pengelompokkan ini didasarkan pada
pengelompokkan derajat pemahaman yang dilakukan oleh Marek (1986) dan
dikutip oleh Abraham (1994) seperti terlihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep
No. Kategori Derajat Pemahaman Kriteria
1. Tidak
a. tidak ada jawaban / kosong
b. menjawab “saya tidak Miskonsepsi banyak terjadi dalam bidang fisika. Wandersee, Mintzes, dan
Novak (1994), dalam artikelnya mengenai Research on Alternative Conceptions
in Science, menjelaskan bahwa konsep alternative atau miskonsepsi terjadi dalam
semua bidang Fisika. Dari 700 studi mengenai miskonsepsi bidang Fisika, ada 300
yang meneliti tentang miskonsepsi dalam mekanika; 159 tentang listrik; 70
tentang panas, optika, dan sifat-sifat materi; 35 tentang bumi dan antariksa; serta
10 studi mengenai fisika modern. Cukup jelas bahwa bidang mekanika berada di
urutan teratas dari bidang-bidang fisika yang mengalami miskonsepsi (Paul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Drs. Antonius Darjito dan euwe van
den berg yang mencari miskonsepsi siswa mengenai arus dan tegangan elektrik
diperoleh beberapa miskonsepsi, antara lain semakin jauh dari kutub positif
sumber, semakin kecil arus listrik, jadi sebagian arus diserap dalam lampu dan
resistor (disebut model konsumsi). Miskonsepsi yang lain jika ada komponen
yang ditambah, hanya arus sesudah komponen tersebut yag dipengaruhi, tetapi
besar arus sebelum komponen tetap sama seperti semula. Serta kebanyakan siswa
memandang sumber tegangan sebagai sumber arus tetap daripada sumber
tegangan tetap. Selanjutnya adalah jika ada lampu dalam rangkaian seri atau
paralel yang dicabut, beda potensial kabel yang masuk tempat lampu yang kosong
dan kabel yang keluar dianggap nol.
Miskonsepsi juga terjadi di bidang Mekanika. Penelitian yang dilakukan
Arons menyebutkan bahwa beberapa siswa salah mengerti akan konsep kecepatan
sesaat dan percepatan sesaat. Mereka memahami istilah sesaat sebagai “suatu waktu interval” meskipun merupakan interval yang sangat kecil. (Paul Suparno,
2005:12).
2) Beberapa fakta mengenai miskonsepsi dan saran untuk mengatasinya
Berdasarkan definisi miskonsepsi yang telah dijelaskan, terdapat
beberapa fakta mengenai miskonsepsi, yaitu :
a) Miskonsepsi sulit sekali untuk diperbaiki
b) Seringkali siswa mengalami miskonsepsi terus-menerus. Soal-soal yang
sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit
miskonsepsi akan muncul kembali.
c) Sering terjadi regresi, yaitu siswa yang yang sudah mengatasi miskonsepsi
beberapa bulan kemudian salah lagi.
d) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau
dihindari.
e) Siswa, mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi.
f) Siswa yang pandai dan yang lemah keduanya dapat terkena miskonsepsi. (van
commit to user
Dalam papernya, Stephan mengajukan langkah agar siswa sadar dengan
miskonsepsi yang dialaminya dan mencari kebenarannya. Langkah tersebut adalah
a) Siswa sadar tentang suatu konsep dengan memikirkan konsep tersebut dan
membuat prediksi sebelum melakukan aktivitas.
b) Siswa membuka wawasannya dengan melakukan sharing, pada awalnya
dalam kelompok kecil dan kemudian di dalam kelas.
c) Siswa menguji keyakinannya dengan tes dan mendiskusikannya pada
kelompok kecil dan kemudian di dalam kelas.
d) Siswa bekerja untuk memecahkan konfliknya dengan membandingkan idenya
dengan pengamatan dengan demikian akan terbentuk konsep baru.
e) Siswa menyamakan konsep dengan mencoba membuat hubungan antara
konsep yang dipelajari di kelas dan kehidupan sehari-hari.
f) Siswa didorong untuk menjawab pertanyaan tambahan dengan beberapa
pilihan yang berhubungan dengan konsep tersebut.
Identifikasi miskonsepsi salah satunya dapat dilakukan dengan
mem-berikan tes diagnostik pada siswa. Depdiknas (2007:1) menyatakan tes diagnostik
adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa
sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak
lanjut berupa perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki
siswa. Daryanto(2008:13) menyatakan bahwa tes diagnostik bertujuan
mendiagnosis kesulitan belajar siswa untuk mengupayakan perbaikannya.
Eric Mazur (1997: 26) menyatakan kriteria yang seharusnya dimiliki oleh
soal tes konsep adalah "1) focus on a single concept, 2) not be solvable by relying
on equations, 3) have adequate multiple-choice answers, 4) be unambiguously
worded, 5) be neither too easy nor too difficult". Atau dengan kata lain soal test
yang baik memiliki kriteria 1) fokus pada satu konsep, 2) tidak dapat diselesaikan
dengan mengandalkan persamaan matematis, 3) jawaban soal dapat dibuat dalam
bentuk pilihan ganda, 4) kata-katanya tidak ambigu, 5) tidak terlalu mudah dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Ada beberapa macam tes diagnostik yang digunakan untuk
mengidentifikasi miskonsepsi siswa, diantaranya adalah dengan memberikan soal
tes berbentuk multiple choice dengan reasoning terbuka, beberapa peneliti lain
menggunakan pilihan ganda (multiple choice) dengan alasan yang sudah
ditentukan. Sebagian lagi menggunakan tes esai untuk mendeteksi miskonsepsi.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jenis tes diagnostik
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Tes multiple choice dengan reasoning terbuka
Tes multiple choice dengan reasoning terbuka adalah soal tes konsep yang
berbentuk pilihan ganda dimana siswa diharuskan untuk menuliskan alasan dari
jawaban yang ia pilih. Tes multiple choice beralasan adalah suatu cara yang
ditempuh antara lain dengan mengontrol suatu item menggunakan suatu item lain
dimana kedua item tersebut mempersoalkan hal yang sama. Dengan cara ini siswa
dianggap benar atau memahami jika pilihan dan alasan yang diberikan siswa juga
benar.
Kelebihan dari bentuk soal seperti ini adalah alasan yang ditulis siswa
bersifat terbuka, artinya siswa bebas menuangkan alasan berdasarkan ide
pikirannya sendiri.
Kelemahan dari bentuk tes ini adalah peneliti susah dalam menganalisis
karena akan diperoleh beranekaragam jawaban alasan dari siswa. Selain itu
peneliti juga harus memikirkan cara bagaimana menyuruh siswa untuk bersedia
menuliskan alasan dari jawaban yang ia pilih. Terutama siswa SMA, mereka
kecenderungan kesulitan menuangkan konsep mereka dalam bentuk kata-kata.
2) Tes multiple choice dengan alasan sudah ditentukan
Tes multiple choise dengan alasan yang sudah ditentukan adalah tes
konsep yang berbentuk pilihan ganda beralasan dimana alasan sudah ditentukan
oleh peneliti. Siswa diharuskan memilih alasan yang sudah tersedia sebagai sebab
commit to user
Kelebihan lebih memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang
diperoleh. Sedangkan kelemahannya adalah membatasi pemikiran siswa, alasan
siswa yang tidak tercantum dalam pilihan itu, tidak terungkap.
3) Tes esai tertulis
Bentuk tes esai tertulis ini biasanya menghendaki jawaban berupa
penjelasan. Dari penjelasan itulah dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi pada
diri siswa.
Kelebihan tidak ada batasan bagi jawaban siswa. Pada bentuk tes esai
tertulis ini siswa dibebaskan dalam menjawab dan memberikan alasan sesuai
dengan pemikirannya. Perbedaan mendasar dengan bentuk tes pilihan ganda
dengan alasan terbuka adalah pada tipe soal Tes multiple choice dengan reasoning
terbuka siswa masih dibatasi dalam memilih jawaban, sedangkan pada bentuk esai
tertulis selain siswa bebas dalam memberikan alasan siswa juga bebas dalam
memberikan jawaban sesuai pemikirannya.
Kelemahannya sulit dalam menganalisis data dan juga jawaban siswa
berisiko keluar dari kontek penelitian.
4) Bentuk Tes yang Digunakan Dalam Penelitian
Berdasarkan penjabaran yang telah diuraikan di atas, dalam penelitian ini
peneliti menggunakan bentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan.
Pemilihan bentuk tes tersebut didasarkan pada berbagai pertimbangan peneliti,
diantaranya:
a) Memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh.
b) Kondisi subyek penelitian. Kondisi subyek yang dimaksud adalah adanya
beberapa sikap dari subyek penelitian yang kurang baik, seperti sikap
malas mengerjakan dan tidak disiplin.
c) Untuk mencegah terjadinya siswa yang abstain dalam menjawab.
4. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Menurut Sudjana dalam Trianto (2010:177), untuk melaksanakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
yang sesuai dengan sistem pendidikan. Pengembangan perangkat pembelajaran
adalah serangkaian proses atau kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu
perangkat pembelajaran berdasarkan teori pengembangan yang telah ada.
Dalam pengembangan perangkat perangkat pembelajaran dikenal tiga
macam model pengembangan perangkat, yaitu
a. Model Pengembangan Perangkat menurut Kemp
Menurut Kemp (dalam Trianto, 2010: 179) Pengembangan perangkat
merupakan suatu lingkaran yang kontinum. Tiap-tiap langkah pengembangan
berhubungan langsung dengan aktivitas revisi. Pengembangan perangkat ini
dimulai dari titik manapun sesuai di dalam siklus tersebut. Pengembangan
perangkat model Kemp memberi kesempatan kepada para pengembang untuk
dapat memulai dari komponen manapun. Namun karena kurikulum yang berlaku
secara nasional di Indonesia dan berorientasi pada tujuan, maka seyogyanya
proses pengembangan itu dimulai dari tujuan. Secara umum model pengembangan
model Kemp ditunjukkan pada Gambar 2.1.