• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul pada Responden Pria dan Wanita terhadap Kadar Glukosa Darah

HASIL DAN PEMBAHASAN

F. Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul pada Responden Pria dan Wanita terhadap Kadar Glukosa Darah

Puasa

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul dengan

kadar glukosa darah puasa menggunakan uji korelasi Spearman karena data terdistribusi tidak normal. Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui korelasi antara

lingkar pinggang dan RLPP dengan kadar glukosa darah puasa. Menurut Dahlan

(2012), apabila terdapat data yang terdistribusi tidak normal maka uji korelasi

dilakukan dengan analisis korelasi Spearman.

Tabel IX. Korelasi Lingkar Pinggang (cm) dan RLPP terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa pada Responden Pria

Variabel r p

Lingkar pinggang (cm) -0,186 0,256 RLPP -0,071 0,665

Keterangan :

Hasil uji korelasi lingkar pinggang terhadap kadar glukosa darah puasa

pada responden pria memperoleh nilai signifikansi (p) 0,256. Hasil nilai

signifikansi ini menunjukkan tidak terdapat korelasi yang bermakna anatara

lingkar pinggang dengan kadar glukosa darah puasa (p>0,05). Hasil uji korelasi

Spearman pada responden pria menunjukkan korelasi negatif, nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh adalah -0,186 yang menunjukkan kekuatan korelasi

yang sangat lemah (Dahlan, 2012). Arah korelasi ditunjukan dengan nilai negatif

yang berarti korelasi antara kedua variabel tidak searah, dimana semakin besar

lingkar pinggang maka kadar glukosa darah puasa semakin kecil (Dahlan, 2012).

Gambar 5. Diagram Sebaran Korelasi Lingkar Pinggang (cm) terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dL) pada Responden Pria

Hasil ini berbeda dengan penelitian Shah, dkk., (2009) pada penyandang

diabetes melitus tipe 2 di Karve District, Nepal menunjukkan adanya korelasi positif bermakna (p<0,001) antara lingkar pinggang terhadap kadar glukosa darah

puasa dengan nilai koefisien korelasi 0,203 yang menyatakan kekuatan korelasi

yang lemah. Penelitian Kamath, dkk., (2011) pada penderita diabetes melitus tipe

2 di India menunjukkan terdapat korelasi yang bermakna anatara lingkar pinggang

dan kadar glukosa darah puasa pada responden pria (p<0,001) dengan kekuatan

korelasi yang lemah (r=0,224).

Uji Korelasi RLPP terhadap kadar glukosa darah puasa pada responden

pria diperoleh nilai p = 0,665 yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang

tidak bermakna antara RLPP dengan kadar glukosa darah puasa (p>0,05) dengan

nilai r = -0,071 yang menunjukkan kekuatan korelasi yang sangat lemah (Dahlan,

2012). Arah korelasi ditunjukan dengan nilai negatif yang berarti korelasi antara

kedua variabel tidak searah, dimana semakin besar RLPP maka kadar glukosa

darah puasa semakin kecil (Dahlan, 2012).

Gambar 6. Diagram Sebaran Korelasi RLPP terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dL) pada Responden Pria

Hasil penelitian Kamath, dkk., (2007) pada penyandang diabetes melitus

tipe 2 di India menunjukkan adanya korelasi yang bermakna antara RLPP dan

kadar glukosa darah puasa pada responden pria (p<0,001) dengan kekuatan

korelasi sangat lemah (r = 0,137). Penelitian Al-khazrajy, Anwar, Raheem, dan

Hanoon (2010) pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di Baghdad , uji korelasi

hubungan RLPP dengan kadar glukosa darah puasa pada responden pria

menunjukkan korelasi yang tidak bermakna (p>0,05) dengan kekuatan korelasi

yang sangat lemah (r = 0,168).

Jumlah lemak pada tubuh akan meningkat secara absolut maupun

presentase total berat badan sebagai proses penuaan. Peningkatan jaringan lemak

akan membawa dampak pada akumulasi asam lemak bebas di dalam tubuh

(Lipoeto, dkk., 2007). Individu dengan ukuran lingkar pinggang dan RLPP besar

tetapi kadar glukosa darahnya rendah dimungkinkan karena individu tersebut rutin

mengkonsumsi obat penurun glukosa darah (gula darah terkontrol) namun lemak

di tubuhnya masih terakumulasi karena faktor usia. Lemak tubuh secara signifikan

akan meningkat setelah usia 30 tahun dan jaringan lemak tentunya akan semakin

meningkat (Lipoeto, dkk., 2007).

Hasil penelitian berbeda dengan teori yang ada. Hal ini dapat disebabkan

karena pengaruh dari riwayat pengobatan dan obat-obatan yang sedang digunakan

oleh responden. Pada penelitian ini tidak dilakukan wawancara mendalam

mengenai obat-obatan yang dikonsumsi oleh responden. Obat-obatan yang pernah

dan sedang dikonsumsi oleh responden sangat berpengaruh terhadap hasil yang

mengkonsumsi obat penurun kadar glukosa darah dapat menunjukkan hasil uji

laboratorium dengan kadar glukosa darah puasa dalam batas normal, sedangkan

lingkar pinggang termasuk dalam kategori obesitas. Hal ini dapat menyebabkan

kadar glukosa darah puasa responden pada penelitian ini mendekati dan berada

dalam kriteria normal. Responden juga berpuasa lebih dari 10 jam, hal ini

disebabkan karena lamanya waktu menunggu sebelum dilakukannya pengambilan

darah. Menurut Firmansyah (2013), penyandang diabetes yang berpuasa lebih dari

10 jam dapat mengalami hiperglikemia. Hal ini disebabkan karena produksi

glukosa yang meningkat oleh hati. Pada kondisi puasa sekresi insulin akan

berkurang dan glukagon akan meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan

glikogenolisis dan glukoneogenesis. Selama puasa berlangsung, simpanan

glikogen akan berkurang dan rendahnya kadar insulin plasma memicu pelepasan

asam lemak dari sel adiposit. Oksidasi asam lemak ini menghasilkan keton

sebagai bahan bakar metabolisme oleh otot rangka, otot jantung, hati, ginjal dan

jaringan adipose. Hal ini menurunkan penggunaan glukosa sehingga kadar

glukosa dalam darah meningkat.

Tabel X. Korelasi Lingkar Pinggang (cm) dan RLPP terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa pada Responden wanita

variabel r p

Ligkar pinggang (cm) 0,084 0,526 RLPP 0,096 0,460

Keterangan :

Hasil uji korelasi lingkar pinggang terhadap kadar glukosa darah puasa

pada responden wanita diperoleh nilai p = 0,526 yang menunjukkan tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara lingkar pinggang dan kadar glukosa darah puasa

(p>0,05). Hasil uji korelasi Spearman pada responden wanita menunjukkan korelasi positif, nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh adalah 0,084 yang

menunjukkan kekuatan korelasi yang sangat lemah (Dahlan, 2012). Arah korelasi

ditunjukan dengan nilai positif yang berarti korelasi antara kedua variabel searah,

dimana semakin besar lingkar pinggang maka kadar glukosa darah puasa semakin

besar (Dahlan, 2012).

Penelitian ini didukung oleh penelitian Shah, dkk., (2009) pada

penyandang diabetes melitus tipe 2 di Karve District, India yang menyatakan adanya korelasi yang tidak bermakna antara lingkar pinggang dan kadar glukosa

darah puasa dengan p >0,05 dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,046. Penelitian

Chehrei, Sadrnia, Keshteli, Daneshmand, dan Rezaei (2007) pada responden

wanita dengan rerata usia 40,41 ± 15,44 tahun menunjukkan adanya korelasi yang

tidak bermakna (p>0,05) antara lingkar pinggang dan kadar glukosa darah puasa

dengan nilai koefisien korelasi (r ) 0,057. Berbeda dengan penelitian Hardiman,

dkk., (2008) menunjukkan adanya korelasi yang bermakna (p = 0,026) dengan

Gambar 7. Diagram Sebaran Korelasi Lingkar Pinggang (cm) terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dL) pada Responden Wanita

Uji Korelasi RLPP terhadap kadar glukosa darah puasa pada responden

wanita diperoleh nilai p = 0,460 yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang

tidak bermakna antara RLPP dengan kadar glukosa darah puasa (p>0,05) dengan

nilai r = 0,096 yang menunjukkan kekuatan korelasi yang sangat lemah (Dahlan,

2012). Arah korelasi ditunjukan dengan nilai positif yang berarti korelasi antara

kedua variabel searah, dimana semakin besar RLPP maka kadar glukosa darah

puasa semakin besar (Dahlan, 2012).

Penelitian Kamath, dkk., (2011) menyatakan terdapat korelasi lemah

yang tidak bermakna pada responden wanita dengan diabetes melitus tipe 2 di

India dengan nilai r = 0,267 dan nilai p >0,05. Pada penelitian Gupta, dkk., (2007)

menyatakan bahwa antara RLPP wanita dengan kadar glukosa darah puasa

terdapat korelasi yang tidak bermakna dengan kekuatan korelasi yang sangat

Gambar 8. Diagram Sebaran Korelasi RLPP terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dL) pada Responden Wanita

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi hasil penelitian tersebut antara

lain jumlah sampel yang masih sedikit meskipun sudah memenuhi syarat jumlah

responden untuk penelitian korelasi sehingga hasil yang diperoleh kurang

menggambarkan keadaan yang sebenarnya,karena semakin banyak jumlah sampel

maka semakin dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Peneliti

melakukan wawancara yang kurang mendalam terkait obat yang dikonsumsi,

kebiasaan, serta aktivitas yang dilakukan oleh responden. Pada desain penelitian

ini (potong lintang), responden penelitian hanya diobservasi satu kali saja

sehingga faktor risiko serta efek hanya diukur saat di observasi saja. Hal ini

menyebabkan peneliti tidak dapat mengamati perkembangan penyakit responden,

pola penggunaan obat, serta life style. Informasi tersebut hanya didapat dari hasil wawancara singkat yang dilakukan oleh peneliti. Kelemahan dalam penelitian ini

yaitu hasil wawancara tidak disesuaikan dengan medical record responden terkait obat-obatan yang dikonsumsi oleh responden.

Pengukuran RLPP lebih sulit untuk dilakukan dan kurang reliabel

dibandingkan dengan pengukuran lingkar pinggang. Hal ini disebabkan karena

pengukuran RLPP menggunakan dua variabel pengukuran yaitu pengukuran

lingkar pinggang dan pengukuran lingkar panggul. Kedua variabel pengukuran

tersebut berpotensi memiliki kesalahan pada saat pengukuran. Pengukuran RLPP

yang melibatkan dua variabel pengukuran dapat mengakibatkan measurement error (Wang dan Hoy, 2004). Measurement error dapat dihindari dengan melakukan validasi metode, salah satunya dengan pengukuran nilai CV

53 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait