• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU KOROSI SUMURAN TERHADAP PENAMBAHAN NIOBIUM PADA BAJA TAHAN KARAT AISI 316L DALAM CAIRAN SIMULASI TUBUH MANUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU KOROSI SUMURAN TERHADAP PENAMBAHAN NIOBIUM PADA BAJA TAHAN KARAT AISI 316L DALAM CAIRAN SIMULASI TUBUH MANUSIA"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU KOROSI SUMURAN TERHADAP

PENAMBAHAN NIOBIUM PADA BAJA TAHAN KARAT

AISI 316L DALAM CAIRAN SIMULASI TUBUH MANUSIA

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh:

Fandika Reza Ardi Saputra

102216004

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

UNIVERSITAS PERTAMINA

SEPTEMBER 2020

(2)

P

erila

ku Kor

osi S

umura

n

Te

rha

d

ap P

ena

mbah

an

Niobium

P

ada

B

aja T

aha

n Ka

ra

t A

ISI

316L da

lam C

aira

n S

im

ulasi Tubuh Ma

nusi

a

F

andika Re

za

A.S.

102216004

(3)
(4)

Universitas Pertamina - ii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir

: Perilaku Korosi Sumuran Terhadap Penambahan

Niobium Pada Baja Tahan Karat AISI 316L

Dalam Cairan Simulasi Tubuh Manusia

Nama Mahasiswa

: Fandika Reza Ardi Saputra

Nomor Induk Mahasiswa

: 102216004

Program Studi

: Teknik Mesin

Fakultas

: Teknologi Industri

Tanggal Lulus Sidang Tugas Akhir

: 5 September 2020

Jakarta, 15 September 2020

MENGESAHKAN

Dr. Eng. Sri Hastuty, S.T., M.T., M. Eng.

116104

MENGETAHUI,

Ketua Program Studi

Dr. Eng. Purwo Kadarno, S.T., M. Eng.

116113

(5)

Universitas Pertamina - iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul

Perilaku Korosi Sumuran

Terhadap Penambahan Niobium Pada Baja Tahan Karat AISI 316L dalam Cairan Simulasi

Tubuh Manusia

ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak

mengandung materi yang ditulis oleh orang lain kecuali telah dikutip sebagai referensi yang

sumbernya telah dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya bersedia

menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Pertamina hak bebas royalti noneksklusif (

non-exclusive royalty-free right

) atas

Tugas Akhir ini beserta perangkat yang ada. Dengan hak bebas royalti noneksklusif ini

Universitas Pertamina berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam

bentuk pangkatan data (

database

), merawat, dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama

tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Jakarta, 28 Agustus 2020

Yang membuat pernyataan,

Fandika Reza Ardi Saputra

(6)

Universitas Pertamina - iv

ABSTRAK

Fandika Reza Ardi Saputra. 102216004.

Perilaku Korosi Sumuran Terhadap Penambahan

Niobium Pada Baja Tahan Karat AISI 316L Dalam Cairan Simulasi Tubuh Manusia.

Penelitian ini tentang analisis perilaku korosi pada paduan metalurgi serbuk baja tahan karat

AISI 316L dengan variasi kandungan unsur niobium didalamnya. Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengkaji pengaruh variasi kandungan unsur niobium terhadap perilaku korosi

yang terjadi pada paduan metalurgi serbuk baja tahan karat AISI 316L dalam media cairan

simulasi tubuh manusia (SBF) pada suhu 25˚C. Unsur niobium yang divariasikan adalah

sebesar 0,5 wt%, 1,0 wt%, 1,5 wt%, 2,0 wt%. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode elektrokimia yang terdiri dari

open circuit potential

dan polarisasi anodik.

Selain itu pengujian karakterisasi juga dilakukan pada penelitian ini menggunakan

mikroskop optik dan mikroskop pemindai elektron (SEM-EDS). Hasil yang diperoleh dari

pengujian ini adalah berdasarkan laju korosinya, ketahanan korosi umum paduan semakin

meningkat seiring variasi niobium dari 0,5 %wt Nb, 1,0 %wt Nb dan 1,5 %wt Nb. Namun

mengalami penurunan pada kondisi variasi 2 %wt Nb.

Ketahanan korosi sumuran belum

menunjukkan korelasi/tren yang jelas seiring variasi kandungan niobium. Pengamatan

SEM-EDS memprediksi penurunan ketahanan korosi pada paduan AISI 316L dengan penambahan

2,0 %wt Nb disebabkan karena terkonsentrasinya unsur Nb pada titik tertentu sehingga

terjadi kegagalan dalam pencegahan deplesi unsur kromium pada batas butir sehingga

menghasilkan kromium karbida pada batas-batas butir.

(7)

Universitas Pertamina - v

ABSTRACT

Fandika Reza Ardi Saputra

.

102216004

.

Pitting Corrosion Behavior Due to The Addition

of Niobium to AISI 316L Stainless Steel in Simulated Human Body Fluid.

This research is about the analysis of the corrosion behavior of powder metallurgy alloy AISI 316L stainless steel with variations in the elemental content of niobium. The purpose of this study was to examine the effect of variations in the element content of niobium on the corrosion behavior of AISI 316L stainless steel powder metallurgy alloy in human body simulation fluid (SBF) at 25˚C. The various elements of niobium are 0.5 wt%, 1.0 wt%, 1.5 wt%, 2.0 wt%. The method used in this research is an electrochemical method consisting of open circuit potential and anodic polarization. In addition, characterization testing was also carried out in this study using an optical microscope and an scanning-electron microscope (SEM-EDS). The results obtained from this test are based on the corrosion rate, the general corrosion resistance of the alloy increases with the variation of niobium from 0.5% wt Nb, 1.0% wt Nb and 1.5% wt Nb. However, it decreased in the variation of 2% wt Nb. Pitting corrosion resistance has not shown a clear correlation / trend with variations in the niobium content. SEM-EDS observations predict a decrease in corrosion resistance in AISI 316L alloy with the addition of 2.0% wt Nb due to the concentration of the Nb element at a certain point so that there is a failure in preventing the depletion of chromium elements at the grain boundaries resulting in chromium carbide at grain boundaries.

(8)

Universitas Pertamina - vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, hidayah, karunia, ilmu dan pengetahuan bagi penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “

Perilaku Korosi Sumuran Terhadap

Penambahan Niobium Pada Baja Tahan Karat AISI 316L dalam Cairan Simulasi

Tubuh Manusia

” dengan baik.

Penulis menyadari tentunya penulisan tugas akhir ini tidak luput dari bantuan

berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Berbagai dorongan dan

motivasi selalu penulis terima dalam rangka penyelesaian tugas akhir ini. Untuk itu penulis

ingin mengucapkan rasa syukur dan terimakasih kepada:

1.

Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik dan lancar.

2.

Bapak Sulardi, Ibu Yunarsih selaku orang tua penulis dan Frieska Rahma Ardi Saputri

selaku adik penulis yang telah memberikan dukungan baik berupa doa, semangat,

motivasi, perhatian dan kasih sayang hingga saat ini sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan rasa tanggung jawab dan berakhir dengan lancar.

3.

Bapak Dr. Eng. Purwo Kadarno, S.T, M.Eng., selaku Kepala Program Studi Teknik

Mesin Universitas Pertamina.

4.

Ibu Dr. Eng. Sri Hastuty, S.T., M.T., M.Eng., selaku dosen pembimbing tugas akhir

yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis sehingga tugas

akhir ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.

5.

Fatah Nurrahman, Rifki Yusup, Reyhan Surianza, dan Agung Basovi selaku teman

diskusi, teman main dan berbincang mengenai banyak hal yang telah memberikan

dukungan baik berupa semangat, motivasi, simpati dan empati selama berkuliah

bersama di Program Studi Teknik Mesin Universitas Pertamina.

6.

Semua pihak yang telah membantu dalam proses pengerjaan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan tugas akhir ini masih banyak

terdapat kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun, sangat

diharapkan demi kesempurnaan penulisan ini. Laporan ini sangat berguna bagi penulis dan

mudah-mudahan dapat memberikan manfaat pula bagi para pembacanya. Demikian yang

dapat saya sampaikan, terimakasih.

Jakarta, 15 September 2020

(9)

Universitas Pertamina - vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

...

ii

LEMBAR PERNYATAAN

... iii

ABSTRAK

... iv

ABSTRACT

... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI

... vii

DAFTAR TABEL

... ix

DAFTAR GAMBAR

... x

BAB I

PENDAHULUAN

... 1

1.1

Latar Belakang ... 1

1.2

Rumusan Masalah ... 4

1.3

Batasan Penelitian ... 4

1.4

Tujuan Penelitian ... 5

1.5

Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

... 6

2.1

Baja Tahan Karat ... 6

2.2

Baja Tahan Karat Sebagai Biomaterial... 8

2.3

Baja Tahan Karat 316L ... 10

2.4

Metalurgi Serbuk ... 11

2.5

Pengaruh Unsur Paduan ... 13

2.6

Korosi ... 14

2.7

Pengujian Korosi ... 23

2.8

Karakterisasi Benda Kerja ... 27

BAB III METODE PENELITIAN

... 30

3.1

Bentuk Penelitian ... 30

3.2

Metode Pengumpulan Data... 30

3.3

Alat dan Bahan ... 30

3.4

Prosedur Penelitian ... 32

3.5

Metodel Analisis Data ... 37

(10)

Universitas Pertamina - viii

4.1

Hasil Pengamatan Permukaan ... 38

4.2

Hasil Uji Korosi ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

... 49

5.1

Kesimpulan ... 49

5.2

Saran ... 50

(11)

Universitas Pertamina - ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1

Perbandingan Karakteristik Mekanik Dari Beberapa Logam Implan Terhadap Jaringan Tulang Manusia ... 2

Tabel 2.1

Komposisi dari Larutan Simulasi Kondisi Tubuh Manusia ... 9

Tabel 2.2

Perbandingan Komposisi Unsur Pada Baja Tahan Karat 304, 304L, 316 dan 316L ... 10

Tabel 3.1

Variasi Komposisi Unsur Yang Ditambahkan Ke Dalam Sampel ... 31

Tabel 3.2

Komposisi Larutan Ringer’s Lactate Dalam 500 mL Air ... 31

Tabel 4.1

Perbandingan Nilai OCP Masing-masing Sampel Dalam Larutan Ringer’s

Lactate Selama 600 detik ... 40

Tabel 4.2

Nilai Ecor, Icor dan Laju Korosi Untuk Masing-masing Sampel ... 42

(12)

Universitas Pertamina - x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Diagram

Schaefller-Delong ...

6

Gambar 2.2

Pembagian Kelas Baja Tahan Karat ... 8

Gambar 2.3

Pelat Baja Tahan Karat untuk Implan... 11

Gambar 2.4

Mekanisme Densifikasi ... 13

Gambar 2.5

Deret Potensial Reduksi Elektroda ... 15

Gambar 2.6

Ilustrasi Skematik Sel Galvanik antara Logam Besi dan

Tembaga ... 15

Gambar 2.7

Korosi Seragam ... 16

Gambar 2.8

Mekanisme Korosi Celah ... 16

Gambar 2.9

Korosi Galvanik yang Terjadi Pada Rivet Baja Pada Pelat17

Tembaga ... 17

Gambar 2.10

Korosi Erosi yang Terjadi Pada Impeler Pompa ... 17

Gambar 2.11

Peluruhan Seng Pada Paduan Kuningan ... 17

Gambar 2.12

Korosi Retak Tegang ... 18

Gambar 2.13

Morfologi Permukaan Baja Tahan Karat 316L yang

Mengalami Korosi Sumuran Setelah Direndam Dalam

Larutan NaCl 0,6 M ... 18

Gambar 2.14

Bentuk-bentuk Lubang Pada Korosi Sumuran ... 18

Gambar 2.15

Serangan Klorida Pada Paduan Baja Tahan Karat ... 19

Gambar 2.16

Reaksi Reduksi Hidrogen ... 20

Gambar 2.17

Reaksi Reduksi Hidrogen Selama Polarisasi Konsentrasi ... 21

Gambar 2.18

Karakteristik Pasivitas Logam ... 21

Gambar 2.19

Superposisi Diagram Pourbaix dari Paduan Baja dalam

Lingkungan Air Laut pada Suhu 25˚C ... 22

Gambar 2.20

Ilustrasi Mekanisme Repasivasi ... 23

Gambar 2.21

Ilustrasi Skematik Sistem Tiga Elektroda ... 23

Gambar 2.22

Karakteristik Grafik OCP Baja Tahan Karat 316L dan

316LVM Dalam Media

Ringer’s Lactate

Selama 300 detik ... 24

Gambar 2.23

Ekstrapolasi Tafel ... 24

Gambar 2.24

Bentuk-bentuk Kurva Polarisasi Siklik ... 26

Gambar 2.25

Skema Dasar Pengujian Mikroskop Optik ... 27

(13)

Universitas Pertamina - xi

Gambar 2.27

Skema Alat SEM ... 29

Gambar 3.1

Diagram Alir Penelitian ... 32

Gambar 3.2

Dimensi Masing-masing Sampel ... 33

Gambar 3.3

Mesin Amplas Metkon Forcipol 2V ... 33

Gambar 3.4

Mikroskop Optik ZEISS Primotech ... 34

Gambar 3.5

Ilustrasi Skematik Sel Uji Korosi ... 35

Gambar 3.6

Konfigurasi Sel Uji Korosi ... 36

Gambar 3.7

Larutan Ringer’s Lactate ... 36

Gambar 4.1

Penampakan Porositas Pada Masing-masing Sampel ... 38

Gambar 4.2

Grafik OCP Terhadap Waktu Masing-masing Sampel

Dalam

Larutan

Ringer’s Lactate

... 39

Gambar 4.3

Grafik Perbandingan Nilai OCP Masing-Masing Sampel

Dalam

Larutan Ringer’s Lactate Selama 600 Detik ... 40

Gambar 4.4

Kurva Polarisasi Sampel Pada Larutan

Ringer’s Lactate

... 40

Gambar 4.5

Perbandingan Nilai

E

cor

Masing-Masing Sampel ... 41

Gambar 4.6

Perbandingan Nilai

I

cor

Masing-Masing Sampel ... 42

Gambar 4.7

Perbandingan Nilai Laju Korosi Masing-Masing Sampel ... 42

Gambar 4.8

Kurva Polarisasi Siklik ... 44

Gambar 4.9

Kondisi Permukaan Sampel 1... 45

Gambar 4.10

Kondisi Permukaan Sampel 2... 45

Gambar 4.11

Kondisi Permukaan Sampel 3... 46

Gambar 4.12

Kondisi Permukaan Sampel 4... 46

Gambar 4.13

Morfologi Permukaan Sampel 4 ... 47

Gambar 4.14

Porositas Pada Permukaan Sampel 4 ... 47

(14)
(15)

Universitas Pertamina - 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Logam merupakan material yang cakupan penggunaannya cukup luas. Hampir disemua bidang seperti rekayasa teknik, logam sangat populer atau sebagian besar digunakan untuk kepentingan penelitian, konstruksi dan lain sebagainya. Tak terkecuali dalan bidang medis. Penggunaan material logam dalam dunia medis dapat bervariasi bentuknya, salah satunya adalah sebagai implan pada tubuh manusia. Maksud dari penggunaan implan adalah untuk berinteraksi dengan sistem biologis dalam tubuh manusia dengan tujuan mengevaluasi (evaluate), melakukan tindakan perawatan (treat), menambah (augment) atau mengganti (replace) jaringan, organ atau fungsi tubuh yang mengalami kerusakan atau kegagalan fungsi [1]. Penggunaan implan pada tubuh manusia sudah dimulai pada tahun 1660, dan penggunaan implan secara modern dalam dunia medis dimulai pada tahun 1960 [2]. Tingkat kepopuleran logam sebagai material implan meningkat setiap waktu. Tercatat di Amerika saja, penggunaan implan khususnya pada prosedur total hip ararthroplasty (THA), meningkat dalam dekade 2002-2012 sebesar 2,1% [3].

Dalam dunia medis, salah satu pemanfaatan logam sebagai implan adalah implan pada aplikasi ortopedi. Hal ini bukanlah suatu tindakan tanpa alasan. Kombinasi antara kekuatan tarik (tensile strength), ketahanan patah (fracture toughness), ketahanan lelah (fatigue strength) yang baik menjadikan logam sebagai pilihan yang unggul untuk diaplikasikan sebagai implan pada tubuh manusia [4]. Kombinasi dari properti mekanik yang baik akan menjadikan material implan tahan lama di dalam tubuh manusia. Selain dilihat dari segi sifat/properti mekaniknya, pemilihan material implan juga didasarkan pada biokompatibilitasnya. Biokompatibilitas mengartikan bahwa material implan tidak menyebabkan efek-efek negatif bagi tubuh seperti racun (toksik), alergi, inflamasi, sitotoksik dan hal-hal lain yang mengganggu aktivitas biologis tubuh manusia [1]. Beberapa material logam yang cocok dan biasa dipakai dalam dunia medis untuk aplikasi diatas diantaranya adalah baja tahan karat atau stainless steel (SS), titanium dan paduannya (titanium alloy), dan kobalt dan paduannya [4].

Titanium, kobalt dan stainless steel merupakan logam-logam yang tergolong kuat untuk aplikasi ortopedi. Selain itu ketiga logam tersebut tergolong cukup mumpuni dalam hal ketahanannya terhadap korosi. Hal ini dikarenakan logam-logam tersebut memiliki lapisan protektif dipermukaannya yang dapat menahan korosi lapisan dibawahnya. Pada aplikasi yang sama, titanium dan paduannya merupakan material yang paling tahan terhadap korosi dibanding dengan kobalt dan stainless steel. Namun titanium sangat rentan terhadap gesekan dan produksi titanium sebagai implan masih tergolong mahal [1]. Kobalt dan paduannya memiliki ketahanan gesek yang lebih baik dibanding titanium dan stainless steel, namun selaras dengan titanium, kobalt dan paduannya masih tergolong mahal untuk diproduksi sebagai material implan. Sebagai alternatif, logam lain yang tepat digunakan untuk implan dalam aplikasi ortopedi adalah baja tahan karat atau stainless steel. Dibandingkan dengan titanium dan kobalt, penggunaan baja tahan karatmerupakan material yang paling populer digunakan, hal ini disebabkan karena mampu bentuk atau formability yang tinggi dan proses produksinya yang relatif lebih murah [5] [6] [7]. Tipe baja tahan karat yang paling cocok digunakan untuk aplikasi ini adalah baja tahan karat tipe 316L.

(16)

Universitas Pertamina - 2 Popularitas penggunaan baja tahan karat 316L sebagai material implan sudah berlangsung lama. Pada tahun 1960-an seorang ahli bedah ortopedi berkebangsaan Inggris bernama Sir John Charnley, tercatat sebagai orang yang pertama kali berhasil melakukan operasi total hip replacement (THR) atau pengangkatan sendi pinggul dan digantikan dengan sendi prostetik atau implan pada penderita osteoarthritis. Sendi tersebut digantikan dengan baja tahan karat 316L berbentuk bola dan rumahan (socket) menggunakan material high-density polyethylene (HDPE) [1].

Selain karena penggunaannya yang sudah umum pada bidang ortopedi, baja tahan karatdipilih karena memiliki performa yang cukup mumpuni dalam hal ketahanan mekanik. Baja tahan karat 316L memiliki nilai modulus elastis yang signifikan dibanding dengan modulus elastik tulang manusia (cortical bone). Kekuatan tarik dan ketangguhan yang tinggi menjamin kinerja mekanik yang cukup, karena material dapat menanggung beban-beban yang signifikan dan mengalami deformasi plastis yang cukup sebelum mengalami kerusakan [8]. Hal ini juga yang menjadikan alasan mengapa baja tahan karat316L cocok untuk implan dalam aplikasi ortopedi.

Tabel 1.1 Perbandingan Karakteristik Mekanik Dari Beberapa Logam Implan Terhadap

Jaringan Tulang Manusia [9].

Popularitas, mampu bentuk atau formability, ketahanan mekanik serta material dengan harga relatif murah memang menjadi daya tarik bagi baja tahan karat 316L. Kendati demikian material ini juga tak luput dari kekurangan. Kekurangan yang dimaksudkan adalah dalam hal ketahanan korosi. Korosi yang sering terjadi pada baja tahan karat 316L yang ditanamkan dalam tubuh manusia adalah korosi sumuran. Tercatat dalam sebuah studi menerangkan bahwa 90% kerusakan yang terjadi pada implan SS 316L disebabkan oleh korosi sumuran [10]. Korosi sumuran merupakan korosi yang terjadi secara lokal atau hanya pada titik-titik tertentu pada permukaan material. Korosi ini biasanya terjadi dalam lingkungan yang mengandung spesies-spesies halida seperti ion klorida, ion bromida dan ion iodida yang menyerang paduan-paduan yang memiliki lapisan pasif [11]. Dalam kondisi lingkungan seperti dalam tubuh manusia (human body environment), salinitas cairan tubuh menjadi penyebab implan mengalami korosi.

Tidak hanya itu, dari segi mekanik implantasi baja tahan karat 316L pada tubuh manusia juga mengalami rintangan. Rintangan yang dimaksud adalah ketidakcocokan modulus elastik antara baja tahan karat 316L dan modulus elastik tulang manusia. Ketidakcocokan ini dapat mengakibatkan terjadinya kondisi yang disebut dengan “stress shielding effect”. Kondisi ini mengakibatkan tulang manusia yang berkenaan langsung dengan implan mengalami kekurangan beban yang dapat mengakibatkan terjadinya resorpsi tulang [12]. Resorpsi tulang dapat menyebabkan pelemahan struktur tulang yang pada akhirnya dapat mengalami kegagalan (failure).

(17)

Universitas Pertamina - 3 Salah satu cara untuk mengurangi perbedaan nilai modulus elastik antara baja tahan karat 316L dan tulang manusia yaitu dengan membuat struktur baja tahan karat 316L menjadi berpori layaknya jaringan tulang manusia yang sebenarnya [13]. Untuk memproduksi material dengan struktur berpori diperkenalkanlah suatu metode yaitu metode metalurgi serbuk. Dalam kaitannya dibidang medis khususnya aplikasi ortopedi, penggunaan material yang diproduksi dengan metode metalurgi serbuk memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode lain yaitu sebagai berikut [14] : 1) Bentuk akhir menyerupai model, sehingga proses produksi lebih efisien; 2) komposisi material lebih presisi sehingga biokompatibilitas meningkat; 3) menghasilkan material yang berpori untuk menyeimbangkan nilai modulus elastik material dengan tulang agar tidak terjadi “stress shielding effect”.

Namun, metode metalurgi serbuk ini juga memiliki kekurangan. Tidak hanya keuletan dan kekuatan yang mengalami penuruan, baja tahan karat 316L yang diproduksi dengan metode metalurgi serbuk juga mengalami masalah dalam hal ketahanan korosi. Ketahanan korosi baja tahan karatyang diproduksi dengan metode metalurgi serbuklebih rendah dibandingkan dengan ketahanan korosi baja tahan karatyang diproduksi dengan proses/metode konvensional seperti cor dan tempa [14] [15]. Hal ini disebabkan karena adanya porositas yang terdapat pada struktur material. Porositas pada baja tahan karat dapat menyebabkan terjadinya korosi sumuran [15]. Dalam jangka panjang, kasus ini sangat berbahaya karena korosi tersebut tidak hanya mendegradasi fungsi mekanik dari material tetapi juga dapat melepaskan ion-ion seperti besi, kromium dan nikel. Ion-ion tersebut sangat dihindari untuk masuk ke dalam tubuh manusia. Diketahui, ion nikel merupakan elemen yang sangat berbahaya bagi jaringan tubuh karena ion tersebut bersifat toksik [16]. Selain itu, peluruhan kromium juga dapat mengakibatkan kerusakan dalam jaringan saraf tubuh [1]. Oleh karena itu, diperlukanlah upaya untuk meningkatkan ketahanan korosi dari baja tahan karat 316L.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan ketahanan korosi dari baja tahan karat 316L. Salah satunya adalah melakukan rekayasa material dengan menambahkan elemen niobium ke dalam paduan. Niobium dipilih karena memiliki sifat afinitas yang lebih tinggi daripada kromium terhadap karbon, hal ini menjadikan niobium dapat menghambat pembentukan kromium karbida dalam baja tahan karat. Peristiwa tersebut menyebabkan tercegahnya deplesi ion kromium sehingga material akan lebih kaya oleh lapisan pasif (kromium oksida) dibandingkan dengan material tanpa adanya tambahan niobium [17]. Lapisan pasif ini sangat berperan dalam peningkatan ketahanan korosi. Selain itu terdapat elemen boron yang dapat digunakan untuk meningkatkan densifikasi proses metalurgi serbuk. Peningkatan densifikasi sangat berperan pada proses metalurgi serbuk untuk menekan porositas yang terjadi pada paduan. Dengan meminimalisasi keberadaan poros maka area yang menjadi kontak antara paduan dengan lingkungan menjadi semakin kecil sehingga dapat menurunkan laju korosi. [18] [19].

Huang et al menemukan bahwa dengan adanya kandungan niobium yang ditambahkan pada paduan 22Cr25NiWCoCu mengakibatkan terjadinya formasi Cr2O3. Formasi ini merupakan lapisan

pasif yang dapat mencegah terjadinya korosi. Selain itu dengan peningkatan penambahan kandungan niobium (0-0,86 wt%) ke dalam paduan tersebut menyebabkan peningkatan ketebalan lapisan oksida dalam bentuk Fe2O3 sebagai lapisan luar dan (Cr, Fe, Mn)3O4 sebagai lapisan dalam [20]. Wu et al

meneliti bahwa peningkatan kandungan niobium (0, 0,25, 0,75, 1,25 wt%) yang ditambahkan ke dalam novel stainless steel mengakibatkan penurunan densitas arus (penurunan laju korosi) dalam lingkungan 3,5 wt% NaCl [17]. Prifiharni et al menunjukkan bahwa peningkatan kandungan niobum (0-1,10 wt%) pada matriks paduan stainless steel Fe25Ni15Cr dapat meningkatkan ketahanan korosi

(18)

Universitas Pertamina - 4 pitting dalam lingkungan 3,5 wt% larutan yang mengandung klorida. Dalam penelitian ini elemen niobium membentuk lapisan niobium oksida yang melindungi permukaan material. Proteksi dari lapisan oksida yang dibentuk oleh niobium ini lebih tahan dibanding proteksi dari lapisan kromium oksida [21]. Terdapat juga penelitian tertentu yang dilakukan oleh Sadaqat Ali et al. Mereka membuktikan bahwa peningkatan kandungan (0, 0,5, 1,0, 1,5, 2,0 wt%) elemen niobium pada matriks baja tahan karat 316L hasil proses metalurgi serbuk dapat meningkatkan ketahanan korosi dalam lingkungan simulated body fluid (SBF). Mereka menggunakan atmosfir nitrogen pada saat proses sintering untuk menjaga struktur austenit pada baja tahan karat 316L sehingga dapat meminimalisasi peluruhan ion Ni [10]. Dari beberapa penelitian yang disebutkan menunjukkan bahwa peningkatan ketahanan korosi pada baja tahan karat dipengaruhi oleh unsur paduan di dalamnya dan metode pembuatannya.

Dari penelitian sebelumnya [10] telah dilakukan investigasi mengenai ketahanan korosi metalurgi serbuk baja tahan karat 316L yang dicampur dengan kandungan niobium (0, 0,5, 1,0, 1,5, 2,0 wt%) pada lingkungan SBF. Dengan menggunakan metode pengurangan massa (weight loss) penelitian tersebut membuktikan bahwa peningkatan kandungan niobium dapat meningkatkan ketahanan korosi secara umum (general corrosion). Oleh karena itu dengan mengacu pada penelitian tersebut, penelitian ini akan difokuskan untuk mengamati peristiwa korosi lain yang lebih khusus yaitu korosi sumuran sehingga metode yang digunakan dalam pengujian korosi berbeda yaitu menggunakan metode elektrokimia (Open Circuit Potential dan Polarisasi Anodik)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peningkatan atau variasi penambahan unsur niobium pada metalurgi serbuk baja tahan karat 316L terhadap ketahanan korosi sumuran, menentukan nilai optimum kandungan niobium dalam rangka pencegahan korosi sumuran serta mengetahui struktur mikro dan produk korosi yang dihasilkan pada metalurgi serbuk baja tahan karat 316L setelah dilakukan pengujian dalam lingkungan SBF.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang timbul berdasarkan latar belakang tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh variasi kandungan niobium pada baja tahan karat 316L terhadap ketahanan korosi sumuran dalam lingkungan yang mirip seperti di dalam tubuh manusia (simulated body fluid)?

2. Berapakah nilai kandungan niobium yang optimum untuk mencegah terjadinya korosi sumuran pada baja tahan karat 316L?

1.3 Batasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat batasan-batasan sebagai berikut:

1. Sampel atau spesimen diproduksi dengan serangkaian proses metalurgi serbuk. Semua sampel telah disediakan oleh Universiti Teknologi Petronas (UTP), Malaysia.

2. Medium korosi atau larutan elektrolit yang digunakan adalah larutan Ringer Lactate. 3. Luas daerah yang terpapar korosi dianggap sama.

4. Uji korosi dilakukan dengan menggunakan metode elektrokimia berupa Open Circuit Potential (OCP) dan polarisasi (anodik dan siklik).

(19)

Universitas Pertamina - 5 6. Karakterisasi sampel menggunakan mikroskop berupa mikroskop optik (Optical Microscope)

dan mikroskop pemindai elektron atau Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS).

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji pengaruh variasi kandungan niobium pada baja tahan karat 316L terhadap ketahanan korosi sumurandalam lingkungan yang mirip seperti di dalam tubuh manusia.

2. Menentukan nilai kandungan niobium optimum dalam rangka pencegahan terjadinya korosi sumuranpada baja tahan karat 316L.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan khususnya bidang rekayasa material dan medis sehingga dapat menghasilkan informasi pengaruh rekayasa material terhadap performa peralatan medis.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat juga terhadap pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini, sebagai berikut:

a. Sebagai referensi tambahan bagi universitas khususnya bidang rekayasa material.

b. Sebagai peningkatan kemampuan menulis ilmiah dan pemahaman dibidang rekayasa material bagi mahasiswa.

(20)
(21)

Universitas Pertamina - 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja Tahan Karat

Baja tahan karat atau stainless steel merupakan baja paduan dari beberapa unsur dengan persentase tertentu. Unsur yang terkandung paling banyak adalah besi atau Fe, setelah itu kandungan paling banyak kedua adalah kromium atau Cr dengan dengan nilai tidak kurang dari 11% [22]. Baja tahan karatmerupakan material yang sering dipakai di berbagai bidang seperti konstruksi, peralatan medis dll. Hal ini karena baja tahan karat merupakan material yang unik karena memiliki lapisan pasif dipermukaannya yang dapat mencegah terjadinya degradasi atau pengurangan mutu ketika digunakan dalam jangka waktu yang lama. Degradasi yang dimaksud adalah peristiwa korosi. Ketahanan baja tahan karat dalam mencegah terjadinya korosi ditentukan oleh besarnya kandungan unsur paduan di dalamnya, dalam hal ini yang mendominasi adalah Cr atau kromium. Untuk lingkungan yang berbeda ketahanan korosi dapat dioptimalkan dengan mencampur (alloying) dengan unsur-unsur lain seperti nikel atau Ni, molybdenum atau Mo, nitrogen atau N dan lain-lain. Hal ini dilakukan untuk mengontrol mikrostruktur dari baja itu sendiri. Mikrostruktur baja tahan karatdapat diprediksi dengan menggunakan diagram Schaeffler-Delong [23]

Gambar 2.1 Diagram Schaefller-Delong [23]

Berdasarkan kandungan unsur kimia dan persentase dalam Fe, baja tahan karat dibagi menjadi setidaknya lima golongan

1. Paduan Feritik

Paduan ini memiliki kandungan kromium sebesar 11% sampai 27% dan sedikit atau bahkan tidak ada kandungan nikel [24]. Sedangkan kandungan karbonnya kurang dari 0,12%. Paduan ini bersifat magnetik, memiliki keuletan yang sedang, namun relatif rentan pada suhu yang

(22)

Universitas Pertamina - 7 tinggi dan sulit untuk dilas. Untuk meningkatkan mampu las (weldability), biasanya dilakukan proses refining seperti vacuum oxygen decarburisation. Sesuai dengan namanya proses ini dapat mengurangi kandungan atom interstitial seperti karbon (C). Dengan berkurangnya karbon dalam paduan, dapat meningkatkan mampu bentuk dan mampu las. Ketahanan korosi pada paduan ini juga relatif sedang [24]. Ketahanan terhadap korosi dapat ditingkatkan dengan cara menambah unsur tambahan yaitu molibdenum [25]. Salah satu contoh baja tahan karat tipe ini adalah SS 409 yang biasa digunakan dalam sistem pembuangan otomotif.

2. Paduan Martensitik

Paduan baja ini mengandung kromium sebesar 12% sampai 18%. Kandungan karbon berkisar antara 0,1% sampai 1,2 % Jumlah kandungan nikelnya sedikit diatas dari paduan baja feritik. [26] Paduan ini memiliki ciri-ciri kekuatan yang tinggi namun toughness yang rendah. Selain itu paduan ini bersifat magnetik, tidak seperti paduan austenitik dan paduan feritik, paduan ini dapat dikeraskan dengan perlakuan panas.

Baja tahan karat tipe 410 merupakan contoh seri pada tipe ini yang sering digunakan dalam industri. Kandungan kromium pada tipe ini ini kurang lebih sebesar 12,5% dan kandungan karbon maksimal sebesar 0,15%. Logam ini umumnya digunakan untuk membuat baling-baling turbin dan roda giigi [26].

3. Paduan Austenitik

Kandungan kromium pada paduan ini berkisar antara 18-25 % dan kandungan nikelnya berkisar antara 8-20 %. Kandungan karbon sangat rendah berkisar antara 0,02-0,08 % bahkan sampai dibawah 0,04 % untuk kelas L. Selain itu ada kandungan Si sebesar 0,5-3 %wt, Mn sebesar 1-2 %wt, Mo sebesar 0-2 %wt, nitrogen sebesar 0-0,15 %wt dan sejumlah kecil niobium dan titanium sebesar 0-0,2 %wt [27].

Baja tahan karat ini merupakan paduan logam yang sering dipakai didunia industri, konstruksi dan lain-lain. Kurang lebih sekitar 75% baja tahan karat yang dipakai diberbagai bidang menggunakan tipe ini [28]. Hal ini disebabkan karena beberapa keunggulan yang dimiliki oleh paduan ini diantaranya adalah ketahanan korosinya yang baik serta keuletan yang tinggi dibanding dengan paduan feritik dan martensitik. Selain itu sifat nonmagnetik yang dimiliki menyebabkan paduan ini sering dipakai dalam dunia medis.

Salah satu paduan baja tahan karat jenis ini yang sering dipakai adalah tipe 304 dan 316. Baja tahan karat tipe 316 dengan kelas L sering dipakai dalam dunia medis sebagai implan ortopedik. Hal ini disebabkan karena kandungan karbon yang sangat rendah menyebabkan paduan ini lebih tahan terhadap korosi batas butir pada suhu sensitisasi.

4. Paduan Dupleks

Paduan ini merupakan irisan antara paduan austenitik dan paduan feritik. Paduan ini mengandung kromium sebesar 18% sampai 26% dan kandungan nikelnya berkisar antara 5% sampai 6%. Unsur-unsur seperti molybdenum dan nitrogen ditambahkan pada paduan ini untuk meningkatkan ketahanan korosi dan keseimbangan mikrostruktur [25].

Paduan ini bersifat magnetik, memiliki perpaduan sifat yaitu ketangguhan (toughness) seperti yang dimiliki oleh beberapa paduan baja austenitik dan kekuatan (strength) serta

(23)

Universitas Pertamina - 8 ketahanan korosi yang dimiliki oleh beberapa paduan baja feritik [26]. Paduan ini memiliki ketahanan korosi sumuran dan korosi celah yang lebih baik mencapai dua kali lipat dibanding dengan paduan baja tahan karat austenitik. Contoh paduan baja ini adalah SS 329 dan SS 2205. 5. Paduan Precipitation atau Age-Hardening

Paduan utamanya adalah paduan Fe-Cr-Ni dengan persentase kromium sebesar 11% sampai 18% dan persentase nikel 3% sampai 27% [24]. Baja jenis ini tidak dikategorikan sebagai struktur kristal tunggal namun lebih cenderung pada mekanisme perkerasan suatu kristal sehingga jadilah baja jenis ini. Salah satu contoh baja jenis ini adalah UNS S17700.

Gambar 2.2 Pembagian Kelas Baja Tahan Karat [25]

2.2 Baja Tahan Karat Sebagai Biomaterial

2.2.1 Biomaterial

Biomaterial adalah material yang digunakan dalam rangka mengganti fungsi dan jaringan tubuh namun cenderung untuk tidak bereaksi atau bersifat inert dengan cairan yang ada di dalam tubuh. Biomaterial yang baik/ideal adalah material yang memiliki biokompatibiltas yang tinggi, ketahanan mekanik yang tinggi serta proses manufaktur yang mudah. Salah satu faktor yang penting dan diperlukan dalam pemilihan biomaterial adalah biokompatibilitasnya. Hal ini dikarenakan material akan kontak langsung dengan tuan rumah biologis (host) sehingga diharapkan tidak terjadi interaksi yang berbahaya antara material dengan tubuh seperti alergi, karsinogenik, trombogenik dan lain-lain [1].

2.2.2 Lingkungan Biologis

Tubuh manusia adalah lingkungan yang korosif bagi logam dan paduannya karena tubuh setidaknya memiliki larutan dengan kadar NaCl sekitar 0,9% pada pH~7,4 dengan temperatur 310 ± 1 K. Karakteristik yang paling penting pada cairan tubuh manusia yang memengaruhi ketahanan korosi implan adalah klorida, oksigen terlarut dan tingkat keasaman (pH) [1]. Di dalam tubuh manusia terkandung sedikit sekali oksigen terlarut. Hal ini menjadi tantangan bagi logam implan yang ditanam di dalam tubuh karena sebagian besar logam implan seperti baja

Stainless steel

Ferritic Stainless Steel (11-27 % Cr)

Martensitic Stainless Steel (12-18 % Cr)

Austenitic Stainless Steel (18-25 % Cr)

Duplex Stainless Steel (18-26 % Cr) Precipitation Hardening Stainless

Steel (11-18 % Cr)

(24)

Universitas Pertamina - 9 tahan karat, titanium dan Co-Cr bergantung pada keberadaan oksigen untuk melakukan repasivasi.

Ketika implan dimasukkan kedalam tubuh manusia maka secara spontan akan dipenuhi dengan cairan tubuh yang terdiri dari ion-ion inorganik (klorida, karbonat, fosfat, kalsium dan lain sebagainya), protein, lipid dan asam amino [11]. Semua bahan implan akan mengalami pelarutan karena reaksi kimia maupun elektrokimia pada kecepatan tertentu, dikarenakan lingkungan tubuh yang korosif dan kompleks. Keberadaan implan pada dasarnya akan mengganggu dari lingkungan tubuh sebagai contoh terganggunya suplai darah ke tulang dan kesetimbangan dari ion-ion tubuh.

Dalam skala pengujian in vitro (media selain manusia atau hewan), simulasi dapat dilakukan dengan beberapa media. Beberapa media ini disebut dengan Simulated Body Fluid (SBF). Menurut standard ASTM F2129, media simulasi yang direkomendasikan untuk melakukan pengujian in vitro diantaranya adalah larutan Hank’s (Hank’s solution), larutan Ringer’s Lactate, dan Phospahte Buffered Saline (PBS).

Tabel 2.1 Komposisi dari Larutan Simulasi Kondisi Tubuh Manusia [29] Phospate Buffered Saline g/L Ringer’s Lactate g/L Hank’s g/L NaCl 8,0 8,6 8,0 CaCl2 0,33 0,14 KCl 0,2 0,3 0,4 MgCl2•6H2O 0,10 MgSO4•7H2O 0,10 NaHCO3 0,35 Na2HPO4 1,15 Na2HPO4•12H2O 0,12 KH2PO4 0,2 0,06 Phenol red 0,02 Glucose 1,00

2.2.3 Penggunaan Baja Tahan Karat Sebagai Implan Tubuh

Pada awalnya baja tahan karat pertama yang digunakan untuk aplikasi implan tubuh adalah baja-vanadium. Namun dikarenakan bahan tersebut memiliki sifat mekanik, sifat korosi dan biokompatibilitas yang buruk maka digantikan dengan baja 18Cr-8Ni atau yang biasa disebut dengan baja tahan karat (stainless steel). Selain kandungan kromium dan nikel tersebut, kandungan lain yang ditambahkan dalam paduan baja tahan karat adalah molybdenum dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan korosi. Paduan ini dikenal dengan baja tahan karat tipe 316. Dengan mengurangi kandungan karbon menjadi 0,03 wt% dari tipe ini jadilah baja tahan karat 316L dengan sifat ketahanan korosi yang lebih baik [1].

Paduan austenitik merupakan tipe baja tahan karat yang sering dipakai dalam dunia medis sebagai implan. Paduan austenitik memiliki sifat nonmagnetik, sehingga tidak mengganggu pemindaian resonansi magnetik (MRI) yang mana sering dipakai dalam dunia medis [9]. Selain itu paduan austenitik memiliki mampu bentuk yang relatif tinggi dibanding dengan paduan baja

(25)

Universitas Pertamina - 10 tahan karat lain, sehingga menyebabkan produksi implan menggunakan paduan ini menjadi lebih murah [30]

Jika dibandingkan dengan titanium, biokompatibilitas dan ketahanan korosi baja tahan karat relatif lebih rendah. Hal ini disebabkan karena kandungan Ni di dalam baja tahan karat cenderung untuk meluruh ke dalam tubuh manusia. Nikel merupakan unsur yang toksik bagi tubuh karena dapat menyebabkan dermatititis.

2.3 Baja Tahan Karat 316L

Baja tahan karat 316L merupakan salah satu seri baja tahan karat austenitik. Baja tahan karat seri ini merupakan pengembangan dari seri konvensional sebelumnya yaitu 304/304L yang mana seri 316L ini memiliki ketahanan korosi yang lebih baik [11]. Kandungan dari baja tahan karat 316L ini diantaranya yaitu 16-18 wt% kromium, 10-14 wt% nikel, 2-3 wt% molibdenum, ≤ 0,03wt% karbon dan terdapat unsur-unsur unsur lain seperti mangan, fosfor, sulfur, silikon, nitrogen.

Baja tahan karat 316L ini banyak diaplikasikan dalam industri proses makanan, kelautan dan juga medis contohnya adalah sebagai implan ortopedi [9]. Dibanding dengan baja tahan karat 304/304L, baja tahan karat 316L ini memiliki ketahanan terhadap korosi sumuran yang lebih baik karena adanya kandungan molibdenum yang lebih tinggi. Selain itu baja tahan karat 316L juga lebih resistan terhadap korosi batas butir dibanding dengan baja tahan karat 304/304L. Hal ini disebabkan karena kandungan karbon baja tahan karat 316L lebih rendah dari kandungan karbon pada baja tahan karat 304/304L.

Tabel 2.2 Perbandingan Komposisi Unsur Pada Baja Tahan Karat 304, 304L, 316 Dan 316L [31] Tipe C Mn P S Si Cr Ni Mo 304 0,08 2,0 0,045 0,030 1,00 18,0-20,0 8 -10 - 304L 0,03 2,0 0,045 0,030 1,00 18,0-20,0 8 - 10 - 316 0,08 2,0 0,045 0,030 0,75 16,0-18,0 10 - 14 2 - 3 316L 0,03 2,0 0,045 0,030 0,75 16,0-18,0 10 - 14 2 - 3

Berkaitan dengan aplikasi didunia medis, baja tahan karat 316L ini tergolong baik. Hal ini disebabkan karena bahan baku yang relatif murah, proses produksi yang relatif mudah, memiliki kemampuan mekanik yang cukup mumpuni, dan ketahanan korosinya yang cenderung baik [5] [6] [7]. Baja tahan karat 316L juga merupakan material standar yang direkomendasikan oleh ASTM untuk dipakai sebagai material implan. Kandungan karbon yang rendah pada paduan ini memberikan kesempatan yang rendah bagi kromium untuk membentuk karbida di batas butir, sehingga korosi batas butir dapat terhindari. Karena kromium tidak membentuk karbida, daerah di luar batas butir menjadi kaya akan kromium hal ini akan menjadikan permukaan tersebut terproteksi oleh lapisan pasif berupa kromium oksida.

Popularitas penggunaan baja tahan karat 316L sebagai material implan sudah berlangsung lama. Pada tahun 1960-an seorang ahli bedah ortopedi berkebangsaan Inggris bernama Sir John Charnley, tercatat sebagai orang yang pertama kali berhasil melakukan operasi total hip replacement (THR) atau pengangkatan sendi pinggul dan digantikan dengan sendi prostetik atau implan pada penderita

(26)

Universitas Pertamina - 11 osteoarthritis. Sendi tersebut digantikan dengan baja tahan karat 316L berbentuk bola dan rumahan (socket) menggunakan material high-density polyethylene (HDPE) [1].

Popularitas, mampu bentuk atau formability, ketahanan mekanik serta material dengan harga relatif murah memang menjadi daya tarik bagi baja tahan karat 316L. Kendati demikian material ini juga tak luput dari kekurangan. Kekurangan yang dimaksudkan adalah dalam hal ketahanan korosi. Korosi yang sering terjadi pada baja tahan karat 316L yang ditanamkan dalam tubuh manusia adalah korosi sumuran. Tercatat dalam sebuah studi menerangkan bahwa 90% kerusakan yang terjadi pada implan SS 316L disebabkan oleh korosi sumuran [10]. Korosi sumuran merupakan korosi yang terjadi secara lokal atau hanya pada titik-titik tertentu pada permukaan material. Korosi ini biasanya terjadi dalam lingkungan yang mengandung spesies-spesies halida seperti ion klorida, ion bromida dan ion iodida yang menyerang paduan-paduan yang memiliki lapisan pasif [11]. Dalam kondisi lingkungan seperti dalam tubuh manusia (human body environment), salinitas cairan tubuh menjadi penyebab implan mengalami korosi.

Gambar 2.3 Pelat Baja Tahan Karat untuk Implan [32]

(a) Tulang Humerus (b) Tulang Tribia

2.4 Metalurgi Serbuk

Metalurgi serbuk (powder metallurgy) merupakan salah satu metode dalam pembuatan logam. Bahan dasar untuk membuat logam dengan metode ini adalah serbuk yang biasanya berukuran mikro. Proses pembuatan logam menggunakan metode ini relatif lebih maju dan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan proses konvensional seperti pengecoran dan tempa. Walaupun demikian proses metalurgi serbuk tidak serta merta dapat menggantikan proses pembuatan logam secara konvensional karena masing proses tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Kelebihan atau keunggulan dari proses metalurgi serbuk diantaranya adalah efisiensi yang tinggi. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan produk jadi, proses metalurgi serbuk tidak memerlukan proses lanjutan seperti permesinan atau machining. Kemudian dari segi fabrikasi, proses metalurgi serbuk tergolong mudah karena dapat dilakukan secara otomatis, cocok untuk produksi masal dan dapat digunakan untuk membuat benda-benda yang berukuran kecil yang tidak dapat diproses melalui metode konvensional. Selain itu dengan menggunakan metode ini, porositas benda

(27)

Universitas Pertamina - 12 yang diinginkan bisa dikontrol yaitu melalui pemilihan bentuk serbuk, penambahan zat aditif, pengaturan tekanan kompaksi dan waktu pemanasan atau sintering [33].

Adapun kekurangan dari proses metalurgi serbuk diantaranya adalah harga peralatan produksi yang masih relatif tinggi. Selain itu karena proses ini menghasilkan barang yang memiliki poros maka kekuatan mekaniknya menjadi lebih rendah dari produk yang diproses menggunakan proses konvensional seperti pengecoran dan tempa.

Dalam aplikasi implan biomaterial, baja tahan karat seperti tipe 316L sering dipakai karena memiliki kemampuan ketahanan korosi yang baik. Selain itu juga karena kekuatan mekaniknya yang mumpuni jika dibanding dengan biomaterial lainnya seperti polimer. Dalam beberapa kasus, baja tahan karat 316L ini diproduksi menggunakan proses metalurgi ingot, yang terdiri dari proses pengecoran dan proses pengerjaan dingin atau panas untuk meningkatkan sifat mikrostruktur dan sifat mekaniknya. Namun atas dasar keekonomisan dan kompleksitas bentuk-bentuk implan tubuh manusia, maka diperlukan metode yang dapat menghasilkan produk akhir langsung sesuai dengan desain awal (near net shape). Oleh karena itu proses metalurgi serbuk merupakan pilihan yang cocok untuk diaplikasikan dalam memproduksi baja tahan karat 316L [34].

Proses dalam metalurgi serbuk dalam memproduksi suatu logam pada umumnya, seperti baja tahan karat 316L ini, terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut. Pertama adalah persiapan atau pembuatan serbuk. Beberapa jenis bahan yang sering digunakan pada proses metalurgi serbuk adalah besi, tembaga, nikel, timah, dan titanium. Ada beberapa macam metode untuk menghasilkan serbuk-serbuk logam yaitu atomisasi, reduksi, deposisi elektrolit, karbonil, dan bola penghancur (ball mill) [33]. Atomisasi dilakukan dengan melewatkan lelehan logam ke dalam nozel kemudian disemprot dengan udara, uap atau gas. Cara reduksi dilakukan dengan mereduksi oksida logam (menghilangkan oksigen) menggunakan gas seperti hidrogen dan karbon monoksida sebagai agen pereduksi.

Kedua adalah pencampuran (blending). Bahan-bahan yang ditambahkan pada saat pembuatan paduan memiliki jenis dan sifat yang berbeda-beda oleh karena itu diperlukan proses ini agar serbuk bahan dan zat aditif menjadi terdistribusi merata pada saat pembuatan paduan.

Ketiga adalah pemadatan atau kompaksi. Untuk mendapatkan benda dengan bentuk yang diinginkan, perlu dilakukan pemadatan serbuk dalam cetakan. Pemadatan dilakukan dengan memberikan tekanan pada serbuk. Dengan pemadatan akan menaikkan massa jenis dan ikatan antar butir, sehingga cukup kuat untuk diproses selanjutnya. Serbuk yang sudah dipadatkan ini disebut green compact.

Tekanan pemadatan yang diperlukan tergantung pada jenis bahan serbuk yang berkisar antara 70 Mpa (10 ksi) hingga 800 Mpa (120 ksi) [33]. Tekanan pemadatan disesuaikan dengan tingkat kekerasan bahan. Semakin tinggi kekerasan bahan semakin besar pula tekanan pemadatan. Contohnya adalah proses metalurfi serbuk berbahan logam besi, baja, nikel paduan. Semakin rendah kekerasan bahan semakin rendah juga tekanan pemadatan contohnya seperti pemadatan pada logam aluminum, kuningan dan perunggu. Semakin tinggi tekanan pemadatan akan menaikkan massa jenis hingga kondisi optimum.

Keempat adalah pemanasan atau sintering. Green compact yang dihasilkan pada proses kompaksi belum memiliki ikatan yang memadai oleh karena itu green compact ini dipanaskan terlebih dahulu mencapai 70-90% temperatur leleh logam. Inilah yang disebut dengan proses

(28)

Universitas Pertamina - 13 sintering. Untuk bahan baja tahan karat 316L dengan titik lebur 1440°C maka temperatur sintering -nya berkisar antara 1008°C sampai 1296°C.

2.5 Pengaruh Unsur Paduan

2.5.1 Boron

Dalam proses metalurgi serbuk, boron berperan dalam peristiwa densifikasi atau pemadatan struktur baja tahan karat. Boron mengkativasi proses sintering dari serbuk baja tahan karat dengan cara membentuk formasi fasa eutektik liquid yang diproduksi dari reaksi eutektik, Fe2B+Fe→liquid yang mana terjadi pada suhu 1161-1175°C [18]. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa boron cenderung untuk melakukan segregasi ke permukaan atau batas butir. Artinya dengan jumlah kandungan boron tertentu sangat diperlukan untuk membentuk lapisan di area kontak partikel atau di batas butir yang dapat membentuk jalur difusi tinggi (path of high diffusivity) dan fasa eutektik liquid akan mengisi jalur ini sehingga proses densifikasi berlangsung cepat [18] [19]. Proses densifikasi yang cepat dapat memperhalus bentuk pori dari yang tidak beraturan (irregular shape) menjadi bentuk yang lebih beraturan (spherical shape). Densifikasi yang optimal dapat menjamin perfoma mekanik yang baik. Apabila proses densifikasi tidak berjalan optimal akan menghasilkan pori-pori residu pada struktur material yang tidak diingikan yang dapat mengurangi sifat mekanik [18].

Gambar 2.4 Mekanisme Densifikasi [19]

Penambahan elemen boron juga berperan dalam peningkatan ketahanan korosi stainless steel. Disebutkan dalam sebuah penelitian bahwa ketahanan korosi sumuran SS 316L yang ditambah 1,5 wt% boron dengan metode powder injection molding pada lingkungan SBF (37˚) lebih baik dibanding dengan SS 316L tanpa adanya tambahan boron [18]. Hal ini disebabkan karena porositas SS 316L tanpa adanya tambahan boron lebih tinggi dibanding dengan porositas SS 316L dengan adanya tambahan boron sebesar 1,5 wt%.

2.5.2 Niobium

Dalam beberapa tahun terakhir, fokus penelitian terhadap niobium terus dilakukan dalam rangka pembuatan material implan, meskipun dalam bentuk natural atau murni niobium memiliki sifat mekanik yang lemah namun jika dilakukan proses pemaduan (alloying) dengan logam lain seperti baja tahan karat menyebabkan kemampuan produk seperti biokompatibilitas, ketahanan korosi dan sifat mekanik (fatigue properties) menjadi meningkat [35].

Niobium memiliki afinitas dengan karbon yang tinggi oleh karenanya niobium dapat menghambat pembentukan kromium karbida dalam baja tahan karat. Hal ini menyebabkan tercegahnya deplesi ion kromium sehingga material akan lebih kaya oleh lapisan pasif (kromium

(29)

Universitas Pertamina - 14 oksida) dibandingkan dengan material tanpa adanya tambahan niobium [17]. Lapisan pasif ini sangat berperan dalam peningkatan ketahanan korosi.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Wu et al menunjukkan bahwa peningkatan kandungan niobium (0, 0,25 0,75, 1,25 wt%) yang ditambahkan pada novel stainless steel menyebabkan penurunan laju korosi dalam lingkungan 3,5 wt% NaCl [17]. Selain itu terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh Falleiros dan Wolynec. Mereka membuat paduan sehingga mengasilkan produk dengan peningkatan niobium (0,31, 0,58, 1,12, 1,62 wt%) ke dalam SS 430 kemudian melakukan uji korosi pada larutan 0,5 M H2SO4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

peningkatan jumlah kandungan niobium menyebabkan peningkatan potensial korosi hal ini menunjukkan bahwa ketahanan korosi SS 430 meningkat seiring dengan peningkatan jumlah niobium yang terkandung di dalamnya [36].

2.6 Korosi

Korosi merupakan peristiwa degradasi yang dialami material yang disebabkan oleh reaksi antara material dengan lingkungannya. Korosi tidak terbatas pada material logam namun juga bisa terjadi pada material nonlogam seperti plastik, karet, dan material nonlogam lainnya [37]. Contohnya adalah terkelupasnya cat yang disebabkan oleh sinar matahari. Kasus korosi yang terjadi pada material logam didefinisikan sebagai peristiwa elektrokimia yang menyebabkan pasangan reaksi yaitu reaksi anodik dan reaksi katodik.

Ilustrasi sederhana dari korosi dapat dijelaskan dengan sistem sel galvanik. Sel galvanik merupakan suatu sistem yang terdiri dari dua logam yang berbeda yang bertindak sebagai elektroda dan sejumlah elektolit. Kedua elektroda tersebut terhubung satu sama lain dan keduanya terpapar mengenai larutan elektrolit. Kedua elektroda yang terhubung ini akan menghasilkan perbedaan potensial oleh karena itu akan terjadi aliran elektron didalamnya. Elektron ini berasal dari logam yang lebih lemah ketahanan korosinya dalam hal ini ditunjukkan dengan nilai potensial reduksi yang lebih rendah [37]. Pada sel galvanik, nilai potensial reduksi pada logam dapat diurutkan dengan deret volta atau deret emf.

Gambar 2.5 Deret Potensial Reduksi Elektroda [22]

Elektroda yang lebih besar nilai potensial reduksinya disebut katoda dan elektroda yang memiliki nilai potensial reduksi disebut anoda. Pada anoda akan terjadi reaksi oksidasi yang menyebabkan elektron pada anoda terlepas menuju katoda. Sedangkan pada katoda akan mengalami

(30)

Universitas Pertamina - 15 reaksi yang disebut dengan reaksi reduksi. Reaksi reduksi menyebabkan katoda menerima elektron. Kecepatan aliran elektron ditentukan oleh perbedaan potensial reduksi kedua logam. Semakin besar perbedaan nilai potensial reduksi dari kedua logam maka akan semakin cepat elektron mengalir dari anoda ke katoda atau dengan kata lain laju korosi di anoda semakin cepat berbanding lurus dengan perbedaan potensial reduksi kedua logam [22].

Gambar 2.6 Ilustrasi Skematik Sel Galvanik antara Logam Besi dan Tembaga [22] Korosi dipengaruhi oleh dua penyebab yaitu jenis bahan dan lingkungan dimana bahan tersebut berada. Jenis bahan yang dimaksud adalah kemurnian bahan, struktur dan bentuk kristal bahan, serta unsur-unsur tambahan lain yang terkandung dalam bahan. Baja merupakan logam transisi yang cenderung membentuk ion atau senyawa kompleks [38]. Faktor kedua berupa lingkungan yang dapat berasal dari udara, air, tanah, dan zat-zat kimia seperti asam. Selain itu, korosi juga dipengaruhi oleh pH, temperatur ataupun bakteri pereduksi [37]. Korosi dapat berjalan cepat atau lambat bergantung pada medium pengkorosifnya [39].

2.6.1 Jenis-Jenis Korosi

Jenis-jenis korosi yang terjadi pada logam ada berbagai macam sebagai berikut. 1. Korosi Seragam (Uniform Corrosion)

Korosi seragam merupakan korosi yang terjadi secara merata di seluruh permukaan logam atau sebagian besar permukaan logam [39]. Contohnya adalah karat pada besi. Tidak hanya pada logam besi, korosi ini juga dialami oleh logam dan paduan logam lain seperti aluminum, tembaga, magnesium dll [40]. Lingkungan yang dapat menyebabkan korosi ini bisa berasal dari cairan elektrolit, gas elektrolit atau elektrolit hybrid (air, organisme biologis) [38].

(31)

Universitas Pertamina - 16 2. Korosi Celah (Crevice Corrosion)

Korosi ini merupakan korosi lokal yang disebabkan adanya celah atau suatu area yang terlindungi. Korosi ini menyerang permukaan logam yang berada dalam celah tersebut yang terpapar elektrolit baik itu cair maupun gas. Dengan adanya celah, kondisi oksigen di dalam dan di luar celah mengalami perbedaan konsentrasi, sehingga terjadilah korosi. Contohnya adalah korosi yang terjadi pada permukaan logam yang bersentuhan dengan gasket dan permukaan logam pada mur dan kepala baut dimana ada celah diantaranya [40].

Gabar 2.8 Mekanisme Korosi Celah [42]. 3. Korosi Batas Butir (Intergranular Corrosion)

Korosi ini biasa terjadi pada baja tahan karat austenit (18Cr-8Ni). Korosi intergranular terjadi ketika baja tahan karat dipanaskan atau didinginkan melewati batasan suhu 400°C₋900°C. Pada kondisi suhu tersebut, unsur karbon pada baja tahan karat akan berdifusi menuju ke batas butir. Kemudian kromium yang berada di sekitar batas butir mengalami deplesi dan berikatan karbon sehingga terbentuklah kromium karbida (Cr23C6). Kandungan kromium

yang berkurang pada batas butir ini akibat pembentukan karbida, menyebabkan ketahanan korosi menjadi menurun [40].

4. Korosi Galvanik (Galvanic Corrosion)

Korosi ini terjadi ketika dua jenis logam yang berbeda terhubung atau terkoneksi satu sama lain dan kedua logam tersebut berada di lingkungan yang korosif [41]. Logam yang memiliki nilai potensial reduksi lebih rendah menurut deret Volta, akan mengalami degradasi sedangkan logam yang memiliki potensial reduksi lebih tinggi akan terlindungi.

Gambar 2.9 Korosi Galvanik yang Terjadi Pada Rivet Baja Pada Pelat Tembaga [39]. 5. Korosi Erosi (Erosion Corrosion)

Korosi ini didefinisikan sebagai degradasi material yang disebabkan oleh pergerakan aliran fluida korosif yang sangat cepat pada permukaan material [37]. Hal ini menyebabkan

(32)

Universitas Pertamina - 17 gesekan secara mekanik pada permukaan material sehingga seiring waktu material mengalami degradasi. Korosi ini dipengaruhi oleh kecepatan aliran, semakin cepat aliran maka semakin cepat juga terjadi korosi [38].

Gambar 2.10 Korosi Erosi yang Terjadi Pada Impeler Pompa [43]. 6. Peluruhan Selektif (Selective Leaching)

Merupakan proses hilangnya suatu material diakibatkan karena terjadinya korosi pada material tersebut dalam suatu paduan logam [41]. Salah satu peristiwa menggambarkan korosi ini adalah peristiwa dezincification. Sesuai namanya, dezincification merupakan peluruhan seng yang mana berada di dalam paduan kuningan.

Gambar 2.11 Peluruhan Seng Pada Paduan Kuningan [41].

7. Korosi Retak Tegang (Stress Corrosion Cracking)

Korosi ini disebabkan karena terdapat kondisi tegangan mekanik dan adanya suatu elektrolit tertentu secara bersamaan yang menyerang suatu material [37]. Jenis serangan korosi ini sangat cepat, sesaat jika terdapat kondisi tegangan, medium korosif dan suhu lingkungan maka tidak lama setelah itu akan terjadi korosi pada material itu.

(33)

Universitas Pertamina - 18 8. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)

Korosi sumuran (pitting corrosion) merupakan salah satu bentuk korosi lokal yang terjadi pada logam. Ciri dari korosi ini adalah terbentuknya lubang-lubang kecil pada permukaan logam. Logam yang rentan mengalami korosi sumuran adalah logam yang bisa membentuk lapisan pasif seperti baja tahan karat atau stainless steel. Korosi ini sering dianggap lebih berbahaya dibandingkan dengan korosi merata (uniform corrosion), karena efek dari korosi sumuran ini tidak meluas namun mengakibatkan degradasi material yang membentuk cekungan yang sangat dalam dan biasanya sulit dideteksi seberapa dalam dari cekungan tersebut. Korosi ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang sangat ekstrim. Lingkungan ekstrim yang dimaksud salah satunya adalah disebabkan oleh lingkungan yang mengandung ion-ion halida seperti ion florida, ion klorida, dan ion bromida [11].

Gambar 2.13 Morfologi Permukaan Baja Tahan Karat 316L yang Mengalami Korosi

Sumuran Setelah Direndam Dalam Larutan NaCl 0,6 M [44]

Inisiasi atau permulaan terbentuknya korosi sumuran disebabkan oleh hal-hal berikut: 1. Terdapat perbedaan logam (non-uniformities). Hal ini menyebabkan adanya perbedaan

potensial pada daerah tertentu sehingga terjadilah korosi.

2. Rusaknya lapisan pasif yang protektif secara mekanik ataupun kimia. 3. Proses pelapisan (coating) yang tidak sempurna/merata.

Gambar 2.14 Bentuk-bentuk Lubang Pada Korosi Sumuran [41]

Mekanisme korosi sumuran secara umum terdiri dari dua tahapan yaitu tahap inisiasi dan tahap propagasi selama proses pelarutan logam dalam elektrolit. Tahap inisiasi merupakan

(34)

Universitas Pertamina - 19 produk dari reaksi elektrokimia akibat adanya ion-ion agresif seperi klorida, sulfat, thiosulfat dan lain-lain, di suatu daerah, situs, atau pada suatu cacat pada lapisan oksida yang dalam beberapa kasus menyebabkan pemisahan elemen paduan pada permukaan logam. Ketika telah terbentuk sebuah lubang (pit), makan lubang tersebut akan merambat terjadi secara autokatalitik. Proses autokatalitik tersebut menghasilkan lubang di permukaan logam dengan berbagai bentuk dan ukuran. Hal ini dipengaruhi oleh mikrostruktur material, elektrolit, dan beberapa faktor elektrokimia lainnya [45].

Biasanya klorida merupakan ion yang sangat berpengaruh dalam terjadinya korosi sumuran pada baja tahan karat. Ion klorida mengganggu lapisan pasif oksida di situs atau daerah preferensi khususnya situs yang terdapat inklusi sulfida didalamnya yang menghasilkan pembentukan lubang korosi secara bertahap. Lapisan pasif oksida pada baja tahan karat terbentuk dari bahan (kromium) yang teradsorpsi dengan oksigen. Dengan adanya ion klorida, afinitas oksigen yang lebih tinggi memungkinkan terjadinya perpindahan ion klorida, namun karena potensial paduannya menjadi lebih positif ion klorida ini memindahkan atom oksigen yang ada di lapisan pasif dan kemudian ion klorida tersebut berdifusi ke logam dan terbentuklah lubang. Difusi ion klorida ini disebabkan karena gaya tarik elektrostatik.

Adanya ion klorida dalam lubang merangsang reaksi elektrokimia redoks yang diperlukan untuk propagasi. Fenomena ini menyebabkan peningkatan entropi dari spesies reaksi dalam lubang sehingga mempercepat korosi lokal pada baja tahan karat. Perubahan pada elektrolit terjadi karena tingkat pelarutab anodik yang tinggi dan difusi yang terbatas dari ion spesies. Peningkatan keasaman elektrolit di dalam lubang disebabkan oleh kurangnya oksigen yang menyebabkan terjadinya percepatan reaksi korosi sumuran disamping karena perbedaan yang signifikan antara daerah anoda dan daerah katoda. Hal ini menghasilkan pelarutan logam yang mengarah ke pembentukan/produksi kation di dalam lubang. Inisiasi lubang juga terjadi karena inklusi interlogamik, segregasi mikro, titik tegang, dan daerah karena diskolasi dan kelelahan (fatigue).

Gambar 2.15 Serangan Klorida Pada Paduan Baja Tahan Karat [45]

Reaksi anodik dalam lubang

3Fe + 4H2O → Fe3O4 + 8H+ + 8e- (2.1)

Fe → Fe2+ + 2e- (pelarutan besi) (2.2)

Fe2+ + H

(35)

Universitas Pertamina - 20 3Fe(OH)+ + H

2O → Fe3O4 + 5H+ + 2e- (2.4)

Dengan adanya ion klorida, menyebabkan percepatan hidrolisis ion Fe2+, seperti reaksi berikut

Fe2+ + Cl- → FeCl

2 (2.5)

FeCl2 + H2O → Fe(OH)+ + H+ + 2Cl- (2.6)

Fe2+ + H

2O → Fe(OH)+ + H+ (2.7)

Elektron diberikan dari anoda ke katoda sehingga terjadi reaksi katoda sebagai berikut

½O2 + H2O + 2e- → 2(OH)- (2.8)

H+ + e- → H (2.9)

2H+ + 2e- → H

2 (2.10)

2.6.2 Polarisasi

Polarisasi dibagi menjadi dua yaitu polarisasi aktivasi dan polarisasi konsentrasi. Polarisasi aktivasi adalah reaksi elektrokimia yang dikendalikan oleh salah satu tahap siklus reaksi elektrokimia yang terjadi pada antar-muka logam dan elektrolit. Pada tahap ini dibutuhkan energi aktivasi untuk menghadapi energi barrier yang menghambat kelangsungan proses.

Gambar 2.16 Reaksi Reduksi Hidrogen [37]

Polarisasi konsentrasi adalah reaksi elektrokimia yang dikendalikan oleh proses difusi ion dalam elektrolit. Polarisasi ini dapat diilustrasikan dengan proses difusi ion hidrogen ke permukaan logam membentuk gas hidrogen berdasarkan reaksi evolusi hidrogen. Dalam hal ini, konsentrasi ion hidrogen rendah dalam elektrolit, dan laju reduksi ion hidrogen dipermukaan logam dikendalikan oleh difusi hidrogen ke permukaan logam tersebut. Pada polarisasi konsentrasi, sejumlah perubahan dalam sistem yang meningkatkan laju difusi ion dalam elektrolit akan mengurangi pengaruh polarisasi konsentrasi dan peningkatan laju reaksi. Proses adukan atau agitasi pada elektrolit tidak mempengaruhi laju reaksi [37].

(36)

Universitas Pertamina - 21

Gambar 2.17 Reaksi Reduksi Hidrogen Selama Polarisasi Konsentrasi [37]

2.6.3 Pasivitas

Pasivitas dideskripsikan sebagai keadaan sebuah logam dimana pada permukaan logam tersebut ditutupi oleh suatu lapisan tipis yang dapat menghambat pelarutan logam dipermukaan [46]. Lapisan ini diakibatkan karena reaksi kimia antara permukaan logam dan lingkungan atau elektrolit yang terpapar langsung dengan permukaan logam [47]. Contoh logam yang memiliki sifat pasivitas ini adalah baja tahan karat atau satinless steel, nikel dan beberapa paduannya, titanium dan paduannya dan aluminum dan paduannya.

Pasivasi pada logam bisa terjadi melalui dua kondisi yaitu secara alami (natural passivation) seperti halnya besi yang berada dalam lingkungan nitrit, dan secara artifisial atau buatan dengan melakukan penambahan potensial anodik eksternal [47]. Perilaku pasivitas logam dibagi menjadi tiga daerah yaitu daerah aktif, daerah pasif dan daerah transpasif. Pada daerah aktif, logam cenderung mengalami laju korosi yang meningkat seiring bertambahnya potensial polarisasi. Setelah melalui mencapai potensial pasivasi (Epp), laju korosi menjadi menurun.

Penurunan laju korosi disebabkan karena pada kondisi ini terbentuk lapisan pasif pada permukaan logam. Oleh karena itu daerah ini disebut daerah pasif. Dari daerah pasif ini jika penambahan polarisasi ke arah anodik terus dilakukan sampai mencapai konsentrasi yang tinggi dan melebihi batas kondisi pasif, maka logam akan kembali mengalami laju korosi yang meningkat. Daerah ini disebut dengan daerah transpasif. Daerah transpasif menandakan evolusi oksigen. Ilustrasi dari penjelasan diatas dapat dilihat pada Gambar 2.19 berikut.

(37)

Universitas Pertamina - 22 Peristiwa pasivasi pada baja tahan karat terjadi akibat perilaku dari kromium yang ada di dalam paduan. Kandungan kromium minimal agar dapat terjadinya pasivasi pada paduan baja tahan karat adalah 10,5 %wt dan kandungan karbon maksimal adalah 1,2 wt% menurut EN 10088-1. Keberadaan oksigen sangat dibutuhkan oleh paduan ini untuk membentuk lapisan pasif berupa Cr2O3. Lapisan ini stabil pada kondisi potensial yang rendah dan rentang pH

netral-alkali (lihat Gambar 2.19) [49].

Gambar 2.19 Superposisi Diagram Pourbaix dari Paduan Baja dalam Lingkungan Air

Laut pada Suhu 25˚C [49]

Lapisan pasif berupa Cr2O3 yang terbentuk pada baja tahan karat berasal dari reaksi kimia

antara unsur kromium di permukaan logam dan oksigen di lingkungan sekitar logam.

2𝐶𝑟 +32𝑂2→ 𝐶𝑟2𝑂3 (2.11)

Lapisan ini bersifat stabil dan tahan terhadap serangan korosi. Namun lapisan ini juga dapat rusak dan terdegradasi dalam lingkungan. Rusaknya lapisan pasif ini disebabkan karena adanya ion-ion agresif seperti Cl- [48]. Rusaknya lapisan pasif ini menyebabkan lubang yang

terlokalisasi dan menjadi inisiasi terjadinya korosi sumuran.

Dengan adanya kandungan kromium yang melimpah dan adanya keberadaan oksigen di lingkungan sekitarnya, proses pembentukan lapisan pasif dapat segera terjadi kembali. Inilah yang disebut dengan peristiwa repasivasi. Oksigen yang masuk ke dalam lubang-lubang akan berikatan dengan unsur kromium yang berada di tepi lubang dan membentuk lapisan pasif. Mekanisme repasivasi dapat dilihat pada Gambar 2.20 berikut.

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Schaefller-Delong [23]
Gambar 2.2 Pembagian Kelas Baja Tahan Karat [25]
Gambar 2.6 Ilustrasi Skematik Sel Galvanik antara Logam Besi dan Tembaga [22]
Gambar 2.9 Korosi Galvanik yang Terjadi Pada Rivet Baja Pada Pelat Tembaga [39].
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan sistem olah tanah terhadap hasil biji kering kacang tanah berdasarkan sidik ragam menunjukkan berpengaruh tidak nyata (Tabel 1). Hal ini diduga bahwa pengolahan

Bahwa pada dimensi affect of service indikator empathy (empati/kepedulian). Bentuk empati yang diberikan oleh pihak petugas perpustakaan adalah petugas memahani saya akan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perencanaan pengelolaan Keuangan desa (Alokasi Dana Desa) dalam pembangunan fisik di Desa Batu Timbau telah

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada setiap pertemuan, maka kesemua kategori aktivitas yang diharapkan dilakukan oleh guru. Khususnya untuk aktivitas membimbing

Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 1 tahun 2011 tentang Pengelolaan Arsip Dinamis, pengurusan surat di instansi-instansi di lingkungan Pemerintah Daerah

Suatu sasaran dalam mencapai Tingkatan 2 adalah untuk melembagakan manajemen efektif proses untuk proyek piranti lunak, yang mengijinkan organisasi untuk

Semakin tebal dinding tangki, maka transfer panas dari dinding ke fluida akan semakin kecil, sehingga dapat diabaikan.. Berikut adalah perhitungan tekanan fluida pada temperatur 35

Alhamdulillahirabbilalamin, puji syukur Penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini yang