• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

4.7 Korelasi morfometri ginjal dengan fungsinya

Tabel 4.7. Korelasi volume ginjal kanan dan kiri janin dengan kadar albumin urin, rasio albumin/kreatinin urin, kadar kreatinin urin, volume urin/jam, dan cystatin c plasma saat bayi

Variabel N Kekuatan Korelasi

( r )

Nilai p

Volume ginjal kanan dengan Albumin 40 -0,665* 0,0001

Volume ginjal kanan dengan Albumin/Creatinin ratio

40 -0,423* 0,007

Volume ginjal kanan dengan Creatinin 40 -0,552* 0,0001

Volume ginjal kanan dengan volume urin/jam

40 +0,720 0,0001

Volume ginjal kanan dengan Cystatin C 40 -0,111* 0,496

Volume ginjal kiri dengan Albumin 40 -0,602* 0,0001 Volume ginjal kiri dengan

Albumin/Creatinin ratio

40 -0,377* 0,017

Volume ginjal kiri dengan Creatinin 40 -0,503* 0,001 Volume ginjal kiri dengan volume

urin/jam

+0,725* 0,0001

Volume ginjal kiri dengan Cystatin C 40 0,015** 0,926

*Korelasi Spearman ** Korelasi Pearson

Berdasarkan tabel 4.7. di atas dapat dilihat bahwa ada korelasi negatif kuat yang bermakna antara volume ginjal kanan janin dengan albumin urin saat bayi. Sedangkan antara volume ginjal kanan janin dengan rasio albumin/kreatinin urin saat bayi juga menunjukkan korelasi negatif yang bermakna, namun dengan kekuatan korelasi sedang.

Korelasi antara volume ginjal kanan janin dengan kreatinin urin saat bayi menunjukkan korelasi negatif yang bermakna dengan kekuatan korelasi yang sedang. Korelasi antara volume ginjal kanan janin dengan volume urin/jam saat bayi menunjukkan korelasi positif yang bermakna dengan

kekuatan korelasi yang kuat. Untuk korelasi volume ginjal kanan janin dengan cystatin C plasma saat bayi menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan.

Korelasi antara volume ginjal kiri janin dengan albumin urin saat bayi menunjukkan korelasi negatif yang bermakna dengan kekuatan korelasi yang sedang. Sedangkan antara volume ginjal kiri janin dengan rasio albumin/kreatinin urin saat bayi juga menunjukkan korelasi negatif yang bermakna, namun dengan kekuatan korelasi lemah. Korelasi antara volume ginjal kiri janin dengan kreatinin urin saat bayi menunjukkan korelasi negatif yang bermakna dengan kekuatan korelasi yang sedang.

Korelasi antara volume ginjal kiri janin dengan volume urin/jam saat bayi menunjukkan korelasi positif yang bermakna dengan kekuatan korelasi yang kuat. Tabel di atas menjelaskan bahwa tidak ada korelasi yang bermakna antara volume ginjal kiri janin dengan kadar cystatin C plasma saat bayi .

Gambar 2.4. Grafik pengaruh volume ginjal kanan janin terhadap kadar albumin urin bayi

Berdasarkan gambar 4.1 diatas dapat dilihat bahwa berkurangnya volume ginjal janin akan meningkatkan kadar albumin urin saat bayi.

Koefisien Determinan (R squares) yang didapat adalah 0,259. Hal ini dapat diartikan bahwa 25,9% peningkatan kadar albumin urin bayi dipengaruhi oleh volume ginjal kanan saat janin yang lebih kecil.

Gambar 2.5.Grafik pengaruh volume ginjal kanan janin terhadap rasio albumin kreatinin ratio urin bayi

y = -0,757x + 11,92

Gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa pengurangan volume ginjal janin akan meningkatkan rasio albumin kreatinin urin saat bayi.

Koefisien Determinan (R squares) yang didapat adalah 0,158. Hal ini dapat diartikan bahwa 15,8% peningkatan rasio albumin kreatinin urin bayi dipengaruhi oleh volume ginjal kanan saat janin yang lebih kecil.

Berdasarkan gambar 4.3 di bawah dapat dilihat bahwa

bertambahnya volume ginjal janin akan meningkatkan volume urin per jam saat bayi. Koefisien Determinan (R squares) yang didapat adalah 0,488.

Hal ini dapat diartikan bahwa 48,8% peningkatan volume urin per jam bayi dipengaruhi oleh volume ginjal kanan saat janin yang lebih besar

Gambar 2.6. Grafik pengaruh volume ginjal kanan janin terhadap volume urin/jam

BAB V PEMBAHASAN

PJT merupakan salah satu penyebab kematian perinatal tersering yaitu 26 % atau lebih. Jika ditemukan, maka angka kematian perinatal meningkat 7 kali lipat. Lebih kurang sepertiga sampai seperempat dari bayi-bayi dilahirkan dengan berat badan < 2500 gr adalah

PJT.Diperkirakan angka PJT di negara maju adalah 6 – 8% dari seluruh kelahirandan 4 – 30% di negara berkembang(Resnik dan Creasy, 2014)

Berdasarkan volume ginjal, di dalam penelitian ini ditemukan bahwa rerata volume ginjal kiri janin PJT lebih kecil daripada rerata

volume ginjal kiri janin kontrol. Demikian juga halnya dengan volume ginjal kanan. Perbedaan ini bermakna secara statistik. Berkurangnya ukuran volume ginjal kanan dan kiri pada janin PJT dapat berkaitan dengan usia kehamilan saat kejadian PJT, yang sebagian besar pada 26 – 35 minggu, sebagaimana yang dilaporkan oleh Konje (1996) bahwa pada usia

kehamilan tersebut merupakan periode kritis nephrogenesis.Gangguan pada masa itu akan menyebabkan berkurangnya jumlah

nefron.Berkurangnya jumlah nefron pada PJT mengakibatkan volume glomerulus yang lebih besar. Besarnya glomerulus merupakan

kompensasi dari hiperfiltrasi dan hipertopi pada subjek dengan jumlah nefron yang kurang. (Hoy et al., 2005).

Dari penelitian ini ditemukan bahwa rerata volume urin/jambayi kelompok PJT lebih sedikit daripada rerata volume urin/jam bayi kontrol

dengan perbedaan yang bermakna. Hal ini menunjukkan fungsi diuresis ginjal bayi kelompok PJT tidak sebaik fungsi ginjal bayi kontrol. Kondisi ini disebabkan oleh karena pada PJT telah terjadi redistribusi darah ke organ vital, sehingga aliran darah ke ginjal lewat arteri renalis lebih lambat saat in utero. Disamping itu ukuran ginjal janin PJT menjadi lebih kecil dari pada janin kontrol.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tetap terjadi gangguan fungsi ginjal pada bayi setelah lahir, meskipun bayi terlahir dengan berat badan > 2500 gram. Hal ini menunjukkan bahwa bila terjadi PJT saat usia kehamilan sampai 36 minggu, yang merupakan periode pembentukan nefron, dan meskipun setelah itu terjadi kejar tumbuh yang baik sehingga terlahir dengan rerata berat badan normal (> 2500 g), jumlah nefronnya tetap berkurang dari seharusnya dan tidak akan bertambah lagi.

Seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.4.1 bahwa rerata nilai resistensi indeks janin PJT lebih tinggi daripada rerata nilai resistensi indeks janin kontrol. Pada keadaan normal maka resistensi arteri renalis akan menurun seiring dengan tuanya kehamilan yang menandakan

terjadinya peningkatan perfusi darah ke ginjal (Takey dan Cambell, 2000).

Jadi kemungkinan peningkatan resistensi indeks pada janin PJT

menyebabkan perfusi darah ke ginjal menurun dan dapat mempengaruhi proses pembentukan nefron.

Dari penelitian ini ditemukan bahwa rerata nilai ICA janin PJT adalah 6,57 ± 2,28 cm lebih rendah daripada rerata nilai ICA normal yaitu

11,85 ± 2,53 cm . Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang bermakna nilai ICA kelompok janin PJT dengan janin kontrol.

Oligohidramnion adalah komplikasi yang sering terjadi dalam kehamilan, yang umumnya berkaitan dengan insufisiensi plasenta dan PJT. Bila tak ditemui anomali janin, oligohidramnion merupakan tanda dari hipoksemia janin,dimana pada keadaan hipoksemia produksi urin janin akan berkurang. Sedang pada postmaturitas, oligohidramnionyang terjadi bukan disebabkan oleh hipoksemia (Gagnon et al., 2002).

Gagnon et al. (2002) melakukan percobaan pada kambing dengan melakukan embolisai arteri uterina untuk menciptakan janin kambing PJT.

Pada keadaan PJT terjadi pengurangan air ketuban namun produksi urin tidak berkurang bila dibandingkan sebelum dan setelah embolisasi. Ia menyampaikan bahwa oligohidramniosyang terjadi karena absorbsi intramembranous air ketuban yang berlebihan

Lin (1998) melaporkan dari 147 janin PJT yang diamatinya,

didapatkan oligohidramnion pada 29% kasus yang terjadi pada trimester III dan tidak didapatkan adanya komplikasi pada janin.

Penelitian ini juga menemukan bahwa rerata kadar albumin urin bayi kelompok PJT adalah 15,83 ± 31,31, lebih tinggi daripada rerata kadar albumin urin bayi normal yaitu 1,90 ± 0,97. Secara statistik dijumpai adanya perbedaan yang bermakna kadar albumin urin bayi kelompok PJT dengan bayi kontrol.

Terjadinya proteinuria ini karena berkurangnya jumlah nefron akibat PJT dan akan meningkatkan risiko hipertensi dan penyakit ginjal.

Dengan berkurangnya jumlah nefron pada ginjal, maka untuk tetap dapat berfungsi dengan baik, sisa nefron yang ada mengalami hiperfiltrasi dan akanmembesar(hipertrofi). Akibat hiperfitrasi pada nefron akanterjadi peningkatan tekanan hidrostatik intra kapiler glomerulus, yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan dinding kapiler.Kerusakan ini menyebabkan proteinuria dan penurunan filtrasi glomerulus (Brenner, Lawler dan Mackenzie, 1996; Keijzer-Veen dan van der Heijden, 2012).

Suatu studi melaporkan adanya hubungan langsung antara berat badan lahir dengan jumlah nefron, dimana jumlah nefron akan bertambah 250.000 buah setiap ginjal untuk setiap kilogram kenaikan berat badan.

Berat badan lahir berbanding lurus dengan jumlah nefron dan berbanding terbalik dengan rata-rata volume glomerulus (Nyengaard dan Bendtsen, 1992; Hoy, Hughson dan Bertram,2005; Hughson, et al, 2003 ).

Disamping besarnya variasi dari jumlah nefron pada beberapa studi, ada 2 hal yang konsisten didapat yaitu: berkurangnya jumlah nefron pada PJT dan volume glomerulus yang lebih besar (Hoy, 2005)Peneliti-peneliti ini menduga bahwa besarnya glomerulus merupakan kompensasi dari hiperfiltrasi dan hipertopi pada subjek dengan jumlah nefron yang kurang (Hoy, Hughson dan Bertram, 2005).

Pada percobaan tikus dengan PJT spontan dan PJT buatan yang arteri uterina bilateralnya diligasi, terjadi pengurangan 20%jumlah

nefron.Namun rata-rata volume glomerulus lebih besar bila dibandingkan dengan yang normal dan juga terdapat peningkatan sekresi proteinuria

Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah parameter yang penting dalam menilai fungsi ginjal. Ada beberapa pemeriksaan LFG seperti pengukuran klirens kreatinin, klirens ureum, klirens inulin dan kliren Cr-EDTA. Namun zat yang sering digunakan untuk menilai gangguan ginjal adalah kreatinin.

Kreatinin diproduksi terutama oleh otot polos dan sebagian kecil oleh hati, sehingga bila ada kerusakan pada otot akan sangat mempengaruhi

kadarnya didalam darah. Disamping itu kreatinin juga dipengaruhi oleh usia. Semakin bertambahnya usia maka kadarnya akan semakin

meningkat. Kenaikan kadar kreatinin akan terjadi apabila sudah terjadi penurunan dari LFG > 50%. Karena itu pengukuran LFG cystain c lebih menjanjikan terutama pada gangguan fungsi ginjal ringan dibandingkan kreatinin (Meinardaniawati, Effendi dan Rahayuningsih, 2013).

Berdasarkan nilai kreatinin urin, peneliti menemukan bahwa rerata kadar kreatinin urin bayi kelompok PJT adalah 17,19 ± 9,84, lebih tinggi daripada rerata kadar kreatinin urin bayi normal yaitu 8,22 ± 2,85. Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna kadar kreatinin urin bayi kelompok PJT dengan bayi kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pada bayi PJT terjadi hiperfiltrasi . Penurunan jumlah nefron pada PJT, menyebabkan penurunan permukaan filtrasi glomerulus, sementara untuk mempertahankan laju filtrasi glomerulus normal keseluruhan, arus darah ginjal per glomerulus meningkat. Menurut hipotesis Brenner et al. (1996) hal ini dapat menyebabkan hipertensi glomerulus dan hipertrofi, yang dapat menyebabkan hipertensi sistemik dan reabsorpsi natrium yang

tinggi dan kerusakan glomerulus. Akibatnya terjadi albuminuria dan glomerulosklerosis.

Pada PJT dapat terjadi kegagalan fungsi renal. Ginjal dengan jumlah nefron yang berkurang mempengaruhi kemampuannya untuk beradaptasi terhadap beban diet atau untuk kompensasi atas trauma ginjal. Jalur ginjal yang kecil menyebabkan hipertensi bisa melalui sistem renin-angiotensin. Peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin dapat merupakan mekaninsme kompensasi atas penurunan jumlah nefron untuk mempertahankan filtrasi yang normal (Wlodek et al. 2008)

Angka insiden gagal ginjal akut (GGA) pada neonatus masih sulit ditentukan dan mempunyai rentang nilai yang lebar. Berdasarkan

beberapa penelitian, angka kejadian GGA pada populasi neonatus adalah 8−24%.Penanda filtrasi endogen yang sering digunakan untuk menilai fungsi ginjal saat ini yaitu kreatinin, namun banyak faktor yang membatasi keakuratan zat ini dalam mengukur laju filtrasi glomerulus (LFG).Cystatin-Cdiajukan sebagai pemeriksaan alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan kreatinin.Berbeda dengan cystatin-C, kreatinin akan mengalami sekresi oleh sel-sel epitel tubulus proksimal ginjal dan jalur eliminasi alternatif kreatinin ini mengompensasi penurunan LFG sehingga menyebabkan kadar kreatinin tidak berubah sampai terjadi penurunan sebesar ±50% dari LFG.Cystatin-Ctidak melewati sawar plasenta dan tidak ada korelasi antara kadar Cmaternal dan kadar cystatin-Cneonatus seperti pada kreatinin, sehingga kadarnya pada neonatus

Effendi dan Rahayuningsih, 2013).

Pada penelitian ini didapatkan kadar cystatin-C bayi kelompok PJT 1,47 ± 0,28 mg/l dan bayi normal 1,45 ± 0,19 mg/l. Meskipun kadar

cystatin c pada bayi PJT lebih tinggi sedikit dari bayi kontrol namun secara statistik tidak berbeda bermakna, hal ini disebabkan karena kerusakan yang terjadi bersifat akut sehingga tidak ada gangguan pada tubulus proksimal yang merupakan tempat resorbsi dan katabolisme dari cystatin-C. Banyak laporan yang mengatakan korelasi yang kuat antara kreatinin dan cystatin c. Namun uji korelasi pada penelitian ini hanya mendapatkan korelasi yang lemah dengan r 0,175. Cystatin c dengan berat molekul yang kecil akan difiltrasi bebas di glomerulus dan di tubulus proksimal seluruhnya akan diresorbsi dan dikatabolisme, sehingga jika ada

kerusakan pada tubulus proksimal pada keadaan gagal ginjal kronis maka kadar cystatin c akan meningkat sedang bila kerusakan pada glomerulus maka cystatin c tidak secara bermakna meningkat (Westhuyzen, 2006).

Pada tabel 4.20 tampak korelasi negatif yang kuat antara volume ginjal kanan dan kiri terhadap terjadinya albuminuria, dimana semakin kecil volume ginjal janin maka semakin besar terjadinya kebocoran

albumin yang disebabkan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik pada nephron sehingga terjadi albuminuria. Begitu juga korelasi positip yang kuat antara ukuran volume ginjal dengan sekresi urin/jam, semakin besar ginjalnya dengan jumlah nephron yang lebih banyak sehingga lebih

banyak darah yang difitrasi oleh glomerulus maka sekresi urin juga akan semakin bertambah.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait