• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2 Kosmologi Masyarakat Melayu Langkat Secanggang

Kosmologi merupakan ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah alam semesta berskala besar. Secara khusus, ilmu ini berhubungan dengan asal mula dan evolusi dari suatu subjek.7

Kosmologi masyarakat Kabupaten Langkat merupakan masyarakat multi etnis yang beradab,rukun dan mufakat mejunjung tinggi adat istiadat dan budaya Melayu, taat beragama dan menjujung tinggi nilai kemanusiaan.

Sistem kepercayaan masyarakat Melayu Langkat-Secanggang mayoritas menganut agama Islam dan dalam sistem kehidupan masyarakatnya semua menyerap dari nilai-nilai Islam.

6

Titus Pekei, dkk dalam buku ( Menggali Nilai Budaya Tradisi Lisan dari Papua: kajian Cerita Rakyat Suku

MEE,2013:22-23)

2.2.1 Letak Geografi dan Sejarah Singkat

a. Letak geografi daerah kabupaten Langkat terletak pada3o14’ dan 4o13’ lintang utara, serta 93o51’ dan 98o45’ Bujur Timur dengan batas-batas sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatas dengan selat Malaka dan Prop. D.I.Aceh 2. Sebelah Selatan berbatas dengan Dati II Karo.

3. Sebelah Timur berbatas dengan Dati II Deli Serdang

4. Sebelah Barat berbatas dengan Dati D.I Aceh (Aceh Tengah)

b.Wilayah Kabupaten Langkat terletak antara : 3o 14` 00" - 4o 13` 00" Lintang Utara 97o 52` 00" - 98o 45` 00" Bujur Timur. Luas areal : 6.263,29 Km2 (626.326 Ha)

Letak di atas permukaan laut : 1. Kec. Babalan : 4 meter 2. Kec. Tanjung Pura : 4 meter 3. Kec. Binjai : 28 meter 4. Kec. Selesai : 30 meter 5. Kec. Salapian : 100 meter

6. Kec. Bahorok : 105 meter Batas-batas :

1. Utara : Kabupaten Aceh Tamiang dan Sela Malaka 2. Timur : Kabupaten Deli Serdang

3. Selatan : Kabupaten Karo

c. Luas daerah menurut kecamatan :

No. Kecamatan Luas (Km2) Rasio terhadap Total (%)

1 Bahorok 884,79 14,13 2 Serapit 96,27 1,54 3 Salapian 280,78 4.48 4 Kutambaru 182,02 2,91 5 Sei. Bingei 331,75 5,30 6 Kuala 188,23 3,01 7 Selesai 148,60 2,37 8 Binjai 48,60 0,78 9 Stabat 85,25 1,36 10 Wampu 203,21 3,24 11 Batang Serangan 993,04 15,85 12 Sawit Seberang 264,06 4,22 13 Padang Tualang 281,38 4,49 14 Hinai 112,98 1,80 15 Secanggang 243,78 3,89 16 Tanjung Pura 165.78 2,65 17 Gebang 186,74 2,98 18 Babalan 110,99 1,77 19 Sei. Lepan 440,54 7,03 20 Brandan Barat 71,53 1,14 21 Besitang 557,67 8,90 22 Pangkalan Susu 188,16 3,00

23 Pematang Jaya 197,15 3,15

Jumlah 6263,29 100,00

d. Wilayah Kabupaten Langkat meliputi:

 Kawasan hutan lindung seluas +- 266.232 Ha (42,51 %) dan kawasan lahan budidaya seluas +- 360.097 Ha (57,49 %).

 Kawasan hutan lindung terdiri dari kawasan pelestarian alam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) seluas +- 213.985 Ha.

 Kawasan Timur Laut seluas +- 9.520 Ha.  Kawasan Penyangga seluas +- 7.600 Ha.

 Kawasan Hutan Bakau seluas +- 20.200 Ha dan kawasan lainnya +- 14.927 Ha.

e. Penduduk

Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk tahun 2000, penduduk kabupaten Langkat berjumlah 902.986 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,14 persen pada periode 1990- 2000 dan kepadatan penduduk sebesar 144,17 jiwa per km2. sedangkan tahun 1990 adalah sebesar 1,07 persen.8

8

F. Sejarah singkat Kabupaten Langkat

a. Masa Pemerintahan Belanda dan Jepang

Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang-orang asing saja sedangkan bagi orang-orang asli (pribumi) berada di tangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh :

1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892

2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927 3. Sultan Mahmud 1927-1945/46

Di bawah pemerintahan kesultanan dan assisten Residen struktur pemerintahan disebut LUHAK dan di bawah luhak disebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja kecil Karo) yang berada di desa. Pemerintahan luhak dipimpin seorang Pangeran, pemerintahan kejuruan dipimpin seorang Datuk, pemerintahan distrik dipimpin seorang kepala distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruan/datuk harus dipegang oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja di daerahnya.

Pemerintahan Kesultanan di Langkat dibagi atas 3 (tiga) kepala Luhak

1. Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T. Pangeran Adil. Wilayah ini terdiri dari 3 kejuruan dan 2 distrik yaitu :

o Kejuruan Selesai

o Kejuruan Sei Bingai

o Distrik Kwala

o Distrik Salapian

2. Luhak Langkat Hilir, yang berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran Tengku Jambak/T. Pangeran Ahmad. Wilayah ini mempunyai 2 kejuruan dan 4 distrik yaitu :

o Kejuruan Stabat

o Kejuruan Bingei

o Distrik Secanggang

o Distrik Padang Tualang

o Distrik Cempa

o Distrik Pantai Cermin

3. Luhak Teluk Haru, berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh Pangeran Tumenggung (Tengku Djakfar). Wilayah ini terdiri dari satu kejuruan dan dua distrik.

o Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji.

o Distrik Pulau Kampai

o Distrik Sei Lepan

Awal 1942, kekuasaan pemerintah kolonial Belanda beralih ke pemerintahan Jepang, namun sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan, hanya sebutan keresidenan berubah menjadi SYU, yang dipimpin oleh Syucokan. Afdeling diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh Bunsyuco kekuasaan Jepang ini berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17-08-1945.

b. Masa Kemerdekaan

Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang gubernur yaitu Mr. T. M. Hasan, sedangkan kabupaten Langkat tetap dengan status keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati.

Pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer Belanda I, dan II, dan kabupaten Langkat terbagi dua, yaitu Pemerintahan Negara Sumatera Timur (NST) yang berkedudukan di Binjai dengan kepala Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di Pangkalan Berandan, dipimpin oleh Tengku Ubaidulah. Berdasarkan PP No. 7 Tahun 1956 secara administratif kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan kepala daerahnya (Bupati) Netap Bukit.

Mengingat luas kabupaten Langkat, maka kabupaten Langkat dibagi menjadi 3 (tiga) kewedanan yaitu :

1. Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai

2. Kewedanan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura 3. Kewedanan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan.

Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas administrasi pemerintahan langsung dibawah bupati serta assiten wedana (camat) sebagai perangkat akhir. Pada tahun 1965-1966 jabatan bupati kdh. Tingkat II Langkat dipegang oleh seorang Care Taher (Pak Wongso) dan selanjutnya oleh Sutikno yang pada waktu itu sebagai Dan Dim 0202 Langkat. Dan secara berturut-turut jabatan bupati kdh. Tingkat II Langkat dijabat oleh:

2. HM. Iscad Idris 1974 – 1979 3. R. Mulyadi 1979 – 1984

4. H. Marzuki Erman 1984 – 1989 5. H. Zulfirman Siregar 1989 – 1994 6. Drs. H. Zulkifli Harahap 1994 – 1998

7. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 3-9-1998 s/d 20-2-1999 8. H. Syamsul Arifin, SE 1999-2009

9. Ngogesa Sitepu : 2009 s/d sekarang

Untuk melaksanakan pembangunan yang merata, kabupaten Langkat dibagi atas 3 wilayah pembangunan.

1. Wilayah pembangunan I (Langkat Hulu) meliputi

o Kecamatan Bahorok dengan 19 desa

o Kecamatan Salapian dengan 22 desa

o Kecamatan Kuala dengan 16 desa

o Kecamatan Selesai dengan 13 desa

o Kecamatan Binjai dengan 7 desa

o Kecamatan Sei Bingai 15 desa

2. Wilayah pembangunan II (Langkat Hilir) meliput

o Kecamatan Stabat dengan 18 desa dan 1 kelurahan

o Kecamatan Secanggang dengan 14 Desa

o Kecamatan Hinai dengan 12 desa

o Kecamatan Padang Tualang dengan 18 desa

o Kecamatan Tanjung Pura dengan 15 desa dan 1 kelurahan

o Kecamatan Gebang dengan 9 desa

o Kecamatan Brandan Barat dengan 6 desa

o Kecamatan Sei Lepan dengan 5 desa dan 5 kelurahan

o Kecamatan Babalan dengan 5 desa dan 3 kelurahan

o Kecamatan Pangkalan Susu dengan 14 desa 2 kelurahan

o Kecamatan Besitang dengan 8 desa dan 3 kelurahan

Tiap-tiap wilayah pembangunan dipimpin oleh seorang pembantu Bupati. Di samping itu dalam melaksanakan otonomi daerah kabupaten Langkat dibantu atas dinas-dinas otonom, instansi pusat baik departemen maupun non departemen yang kesemuanya merupakan pembantu-pembantu Bupati. Dalam melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan dan pembangunan.9

Adapun tempat ataupun lokasi yang akan diteliti penulis yaitu di Kecamatan Secanggang, tepat nya di Desa Tanjung Ibus. Nama desa tersebut diambil dari pohon ibus yang hanya dibuat oleh masyarakat untuk membuat tikar dan pelepahnya untuk digunakan keperluan rumah tangga, seperti membuat gubuk, batangnya juga bisa dijadikan sebagai penyangga rumah penduduk. Tumbuhnya pohon ibus banyak dijumpai di Tanjung yang tanahnya menjurus ke anak sungai sehingga oleh masyarakat pada waktu itu kurang lebih 1940 dijadikan nama kampung Tanjung Ibus pada masa Kerajaan Lelawangsa.

Luas wilayah Desa Tanjung Ibus = 2.554 Ha

Jumlah penduduk Desa Tanjung Ibus (Desember 2009)

a. Laki-laki = 2.390 Jiwa

b. Perempuan = 2.290 Jiwa

9

Jumlah = 5.680 Jiwa

c. Jumlah Kepala (KK) = 1.120 KK

Sistem Kepercayaan Masyarakat di desa Tanjung Ibus mayoritas beragama Islam (100%) dengan keragaman suku antara lain : Melayu, Jawa, Sunda, Kalimantan dll.

Sistem Mata Pencaharian Masyarakat di desa Tanjung Ibus rata-rata memiliki pekerjaan sebagai buruh tani, petani, dan nelayan tradisional. Berikut data persentase Mata pencaharian penduduk :

- Buruh Tani 40 % - Petani 30% - Nelayan 20%10

2.2.2 Adat Istiadat Masyarakat Langkat-Secanggang

Masyarakat suku Melayu Langkat-Secanggang ini hampir seluruhnya memeluk agama Islam, yang telah berkembang di kalangan orang mereka sejak beberapa abad yang lalu. Agama Islam begitu kuat tumbuh dalam masyarakat, terlihat dari segala bentuk tradisi adat-istiadat dan budaya suku mereka banyak dipengaruhi unsur budaya Islam. Adapun adat istiadat upacara di dalam masyarakat tersebut yaitu : Upacara Perkawinan, Upacara Kelahiran, Upacara Turun ke Sawah/Ladang dan Upacara Menjamu Laut.11

Adat masyarakat Melayu Langkat- Secanggang terbagi atas 4 bagian yaitu :

1. Adat yang sebenarnya adat

10 Berdasarkan Data Adminisrasi Pemerintahan di Desa Tanjung Ibus, kecamatan Secanggang, kabupaten Langkat.

Adat ini merupakan yang paling utama dan tidak dapat dirubah sampai kapanpun dia merupakan harga mati bagi seluruh masyarakat Langkat- Secanggang, tidaklah bisa dikatakan dia orang Melayu apabila tidak melaksanakan adat tersebut.

2. Adat yang di adatkan

Adat ini adalah sebuah aturan yang telah disepakati dan diundangkan dalam tatanan adat Melayu dari zaman dahulu melalui sebuah pengkajian dan penelitian yang amat dalam dan sempurna oleh para orang tua dahulu.

3. Adat yang teradat

Adat ini merupakan adat yang sudah teradat dari zaman dahulu, dia dalah ragam budaya di beberapa daerah yang ada di Langkat-Secanggang yang tidak sama masing-masing daerah. Adat ini mengatur tatanan hidup bermasyarakat dalam suatu daerah dan interaksi antara satu suku dengan suku yang lainnya di daerah tersebut, kemudian disesuaikan dengan kultur daerah masing-masing.

4. Adat istiadat

Adat ini merupakan ragam adat dalam pelaksanaan silaturahmi, berkomunikasi, berintegrasi, bersosialisasi dalam masyarakat di daerah tersebut, seperti upacara-upacara adat yang telah disebutkan pada paragraf yang pertama.

Dokumen terkait