• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSTITUSI dan HAM

Dalam dokumen BUKU KONSTITUSI.pdf (Halaman 27-63)

Pelembagaan HAM dalam Sejarah dan Konstitusi

Pada prinsipnya, pengembanan HAM sebagai unsur intrinsik yang ada pada diri manusia telah ada sejak lama. Kesadaran akan adanya hak asasi manusia, harga diri, harkat dan martabat kemanusiaan sesungguhnya telah diawali sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak – hak kemanusiaan secara kodrati sudah ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak yang melekat dan tidak terpisahkan pada diri manusia.Hak Asasi sendiri dalam perwujudannya yang paling sederhana muncul dengan sendirinya bersamaan dengan kelahiran umat manusia. Ia muncul hampir bersamaan dengan “kewajiban” yang membebani manusia sebagai individu maupun kelompok. Manakala manusia mulai berinteraksi dengan manusia lainnya, maka hak asasi akan berbenturan satu sama lain, dengan demikian muncullah kesepakatan awal untuk saling tidak menghilangkan hak asasi diantara mereka. Kesepakatan ini kemudian menjadi hukum yang mengatur kehidupan antar umat manusia, termasuk itu di dalamnya berisi kewajiban untuk saling menjaga hak, kepentingan dan kebutuhan manusia. Dengan demikian, Kemunculan Hak Asasi ini sama lampaunya dengan konsepsi kemunculan hukum dalam sejarah umat manusia. Dalam pada itu, Pengakuan atas Hak asasi manusia pada masa lampau masih bersandar pada bingkai sosio-kultural yng saat itu berlaku sebagai kebiasaan

22

(costumary law). Sedangkan pengakuan Hak Asasi dalam bentuk dokumen tertulis baru muncul pada waktu yang lama sesudahnya saat manusia mulai mengenal aksara.

Upaya yang dilakukan dalam rangka pengakuan dan penegakan HAM telah ada sejak dahulu kala. Pada masa kenabian, Hak Asasi Manusia tergambar melalui pelawanan Musa terhadap Fir’aun yang memerintahkan pembantaian terhadap bayi perempuan. Musa juga menyelamatkan kaum yahudi dari kekejaman Fir’aun serta menyatukan ajaran dan komunitas umat yahudi dalam satu ajaran Taurat, Ibrahim yang mencoba meninggikan harkat kemanusiaan hingga akhirnya selamat meskipun dibakar, serta Muhammad yang melalui ajaran Islamnya menyerukan persatuan, peninggian derajat umat manusia serta beberapa langkah penghapusan perbudakan yang menjadi kebudayaan arab.

Ide dan upaya penegakan Hak Asasi Manusia juga terjadi pada masa kekaisaran Hammurabi (babylonia) salah satunya dengan membuat kodifikasi Hammurabi dalam sebuah prasasti yang didalamya menyatakan kewajiban dan hak rakyat dalam hal kepatuhan dan penyembahan terhadap dewa matahari. Di Yunani, Socrates yang terkenal dalam pemikirannya juga termasuk ke dalam individu pelaku sejarah yang telah meletakkan dasar perlindungan dan jaminan diakuinya HAM dengan konsepsinya yang menganjurkan masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan pemerintah, yang kemudian diteruskan oleh ahli filsafat kenegaraan Aristoteles dengan ajaran demokrasinya.32 Selain itu, di Athena, Solon sudah mencanangkan perlindungan atas HAM sebagai ekspresi penegakan keadilan dengan

32. Bambang Soegiono, 2010, artikel- diunduh pada 24 september 2010 melalui www.google.com, hal.1

23

pembentukan lembaga peradilan (heliaea) dan majelis rakyat (eccelesia). Dilanjutkan oleh Pericles yang menghimbau rakyat untuk menggunakan hak-haknya sebagai warga Negara untuk berperan serta dalam majelis rakyat tersebut.33

Pergolakan mengenai perkembangan HAM dan pelembagaannya telah ada dan berkembang dalam beberapa periode sejarah yang diakui keabsahannya secara modern, diantaranya :

- “Perjanjian Agung” Magna Charta di Inggris pada 15 Juni 121534, yang kemudian diakui sebagai konstitusi pemberontakan baron terhadap raja John yang berisi : hendaknya raja tak melakukan pelanggaran terhadap hak milik dan kebebasan pribadi seorang pun dari rakyat. Magna Charta sendiri merupakan sebuah dokumen pembatasan kekuasaan Raja. Secara explisit, Magna Charta memberikan kebebasan kepada rakyat, para Baron dan pihak Gereja termasuk didalamnya memberikan jaminan hukum. Perjanjian ini menandakan bahwa Raja harus tunduk pada Hukum/Undang-Undang. Magna Charta memuat 2 (dua) prinsip utama berkaitan dengan pengakuan dan penegakan HAM, yaitu: (i) pembatasan terhadap kekuasaan raja, dan (ii) pengakuan bahwa HAM lebih penting daripada kedaulatan raja, sehingga pertimbangan untuk mengurangi HAM haruslah melalui prosedur hukum yang ada lebih dahulu, prinsip tersebut dalam perjalanan sejarah hukum modern dikenal dengan prinsip legalitas.35

33. Ibid,

34. Majda el Muhtaj, 2005, “Hak – Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi

Indonesia”, Kencana, Jakarta, hal. 52.

24

- Petition of Rights, muncul selanjutnya di Inggris pada Tahun 1628 dan secara garis besar berisi penegasan jaminan Hak Asasi dalam hal persetujuan pungutan pajak dan Hak warga Negara untuk medapatkan jaminan persetujuan dari intervensi militer.

- Hobeas Corpus Act, dibuat pada tahun 1628, merupakan pakta yang dibuat guna melindungi Hak Asasi Manusia dalam kaitannya dengan penangkapan dan penahanan.

- Bill of Right pada 1689, muncul setelah adanya revolusi tak berdarah (Glorious Revolution) sebagai perlawanan terhadap Raja James pada tahun 1668. Bill of Rights berisi pembatasan kekuasaan raja dan dihilangkannya hak raja untuk melaksanakan kekuasaan terhadap siapapun atau untuk memenjarakan, menyiksa dan mengirimkan tentara kepada siapapun tanpa dasar hukum.36 Disamping itu merupakan sebuah dokumen yang di dalamnya menegaskan HAM secara spesifik seperti kebebasan memilih parlemen, kebebasan beragama dan kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.

- Deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat yang sekaligus memunculkan Declaration of Independence, pada 6 Juli 177637 memuat penegasan bahwa setiap orang dilahirkan dalam persamaan dan kebebasan dengan hak untuk hidup dan mengejar kebahagiaan serta mengganti pemerintah yang tidak mengindahkan ketentuan - ketentuan dasar tersebut. Selanjutnya;

36. Ibid, hal. 52

37. Marsiyem, “Sari Kuliah Hukum dan HAM”, disampaikan pada saat mata kuliah hukum dan HAM fakultas Hukum Unissula, Selasa, 12 September 2006.

25

- The Four Freedom, dicetuskan oleh Franklin D. roosevelt pada Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 dan berisi tentang Kebebasan untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat (freedom of speech), Kebebasan untuk memeluk agama (freedom of religion), Kebebasan dari ketakutan, (freedom from fear) dan Kebebasan dari kemelaratan (freedom from want).

- Declaration de Droits de’I home et du citoyen Prancis pada 14Agustus 1789, diantaranya berisi Hak asasi pemilikan harta, kekerasan, persamaan, keamanan, perlawanan terhadap penindasan.38

- Declaration of Human Rights 1948.39

Sebelum munculnya Declaration of Human Rights, terlebih dahulu PBB membentuk dan mengesahkan Piagam dan Statuta Mahkamah Internasional menyangkut perlindungan HAM pada tanggal 26 Juni 1945 di San Fransisco. Selanjutnya, setelah Perang Dunia II tahun 1946 Badan PBB (UN) yang disebut ECOSOC merancang piagam HAM yang hasilnya disahkan dalam Sidang Umum PBB (General Assembly United Nations) pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris, dikenal dengan sebutan Piagam Sedunia tentang Hak-hak Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Sebagai sebuah "pernyataan" atas piagam tersebut baru mengikat secara moral dan bukan yuridis, sebab mengikat secara yuridis harus dituangkan dalam bentuk Perjanjian Universal. Pada tanggal 16 Desember 1966 lahir Covenant dari Sidang Umum PBB yang mengikat secara yuridis bagi semua negara yang

38. Http://www.wikisource.org

26

meratifikasi perjanjian (covenant) tersebut. Covenant tersebut memuat: (i) perjanjian tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (covenant on economic, social dan cultural rights), dan (ii) perjanjian tentang Hak-hak Sipil dan Politik (covenant on civil and political rights).40

Konstitusionalisme dan HAM dalam Islam

Hak Asasi Manusia secara lebih awal telah diakui kedudukannya dalam Islam melalui Al-Quran, sebuah Kitab suci keempat yang diturunkan dalam sejarah peradaban manusia setelah Taurat, Zabur dan Injil. Kitab yang diturunkan melalui kerasulan Muhammad ini tidak hanya membahas tentang ibadah, tetapi juga manusia dan kemanusiaan. Perintah wahyu pertama di gua hira yang diturunkan melalui Jibril kepada Muhammad berupa iqra'_sebuah surat yang didalamnya berisikan perintah untuk membaca_ pada dasarnya menggambarkan kewajiban dan pengakuan untuk mempertinggi harkat, derajat dan martabat manusia sebagai khalifah dalam memahami alam semesta melalui ilmu pengetahuan. Secara maknawi, perintah mempertinggi derajat kemanusiaan ini pada dasarnya merupakan pengakuan atas hak asasi manusia sebagai makhluk yang paling sempurna.

Al Quran tidak pernah menyebutkan secara eksplisit baik itu definisi mengenai HAM ataupun mengenai Konstitusi. Tidak adanya definisi khusus mengenai bentuk sebuah Konstitusi menyebabkan polarisasi dan fleksibilitas dalam penafsiran melalui Al-Quran. Akan tetapi disebutkannya perintah untuk berlaku adil bagi pemimipin serta dianjurkannya penghormatan terhadap Hak-Hak kemanusiaan

27

dalam sebuah kepemimpinan justru memberikan nilai lebih dan batasan positif dalam penafsirannya. Hal ini kemudian menjadi dasar pemikiran pembentukan berbagai bentuk negara dan pemerintahan oleh masyarakat Islam. Lebih lanjut disebutkan:

“Bahwasanya Allah menyuruh bersifat adil dan berbuat baik” (Q.S, 16: 90)..41

“Apabila kamu ingin hendak memberi hukum diantara manusia maka haruslah kamu memberi hukum dengan adil” (Q.S, 4: 5).42

“Dan ajaklah mereka itu bermusyawarah tentang perkara mereka” (Q.S, 3: 159).43

“dan adapun urusan mereka rakyat hendaklah dimusyawaratkan antara mereka sendiri” (Q.S, 26: 38).44

Selanjutnya Al-Quran dalam beberapa ayatnya memerintahkan untuk menegakkan HAM sekaligus mengecam keras berbagai upaya kedzaliman. Secara lebih tegas kewajiban dan pengakuan atas HAM disebutkan diantaranya sebagai beriut;

“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh” (Q.S, 81; 8– 9)45 “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama / itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin” (Q.S, 107: 1 – 3)46

“Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu ?

41. Al-Quran, surat An-Nahl, ayat 90.

42. ibid, An-Nisaa, ayat 5.

43. ibid, Ali Imron, ayat 159.

44

. ibid, As Syura, ayat 38.

45. ibid, surah At-Takwir, ayat 8-9.

28

(Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan” (Q.S, 90: 12 13)47 “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”

“Tidak boleh ada paksaan tentang agama;karena sudahlah jelas perbedaan antara benar dan sesat” (Q.S, 2: 256).48

“dan sungguh telah kami muliakan keturunan adam dan kami angkut mereka di daratan dan lautan dan Kami beri, mereka dari rezeki yang baik-baik, dan kami lebihkan mereka dari kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”. (Q.S, 17: 70).49

Redaksional ayat yang terakhir ini merupakan salah satu dasar menyangkut pandangan Islam tentang Hak-Hak Asasi Manusia. Manusia siapa pun harus dihormati hak-haknya tanpa perbedaan. Semua memiliki hak hidup, hak berbicara, dan mengeluarkan pendapat, hak beragama, hak memperoleh pekerjaan dan berserikat, dan lain-lain yang dicakup oleh Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia. Akan tetapi, hak-hak tersebut tidak boleh bertentangan dengan hak-hak Allah dan harus selalu berada dalam koridor tuntutan agama-Nya. Dalam konteks ayat ini manusia dianugerahi Allah keistimewaan yang tidak dianugerahkan-Nya kepada yang lain dan itu pulalah yang menjadikan manusia mulia serta harus dihormati dalam kedudukannya sebagai manusia. Anugerah tersebut berlaku untuk semua manusia dan lahir bersama kelahirannya sebagai manusia, tanpa membedakan seseorang dengan yang lain. Prinsip inilah yang menjadikan Nabi Muhammad saw.berdiri menghormati jenazah seorang Yahudi, yang ketika itu sahabat-sahabat Rasul saw. menanyakan sikap beliau itu, Nabi saw. menjawab: “Bukankah yang mati itu juga manusia?” Begitu tinggi dan mulia kedudukan manusia maka Allah

47

. ibid, Al-Balad, ayat 12-13

48. ibid, Al Baqarah, ayat 256.

29

mendeklarasikan ketundukan alam semesta terhadap manusia.50

Dalam pada itu, Qur'an yang bersifat universal memiliki ciri yang berbeda mengenai HAM, yaitu lebih bersifat teokratis tetapi memiliki sisi humanistis. Hal ini tentu amat berbeda dengan HAM versi pemikiran barat yang cenderung berawal dari konsepsi pemikiran rasional. Meskipun begitu, konsep HAM dalam Quran memiliki banyak ruang untuk dirasionalkan dan dimanifestasikan. Penegakan HAM pada awal mula keislaman ini bertumpu pada entitas kewahyuan dan spiritual dengan pemberian sanksi moral spiritual oleh Muhammad sebagai Rasul pada saat itu.

Islam melalui Al-Quran mengajarkan keseimbangan antara hak dan kewajiban asasi manusia. Lebih dari itu, Islam memasukkan unsur pengakuan HAM, harkat dan martabat kemanusiaan sebagai bagian dari aspek “muamalah” yang kesemuanya itu bisa dimasukkan dalam kategori ibadah. Melalui Muhammad, pola penegakan dan pengakuan mengenai Hak Asasi Manusia sedikit demi sedikit mampu terwujud dalam konstelasi masyarakat Makkah yang masih jahiliyyah.

Dalam beberapa periode sejarah kejahiliyyahan masyarakat Makkah, Islam muncul sebagai agama yang universal dan toleran. Perbudakan yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat tidak secara langsung dihapuskan, tetapi perlahan-lahan melalui pendekatan yang dilakukan oleh Muhammad. Islam sangat memahami betapa perbudakan merupakan salah satu perlakuan yang memasung kebebasan HAM. Oleh karena itu, perbudakan dihapus melalui pemasukan ajaran Islam kedalam masyarakat itu sendiri. Hal ini dilakukan

50. Quraish Shihab, dalam Shaharudin daming, Eskafasi mutiara HAM

30

melalui perintah untuk memerdekakakan budak sebagai pengganti atas dilanggarnya aspek ibadah maupun diabaikannya ketentuan syariat.51 Dengan demikian, diakuinya perbudakan dalam Islam bukan serta merta untuk dilestarikan melainkan dihapuskan.

Adapun dalam rangkaian pemikiran rasionalis barat yang beranggapan Islam bukanlah agama yang mengakui HAM dikarenakan adanya pencantuman penulisan dan pengakuan “budak” di dalam Al-Quran, nyatanya adalah sebuah hal yang keliru. Perbudakan yang tersirat dalam ayat Al-Quran bukanlah sebagai unsur pengabadian (underogable) atas perbudakan itu sendiri, melainkan sebuah petunjuk awal untuk upaya mewujudkan kesetaraan umat manusia termasuk diantaranya menghilangkan perbudakan. Nilai universalisme Islam yang mengakui kesetaraan manusia telah menjadi acuan bagi upaya penghapusan perbudakan masyarakat kuno melalui aspek keta'atan kepada Tuhan (ketakwaan), spiritualitas dan aspek ibadah muamalah.

Sejarah pengakuan Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh Muhammad mengalami masa keemasan pada saat dilakukannya hijrah dari Makkah menuju Madinah. Pada saat itulah dimulai penggabungan masyarakat dan kemajuan heterogenitas masyarakat. Islam terwujud sebagai agama yang mampu mempersatukan perbedaan kepentingan dan kesukuan masyarakat madinah. Diangkatnya nabi sebagai kepala negara

51. Penghapusan budak dilakukan melalui aspek ibadah dan penghukuman atas dilanggarnya sebuah ketentuan agama. Pada saat itu, hal terberat yang dilakukan masyarakat adalah memerdekakan budak. Tidak hanya itu, kemerdekaan secara langsung diberikan oleh Muhammad kepada budak kaum kafir yang secara terang-terangan menyatakan diri memeluk Islam. Hal ini pun menjadi tradisi pada masanya,, sehingga memerdekakan budak turut pula dilakukan oleh para sahabat nabi.dan para penerus ajaran beliau.

31

dan pemerintahan menyebakan pemahaman akan Islam menjadi demikian kompleks dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Peran Muhammad dengan misi Islamnya mengalami lompatan besar dalam hal pengakuan HAM dan kehidupan bernegara pada saat disetujuinya Piagam Madinah sebagai sebuah aturan konstitutif atas kehidupan politik masyarakat Madinah.

Konstitusi Madinah

Terbentuknya Piagam Madinah sebagai dasar penyelenggaraan kehidupan dan pemerintahan di Madinah semakin membuktikan bahwa Sejarah Konstitusionalisme dan HAM dalam Islam pada dasarnya telah dimulai sejak masa kerasulan Muhammad SAW sebagai kepala Negara saat itu (622 M). Dalam posisinya sebagai pemimpin spiritual maupun pemerintahan di Madinah, beliau telah menerapkan konsep persamaan hak dan kebebasan beragama serta prinsip-prinsip pemerintahan yang demokratis meskipun konsep pemerintahan yang ia pimpin secara mayoritas bersifat teokratis. Piagam kesepakatan yang kemudian juga dikenal dengan sebutan shahifah52 tersebut menjadi dasar kehidupan politis dan sosial kemasyarakatan dalam sebuah Negara Madinah yang Majemuk. Hal ini menjadi demikian fenomenal dalam catatan sejarah mengingat kota Madinah adalah satu wilayah yang menjadi tempat hijrah Rasul yang bersamaan

52. Shahifah adalah nama yang disebut dalam naskah asli Piagam Madinah. Menurut Ahmad Sukardja, kata shahifat lebih tepat dikarenakan menunjuk pada makna piagam atau charter, karena lebih menunjuk kepada surat resmi yang bersifat pernyataan tentang suatu hal, dalam Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, hal.2.

32

dengan itu pula menerima kehadirannya sebagai pemimpin umat sekaligus pembawa agama baru (islam).

Sebagai kepala Negara, Rasul memandang perlunya unsur persatuan, kesatuan dan musyawarah dalam konsep bernegara. Konsep Rahmatan lil’alamin, Ukhuwwah ummah dan Mashlahah ‘aammah (kepentingan dan kesejahteraan umum) benar-benar termanifestasikan dalam pola kepemimpinannya.

Konstitusi Madinah yang kemudian diakui keberadaannya sebagai sebuah Konstitusi pertama dan otentik pada dasarnya memiliki beberapa kharakteristik Konstitusi Modern. Berdasarkan masa sejarah pada saat Konstitusi tersebut dibentuk, secara jelas terlihat pengaruh yang amat besar yang diberikan oleh Islam melalui Al-Quran dan As-sunnah yang dideskripsikan melalui perilaku dan seni kepemipinan Muhammad.

Keberhasilan pembentukan dan penerapan Piagam Madinah tidak lepas dari pola keteladanan Muhammad (uswah) dalam mendeskripsikan Islam sebagai rahmat bagi semesta (rahmatan lil ‘alamiin) termasuk di dalamnya toleransi bagi umat beragama lain. Disamping itu, adanya cita-cita besar pembentukan Negara yang damai, sejahtera dan madani menjadi salah satu latar belakang disusunnya Piagam ini. Integralisasi aturan kehidupan yang dilakukan oleh Muhammad bukan hanya ditujukan bagi masyarakat Muslim, tetapi lebih dari itu Ia menjamin kebutuhan dan Hak-hak warga Negara yang dipimpinnya dalam kemajemukan budaya dan agama.

Secara tekstual, Piagam Madinah ini secara lengkap diriwayatkan oleh Ibn Ishaq (w. 151 H) dan Ibn Hisyam (w. 213

33

H),53 Meskipun kharakteristik yang terkandung didalamnya masih kuno, tetapi kebenaran dan keotentikan piagam tersebut dapat dipertanggungjawabkan mengingat gaya bahasa dan penyusunan redaksi yang digunakan dalam Piagam Madinah ini setaraf dan sejajar dengan gaya bahasa yang dipergunakan pada masanya. Demikian pula kandungan dan semangat piagam tersebut sesuai dengan kondisi sosiologis dan historis zaman itu54. Keotentikan Piagam Madinah ini diakui pula oleh William Montgomery Watt, yang menyatakan bahwa dokumen piagam tersebut, yang secara umum diakui keotentikannya, tidak mungkin dipalsukan dan ditulis pada masa Umayyah dan Abbassiyah yang dalam kandungannya memasukkan orang non muslim ke dalam kesatuan ummah.55

Sebagai sebuah Konstitusi, Piagam Madinah memuat secara explisit megenai persatuan ummat dan dasar penerapan pembentukan kenegaraan. Kharakteristik tersebut diantaranya;56

1. Masyarakat pendukung Piagam Madinah merupakan masyarakat yang majemuk terdiri dari beberapa ikatan kesukuan dan agama. Unsur kesukuan memegang peranan penting bagi pembentukan awal sebuah kelompok dalam komunitas, dengan demikian maka menjadi awal cikal bakal pembentukan negara. Pada saat itu, Muhammad menghilangkan primordialisme kesukuan dan menggantinya dengan nasionalisme (dilihat dari unsur kegotongroyongan serta musyawarah

53. Disadur dari artikel dalam www.google.com//sejarah Hak Asasi Manusia/Piagam Madinah, diunduh pada 24 September 2010, hal.2-3

54. ibid,.

55

. ibid,.

56. Sebagaimana diantaranya dirangkum dan disadur dari Irfan Idris, op.cit, hal 33-35.

34

dalam kabilah yang dimaksudkan untuk membangun satu persatuan Negara Madinah dengan tanpa menghilangkan ciri-khas masing-masing kabilah, tetapi menggabungkannya dalam sebuah aturan Piagam yang kemudian disepakati bersama menjadi sebuah dokumen pengikat kehidupan majemuk secara politik).

2. Persamaan kedudukan dalam masyarakat yang ditandai dengan kewajiban untuk saling menghormati, bekerjasama serta memberikan perlakuan yang adil dan wajar sesuai dengan kemanusiaan. Termasuk pula di dalamnya perlindungan politik dan hukum terhadap kaum minoritas.

3. Pengakuan terhadap agama dan kebebasan menjalankan ibadah bagi Muslim dan Yahudi serta bagi umat lainnya, persamaan kedudukan di hadapan hukum bagi seluruh warga negara, pengakuan atas perjanjian perdata warga negara, Hak dan kewajiban pembelaan negara terkait penyerangan dan pertahanan, serta pengakuan atas perdamaian.

4. Adanya sentralisasi dan desentralisasi pemerintahan yang ditandai dengan Yatsrib sebagai pusat pemerintahan serta pembagian wewenang terhadap penyelesaian permasalahan dalam suku/kabilah yang diserahkan urusannya kepada masing-masing suku tersebut, dan menyerahkan urusan kepada Muhammad (pemimpin pusat) apabila menyangkut permasalahan antar suku di Madinah. Pada masa ini telah diperkenalkan asas pembagian kekuasaan (distribution of power) secara dini dan jauh lebih awal sebelum para pemikir dan negarawan barat mengkonsepsikannya ke dalam negara modern.

35

Konstitusionalisme yang dianut oleh Negara Madinah, telah merangkum semua sifat yang dibutuhkan oleh organisasi kenegaraan, baik sifat proklamasi (proclamation of independence), deklarasi (declaration of birth of state), perjanjian atau pernyataan-pernyataan yang lain (seperti halnya konsep declaration of Human Rights maupun le droit de l'home et du citoyen) termuat pula konsepnya dalam Piagam ini. Oleh karena kualitasnya yang serba mencakup ini, maka Piagam Madinah diakui sebagai “Konstitusi tertulis yang pertama di dunia”.57 Bahkan, Konstitusi Madinah diakui pula sebagai Konstitusi termodern pada zamannya.58 Modernitas ini dapat dilihat melalui adanya komitmen yang tinggi, partisipasi masyarakat dalam pembuatan piagam dan dalam pemerintahan, serta keterbukaan posisi kepemimpinan berdasarkan tingkat kecakapan.59

Sayangnya, Demokratisasi dan egalitarianisme dalam bernegara seringkali tidak menjadikan contoh bagi para penguasa Islam selanjutnya. Pada masa sesudah Muhammad wafat, politik pemerintahan dan kenegaraan yang ada semakin mengarah kepada monarkhi absolut bahkan cenderung ekstrimisme golongan. Hal ini terbukti melalui beberapa gejolak politik pada masa pemerintahan Khulafa'urrasyidin, Dinasti Ummayah hingga masa keemasan dinasti Abbasiyyah. Pada rentetan masa tersebut, ada garis absolutisme dalam sistem pemerintahan. Khalifah dalam sebuah khilafah seringkali bertindak absolut layaknya seorang raja. Disamping itu, perpecahan ummat dan golongan serta

57. Djazim Hamidi, Malik, 2009, “Hukum Perbandingan Konstitusi”, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, hal.45.

58

. Robert N. Bellah, 1976, Beyond Belief, Harper & Row, New York, hal. 150-151.

36

banyaknya pemberontakan politik dalam pemerintahan

Dalam dokumen BUKU KONSTITUSI.pdf (Halaman 27-63)

Dokumen terkait