• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegiatan Koordinasi dalam Rangka Penguatan Demokrasi I ndonesia Tahun 2015 Lainnya, Kerjasama South South Triangular, Koordinasi Dalam Rangka 2015 Lainnya, Kerjasama South South Triangular, Koordinasi Dalam Rangka

Dalam dokumen LAPORAN Penguatan Demokrasi TA 2016 FINAL (Halaman 78-86)

Trilateral Meeting

POKOK BAHASAN CATATAN PEMBAHASAN

1. Program dan kegiatan MPR di tahun 2017 merupakan kegiatan rutin yang sudah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya dengan meningkatkan volume kegiatan. Kenaikan

2.4. Kegiatan Koordinasi dalam Rangka Penguatan Demokrasi I ndonesia Tahun 2015 Lainnya, Kerjasama South South Triangular, Koordinasi Dalam Rangka 2015 Lainnya, Kerjasama South South Triangular, Koordinasi Dalam Rangka

Penyelenggaraan Pilkada Serentak.

Kegiatan koordinasi dalam rangka penguatan Demokrasi Indonesia tahun 2016 lainnya meliputi kegiatan koordinasi Kerjasama South South Triangular, Koordinasi Dalam Rangka Penyelenggaraan Pilkada Serentak.

Kerjasama South South Triangular

Pelaksanaan Kegiatan Kerjasama South South Triangular (KSST) dilaksanakan oleh Direktorat Politik dan Komunikasi yang merupakan anggota dari Pokja 3 dalam KSST. Adapun kegiatan rapat koordinasi KSST telah dilaksanakan pada tanggal 11 11 Februari 2016 di Hotel Best Western Premier Bandung dan dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian/Lembaga yang kegiatan KSSTnya dikoordinasikan oleh Kementerian Sekretariat Negara. Rapat dibuka oleh Bapak Fahrur dari Kementerian Sekretariat Negara dan selanjutnya dipimpin oleh Kepala Biro Kerjasama Teknik Luar Negeri Kementerian Sekretariat Negara. Beberapa catatan penting dalam rapat koordinasi tersebut adalah:

1. Kementerian Sekretariat Negara sedang menyiapkan naskah akademik

single agency

KSST Indonesia. Dalam rakor ke 2 atau ke 3 akan fokus membahas hal ini. Pada tahun ini diharapkan naskah akademik sudah jadi. Pembuatan naskah akademik akan mendapat dukungan dari GIZ.

2. Pada tahun 2016 akan dilakukan Launching Annual Report on Indonesia SSTC 2015. Sehubungan dengan hal itu, K/L diharapkan memberikan informasi tentang kegiatan KSST yang dilaksanakan pada tahun 2015 sebagai bahan penyusunan Annual Report tersebut. Agar K/L mendapatkan gambaran tentang Annual Report tersebut, maka Annual Report 2014 akan dikirimkan kepada K/L sebagai bahan pertimbangan.

3. Pertemuan dengan K/L untuk membahas kegiatan KSST, namun hal ini akan tergantung pada arahan tentang penyusunan RKP 2017, khususnya terkait arahan Presiden bahwa

money follows program

dan bukan

follows function

. Terkait dengan pelaksanaan kegiatan KSST perlu mendiskusikan kegiatan dan alasan kegiatan yang akan dilakukan serta penentuan waktu pelaksanaannya. Upaya koordinasi awal dalam pelaksanan kegiatan KSST perlu melibatkan semua Kepala Biro perencanaan K/L yang mempunyai kegiatan KSST.

4. Perlu ada standar biaya khusus untuk kegiatan KSST misalnya untuk pengiriman tenaga ahli ke luar negeri dan untuk penyediaan konsumsi yang layak bagi peserta training dari luar negeri

75

5. Diperlukannya pedoman bagi K/L terkait kegiatan apa yang masuk dalam kerangka KSST.

Pembahasan terakhir dalam rapat koordinasi tersebut adalah pembahasan terkait rencana kegiatan KSST yang akan dilaksanakan di sepanjang tahun 2016, yang dapat dilihat dibawah tabel ini:

Tabel 2.23 Rencana Kegiatan KSST TA 2016

No. Nama Kegiatan I mplementing Agency Rencana Tempat Pelaksanaan Waktu Pelaksanaan 1 International Training on Disaster Recovery and Mitigation for Coastal Area (Series 3)

Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana Unsyiah

Banda Aceh 18 – 29 April 2016

2 Strengthen of Artificial Insemination to Achieve Food Security in the Republic of Democratic of Timor Leste

Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari

Timor Leste Awal Maret, Juli Desember 2016 (usulan Ro Keuangan bln desember dipikirkan kembali mengingat KPPN) 3 Training Course on Developing Strategic Partnership with Moslem Religious Leaders in Family Planning

BKKBN Yogyakarta 25 s.d. 30 April 2016

4 Training on Empowering Women through Family Planning and Economic Development Intervention

BKKBN Padang, Sumatera Barat

22 s.d. 28 Mei 2016

5 Sharing Best Practices on Women and Leadership

KPPPA Bali September 2016

(awalnya Agustus 2016, dikonfirmasi lagi) 6 Capacity Building Program

on Enhancing the

Development of Small and Medium Industry

Kemenperin Bali 24 s.d. 30 Juli 2016 (usulan Setneg)

7 OIC Training Program on Vaccine

PT. Biofarma Bandung-Cisarua

Minggu ke-2 Oktober (1 minggu)

76

No. Nama Kegiatan I mplementing Agency

Rencana Tempat Pelaksanaan

Waktu Pelaksanaan

8 Third Country Training Program on Maternal, Neonatal, and Child Health Service through Maternal and Child Health Handbook

Kementerian Kesehatan

Yogyakarta 30 Juli s.d. 5 Agustus 2016

9 Capacity Building Program on Information and Technology Balai Pelatihan dan Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi, Cikarang Cikarang , Jawa Barat Agustus, September 2016

Ada 3 kelas dan masing-masing

pelaksanaan selama 1 minggu

10 Capacity Building on Family Planning for the Phillipines

BKKBN Belitung Oktober 2016

Koordinasi Dalam Rangka Penyelenggaraan Pilkada Serentak

Kegiatan Penguatan Demokrasi salah satunya juga telah melaksanakan koordinasi anatara Bappenas dengan Satpol PP Prov Banten terkait koordinasi dan penyusunan anggaran dalam mendukung Pilkada Serentak. Dalam kegiatan ini Direktorat Politik dan Komunikasi mengadakan diskusi terkait arah sasaran pembangunan politik jangka panjang dan jangka menengah serta persiapan pelaksanaan teknis penyelenggaraan pilkada serentak antara lain: 1) koordinasi dengan KPU, Bawaslu, Kemendagri, serta aparat keamanan; 2) hambatan-hambatan pelaksanaan Pilkada lainnya.

Hasil pembahasan pertemuan koordinasi yang diselenggarakan di Banten antara lain:

1. Kepolisian akan berkoordinasi dengan KPU dalam pembahasan anggaran keamanan pilkada terutama untuk daerah daerah yang rawan akan konflik Pilkada

2. Anggaran Keamanan Pilkada berada di Polri, namun untuk kedepannya peran setra Gakkumdu akan berada di Bawaslu RI. Untuk pelaksanaan teknis Bawaslu dan Polti akan membuat MOU di setiap lokasi Pilkada. Direktorat Politik dan Komunikasi akan berkoordinasi dengan Direktorat Pertahanan dan Keamanan Bappenas terkait koordinasi pengamanan Pilkada yang melibatkan Polri.

3. Pemerintah Daerah (provinsi) sebaiknya mengalokasikan anggaran untuk Satpol PP mengingar pentingnya peran Satpol PP pada setiap pelaksanaan Pilkada karena ditempatkan personil Sat Pol PP di setiap TPS-TPS. Satpol PP perlu dilibatkan dalam pengamanan, terutama untuk di TPS-TPS di kecamatan dan desa yang mungkibn

77

tidak terjangkau oleh Kepolisian. Usulan ini akan ditindaklanjuti Direktorat Politik dan Komunikasi untuk disampaikan lebih lanjut ke KPU dan Kemendagri

Analisis Kuantitatif I ndeks Demokrasi I ndonesia, Sektor Telekomunikasi dan I nformasi, 3) Daerah Otonomi Baru

Dalam rangka kebutuhan analisis data, Direktorat Politik dan Komunikasi telah melakukan analisis kuantitatif serta pengumpulan data informasi terkait: 1) IDI, 2) Telekomunikasi dan Informasi. Analisis kuantitatif IDI bertujuan sebagai proses kritisi terhadap metode penyusunan IDI yang sudah dilaksanakan selama ini sekaligus sebagai rekomendasi untuk pengembangan selanjutnya. Analisis di sektor Telekomunikasi dilakukan guna identifikasi input-output sektor Telekomunikasi terhadap GDP Indonesia. Hasil pengolahan data dan informasi terkait analisis kuantitatif menjadi masukan dalam penyusunan RKP 2017 dan penyusunan RKP di tahun selanjutnya.

Analisis Kuantitatif I ndeks Demokrasi I ndonesia. Kegiatan analisis kuantitatif yang dilakukan berbasis regresi untuk menganalisa hubungan antara komponen Indeks Demokrasi Indonesia dengan indikator pembangunan. Model regresi dibangun dengan 4 variabel dependen (Indeks Demokrasi Indonesia, kebebasan sipil, hak politik, dan indeks lembaga demokrasi) dan 3 variabel independen (Indeks Pembangunan Manusia, persentase penduduk miskin dan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto). Model analisis adalah sebagai berikut:

(1)

IDI = αIPM + βPoverty + ɤPDRB + ε

(2) CivilFreedom = αIlPM + βPoverty + ɤPDRB + ε

(3) PoliticalRights = αIPM + βPoverty + ɤPDRB + ε

(4)

DemocraticInstitutions = αIPM + βPoverty + ɤPDRB + ε

Data – data yang dikumpulkan antara lain berupa variabel Indeks Demokrasi Indonesia yang terdiri Kebebasan Sipil, Hak-hak Politik dan Peran Lembaga Demokrasi dengan sampel 33 provinsi di Indonesia tahun 2012-2015, variable Indeks Pembangunan Manusia, persentase penduduk miskin, dan pertumbuhan produk domestic regional bruto (PDRB) dengan sampel 33 provinsi di Indonesia tahun 2012-2015. Data diambil dari Laporan IDI 2012-2015 dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Analisis regresi sederhana juga dilakukan untuk melihat hubungan antara Indeks Demokrasi Indonesia secara umum dengan indikator pembangunan (IPM, persentase penduduk miskin dan pertumbuhan PDRB) di tingkat provinsi dengan data tahun 2012-2015

78

Secara umum pada tingkat provinsi, dalam kurun waktu tahun 2012-2015, Indeks Pembangunan Manusia secara signifkan berpengaruh positif (P value < 0.01) terhadap Indeks Demokrasi Indonesia dengan koefisien 0.715. Artinya, peningkatan 1 unit IPM akan berdampak terhadap peningkatan IDI sebesar 0.715 unit. Dapat dikatakan bahwa pembangunan demokrasi di tingkat provinsi berkorelasi positif dengan pembangunan manusianya. Namun, di sisi lain, variable persentase penduduk miskin dan pertumbuhan PDRB tidak memiliki korelasi yang signifikan terhadap Indeks Demokrasi Indonesia (P value > 0.1). Artinya, tidak terdapat keterkaitan antara persentase penduduk miskin dengan pembangunan demokrasi di Indonesia di tingkat provinsi, sama halnya dengan tidak terdapat keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan demokrasi di tingkat provinsi.

Hasil regresi sederhana untuk melihat hubungan antara aspek kebebasan sipil dengan indikator pembangunan (IPM, persentase penduduk miskin dan pertumbuhan PDRB) di tingkat provinsi dengan data tahun 2012-2015

Apabila komponen IDI dijabarkan satu per satu, dapat dilihat variabel kebebasan sipil secara signifikan (p value < 0.1) dipengaruhi oleh persentase penduduk miskin di tingkat provinsi dengan koefisien sebesar 0.364. Artinya, peningkatan 1% penduduk

79

miskin akan secara positif mempengaruhi indeks kebebasan sipil di tingkat provinsi sebesar 0.36 unit. Ini merupakan indikasi yang kurang baik dimana semakin tinggi kebebasan sipil dalam berpolitik justru diikuti dengan semakin meningkatnya kemiskinan di tingkat provinsi. Pada kebebesan sipil tidak dipengaruhi secara signifikan oleh peningkatan IPM dan pertumbuhan PDRB di tingkat provinsi (p value keduanya > 0.1). Maka tidak dapat disimpilkan bahwa terdapat keterkaitan antara kebebasan sipil dengan peningkatan IPM dan pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi.

Hasil analis regresi sederhanan hubungan antara aspek hak-hak politik dengan indikator pembangunan (IPM, persentase penduduk miskin dan pertumbuhan PDRB) di tingkat provinsi dengan data tahun 2012-2015.

Sebagai salah satu komponen pembentuk Indeks Demokrasi Indonesia, dapat dilihat bahwa aspek hak-hak politik masyarakat di tingkat provinsi dipengaruhi secara signifikan oleh IPM (p value < 0.01) dengan koefisien sebesar 1.127. Artinya peningkatan IPM sebesar 1 unit akan diikuti dengan peningkatan hak politik masyarakat di tingkat provinsi sebanyak 1.127 unit. Namun, pertumbuhan PDRB yang secara signifikan (p value < 0.1) berpengaruh terhadap hak politik masyarakat di tingkat provinsi, justru berdampak negative terhadap hak politik masyarakat dengan koefisien -0.723. Artinya, peningkatan PDRB di tingkat provinsi sebesar 1% justru akan mengurangi kebebasan berpolitik masyarakat sebesar 0.723 unit. Di sisi lain, tidak terdapat korelasi yang signifikan antara persentase penduduk miskin dengan hak berpolitik masyarakat di tingkat provinsi (p value > 0.1). Artinya, belum dapat disimpulkan bahwa persentasi penduduk miskin akan berpengaruh terhadap hak politik masyarakat di tingkat provinsi.

Hasil analisis regresi sederhana untuk melihat hubungan antara aspek lembaga demokrasi dengan indikator pembangunan (IPM, persentase penduduk miskin dan pertumbuhan PDRB) di tingkat provinsi dengan data tahun 2012-2015

80

Sebagai salah satu aspek yang tak kalah penting dalam menyusun Indeks Demokrasi Indonesia, aspek lembaga-lembaga demokrasi di tingkat provinsi secara signifikan dipengaruhi oleh IPM (p value < 0.1) dengan koefisien sebesar 0.472. Artinya, peningkatan 1 unit IPM akan diikuti dengan adanya peningkatan 1 unit indeks lembaga demokrasi di tingkat provinsi. Ini merupakan indikasi positif dimana peningkatan pembangunan manusia di tingkat provinsi mempengaruhi kualitas lembaga demokrasinya. Senada dengan IPM, aspek lembaga demokrasi di tingkat provinsi dipengaruhi secara signifikan oleh persentasi penduduk miskin (p value < 0.1) dengan koefisien sebesar -0.319. Artinya penurunan penduduk miskin sebesar 1% akan diikuti dengan peningkatan indek lembaga demokrasi di tingkat provinsi sebesar 0.319 unit. Kedua hal tersebut merupakan indikasi yang baik dimana semakin berkualitas demokrasi kelembagaan di tingkat provinsi, maka kualitas manusia semakin baik dan penduduk miskin semakin berkurang.

Di sisi lain, tidak terdapat korelasi yang signifikan antara pertumbuhan PDRB di tingkat provinsi dengan indeks lembaga demokrasi (p value > 0.1). Artinya, belum dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan berpengaruh terhadap semakin berkualitasnya demokrasi kelembagaan di tingkat provinsi

Analisis input- output sektor Telekomunikasi terhadap GDP I ndonesia. Analisis kuantitatif

Untuk mendukung analisis yang akan dilakukan, berikut uraian kegiatan sebagai Konsultan Analis Kuantitatif, pada bulan ini telah melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Memetakan peran dan mengamati perkembangan data series kontribusi sektor telekomunikasi dalam perekonomian I ndonesia dibandingkan dengan sektor- sektor lainnya lainnya

81 Gambar 2.7

Sumber: Statistik Pos dan Telekomunikasi, Kemekominfo, 2016

Perlambatan perekonomian global nampaknya memberikan dampak terhadap perekonomian berbagai negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2015 hanya mencapai sebesar 4,79 persen. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan permintaan dari negara-negara mitra dagang utama dan penurunan harga komoditas memberikan tekanan terhadap perekonomian daerahyang berbasis pada sektor komoditas. Lebih lanjut, commodity boom yang terjadi pada tahun 2002-2011 diindikasikan telah menyebabkan sebagian daerah terkena ancaman fenomena Dutch disease. Ke depan, dengan perkiraan harga komoditas yang masih belum menguat, Indonesia membutuhkan sumber pertumbuhan baru yang memiliki nilai tambah tinggi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah pusat melakukan reformasi anggaran untuk mendorong proses transformasi ke sektor jasa dan telekomunikasi.

Dari table diatas dapat dilihat bahwa dengan berakhirnya

commodity boom

dan menunrunnya harga minyak dunia paska 2010 menyebabkan stagnansi pada sektor pertanian di kisaran 13,5% - 14% dan bahakan penurunan kontribusi sektor ekstraktif seperti pertambangan hampir 2 kali lipat dari 10,4% di 2010 ke 6,83% di 2016. Ini menyebabkan penggerak perekonomian kini cenderung mengarah ke sektor-sektor bernilai tambah tinggi, seperti jasa yang tumbuh dari 3,4% di 2010 ke 4,15 di 2016 dan sektor tersier seperti informasi dan komunikasi (kominfo) yang sempat meningkat dari 3,7% persen di 2010 ke 4,5% di 2013. Namun, setelah setelah itu sektor kominfo merosot hingga 3,56% di triwulan pertama 2016. Ini merupakan indikasi buruk bagi perekonomian Indonesia yang perlu bergeser ke sektor tersier.

82

b. Melakukan pemetaan sederhana untuk melihat kontribusi sektor telekomunikasi terhadap penerimaan negara dibandingkan dengan komponen penerimaan negara lainnya.

Dalam dokumen LAPORAN Penguatan Demokrasi TA 2016 FINAL (Halaman 78-86)