• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Korosi

Korosi merupakan peristiwa degradasi yang dialami material yang disebabkan oleh reaksi antara material dengan lingkungannya. Korosi tidak terbatas pada material logam namun juga bisa terjadi pada material nonlogam seperti plastik, karet, dan material nonlogam lainnya [37]. Contohnya adalah terkelupasnya cat yang disebabkan oleh sinar matahari. Kasus korosi yang terjadi pada material logam didefinisikan sebagai peristiwa elektrokimia yang menyebabkan pasangan reaksi yaitu reaksi anodik dan reaksi katodik.

Ilustrasi sederhana dari korosi dapat dijelaskan dengan sistem sel galvanik. Sel galvanik merupakan suatu sistem yang terdiri dari dua logam yang berbeda yang bertindak sebagai elektroda dan sejumlah elektolit. Kedua elektroda tersebut terhubung satu sama lain dan keduanya terpapar mengenai larutan elektrolit. Kedua elektroda yang terhubung ini akan menghasilkan perbedaan potensial oleh karena itu akan terjadi aliran elektron didalamnya. Elektron ini berasal dari logam yang lebih lemah ketahanan korosinya dalam hal ini ditunjukkan dengan nilai potensial reduksi yang lebih rendah [37]. Pada sel galvanik, nilai potensial reduksi pada logam dapat diurutkan dengan deret volta atau deret emf.

Gambar 2.5 Deret Potensial Reduksi Elektroda [22]

Elektroda yang lebih besar nilai potensial reduksinya disebut katoda dan elektroda yang memiliki nilai potensial reduksi disebut anoda. Pada anoda akan terjadi reaksi oksidasi yang menyebabkan elektron pada anoda terlepas menuju katoda. Sedangkan pada katoda akan mengalami

Universitas Pertamina - 15 reaksi yang disebut dengan reaksi reduksi. Reaksi reduksi menyebabkan katoda menerima elektron. Kecepatan aliran elektron ditentukan oleh perbedaan potensial reduksi kedua logam. Semakin besar perbedaan nilai potensial reduksi dari kedua logam maka akan semakin cepat elektron mengalir dari anoda ke katoda atau dengan kata lain laju korosi di anoda semakin cepat berbanding lurus dengan perbedaan potensial reduksi kedua logam [22].

Gambar 2.6 Ilustrasi Skematik Sel Galvanik antara Logam Besi dan Tembaga [22]

Korosi dipengaruhi oleh dua penyebab yaitu jenis bahan dan lingkungan dimana bahan tersebut berada. Jenis bahan yang dimaksud adalah kemurnian bahan, struktur dan bentuk kristal bahan, serta unsur-unsur tambahan lain yang terkandung dalam bahan. Baja merupakan logam transisi yang cenderung membentuk ion atau senyawa kompleks [38]. Faktor kedua berupa lingkungan yang dapat berasal dari udara, air, tanah, dan zat-zat kimia seperti asam. Selain itu, korosi juga dipengaruhi oleh pH, temperatur ataupun bakteri pereduksi [37]. Korosi dapat berjalan cepat atau lambat bergantung pada medium pengkorosifnya [39].

2.6.1 Jenis-Jenis Korosi

Jenis-jenis korosi yang terjadi pada logam ada berbagai macam sebagai berikut. 1. Korosi Seragam (Uniform Corrosion)

Korosi seragam merupakan korosi yang terjadi secara merata di seluruh permukaan logam atau sebagian besar permukaan logam [39]. Contohnya adalah karat pada besi. Tidak hanya pada logam besi, korosi ini juga dialami oleh logam dan paduan logam lain seperti aluminum, tembaga, magnesium dll [40]. Lingkungan yang dapat menyebabkan korosi ini bisa berasal dari cairan elektrolit, gas elektrolit atau elektrolit hybrid (air, organisme biologis) [38].

Universitas Pertamina - 16 2. Korosi Celah (Crevice Corrosion)

Korosi ini merupakan korosi lokal yang disebabkan adanya celah atau suatu area yang terlindungi. Korosi ini menyerang permukaan logam yang berada dalam celah tersebut yang terpapar elektrolit baik itu cair maupun gas. Dengan adanya celah, kondisi oksigen di dalam dan di luar celah mengalami perbedaan konsentrasi, sehingga terjadilah korosi. Contohnya adalah korosi yang terjadi pada permukaan logam yang bersentuhan dengan gasket dan permukaan logam pada mur dan kepala baut dimana ada celah diantaranya [40].

Gabar 2.8 Mekanisme Korosi Celah [42].

3. Korosi Batas Butir (Intergranular Corrosion)

Korosi ini biasa terjadi pada baja tahan karat austenit (18Cr-8Ni). Korosi intergranular terjadi ketika baja tahan karat dipanaskan atau didinginkan melewati batasan suhu 400°C₋900°C. Pada kondisi suhu tersebut, unsur karbon pada baja tahan karat akan berdifusi menuju ke batas butir. Kemudian kromium yang berada di sekitar batas butir mengalami deplesi dan berikatan karbon sehingga terbentuklah kromium karbida (Cr23C6). Kandungan kromium yang berkurang pada batas butir ini akibat pembentukan karbida, menyebabkan ketahanan korosi menjadi menurun [40].

4. Korosi Galvanik (Galvanic Corrosion)

Korosi ini terjadi ketika dua jenis logam yang berbeda terhubung atau terkoneksi satu sama lain dan kedua logam tersebut berada di lingkungan yang korosif [41]. Logam yang memiliki nilai potensial reduksi lebih rendah menurut deret Volta, akan mengalami degradasi sedangkan logam yang memiliki potensial reduksi lebih tinggi akan terlindungi.

Gambar 2.9 Korosi Galvanik yang Terjadi Pada Rivet Baja Pada Pelat Tembaga [39].

5. Korosi Erosi (Erosion Corrosion)

Korosi ini didefinisikan sebagai degradasi material yang disebabkan oleh pergerakan aliran fluida korosif yang sangat cepat pada permukaan material [37]. Hal ini menyebabkan

Universitas Pertamina - 17 gesekan secara mekanik pada permukaan material sehingga seiring waktu material mengalami degradasi. Korosi ini dipengaruhi oleh kecepatan aliran, semakin cepat aliran maka semakin cepat juga terjadi korosi [38].

Gambar 2.10 Korosi Erosi yang Terjadi Pada Impeler Pompa [43].

6. Peluruhan Selektif (Selective Leaching)

Merupakan proses hilangnya suatu material diakibatkan karena terjadinya korosi pada material tersebut dalam suatu paduan logam [41]. Salah satu peristiwa menggambarkan korosi ini adalah peristiwa dezincification. Sesuai namanya, dezincification merupakan peluruhan seng yang mana berada di dalam paduan kuningan.

Gambar 2.11 Peluruhan Seng Pada Paduan Kuningan [41].

7. Korosi Retak Tegang (Stress Corrosion Cracking)

Korosi ini disebabkan karena terdapat kondisi tegangan mekanik dan adanya suatu elektrolit tertentu secara bersamaan yang menyerang suatu material [37]. Jenis serangan korosi ini sangat cepat, sesaat jika terdapat kondisi tegangan, medium korosif dan suhu lingkungan maka tidak lama setelah itu akan terjadi korosi pada material itu.

Universitas Pertamina - 18 8. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)

Korosi sumuran (pitting corrosion) merupakan salah satu bentuk korosi lokal yang terjadi pada logam. Ciri dari korosi ini adalah terbentuknya lubang-lubang kecil pada permukaan logam. Logam yang rentan mengalami korosi sumuran adalah logam yang bisa membentuk lapisan pasif seperti baja tahan karat atau stainless steel. Korosi ini sering dianggap lebih berbahaya dibandingkan dengan korosi merata (uniform corrosion), karena efek dari korosi sumuran ini tidak meluas namun mengakibatkan degradasi material yang membentuk cekungan yang sangat dalam dan biasanya sulit dideteksi seberapa dalam dari cekungan tersebut. Korosi ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang sangat ekstrim. Lingkungan ekstrim yang dimaksud salah satunya adalah disebabkan oleh lingkungan yang mengandung ion-ion halida seperti ion florida, ion klorida, dan ion bromida [11].

Gambar 2.13 Morfologi Permukaan Baja Tahan Karat 316L yang Mengalami Korosi

Sumuran Setelah Direndam Dalam Larutan NaCl 0,6 M [44]

Inisiasi atau permulaan terbentuknya korosi sumuran disebabkan oleh hal-hal berikut: 1. Terdapat perbedaan logam (non-uniformities). Hal ini menyebabkan adanya perbedaan

potensial pada daerah tertentu sehingga terjadilah korosi.

2. Rusaknya lapisan pasif yang protektif secara mekanik ataupun kimia. 3. Proses pelapisan (coating) yang tidak sempurna/merata.

Gambar 2.14 Bentuk-bentuk Lubang Pada Korosi Sumuran [41]

Mekanisme korosi sumuran secara umum terdiri dari dua tahapan yaitu tahap inisiasi dan tahap propagasi selama proses pelarutan logam dalam elektrolit. Tahap inisiasi merupakan

Universitas Pertamina - 19 produk dari reaksi elektrokimia akibat adanya ion-ion agresif seperi klorida, sulfat, thiosulfat dan lain-lain, di suatu daerah, situs, atau pada suatu cacat pada lapisan oksida yang dalam beberapa kasus menyebabkan pemisahan elemen paduan pada permukaan logam. Ketika telah terbentuk sebuah lubang (pit), makan lubang tersebut akan merambat terjadi secara autokatalitik. Proses autokatalitik tersebut menghasilkan lubang di permukaan logam dengan berbagai bentuk dan ukuran. Hal ini dipengaruhi oleh mikrostruktur material, elektrolit, dan beberapa faktor elektrokimia lainnya [45].

Biasanya klorida merupakan ion yang sangat berpengaruh dalam terjadinya korosi sumuran pada baja tahan karat. Ion klorida mengganggu lapisan pasif oksida di situs atau daerah preferensi khususnya situs yang terdapat inklusi sulfida didalamnya yang menghasilkan pembentukan lubang korosi secara bertahap. Lapisan pasif oksida pada baja tahan karat terbentuk dari bahan (kromium) yang teradsorpsi dengan oksigen. Dengan adanya ion klorida, afinitas oksigen yang lebih tinggi memungkinkan terjadinya perpindahan ion klorida, namun karena potensial paduannya menjadi lebih positif ion klorida ini memindahkan atom oksigen yang ada di lapisan pasif dan kemudian ion klorida tersebut berdifusi ke logam dan terbentuklah lubang. Difusi ion klorida ini disebabkan karena gaya tarik elektrostatik.

Adanya ion klorida dalam lubang merangsang reaksi elektrokimia redoks yang diperlukan untuk propagasi. Fenomena ini menyebabkan peningkatan entropi dari spesies reaksi dalam lubang sehingga mempercepat korosi lokal pada baja tahan karat. Perubahan pada elektrolit terjadi karena tingkat pelarutab anodik yang tinggi dan difusi yang terbatas dari ion spesies. Peningkatan keasaman elektrolit di dalam lubang disebabkan oleh kurangnya oksigen yang menyebabkan terjadinya percepatan reaksi korosi sumuran disamping karena perbedaan yang signifikan antara daerah anoda dan daerah katoda. Hal ini menghasilkan pelarutan logam yang mengarah ke pembentukan/produksi kation di dalam lubang. Inisiasi lubang juga terjadi karena inklusi interlogamik, segregasi mikro, titik tegang, dan daerah karena diskolasi dan kelelahan (fatigue).

Gambar 2.15 Serangan Klorida Pada Paduan Baja Tahan Karat [45]

Reaksi anodik dalam lubang

3Fe + 4H2O → Fe3O4 + 8H+ + 8e- (2.1)

Fe → Fe2+ + 2e- (pelarutan besi) (2.2)

Universitas Pertamina - 20

3Fe(OH)+ + H2O → Fe3O4 + 5H+ + 2e- (2.4)

Dengan adanya ion klorida, menyebabkan percepatan hidrolisis ion Fe2+, seperti reaksi berikut

Fe2+ + Cl- → FeCl2 (2.5)

FeCl2 + H2O → Fe(OH)+ + H+ + 2Cl- (2.6)

Fe2+ + H2O → Fe(OH)+ + H+ (2.7)

Elektron diberikan dari anoda ke katoda sehingga terjadi reaksi katoda sebagai berikut

½O2 + H2O + 2e- → 2(OH)- (2.8)

H+ + e- → H (2.9)

2H+ + 2e- → H2 (2.10)

2.6.2 Polarisasi

Polarisasi dibagi menjadi dua yaitu polarisasi aktivasi dan polarisasi konsentrasi. Polarisasi aktivasi adalah reaksi elektrokimia yang dikendalikan oleh salah satu tahap siklus reaksi elektrokimia yang terjadi pada antar-muka logam dan elektrolit. Pada tahap ini dibutuhkan energi aktivasi untuk menghadapi energi barrier yang menghambat kelangsungan proses.

Gambar 2.16 Reaksi Reduksi Hidrogen [37]

Polarisasi konsentrasi adalah reaksi elektrokimia yang dikendalikan oleh proses difusi ion dalam elektrolit. Polarisasi ini dapat diilustrasikan dengan proses difusi ion hidrogen ke permukaan logam membentuk gas hidrogen berdasarkan reaksi evolusi hidrogen. Dalam hal ini, konsentrasi ion hidrogen rendah dalam elektrolit, dan laju reduksi ion hidrogen dipermukaan logam dikendalikan oleh difusi hidrogen ke permukaan logam tersebut. Pada polarisasi konsentrasi, sejumlah perubahan dalam sistem yang meningkatkan laju difusi ion dalam elektrolit akan mengurangi pengaruh polarisasi konsentrasi dan peningkatan laju reaksi. Proses adukan atau agitasi pada elektrolit tidak mempengaruhi laju reaksi [37].

Universitas Pertamina - 21

Gambar 2.17 Reaksi Reduksi Hidrogen Selama Polarisasi Konsentrasi [37] 2.6.3 Pasivitas

Pasivitas dideskripsikan sebagai keadaan sebuah logam dimana pada permukaan logam tersebut ditutupi oleh suatu lapisan tipis yang dapat menghambat pelarutan logam dipermukaan [46]. Lapisan ini diakibatkan karena reaksi kimia antara permukaan logam dan lingkungan atau elektrolit yang terpapar langsung dengan permukaan logam [47]. Contoh logam yang memiliki sifat pasivitas ini adalah baja tahan karat atau satinless steel, nikel dan beberapa paduannya, titanium dan paduannya dan aluminum dan paduannya.

Pasivasi pada logam bisa terjadi melalui dua kondisi yaitu secara alami (natural passivation) seperti halnya besi yang berada dalam lingkungan nitrit, dan secara artifisial atau buatan dengan melakukan penambahan potensial anodik eksternal [47]. Perilaku pasivitas logam dibagi menjadi tiga daerah yaitu daerah aktif, daerah pasif dan daerah transpasif. Pada daerah aktif, logam cenderung mengalami laju korosi yang meningkat seiring bertambahnya potensial polarisasi. Setelah melalui mencapai potensial pasivasi (Epp), laju korosi menjadi menurun. Penurunan laju korosi disebabkan karena pada kondisi ini terbentuk lapisan pasif pada permukaan logam. Oleh karena itu daerah ini disebut daerah pasif. Dari daerah pasif ini jika penambahan polarisasi ke arah anodik terus dilakukan sampai mencapai konsentrasi yang tinggi dan melebihi batas kondisi pasif, maka logam akan kembali mengalami laju korosi yang meningkat. Daerah ini disebut dengan daerah transpasif. Daerah transpasif menandakan evolusi oksigen. Ilustrasi dari penjelasan diatas dapat dilihat pada Gambar 2.19 berikut.

Universitas Pertamina - 22 Peristiwa pasivasi pada baja tahan karat terjadi akibat perilaku dari kromium yang ada di dalam paduan. Kandungan kromium minimal agar dapat terjadinya pasivasi pada paduan baja tahan karat adalah 10,5 %wt dan kandungan karbon maksimal adalah 1,2 wt% menurut EN 10088-1. Keberadaan oksigen sangat dibutuhkan oleh paduan ini untuk membentuk lapisan pasif berupa Cr2O3. Lapisan ini stabil pada kondisi potensial yang rendah dan rentang pH netral-alkali (lihat Gambar 2.19) [49].

Gambar 2.19 Superposisi Diagram Pourbaix dari Paduan Baja dalam Lingkungan Air

Laut pada Suhu 25˚C [49]

Lapisan pasif berupa Cr2O3 yang terbentuk pada baja tahan karat berasal dari reaksi kimia antara unsur kromium di permukaan logam dan oksigen di lingkungan sekitar logam.

2𝐶𝑟 +32𝑂2→ 𝐶𝑟2𝑂3 (2.11)

Lapisan ini bersifat stabil dan tahan terhadap serangan korosi. Namun lapisan ini juga dapat rusak dan terdegradasi dalam lingkungan. Rusaknya lapisan pasif ini disebabkan karena adanya ion-ion agresif seperti Cl- [48]. Rusaknya lapisan pasif ini menyebabkan lubang yang terlokalisasi dan menjadi inisiasi terjadinya korosi sumuran.

Dengan adanya kandungan kromium yang melimpah dan adanya keberadaan oksigen di lingkungan sekitarnya, proses pembentukan lapisan pasif dapat segera terjadi kembali. Inilah yang disebut dengan peristiwa repasivasi. Oksigen yang masuk ke dalam lubang-lubang akan berikatan dengan unsur kromium yang berada di tepi lubang dan membentuk lapisan pasif. Mekanisme repasivasi dapat dilihat pada Gambar 2.20 berikut.

Universitas Pertamina - 23

Gambar 2.20 Ilustrasi Mekanisme Repasivasi [50]

Dokumen terkait