• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konteks gondang hasap

Dalam dokumen SULIM BATAK TOBA: SEBUAH KAJIAN (Halaman 117-121)

KONTINUITAS, PERUBAHAN FUNGS

4.2 Konteks Penggunaan sulim dalam Berbagai Periode sebagai Fenomena Perubahan

4.2.2 Konteks ensambel

4.2.2.1 Konteks gondang hasap

Secara historis, kehadiran sulim dalam gondang hasapi tidak diketahui secara pasti. Penggabungan sulim dengan gondang hasapi maupun dengan ensambel yang lain mulai dikenal sejak munculnya bentuk seni pertunjukan pada masyarakat Batak Toba yang dikenal dengan opera Batak.

Opera Batak adalah pertunjukan opera bergaya Batak, istilah ini bukanlah istilah baku dalam entitas kebudayaan Batak. Di kalangan Batak tidak jarang sebutan itu dianggap sebagai bagian dari tradisi kebatakan karena para pelopor opera Batak pada awal kemunculannya pada tahun 1920-an adalah orang-orang Batak, seperti Tilhang Gultom. Umumnya, ceritanya menghadirkan pesan moral bagi siapa saja yang menyaksikan.

Puncak kejayaan Opera Batak pada tahun 1960-an, ketika penampilannya sudah bertaraf nasional atas undangan presiden Republik Indonesia Soekarno di Istana Merdeka. Opera Batak bisa saja menjadi suatu entitas baru dalam kebudayaan Batak setelah Batak harus berubah dari tradisi klasiknya dengan berbagai bentuk upacara (teater awal) dan tradisi pertunjukan seperti teater boneka sigale-gale dan hoda-hoda (semacam Jaran Kepang di Jawa), dan lain-lain. Perlu dipahami bahwa opera Batak bukanlah kebudayaan tradisi asli. Kehadirannya merupakan suatu situasi transisi dalam masyarakat dan kebudayaan Batak.

Awalnya opera Batak berasal dari tanah kurang subur, tepatnya di Sitamiang, Onan Runggu (Samosir) sebagai kelompok penggembala kerbau. Salah

117

satunya ialah Tilhang Gultom (+ 1896–1970), anak kelima dari Raja Sarumbosi Gultom. Tiga orang parhasapi (pemain) merupakan cikal bakal sebutan Tilhang Parhasapi pada tahun 1925 .

Pada awalnya pertunjukan dilakukan di rumah-rumah sebelum undangan dari luar daerah. Pemainnya berjumlah 12 (dua belas) orang yang sebagiannya adalah anggota keluarga Gari Gultom abang ayahnya Tilhang Gultom. Pada tahun1927 Tilhang Gultom kemudian pindah ke Tigadolok (Simalungun) dan mempunyai pemain sebanyak 50 (lima puluh) orang . Kurun waktu antara tahun 1914-1938, muncul gerakan identitas dan nasionalisme Batak yang dikenal dengan nama Dos Ni Roha, dan ini menjadi sponsor utama grup Tilhang. Sehingga pada tahun 1934 pertunjukan keliling dimulai sampai ke Penang dan semenanjung Melayu (Daniel Perret, 2010:338-350) .

Sebagai grup Tilhang Opera Batak mulai dikenal pada 1928-1930. Perubahan nama grup masih dilakukan Tilhang sampai tahun 1937, antara lain Tilhang Batak Hindia Toneel, Ria TOR, dan Tilhang Toneel Gezelschaap.32 Pada masa kolonial Jepang di Indonesia, grup Tilhang bernama Sandiwara Asia Timur Raya dengan jumlah anggota sebanyak 40 (empat puluh) orang. Selanjutnya, setelah kemerdekaan nama grup ini berubah menjadi Panca Ragam Tilhang dan Serindo (Seni Ragam Indonesia).

Demikianlah sejarah singkat awal tumbuh dan berkembangnya opera Batak sebagai teater tradisi (teater rakyat) yang telah memiliki ketenaran pada zamannya. Melakukan pertunjukan dari kampung ke kampung, terutama ke daerah-daerah yang baru selesai panen, karena ticket (oleh masyarakat lebih dikenal dengan sebutan karcis) untuk menonton opera Batak dulunya bisa dilakukan dengan

32

118

menukarkan hasil panen, dan hiburan rakyat ini sangat dinikmati masyarakat pada masa itu.

Secara dramaturgi, opera Batak merupakan suatu pertunjukan variatif yang menampilkan ceritera yang berisikan pesan moral, cerita rakyat dan merupakan suatu seni pertunjukan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal masyarakat. Sebagai contoh, cerita “Si Jonaha Penipu Ulung”. Ceritera ini mengisahkan seorang lelaki bernama Jonaha yang suka menipu, sehingga dia menjadi komoditas perdagangan manusia, karena suka berhutang dan berjudi, sehingga ketika tidak mampu membayar hutang, dia diperjual belikan. Naskah ini ditampilkan dalam 4 (empat) bahasa yaitu Karo, Simalungun, Toba, dan Bahasa Indonesia), dan latar tempatnya dari Tanah Karo, Simalungun dan Tapanuli. Cerita ini berisi pesan moral; tidak boleh menipu sesama manusia, terutama melakukan hal yang merugikan orang lain.

Para pemain opera Batak juga terdiri dari berbagai agama, suku dan daerah asal. Sehingga dengan keberagaman itu, masing-masing bisa bebas mengekspresikan dirinya sesuai dengan latar belakang etnisnya masing-masing.

Untuk elemen seni, selain menampilkan seni teater, opera Batak juga memadukan hal lain yang bernuansakan keberagaman, seperti seni musik yang menyajikan paduan instrumen dan vokal (ensambel musik tradisional Batak Toba, Melayu, Jawa dan lagu-lagu) dan seni tari . Dalam tarian juga ada dikenal namanya Tortor Lima Puak (Lima Suku Batak) dan menampilkan tarian Melayu33. Walaupun pertunjukan tersebut menampilkan musik dan lagu dari berbagai suku/etnis khususnya suku yang ada di Sumatera Utara, namun instrumen yang

33

119

dimainkan tetaplah berbagai instrumen dari ensambel musik Batak Toba khususnya ensambel gondanghasapi yang dikembangkan dengan masuknya instrumen sulim.

Pada pertunjukan opera Batak, musik merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam penggarapan sebuah cerita. Kehadiran musik dalam opera Batak berfugsi untuk membangun suasana dalam setiap adegan, baik sebagai pengiring tarian maupun pengiring nyanyian. Selain itu, keseluruhan instrumen musik kadangkala dimainkan sebagai musik instrumentalia yang bertujuan untuk mendemonstrasikan alat-alat musik tersebut dalam suatu pertunjukan. Oleh karena itu, hampir semua instrumen yang ada pada masyarakat Batak Toba selalu ditampilkan dalam setiap pertunjukan opera Batak, bahkan kadang-kadang juga menyertakan instrumen di luar etnis Batak Toba seperti biola, gitar dan sebagainya.34

Dalam konteks pertunjukannya, penggunaan instrumen musik tradisional selalu disesuaikan dengan karakter maupun adegan yang disajikan, misalnya : gondang sabangunan biasanya digunakan untuk mengiringi tarian, gondanghasapi digunakan sebagai pengiring tarian dan kadangkala digunakan juga untuk mengiringi nyanyian-nyanyian. Selain dalam ensambel, sulim bersama instrumen tunggal lainnya seperti sordam, tulila, dan saga-saga juga sering dimainkan secara tunggal untuk menggambarkan suasana cerita yang hening atau pun sedih.

Setelah awalnya sulim hanya dipakai sebagai instrumen tunggal, dengan kehadiran opera Batak, sulim berkembang menjadi instrumen penting dalam memainkan perannya sebagai instrumen melodis. Tidak hanya mampu memainkan lagu-lagu Batak Toba tetapi juga acapkali digunakan sebagai pembawa melodi

34

Dikutip dari skripsi Martogi Sitohang yang berjudul “Sulim Batak Toba : Suatu Kajian dalam konteks Gondang Hasapi” halaman 51

120

utama dalam memainkan berbagai lagu dari etnis atau sub-etnis di luar Batak Toba. Kemudian diantara berbagai instrumen yang dimainkan dalam gondang hasapi, sulim merupakan instrumen yang tidak hanya berperan sebagai instrumen melodis tetapi juga mampu menghasilkan improvisasi nada-nada tanpa menghilangkan inti dari melodi lagu.

Dilihat dari segi fungsinya, sulim dalam pertunjukan opera Batak merupakan sebuah instrumen yang paling komplit dibandingkan yang lain, sebab sulim mampu memaksimalkan perannya sebagai instrumen melodis dalam kajian yang lebih luas, baik dari segi konteks penggunaannya dalam bentuk solo dan ensambel maupun segi pengembangan nada-nada atau alur melodi musik yang dimainkan.

Dalam dokumen SULIM BATAK TOBA: SEBUAH KAJIAN (Halaman 117-121)

Dokumen terkait