• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.6 Interkorelasi Antar Variabel

4.7.1.3 Kontrol Diri Pada Penegak Hukum

Kontrol diri adalah kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan perilaku serta dorongan-dorongan dari dalam diri individu, dengan tujuan agar perilaku dapat terkendali sehingga terhindar dari perilaku menyimpang atau melanggar norma dan etika yang disepakati oleh masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian, secara umum kontrol diri penegak hukum berada pada kriteria tinggi sebanyak 18 subyek (40%). Hal tersebut menunjukkan bahwa hakim Pengadilan Negeri Semarang dan jaksa Kejaksaan Negeri Semarang memiliki kontrol diri yang tinggi. Artinya subyek mempunyai kontrol diri yang tinggi saat melaksakan pekerjaan mereka.

Kontrol diri meliputi tiga indikator yaitu behavior control, cognitive control dan decisional control. Kontrol diri ditinjau dari indikator behavior control secara umum berada pada kriteria tinggi sebanyak 17 subyek (57%).

Kontrol diri penegak hukum ditinjau dari indikator cognitive control secara umum berada pada kriteria tinggi sebanyak 20 subyek (67%). Sedangkan kontrol diri penegak ditinjau dari indikator decisional control secara umum berada pada kriteria tinggi sebanyak 17 subyek (57%). Maka dapat disimpulkan bahwa dari semua indikator kontrol diri memiliki gambaran kecenderungan yang sama yaitu responden secara umum berada pada kategori tinggi.

Berdasarkan mean empiris dari ketiga indikator menunjukkan bahwa dari ketiga indikator kontrol diri, indikator decisional control mempunyai mean empiris yang paling tinggi yaitu sebesar 2,994 dibandingkan dengan indikator lainnya. Maka dapat disimpulkan bahwa indikator decisional control merupakan indikator yang paling berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kontrol diri responden.

Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku responden dalam konteks pekerjaan lebih dikontrol oleh indikator decisional control. Artinya dalam melaksanakan pekerjaan responden lebih menggunakan kemampuan yang berdasarkan keyakini atau disetujuinya dalam menentukan perilaku atau tindakan. Hal tersebut bertujuan agar setiap keputusan atau tindakan yang diambil sesuai dengan tuntutan nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam kode etik profesi penegak hukum dan yang berlaku dalam masyarakat.

Hasil uji interkorelasi antar variabel pada variabel kontrol diri dapat disimpulkan bahwa semua indikator kontrol diri mempunyai korelasi yang signifikan dengan variabel kontrol diri. Artinya semua indikator kontrol diri yang

digunakan dalam penelitian ini relevan dan mendukung tinggi atau rendahnya tingkat kontrol diri.

Hasil uji interkorelasi antar variabel pada variabel kontrol dengan variabel kepuasan imbalan imbalan dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara variabel kepuasan imbalan dengan variabel kontrol diri. Hal ini berarti kepuasan imbalan tidak mendukung tinggi atau rendahnya tingkat kontrol diri. Sedangkan hasil uji interkorelasi antar variabel pada variabel kontrol diri dengan variabel perilaku etis dalam bekerja dapat disimpulkan bahwa variabel kontrol diri memiliki korelasi yang signifikan dengan variabel perilaku etis dalam bekerja dengan nilai korelasi sebesar 0,726.

Berdasarkan hasil analisis demografi responden terkait kontrol diri dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Berkaitan dengan jenis kelamin responden terhadap kontrol diri, hasil analisis demografi menunjukkan bahwa kontrol diri pada responden wanita lebih tinggi dibandingkan responden pria. Hal ini diduga karena jenis kelamin mempengaruhi beberapa dimensi dari kesejahteraan psikologis seseorang. Salah satu dimensi tersebut adalah kontrol diri. Wanita lebih memikirkan resiko atau dampak negatif dari setiap keputusan dan tindakan yang diambil sehingga wanita memiliki kontrol diri yang lebih tinggi dibandingkan pria.

Menurut Hurlock, 1980 (dalam Fasilita, 2012: 23) kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan perkembangan usia. Semakin bertambahnya usia seseorang maka akan semakin baik kontrol dirinya, individu yang matang secara psikologis juga akan mampu mengontrol perilakunya karena telah mampu

mempertimbangkan mana hal yang baik dan yang tidak baik bagi dirinya. Pendapat tersebut sejalan dengan hasil analisis deskriptif demografi responden berdasarkan usia terhadap kontrol diri penegak hukum. Hasil analsisis deskriptif berdasarkan usia terhadap kontrol diri menunjukkan bahwa responden yang berusia 41-60 tahun memiliki kontrol diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang berusia 21-40 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia responden maka akan diikuti oleh bertambahnya kematangan dalam berpikir, bertindak dan mengambil keputusan. Pengalaman hidup yang banyak dan bervariasi, akan sangat membantu responden dalam menentukan reaksi terhadap situasi yang sedang dan akan dihadapi. Sehingga dapat disimpulkan responden dengan usia yang lebih matang cenderung memiliki kontrol diri yang lebih baik dibandingkan responden dengan usia yang lebih muda.

Berkaitan dengan masa kerja responden terhadap kontrol, hasil analisis demografi menunjukkan bahwa bahwa kontrol diri pada responden dengan masa kerja 25-44 tahun lebih tinggi dibandingkan responden dengan masa kerja 5-24 tahun. Menurut peneliti hal ini diduga karena masa kerja yang lebih lama akan memberikan pengalaman yang lebih banyak dan membentuk proses pembelajaran pada diri seseorang dalam konteks pekerjaan. Pengalaman yang diperoleh dari proses pembelajaran lingkungan kerja memegang peran dalan kontrol diri seseorang, saat bekerja seseorang bereaksi dengan menggunakan pola fikir yang lebih kompleks dan pengalaman terhadap situasi sebelumnya untuk melakukan tindakan, sehingga pengalaman yang positif akan mendorong seseorang untuk

bertindak yang sama, sedangkan pengalaman negatif akan dapat merubah pola reaksi terhadap situasi tersebut.

Masa kerja berkaitan dengan golongan jabatan, pegawai yang memiliki masa kerja lebih lama akan memperoleh peluang promosi yang lebih besar. Melalui promosi tersebut pegawai dapat mencapai jabatan yang lebih tinggi. Hal ini diduga akan menambah pengalaman seseorang sehingga dapat mempengaruhi cara seseorang berpikir dan bertindak dalam menyesuaikan norma-norma yang benar dan berlaku dalam suatu masyarakat. Hal ini sejalan dengan hasil analisis demografi responden terkait golongan jabatan dan kontrol diri yakni responden dengan golongan jabatan IV c/d lebih tinggi dibandingkan dengan golongan jabatan III b/c/d.

Pengalaman tersebut tentunya berkaitan dengan latar belakang pendidikan seseorang. Seseorang dengan latar belakang pendidikan yang lebih tinggi tentunya akan memiliki pengalaman dan ilmu lebih banyak. Semakin bertambahnya pengetahuan dan ilmu sesorang seharusnya diimbangi dengan kemampuan mengendalikan diri baik pula, tidak berbuat sesuka hati dengan membiarkan perilaku yang lebih mementingkan kepentingan pribadi tanpa menghiraukan konsekuensi yang akan diperoleh. Hal ini sejalan dengan hasil analisis demografi responden terkait latar belakang pendidikan akhir terhadap kontrol diri yakni responden dengan latar belakang pendidikan akhir S2 memiliki kontrol diri yang lebih tinggi dibandingkan responden dengan latar belakang pendidikan akhir S1.

4.7.2 Pembahasan Analisis Inferensial Pengaruh Kepuasan Imbalan dan