C. KINETIKA DESORPSI
1. Konstanta Laju Desorpsi
Penentuan laju desorpsi isotermal beta karoten dari atapulgit dengan menggunakan etanol mengikuti laju perubahan konsentrasi pereaksi, sehingga laju desorpsi isotermal beta karoten dari atapulgit dengan menggunakan etanol ditentukan berdasarkan peningkatan konsentrasi beta karoten di dalam etanol selama berlangsungnya desorpsi isotermal.
Kurva hubungan antara peningkatan konsentrasi beta karoten di dalam etanol dengan lamanya desorpsi pada Gambar 6 merupakan data percobaan yang digunakan untuk penentuan laju desorpsi isotermal beta karoten dari atapulgit dengan menggunakan etanol. Regresi hubungan antara lama desorpsi dengan ln qt/qe ditransformasikan menjadi bentuk persamaan garis lurus (linier) sehingga diperoleh persamaan laju desorpsi.
Nilai konstanta laju desorpsi (kdes) merupakan kemiringan dari regresi
linier tersebut.
Untuk menduga bentuk persamaan desorpsi beta karoten dari data percobaan yang menunjukkan hubungan antara lama desorpsi dengan ln qt/qe digunakan metoda kesesuaian dengan data percobaan, yaitu regresi. Regresi merupakan persamaan matematik yang menduga hubungan antara satu peubah bebas (dalam hal ini lama desorpsi) dengan satu peubah tak
bebas (dalam hal ini ln qt/qe). Ukuran untuk melihat tingkat kesesuaian dengan data percobaan ditentukan berdasarkan koefisien determinasi (r2). Kurva regresi hubungan antara lama desorpsi dengan ln qt/qe untuk persamaan desorpsi dengan menggunakan etanol dan heksan pada ketiga suhu dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.
-0.12 -0.10 -0.08 -0.06 -0.04 -0.02 0.00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Lama desorpsi [menit]
ln
q
t/
q
e
Gambar 10. Regresi hubungan antara lama desorpsi dengan ln qt/qe pada desorpsi isotermal beta karoten olein sawit kasar dari
atapulgit dengan menggunakan etanol ( , suhu 40○C, ln
qt/qe = -0,0010t – 0,0129, r2 = 0,9480; , suhu 50○C, ln qt/qe = -0,0016t – 0,0044, r2 = 0,9736; , suhu 60○C, ln qt/qe = - 0,0022t + 0,0009, r2 = 0,9805)
34 -0,08 -0,07 -0,06 -0,05 -0,04 -0,03 -0,02 -0,01 0,00 0 5 10 15 20 25 30
Lama desorpsi [menit]
ln
q
t/q
e
Gambar 11. Regresi hubungan antara lama desorpsi dengan ln qt/qe pada desorpsi isotermal beta karoten olein sawit kasar dari
atapulgit dengan menggunakan heksan ( , suhu 40○C, ln
qt/qe = -0,0022t – 0,0183, r2 = 0,8114; , suhu 50○C, ln qt/qe = -0,0026t – 0,0091, r2 = 0,8570; , suhu 60○C, ln qt/qe = - 0,0023t + 0,0005, r2 = 0,9153)
Berdasarkan hasil regresi pada Gambar 10 dan 11 diperoleh kemiringan dan nilai fraksi terdesorpsi (θ) dari masing-masing persamaan desorpsi. Nilai kemiringan tersebut merupakan nilai konstanta laju desorpsi (kdes). Semakin tinggi suhu desorpsi, maka nilai konstanta laju
desorpsi semakin tinggi pula. Nilai konstanta laju desorpsi yang semakin tinggi ini menunjukkan adanya peningkatan laju desorpsi. Persamaan desorpsi dan nilai koefisien determinasi pada desorpsi dengan menggunakan etanol dan heksan pada ketiga suhu disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai konstanta laju laju desorpsi (kdes), fraksi terdesorpsi (θ),
dan koefisien determinasi desorpsi dengan menggunakan etanol dan heksan Perlakuan Konstanta laju desorpsi (menit-1) Fraksi terdesorpsi (θ) Koefisien determinasi (r2) Eluen Suhu desorpsi Etanol 40○C 1,0 x 10-3 0,8479 0,9480 50○C 1,6 x 10-3 0,9091 0,9736 60○C 2,2 x 10-3 0,9994 0,9805 Heksan 40○C 2,2 x 10-3 0,8207 0,8114 50○C 2,6 x 10-3 0,8711 0,8570 60○C 2,3 x 10-3 0,9997 0,9153
Penentuan parameter kinetika desorpsi isotermal beta karoten dari atapulgit dengan menggunakan etanol dilakukan pada tiga suhu yaitu suhu
40○C, 50○C, dan 60○C dengan heksan sebagai pembanding. Kinetika
desorpsi isotermal beta karoten pada ketiga suhu tersebut memberikan persamaan linier yang berbeda.
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (r2) pada persamaan desorpsi cenderung tinggi pada desorpsi isotermal beta karoten dengan menggunakan etanol maupun heksan. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian antara data percobaan dengan persamaan desorpsi tinggi.
Nilai konstanta laju desorpsi isotermal beta karoten dari atapulgit
dengan menggunakan etanol pada suhu 40○C sebesar 1,0 x 10-3 menit-1
meningkat menjadi 1,6 x 10-3 menit-1 pada suhu 50○C. Nilai konstanta laju desorpsi ini kembali meningkat pada suhu 60○C menjadi 2,2 x 10-3 menit-1. Peningkatan suhu desorpsi berarti akan menyebabkan meningkatnya laju desorpsi. Hal tersebut terjadi karena peningkatan suhu desorpsi menyebabkan meningkatnya fraksi molekul dari beta karoten dan etanol yang teraktifkan. Selain fraksi molekul yang menghasilkan tumbukan yang efektif, fraksi molekul dari beta karoten dan etanol yang teraktifkan juga berarti fraksi molekul yang energi kinetiknya meningkat. Fraksi molekul beta karoten dan etanol yang energi kinetiknya meningkat menyebabkan
36
meningkatnya laju desorpsi, yang kemudian berarti meningkatkan konstanta laju desorpsi.
Nilai konstanta laju desorpsi isotermal beta karoten dari atapulgit
dengan menggunakan heksan pada suhu 40○C sebesar 2,2 x 10-3 menit-1
meningkat menjadi 2,6 x 10-3 menit-1 pada suhu 50○C. Kenaikan konstanta laju desorpsi tersebut menunjukkan laju reaksi yang meningkat dengan meningkatnya suhu reaksi. Konstanta laju desorpsi menurun pada suhu 60○C menjadi 2,3 x 10-3 menit-1. Hal tersebut menunjukkan laju desorpsi menurun yang kemungkinan disebabkan oleh etanol tidak hanya mendesorpsi beta karoten tetapi juga senyawa lain seperti kotoran dan zat warna lain. Kemungkinan lain yaitu adanya kerusakan beta karoten karena oksidasi. Proses oksidasi beta karoten didukung oleh struktur molekulnya yang memiliki struktur ikatan ganda sehingga mudah teroksidasi. Walaupun demikian, nilai konstanta laju desorpsi beta karoten dari atapulgit dengan menggunakan heksan tetap menunjukkan kecenderungan meningkat dengan meningkatnya suhu desorpsi.
Berdasarkan Tabel 11 juga dapat diketahui nilai konstanta laju
desorpsi (kdes). Semakin meningkat suhu desorpsi, nilai konstanta laju
desorpsi (kdes) cenderung meningkat. Hal tersebut sesuai dengan
tercapainya kondisi kesetimbangan. Semakin tinggi konstanta laju desorpsi (kdes), maka kondisi kesetimbangan semakin cepat tercapai. Begitu pula
sebaliknya. Nilai konstanta laju desorpsi (kdes) dengan menggunakan
heksan lebih tinggi daripada nilai konstanta laju desorpsi (kdes) dengan
menggunakan etanol. Tingginya nilai konstanta laju desorpsi (kdes) dengan
menggunakan heksan tersebut sesuai dengan tercapainya kondisi kesetimbangan pada desorpsi dengan menggunakan heksan yang lebih cepat daripada desorpsi dengan menggunakan etanol.
Nilai θ menunjukkan nilai fraksi yang dapat didesorpsi dalam
reaksi tersebut. Nilai θ diperoleh dari nilai intershape menggunakan
program Mathematica 5.2 for Students. Berdasarkan Tabel 11 juga dapat
dilihat bahwa nilai konstanta laju desorpsi (kdes) yang cenderung
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wankasi et al. (2005), semakin cepat laju desorpsi, maka semakin tinggi nilai fraksi terdesorpsi karena laju desorpsi semakin cepat pula. Nilai fraksi terdesorpsi pada desorpsi isotermal dengan menggunakan etanol cenderung lebih besar dari pada nilai fraksi terdesorpsi dengan menggunakan heksan pada masing-masing suhu. Hal tersebut sesuai dengan konsentrasi beta karoten di dalam eluen yang dapat didesorpsi, dimana konsentrasi beta karoten yang didesorpsi dari atapulgit dengan menggunakan etanol lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi beta karoten yang didesorpsi dari atapulgit dengan menggunakan heksan.
Pada masing-masing eluen yang digunakan nilai fraksi terdesorpsi meningkat dengan meningkatnya suhu desorpsi. Hal tersebut karena peningkatan suhu desorpsi menyebabkan meningkatnya fraksi molekul dari beta karoten yang teraktifkan. Fraksi molekul yang menghasilkan tumbukan yang efektif tersebut menyebabkan meningkatnya konsentrasi beta karoten yang terdesorpsi oleh eluen sehingga meningkatkan nilai fraksi terdesorpsi.