• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

3. Koperasi

4) Tugas pokok badan usaha koperasi adalah menunjang kepentingan ekonomi anggotanya dalam rangka memajukan kesejahteraan anggota.

5) Jika terdapat kelebihan kemampuan pelayanan koperasi kepada anggotanya, maka kelebihan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota koperasi.

g. Ekuitas Koperasi

Ekuitas koperasi dari modal anggota berbentuk simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan simpanan pokok atau simpanan wajib, modal sumbangan, modal penyertaan, cadangan, dan sisa hasil usaha yang belum dibagi (Rudianto,

2010:6). Berikut ini merupakan penjelasan terkait dengan ekuitas koperasi, yaitu:

1) Modal Anggota

Dalam hal ini modal diartikan sebagai sumber pembelanjaan usaha yang berasal dari setoran para anggota. Setoran anggota koperasi pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a) Simpanan Pokok

Simpanan pokok merupakan jumlah nilai uang tertentu yang sama banyaknya, yang harus disetorkan oleh setiap anggota pada waktu masuk menjadi anggota. Simpanan ini tidak dapat diambil kembali selama orang tersebut masih menjadi anggota koperasi. b) Simpanan Wajib

Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang harus disetorkan oleh anggota dalam kurun waktu tertentu, misalnya sebulan sekali. Simpanan ini dapat diambil berdasarkan ketentuan dalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan keputusan rapat anggota. Adapun pengertian simpanan sukarela yaitu jumlah tertentu yang disetorkan anggota atau bukan anggota koperasi atas kehendak sendiri sebagai simpanan dan dapat diambil setiap saat. Perlu diketahui bahwa simpanan sukarela tidak dapat dikelompokkan sebagai modal koperasi karena bersifat tidak permanen, di mana simpanan jenis ini dapat diambil sewaktu-

waktu. Oleh karena itu, simpanan sukarela dikelompokkan sebagai hutang jangka pendek.

2) Modal Sumbangan

Modal sumbangan adalah sejumlah uang atau barang modal yang berasal dari pihak lain dan bersifat hibah. Modal sumbangan ini tidak dapat dibagikan kepada anggota koperasi selama koperasi belum dibubarkan.

3) Modal Penyertaan

Modal penyertaan merupakan sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal untuk menambah atau memperkuat struktur permodalan dalam meningkatkan usaha koperasi.

4) Cadangan

Cadangan merupakan bagian dari sisa hasil usaha (SHU) yang disisihkan oleh koperasi untuk tujuan tertentu sesuai dengan anggaran dasar atau ketetapan rapat anggota. Biasanya cadangan dipersiapkan untuk pengembangan usaha, investasi baru, atau antisipasi terhadap kerugian usaha.

5) Sisa Hasil Usaha (SHU)

Sisa hasil usaha (SHU) adalah selisih antara penghasilan yang diterima koperasi selama periode tertentu dengan pengorbanan (beban) yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan itu.

h. Laporan Keuangan Koperasi

1) Pengertian Laporan Keuangan Koperasi

Laporan keuangan koperasi merupakan laporan pertanggungjawaban pengurus koperasi atas hasil usaha koperasi pada suatu periode tertentu dan posisi keuangan koperasi pada akhir periode tersebut (Rudianto, 2010:12).

2) Tujuan Umum Laporan Keuangan Koperasi

Menurut Rudianto (2010:12), walaupun suatu institusi memiliki bidang usaha dan karakteristik yang berbeda-beda, tetapi secara umum laporan keuangan disusun dengan tujuan berikut:

a) Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai sumber ekonomi dan kewajiban serta modal suatu koperasi.

b) Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan sumber ekonomi suatu koperasi yang terjadi ketika melakukan aktivitas usaha dalam rangka memperoleh SHU. c) Untuk memberikan informasi keuangan yang akan membantu

para pemakai laporan keuangan dalam mengestimasi potensi koperasi untuk menghasilkan SHU di masa mendatang.

d) Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan sumber ekonomi dan kewajiban, seperti informasi mengenai aktivitas pembelanjaan dan investasi.

e) Untuk mengungkapkan sebanyak mungkin informasi lain yang berhubungan dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pemakai laporan keuangan, seperti informasi mengenai kebijakan akuntansi yang dianut koperasi.

3) Jenis Laporan Keuangan Koperasi

Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 (Revisi 1998) laporan keuangan koperasi terdiri dari :

a) Neraca

Neraca adalah suatu daftar yang menyajikan informasi mengenai aktiva, kewajiban, dan ekuitas koperasi pada waktu tertentu. b) Perhitungan Hasil Usaha

Perhitungan hasil usaha adalah laporan keuangan yang menyajikan pendapatan dan beban-beban usaha dan beban-beban perkoperasian selama periode tertentu. Perhitungan hasil usaha menyajikan hasil akhir yang disebut sisa hasil usaha. Sisa hasil usaha mencakup informasi mengenai hasil usaha dengan anggota dan laba atau rugi kotor dengan non-anggota.

c) Laporan Arus Kas

Laporan arus kas adalah laporan keuangan yang menyajikan informasi mengenai perubahan kas yang meliputi saldo awal kas, sumber penerimaan kas, pengeluaran kas, dan saldo akhir kas pada periode tertentu.

d) Laporan Promosi Ekonomi Anggota

Laporan promosi ekonomi anggota merupakan laporan yang menyajikan manfaat ekonomi yang diperoleh anggota koperasi selama satu tahun tertentu. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam laporan promosi ekonomi anggota yaitu:

(1) Manfaat ekonomi dari pembelian barang atau pengadaan jasa bersama.

(2) Manfaat ekonomi dari pemasaran dan pengolahan bersama. (3) Manfaat ekonomi dari simpan pinjam lewat koperasi. (4) Manfaat ekonomi dalam bentuk pembagian sisa hasil usaha. e) Catatan atas Laporan Keuangan

Catatan atas laporan keuangan menyajikan pengungkapan (disclosures) yang memuat:

(1) Perlakuan akuntansi antara lain mengenai:

(a) Pengakuan pendapatan dan beban sehubungan dengan transaksi koperasi dengan anggota dan non-anggota. (b) Kebijakan akuntansi tentang aktiva tetap, penilaian

persediaan, piutang dan sebagainya.

(c) Dasar penetapan harga pelayanan kepada anggota dan non-anggota.

(a) Kegiatan atau pelayanan utama koperasi kepada anggota baik yang tercantum dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga maupun dalam praktik, atau yang telah dicapai oleh koperasi.

(b) Aktivitas operasi dalam pengembangan sumber daya dan mempromosikan usaha ekonomi anggota, pendidikan dan pelatihan perkoperasian, usaha, manajemen yang diselenggarakan untuk anggota, dan penciptaan lapangan usaha baru untuk anggota.

(c) Ikatan atau kewajiban bersyarat yang timbul dan transaksi koperasi dengan anggota dan non-anggota.

(d) Pengklasifikasian piutang dan hutang yang timbul dari transaksi koperasi dengan anggota dan non-anggota. (e) Pembatasan penggunaan dan risiko atas aktiva tetap yang

diperoleh atas dasar hibah atau sumbangan.

(f) Aktiva yang dioperasikan oleh koperasi tetapi bukan milik koperasi.

(g) Aktiva yang diperoleh secara hibah dalam bentuk pengalihan saham dari perusahaan swasta.

(h) Pembagian sisa hasil usaha dan penggunaan cadangan. (i) Hak dan tanggungan pemodal modal penyertaan.

(j) Penyelenggaraan rapat anggota, dan keputusan-keputusan penting yang berpengaruh terhadap perlakuan akuntansi dan penyajian laporan keuangan.

i. Analisis Kinerja Keuangan Koperasi

Analisis kinerja keuangan pada koperasi sangat penting dilakukan, apalagi mengingat koperasi perlu mengetahui kinerja keuangannya sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan terkait dengan masalah yang dihadapi. Salah satu cara untuk mengukur kinerja keuangan pada koperasi yaitu dengan melakukan analisis rasio keuangan.

Dalam hal ini penilaian kinerja keuangan difokuskan pada koperasi simpan pinjam, sehingga pedoman yang digunakan adalah Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 14/Per/M.KUKM/XII/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 20/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP) Koperasi. Adapun aspek yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan koperasi simpan pinjam (KSP) dan unit simpan pinjam (USP) Koperasi adalah sebagai berikut:

1) Aspek Permodalan

Dalam hal ini aspek permodalan dinilai untuk mengetahui informasi mengenai kecukupan modal koperasi dalam mendukung kegiatan operasionalnya. Selain itu, penilaian aspek ini juga dapat

digunakan untuk mengetahui kemampuan koperasi dalam menyerap kerugian akibat investasi dan penurunan nilai aktiva (Putri, 2013:20). Adapun penilaian aspek permodalan didasarkan pada:

a) Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aset

Rasio ini membandingkan antara modal sendiri dengan total aset koperasi. Modal sendiri merupakan modal yang menanggung risiko (modal ekutif) yang berasal dari jumlah simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan lain yang memiliki karakteristik sama dengan simpanan wajib, hibah, cadangan yang disisihkan dari sisa hasil usaha (SHU). Sedangkan Berdasarkan Keputusan Menteri BUMN No. Kep-100/MBU/2002 dinyatakan bahwa total aset adalah total aset dikurangi dengan dana-dana yang belum ditetapkan statusnya pada posisi akhir tahun buku yang bersangkutan. Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Perhitungan rasio ini, ditetapkan sebagai berikut:

(1) Untuk rasio antara modal sendiri dengan total aset lebih kecil atau sama dengan 0% diberikan nilai 0.

(2) Untuk setiap kenaikan rasio 4% mulai dari 0% nilai tambah 5 dengan maksimum nilai 100.

(3) Untuk rasio lebih besar dari 60% sampai rasio 100% setiap kenaikan rasio 4% nilai dikurangi 5.

(4)Nilai dikalikan bobot sebesar 6%, maka diperoleh skor permodalan.

Adapun standar perhitungannya adalah sebagai berikut: Tabel 2.1

Standar Perhitungan Skor Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aset Rasio (%) Nilai Bobot (%) Skor Predikat 80 ≤ x ≤ 100 25 6 1,50 Tidak Baik

60 ≤ x < 80 50 6 3,00 Kurang Baik

40 ≤ x < 60 100 6 6,00 Baik

20 ≤ x < 40 50 6 3,00 Kurang Baik 0 ≤ x < 20 25 6 1,50 Tidak Baik Sumber: Peraturan Menteri KUKM No. 14/Per/M.KUKM/XII/2009

b) Rasio Modal Sendiri terhadap Pinjaman Diberikan yang

Berisiko

Penilaian rasio ini menggunakan perbandingan modal sendiri dengan pinjaman diberikan yang berisiko. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa modal sendiri merupakan modal yang menanggung risiko (modal ekutif) yang berasal dari jumlah simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan lain yang memiliki karakteristik sama dengan simpanan wajib, hibah, cadangan yang disisihkan dari sisa hasil usaha (SHU). Sedangkan pinjaman diberikan yang berisiko adalah dana yang dipinjamkan oleh koperasi simpan pinjam (KSP) dan unit simpan pinjam (USP) Koperasi kepada peminjam yang tidak mempunyai agunan yang memadai atau jaminan dari penjamin atau avalis yang dapat

diandalkan atas pinjaman yang diberikan tersebut. Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Untuk memperoleh rasio modal sendiri terhadap pinjaman diberikan yang berisiko, ditetapkan sebagai berikut:

(1) Untuk rasio modal sendiri terhadap pinjaman diberikan yang berisiko lebih kecil atau sama dengan 0% diberi nilai 0.

(2) Untuk setiap kenaikan rasio 1% mulai dari 0% nilai tambah 1 dengan nilai maksimum 100.

(3)Nilai dikalikan bobot sebesar 6%, maka diperoleh skor permodalan.

Adapun standar perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut: Tabel 2.2

Standar Perhitungan Skor Rasio Modal Sendiri terhadap Pinjaman Diberikan yang Berisiko

Rasio (%) Nilai Bobot (%) Skor Predikat

≥ 100 100 6 6,0 Baik 90 < x < 100 90 6 5,4 80 < x < 90 80 6 4,8 70 < x < 80 70 6 4,2 Cukup Baik 60 < x < 70 60 6 3,6 50 < x < 60 50 6 3,0 Kurang Baik 40 < x < 50 40 6 2,4 30 < x < 40 30 6 1,8 Tidak Baik 20 < x < 30 20 6 1,2 10 < x < 20 10 6 0,6

Sangat Tidak Baik 0 < x < 10 0 6 0

c) Rasio Kecukupan Modal Sendiri

Rasio ini membandingkan antara modal tertimbang dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) dengan 100%. Dalam hal ini modal tertimbang adalah jumlah dari hasil kali setiap komponen modal KSP atau USP Koperasi yang terdapat pada neraca dengan bobot pengakuan risiko. Sedangkan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) adalah jumlah dari hasil kali setiap komponen aktiva KSP dan USP Koperasi yang terdapat pada neraca dengan bobot pengakuan risiko. Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Adapun standar perhitungan rasio kecukupan modal sendiri adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3

Standar Perhitungan Skor Rasio Kecukupan Modal Sendiri Rasio (%) Nilai Bobot (%) Skor Predikat

> 8 100 3 3,00 Baik

6 < x ≤ 8 75 3 2,25 Cukup Baik

4 < x ≤ 6 50 3 1,50 Kurang Baik

≤ 4 0 3 0,00 Tidak Baik

Sumber: Peraturan Menteri KUKM No. 14/Per/M.KUKM/XII/2009

2) Aspek Kualitas Aktiva Produktif

Aktiva produktif merupakan kekayaan koperasi yang mendatangkan penghasilan bagi koperasi yang bersangkutan. Adapun penilaian aspek kualitas aktiva produktif didasarkan pada:

a) Rasio Volume Pinjaman pada Anggota terhadap Total

Volume Pinjaman Diberikan

Penilaian rasio ini menggunakan perbandingan antara volume pinjaman pada anggota dengan volume pinjaman. Pinjaman merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara KSP dan atau USP dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan. Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Adapun standar perhitungan rasio volume pinjaman pada anggota terhadap total volume pinjaman diberikan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4

Standar Perhitungan Skor Rasio Volume Pinjaman pada Anggota terhadap Total Volume Pinjaman Diberikan

Rasio (%) Nilai Bobot (%) Skor Predikat

> 75 100 10 10,00 Baik

50 < x ≤ 75 75 10 7,50 Cukup Baik

25 < x ≤ 50 50 10 5,00 Kurang Baik

≤ 25 0 10 0,00 Tidak Baik

b) Rasio Risiko Pinjaman Bermasalah terhadap Pinjaman yang

Diberikan

Penilaian terhadap rasio risiko pinjaman bermasalah terhadap pinjaman yang diberikan, membandingkan antara pinjaman bermasalah dengan pinjaman yang diberikan. Dalam hal ini pinjaman bermasalah merupakan pinjaman yang terdiri dari pinjaman kurang lancar, pinjaman yang diragukan, dan pinjaman macet. Sedangkan pinjaman yang diberikan adalah dana yang dipinjamkan dan dana tersebut masih ada di tangan peminjam atau sisa dari pinjaman pokok tersebut yang masih belum dikembalikan oleh peminjam. Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Untuk memperoleh rasio risiko pinjaman bermasalah terhadap pinjaman yang diberikan, ditetapkan sebagai berikut: (1) Untuk rasio 45% atau lebih diberi nilai 0.

(2) Untuk setiap penurunan rasio 1% dari 45% nilai ditambah 2, dengan maksimum nilai 100.

(3)Nilai dikalikan dengan bobot 5%, maka diperoleh skor.

Adapun standar perhitungan skor rasio risiko pinjaman bermasalah terhadap pinjaman yang diberikan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5

Standar Perhitungan Skor Rasio Risiko Pinjaman Bermasalah terhadap Pinjaman yang Diberikan

Rasio (%) Nilai Bobot (%) Skor Predikat

= 0 100 5 5,0 Baik 0 < x ≤ 10 80 5 4,0 10 < x ≤ 20 60 5 3,0 Cukup Baik 20 < x ≤ 30 40 5 2,0 Kurang Baik 30 < x ≤ 40 20 5 1,0 Tidak Baik 40 < x ≤ 45 10 5 0,5

Sangat Tidak Baik

> 45 0 5 0

Sumber: Peraturan Menteri KUKM No. 14/Per/M.KUKM/XII/2009

c) Rasio Cadangan Risiko terhadap Risiko Pinjaman

Bermasalah

Penilaian rasio ini menggunakan perbandingan antara cadangan risiko dengan pinjaman bermasalah. Cadangan risiko adalah cadangan tujuan risiko ditambah penyisihan penghapusan pinjaman. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pinjaman bermasalah merupakan pinjaman yang terdiri dari pinjaman kurang lancar, pinjaman yang diragukan, dan pinjaman macet. Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Untuk memperoleh rasio cadangan risiko terhadap risiko pinjaman bermasalah, ditetapkan sebagai berikut

(1) Untuk rasio 0%, berarti tidak mempunyai cadangan penghapusan diberi nilai 0.

(2) Untuk setiap kenaikan 1% mulai dari 0%, nilai tambah 1 sampai dengan maksimum 100.

(3)Nilai dikalikan bobot sebesar 5%, maka diperoleh skor.

Adapun standar perhitungan skor rasio cadangan risiko terhadap risiko pinjaman bermasalah adalah sebagai berikut:

Tabel 2.6

Standar Perhitungan Skor Rasio Cadangan Risiko terhadap Risiko Pinjaman Bermasalah

Rasio (%) Nilai Bobot (%) Skor Predikat

90 < x ≤ 100 100 5 5,0 Baik 80 < x ≤ 90 90 5 4,5 70 < x ≤ 80 80 5 4,0 60 < x ≤ 70 70 5 3,5 Cukup Baik 50 < x ≤ 60 60 5 3,0 40 < x ≤ 50 50 5 2,5 Kurang Baik 30 < x ≤ 40 40 5 2,0 20 < x ≤ 30 30 5 1,5 Tidak Baik 10 < x ≤ 20 20 5 1,0 0 < x ≤ 10 10 5 0,5

Sangat Tidak Baik

0 0 5 0

Sumber: Peraturan Menteri KUKM No. 14/Per/M.KUKM/XII/2009

d) Rasio Pinjaman yang Berisiko terhadap Pinjaman yang

Diberikan

Penilaian rasio ini menggunakan perbandingan antara pinjaman yang berisiko dengan pinjaman yang diberikan. Maksud dari pinjaman yang berisiko adalah dana yang dipinjamkan oleh koperasi simpan pinjam (KSP) dan unit simpan pinjam (USP) Koperasi kepada peminjam yang tidak mempunyai agunan yang memadai atau jaminan dari penjamin atau avalis yang dapat

diandalkan atas pinjaman yang diberikan tersebut. Sedangkan pinjaman yang diberikan adalah dana yang dipinjamkan dan dana tersebut masih ada di tangan peminjam atau sisa dari pinjaman pokok tersebut yang masih belum dikembalikan oleh peminjam. Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Adapun standar perhitungan skor rasio pinjaman yang berisiko terhadap pinjaman yang diberikan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.7

Standar Perhitungan Skor Rasio Pinjaman yang Berisiko terhadap Pinjaman yang Diberikan

Rasio (%) Nilai Bobot (%) Skor Predikat

< 21 100 5 5,00 Baik

21 − < 26 75 5 3,75 Cukup Baik

26 − 30 50 5 2,50 Kurang Baik

> 30 25 5 1,25 Tidak Baik

Sumber: Peraturan Menteri KUKM No. 14/Per/M.KUKM/XII/2009

3) Aspek Efisiensi

Penilaian aspek ini bertujuan untuk menggambarkan sampai seberapa besar KSP atau USP Koperasi mampu memberikan pelayanan yang efisien kepada anggotanya dari penggunaan aset yang dimilikinya. Adapun penilaian aspek efisiensi didasarkan pada:

a) Rasio Beban Operasi Anggota terhadap Partisipasi Bruto

Rasio ini membandingkan antara beban operasi anggota dengan partisipasi bruto. Dalam hal ini beban operasi anggota

adalah beban pokok ditambah dengan beban usaha bagi anggota dan beban perkoperasian. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 (Revisi 1998), partisipasi bruto merupakan kontribusi anggota kepada koperasi sebagai imbalan penyerahan barang dan jasa kepada anggota, yang mencakup harga pokok dan partisipasi neto. Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Cara perhitungan rasio beban operasi anggota atas partisipasi bruto ditetapkan sebagai berikut:

(1) Untuk rasio sama dengan atau lebih besar dari 100% diberi nilai 0 dan untuk rasio antara 95% hingga lebih kecil dari 100% diberi nilai 50, selanjutnya setiap penurunan rasio sebesar 5% nilai ditambahkan dengan 25 sampai dengan maksimum nilai 100.

(2)Nilai dikalikan dengan bobot sebesar 4%, maka diperoleh skor. Adapun standar perhitungan skor rasio beban operasi anggota terhadap partisipasi bruto adalah sebagai berikut:

Tabel 2.8

Standar Perhitungan Skor Rasio Beban Operasi Anggota terhadap Partisipasi Bruto

Rasio (%) Nilai Bobot (%) Skor Predikat

0 ≤ x < 90 100 4 4 Baik

Tabel 2.8

Standar Perhitungan Skor Rasio Beban Operasi Anggota terhadap Partisipasi Bruto (Lanjutan)

Rasio (%) Nilai Bobot (%) Skor Predikat

95 ≤ x < 100 50 4 2 Kurang Baik

≥ 100 0 4 1 Tidak Baik

Sumber: Peraturan Menteri KUKM No. 14/Per/M.KUKM/XII/2009

b) Rasio Beban Usaha terhadap SHU Kotor

Rasio beban usaha terhadap SHU kotor merupakan perbandingan antara beban usaha dengan SHU kotor. Beban usaha merupakan pengorbanan yang dikeluarkan dalam usaha untuk memperoleh pendapatan bagi koperasi. Sedangkan SHU kotor merupakan sisa hasil usaha (SHU) sebelum pajak. Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Rasio beban usaha terhadap SHU kotor ditetapkan sebagai berikut:

(1) Untuk rasio lebih dari 80% diberi nilai 25 dan untuk setiap penurunan rasio 20% nilai ditambahkan dengan 25 sampai dengan maksimum nilai 100.

(2)Nilai dikalikan dengan bobot sebesar 4%, maka diperoleh skor. Adapun standar perhitungan skor rasio beban usaha terhadap SHU kotor adalah sebagai berikut:

Tabel 2.9

Standar Perhitungan Skor Rasio Beban Usaha terhadap SHU Kotor Rasio (%) Nilai Bobot (%) Skor Predikat

0 < x ≤ 40 100 4 4 Baik

40 < x ≤ 60 75 4 3 Cukup Baik

60 < x ≤ 80 50 4 2 Kurang Baik

> 80 25 4 1 Tidak Baik

Sumber: Peraturan Menteri KUKM No. 14/Per/M.KUKM/XII/2009

c) Rasio Efisiensi Pelayanan

Rasio ini membandingkan antara beban karyawan dengan volume pinjaman. Beban karyawan merupakan pengeluaran yang dikeluarkan yang terkait dengan pembiayaan karyawan, misalnya gaji dan honorarium karyawan. Sedangkan volume pinjaman terdiri dari sisa pinjaman tahun lalu ditambah pinjaman kumulatif tahun buku penilaian (baik kepada anggota maupun kepada non- anggota). Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Perhitungan rasio efisiensi pelayanan, ditetapkan sebagai berikut: (1) Untuk rasio lebih dari 15% diberi nilai 0 dan untuk rasio antara

10% sampai 15% diberi nilai 50, selanjutnya setiap penurunan rasio 1% nilai ditambah 5 sampai dengan maksimum nilai 100. (2) Nilai dikalikan dengan bobot sebesar 2%, maka diperoleh skor. Adapun standar perhitungan skor rasio efisiensi pelayanan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.10

Standar Perhitungan Skor Rasio Efisiensi Pelayanan Rasio (%) Nilai Bobot (%) Skor Predikat

≤ 5 100 2 2,0 Baik

5 < x ≤ 10 75 2 1,5 Cukup Baik

10 < x ≤ 15 50 2 1,0 Kurang Baik

> 15 0 2 0,0 Tidak Baik

Sumber: Peraturan Menteri KUKM No. 14/Per/M.KUKM/XII/2009

4) Aspek Likuiditas

Dalam aspek ini yang ingin diketahui adalah kemampuan KSP dan atau USP Koperasi untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Adapun penilaian aspek likuiditas didasarkan pada:

a) Rasio Kas dan Bank terhadap Kewajiban Lancar

Rasio ini membandingkan antara kas dan bank dengan kewajiban lancar. Kas dan bank merupakan alat likuid yang segera dapat digunakan, seperti uang tunai dan uang yang tersimpan pada lembaga keuangan lain. Sedangkan kewajiban lancar merupakan kewajiban atau hutang yang akan segera dilunasi dalam waktu kurang dari satu tahun sejak tanggal pelaporan (Suwardjono, 2009:78). Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Perhitungan rasio kas dan bank terhadap kewajiban lancar, ditetapkan sebagai berikut:

(1) Untuk rasio kas lebih besar dari 10% hingga 15% diberi nilai 100, untuk rasio lebih kecil dari 15% sampai dengan 20% diberi nilai 50, untuk rasio lebih kecil atau sama dengan 10% diberi nilai 25 sedangkan untuk rasio lebih dari 20% diberi nilai 25.

(2)Nilai dikalikan dengan bobot 10%, maka diperoleh skor. Adapun standar perhitungan skor rasio kas dan bank terhadap kewajiban lancar adalah sebagai berikut:

Tabel 2.11

Standar Perhitungan Skor Rasio Kas dan Bank terhadap Kewajiban Lancar

Rasio (%) Nilai Bobot (%) Skor Predikat

≤ 10 25 10 2,5 Tidak Baik

10 < x ≤ 15 100 10 10 Baik

15 < x ≤ 20 50 10 5 Kurang Baik

> 20 25 10 2,5 Tidak Baik

Sumber: Peraturan Menteri KUKM No. 14/Per/M.KUKM/XII/2009

b) Rasio Pinjaman yang Diberikan terhadap Dana yang

Diterima

Penilaian rasio ini membandingkan pinjaman yang diberikan dengan dana yang diterima. Pinjaman yang diberikan merupakan dana yang dipinjamkan dan dana tersebut masih ada di tangan peminjam atau sisa dari pinjaman pokok tersebut yang masih belum dikembalikan oleh peminjam. Sedangkan dana yang diterima adalah total pasiva selain hutang biaya dan SHU belum dibagi. Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Pengukuran rasio pinjaman yang diberikan terhadap dana yang diterima ditetapkan sebagai berikut:

(1) Untuk rasio pinjaman lebih kecil dari 60% diberi nilai 25, untuk setiap kenaikan rasio 10% nilai tambah dengan 25 sampai dengan maksimum 100.

(2)Nilai dikalikan dengan bobot 5%, maka diperoleh skor.

Adapun standar perhitungan skor rasio pinjaman yang diberikan terhadap dana yang diterima adalah sebagai berikut:

Tabel 2.12

Standar Perhitungan Skor Rasio Pinjaman yang Diberikan terhadap Dana yang Diterima

Rasio (%) Nilai Bobot (%) Skor Predikat

80 ≤ x < 90 100 5 5,00 Baik

70 ≤ x < 80 75 5 3,75 Cukup Baik 60 ≤ x < 70 50 5 2,50 Kurang Baik

< 60 25 5 1,25 Tidak Baik

Sumber: Peraturan Menteri KUKM No. 14/Per/M.KUKM/XII/2009

5) Aspek Kemandirian dan Pertumbuhan

Aspek kemandirian dan pertumbuhan dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar kemandirian dan pertumbuhan koperasi

Dokumen terkait