• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-nilai Budaya Masyarakat Melayu Secanggang Pada Tradisi Ahoi : Kajian Antropologi Sastra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai-nilai Budaya Masyarakat Melayu Secanggang Pada Tradisi Ahoi : Kajian Antropologi Sastra"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN I

A. LATAR BELAKANG RESPONDEN

1. Umur

1. 15 – 19 tahun 2. 20 – 29 tahun 3. 30 – 39 tahun 4. 50 – 59 tahun 5. 60 tahun ke atas

2. Jenis Kelamin

1. Laki-laki

2. Perempuan

3. Tingkat Pendidikan

1. Tidak bersekolah

2. Sekolah Dasar

3. Sekolah Menengah Pertama (SMP)

4. Sekolah menengah atas (SMA)

5. Universitas

Daftar pertanyaan penelitian skripsi

Nilai-nilai Budaya masyarakat Melayu Secanggang pada Tradisi Ahoi

(2)

4. Suku/ Etnik

1. Melayu

2. Jawa

3. Batak

4. Cina

5. Lain-lain

5. Pekerjaan

1. Petani

2. Nelayan

3. Buruh

4. Pedagang

5. Pegawai Negri

6. Lain-lain

6. Sudah berapa lama tinggal disini

1. < 2 tahun

2. 3-4 tahun

3. 5-6 tahun

4. 7-8 tahun

5. 9 tahun ke atas

6. Sejak lahir

B. UPACARA TRADISI AHOI

(3)

1. Ya

2. Tidak

3. Ragu-ragu

(Jika ya, teruskan dengan pertanyaan selanjutnya 8-11)

8. Sudah berapa kali anda mengikuti upacara tradisi Ahoi

1. 1- 3 kali

2. 4 – 6 kali

3. Setiap dilaksanakan/ diselenggarakan

4. Tidak pernah

9. Kapan terakhir kali anda mengikuti upacara tradisi Ahoi

1. 4 tahun yang lalu

2. 3 tahun yang lalu

3. 2 tahun yang lalu

4. 1 tahun yang lalu

5. 1 bulan yang lalu

6. 1 minggu yang lalu

10. Dimanakah terakhir kali anda mengikuti upacara tradisi Ahoi

1. Di Langkat

2. Di Deli

3. Di Serdang

4. Di Tanjung Balai

5. Di Asahan

(4)

11. Apakah anda berminat untuk terlibat langsung dalam upacara tradisi Ahoi

1. Sangat berminat

2. Berminat

3. Kurang berminat

4. Tidak berminat

12. Dari siapa anda mengetahui tentang Upacara tradisi Ahoi

1. Keluarga (ayah, ibu, kakak, kakek, nenek dan uwak)

2. Tokoh masyarakat (ketua adat, ustad dan pawang)

3. Guru di sekolah

4. Sahabat dan tetangga

13. Apakah anda memiliki pengetahuan/ pembelajaran yang khusus tentang tradisi Ahoi

1. Ya

2. Tidak

3. Ragu-ragu

C. PERSEPSI PERIHAL HAKIKAT HIDUP

14. Apakah tradisi Ahoi berkaitan dengan kehidupan anda

1. Ya

2. Tidak

3. Ragu-ragu

15. Apakah tradisi Ahoi digunakan bagi menghadapi cabaran ataupun kepahitan dalam

(5)

1. Ya

2. Tidak

3. Ragu-ragu

16. Apakah anda masih mengikiuti tradisi Ahoi

1. Ya

2. Tidak

3. Ragu-ragu

17. Apakah tradisi Ahoi berkaitan dengan keridho’an Allah

1. Ya

2. Tidak

3. Ragu-ragu

18. Apakah tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan ke arah yang lebih baik

1. Ya

2. Tidak

3. Ragu-ragu

19. Apakah tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan ke arah yang lebih buruk

1. Ya

2. Tidak

3. Ragu-ragu

20. Apakah tradisi Ahoi berkaitan dengan kegigihan, kecekapan dan kedinamisan diri

1. Ya

2. Tidak

(6)

D. PERSEPSI PERIHAL HAKIKAT KERJA

21. Dalam menjalankan aktivitis menggunakan akal, pikiran pintar dan cekap

1. Sangat Setuju

2. Setuju

3. Kurang Setuju

4. Sangat tidak setuju

22. Dalam menjalankan aktivitas berkemahiran dalam bidang yang ditekuni

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

23. Dalam menjalankan aktivitas harian bijaksana dalam bertindak balas terhadap isu dan

fenomena yang berlaku

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

24. Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari seharusnya memahami dan mengetahuai sistem

pemerintahan, keterampilan organisasi dan adat yang berlaku

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

(7)

1. Sanagat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

26. Diperlukan berkelakuan baik, keluarga maupun kerabat

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

27. Diperlukan berkelakuan dan berstatus sosial yang baik

1. Sangat Setuju

2. Setuju

3. Kurang Setuju

4. Sangat tidak setuju

28. Menjalankan aktivitas diperlukan Pawang

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang Setuju

4. Sangat tidak setuju

29. Apakah tradisi Ahoi berhubungan dengan amal dan ketakwaan

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

(8)

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

31. Apakah tradisi Ahoi tidak memiliki pengaruh terhadap aktivitas sehari-hari

1. Sangat setuju

2. Setuju

3.Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

32. Apakah tradisi Ahoi dapat menambah etos kerja

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

33. Apakah tradisi Ahoi berhubungan dengan kemuliaan fisik dan mental

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

E. PERSEPSI PERIHAL WAKTU

34. Penggunaan tradisi Ahoi masih relevan dengan zaman sekarang

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

(9)

35. Banyak aktivitas masyarakat yang melibatkan tradisi Ahoi

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

36. Tradisi Ahoi diwariskan dari nenek moyang

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

37. Tradisi Ahoi masih kekal sepanjang zaman

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

F. PERSEPSI TERHADAP ALAM

38. Apakah kedahsyatan bencana alam merupakan cerminan dari perilaku

manusia/masyarakat

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

39. Fenomena alam terjadi karena kurangnya kepercayaan kepada yang maha kuasa

(10)

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

40. Apakah ada peranan kekuatan mahluk halus terhadap fenomena alam

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

41. Apakah tradisi Ahoi menjaga keseimbangan di antara mahluk dengan alam

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

42. Apakah tradisi Ahoi berhubungan dengan kejadian alam yang ada di sekitar

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

43. Apakah tradisi Ahoi dapat mengurangi bencana alam

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

(11)

44. Apakah tradisi Ahoi dapat menghindari marabahaya

1. Sangat setuju

2 . Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

G. PERSEPSI HAKIKAT HUBUNGAN SESAMA MANUSIA

45. Apakah tidak semestinya masyarakat saling berinteraksi

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

46. Apakah upacara adat perlu digunakan untuk keharmonian sesama

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

47. Apakah tradisi Ahoi berperan untuk keharmonian sesama

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

(12)

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

49. Apakah kedudukan tradisi Ahoi sama dengan media teknologi

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

50. Apakah tradisi Ahoi melalui adat dan pengucapan individu dapat mengeratkan sesama

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

51. Apakah tradisi Ahoi dapat mewujudkan kebersamaan sesama makhluk

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

52. Apakah tradisi Ahoi diperlukan untuk mewujudkan rasa keharmonian sesama mahluk

ciptaan Allah

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju

(13)

53. Apakah tradisi Ahoi tidak diperlukan lagi dalam mempersatukan pemikiran

1. Sangat setuju

2. Setujus

3. Kurang setuju

4. Sangat tidak setuju

(14)

LAMPIRAN II

Gambar Alat-alat Yang Dipakai Untuk Mengirik Padi

1. Tikar

(15)

3. Lesung

(16)

Gambar Makanan dan Jenis Tumbuhan

1. Lemang

(17)

3. Gula pasir (putih)

(18)

5. Emping

(19)

7. Padi

(20)

Gambar Mengirik Padi dan Mengemping Padi

(21)
(22)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta, Rineka Cipta

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Leon, dan

Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo.

Haleluya Ucok. Ahoi Mengirik Padi Pada Masyarakat Melayu Daerah Batang Kuis,

Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

Hadari Nawawi. 1993. Hakekat Manusia Menurut Islam. Surabaya :Al-Ikhlas.

KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Koentjaraningrat (1987:85) dalam skripsi Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan

Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun,

2008.USU e-Repository © 2008.

Kridalaksana, Harimurti. (2011). Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta. Gramedia

Pustaka Utama.

Margono. 2007. Metologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK. Jakarta , PT. Rineka

Cipta.

Mulyana (2005:21). Kajian Wacana. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Pekei Titus, dkk. 2013. Menggali Nilai Budaya Tradisi Lisan dari Papua: Kajian Cerita

Rakyat Suku MEE. Jakarta, Direktorat Sejarah Dan Nilai Budaya Kementrian Pendidikan Dan

Kebudayaan.

Rachman. 2004. Studi Penelitian Observasi. Bandung, IPB PRESS.

Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Antropologi Sastra : Peranan Unsur-unsur Kebudayaan

Dalam Proses Kreatif. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra : dan

(23)

Riduwan. 2004. Metode Riset. Jakarta, Rineka Cipta

Sikana, Mana. 2008. Teori Sastera Kontemporari. Selangor: Pustaka Karya.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D,

Bandung. Alfabeta.

Sumber : BPS Kab. Langkat 2009

Sumardjo dan saini (1988:3). Studi dan Pengkajian Sastra(Perkenalan Awal terhadap Ilmu

sastra) karangan Alfian Rokhmansyah, S.s, M.Hum

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cetakan ke-17. Bandung: Alfabeta.

Syaifuddin Wan, Sinar Tengku Lukaman. 2005. Kebudayaan Sumatera Timur, Medan. USU

PRESS.

Syaifuddin Wan, 2005 dalam tulisan Mantera Dan Upacara Ritual Masyarakat Melayu

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara untuk mencari fakta-fakta ataupun kebenaran

dengan cara mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan untuk mencapai suatu

tujuan tertentu. Menyatakan bahwa metode penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk

mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan

dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk

memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah. Dalam hal ini menyimpulakan

metode penelitian merupakan suatu proses mencari suatu kebenaran dengan cara

mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan sehingga dapat digunakan untuk

suatu tujuan tertentu.22

Dengan demikian penelitian ini menggunakan Pendekatan Kualitatif Naturalistik,

yaitu penelitian yang melakukan interaksi dengan subjek atau responden yang diteliti dengan

kondisi apa adanya dan tidak di rekayasa agar data diperoleh merupakan fenomena yang asli

dan alamiah (natural). Pendakatan Kualitatif Naturalistik menggunakan teknik pengumpulan

data seperti observasi kuesioner (angket) dan dokumentasi.

22

(25)

3.2 Sumber Data

Sumber data penelitian terdiri dari data primer dan skunder. Data primer yaitu :

sumber data manusia yaitu masyarkat yang bermukim di Desa Tanjung Ibus kecamatan

Secanggang. Kedua, sumber data berupa suasana mencakup kehidupan sehari-hari, balai

masyarakat, interaksi antara masyarakat sekitar dan tempat berkumpul/kerumunan yang

berpotensi akan informasi tenntang penelitian.

Data skunder terdiri dari : pertama, hasil penelitian dan tugas akhir mahasiswa, kedua

buku yang diterbitkan dan berkaitan dengan objek penelitian.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh

peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan

dipermudah olehnya. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pengumpulan data dan

instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk meneliti dan mengumpulkan data

dan disajikan dalam bentuk sistematis guna memecahkan atau menguji suatu hipotesis.23

Sugiono (2007 : 26), menyebutkan peneliti dapat menjadi instrumen penelitian jika

memiliki wawasan yang luas tentang yang diteliti dan mampu pula menciptakan rapport

kepada setiap orang yang ada pada konteks sosial yang diteliti. Sugiono juga menyatakan

peneliti juga dapat memilih cara memperoleh kejelasan data atau objek penelitian dengan

caranya sendiri, seperti membuat daftar tanya. Namun, dalam menafsir jawaban harus

berorientasi kepada kejujuran dan keilmuwannya. Artinya, dengan membuat daftar tanya

bukan mengacu pada penelitian kuantitatif. Melainkan hanya untuk membuat opini dari

informasi yang diperoleh melalui taburan jawaban.

23

(26)

Selain itu, cara lain dapat juga dilakukan dengan menciptakan sesuatu untuk

membangun hubungan yang akrab dengan setiap orang yang ada pada konteks sosial. Dalam

penelitian ini peneliti di samping menciptakan hubungan yang akrab juga menyediakan daftar

tanya kepada masyarakat yang dianggap mempunyai pemahaman terhadap objek kajian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini diperlukannya teknik ini sesuai dengan tujuannya teknik ini

digunakan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, lalu pengumpulan data dilakukan

dengan cara sebagai berikut :

3.4.1. Teknik Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan

pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang

dilakukan.24

Teknik observasi digunakan untuk melihat dan mengamati perubahan

fenomena-fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan perubahan

atas penilaian tersebut, bagi observaser untuk melihat objek peristiwa tertentu, sehingga

mampu memisahkan antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan.25

Peneliti menggunakan teknik observasi baik langsung maupun yang tidak langsung

yang didasari beberapa alasan sebagai berikut:

1. Banyak gejala yang dapat diselidiki dengan observasi sehingga hasilnya akurat sulit

dibantah.

2. Banyak objek yang hanya bersedia diambil datanya dengan cara observasi.

24

Riduwan. 2004. Metode Riset. Jakarta : Rineka Cipta 25

(27)

3. Kejadian yang sama hanya dapat diamati dan dicatat secara sama pula dengan

memperbanyak observer.

4. Banyak kejadian yang dipandang kecil yang tidak dapat ditangkap oleh alat pengumpul

data yang lain, ternyata sangat menentukan hasil penelitian justru diungkap oleh observasi.26

Berkaitan dengan jenis observasi yang digunakan peneliti memilih metode observasi

langsung yaitu di Melayu Langkat kecamatan Secanggang tepatnya di Desa Tanjung Ibus,

yang menjadi fokus observasi penelitian adalah nilai-nilai budaya masyarakat Melayu

Langkat di Secanggang terhadap Tradisi Ahoi.

3.4.2. Teknik Kuesioner

Teknik ini berisi tentang beberapa pertanyaan yang akan diberikan kepada

masyarakat selaku responden. Pertanyaan-pertanyaan yang ada bertujuan dengan

memperoleh data tentang pandangan mereka terhadap Tradisi Ahoi serta penggunaanya

dalam penelitian tersebut.

3.4.3. Teknik Dokumentasi

Mengemukakan pendapatnya mengenai dokumen, dokumen merupakan catatan

peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya

monumental dari seseorang. 27

Dalam metode penelitian ini, metode dokumentasi dilakukan dengan cara peneliti

mengumpulkan data-data dalam bentuk pencatatan atau data-data tertulis yang ada di Desa

Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang.

26

Rachman,Studi Penelitian Observasi,Bandung, IPB PRESS, 2004 hal:80. 27

(28)

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model

analisis mengalir, yang meliputi tiga komponen, yaitu 1) reduksi data; 2) penyajian data; dan

3) penarikan simpulan (Verifikasi). Analisis model mengalir mempunyai tiga komponen yang

saling terjalin dengan baik, yaitu sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan pengumpulan

data. 28 Penjelasannya sebagai berikut :

3.5.1 Reduksi data

Pada tahap ini data yang diperoleh dicatat dalam uraian yang terperinci. Dan data-data

yang sudah dicatat tersebut, kemudian dilakukan penyederhanaan data. Data-data yang dipilih

hanya data yang berkaitan dengan masalah yang akan dianalisis, dalam hal ini tentang

nilai-nilai budaya masyarakat Melayu Langkat di Secanggang dalam Tradisi Ahoi.

Informasi-informasi yang mengacu pada permasalahan itulah yang menjadi data dalam penelitian ini.

3.5.2 Sajian data

Pada tahap ini, data-data yang sudah diperoleh kemudian disusun secara teratur dan

terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian dianalisis sehingga diperoleh

deskripsi tentang karakter masyarakat.

3.5.3 Penarikan kesimpulan (Verifikasi)

Pada tahap ini dibuat kesimpulan tentang hasil dan data yang diperoleh sejak awal

penelitian. Kesimpulan ini masih memerlukan adanya verifikasi (penelitian kembali tentang

kebenaran laporan) sehingga hasil yang diperoleh benar-benar sah. Beberapa komponen

28

Suwondo, 2001: 128 dalam skripsi Rendy Novrizal, S.s. Jati Diri Masyarakat Melayu Serdang Dalam

(29)

tersebut saling berkaitan dan dilakukan secara terus-menerus mulai dari awal saat penelitian

(30)

BAB IV

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP TRADISI AHOI

Pada bab ini peneliti akan menjelaskan tentang sikap masyarakat terhadap Tradisi

Ahoi melalui persepsi hakikat kehidupan, hakikat kerja, hakikat waktu, hakikat alam, dan

hakikat manusia. Sikap ini di deskripsikan berdasarkan daftar pertanyaan yang disampaikan

dan di jawab oleh responden.

4.1 Latar Belakang Responden

Respoden atau informan merupakan penjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti

dan juga merupakan salah satu pencarian data yang dilakukan untuk kepentingan penelitian.

Adapun responden dari penelitian ini terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dilihat dari

jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, dan lamanya tinggal di daerah

tersebut. Sample kajian terdiri dari 20 sample dan jumlah soal yang diutarakan terdiri dari 54

(31)

Tingkat Pendidikan Responden

a. Tidak bersekolah

b. Sekolah dasar

c. Sekolah Menengah Pertama

d. Sekolah Menengah Atas (SMA)

(32)

d. 7-8 tahun

lapisan masyarakat yang dilihat dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan,

suku, dan lamanya tinggal di daerah tersebut, masyarakat tidak semua mengetahui tentang

(33)

masih mengikuti

berpengaruh lagi bagi kehidupan masyarakat disana di karenakan telah masuknya alat-alat

teknologi canggih yang dapat mempermudah dalam hal pertanian khususnya.Oleh sebab itu,

(34)

4.3 HAKIKAT KERJA

Soal Pilihan Jawaban

Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju

(35)
(36)

pawang

Menurut pendapat peneliti pada hakikat kerja, masyarakat disana dalam menjalankan

(37)

keterampilan organisasi dan adat yang berlaku di daerah tersebut. Dahulunya mereka sangat

bergantung pada Tradisi Ahoi sebelum masuknya alat-alat teknologi sekarang ini.

4.4 HAKIKAT WAKTU

Soal

Pilihan Jawaban

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju

1.Penggunaan

Menurut pendapat peniliti yang telah dijelaskan sedikit sebelumnya pada hakikat kerja

bahwa dahulunya tradisi ini masih berpengaruh pada aktivitas masyarakat disana karena

masih diwariskan dari nenek moyang terdahulu dan menjadi suatu kebiasaan yang sering

(38)

4.5 HAKIKAT ALAM

Soal

Pilihan Jawaban

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju

(39)

dengan alam

5. Apakah Tradisi

Ahoi berhubungan

dengan kejadian alam

yang ada di sekitar

0 13 5 2

6. Apakah Tradisi

Ahoi dapat

mengurangi bencana

alam

0 3 16 1

7. Apakah Tradisi

Ahoi dapat

menghindari

marabahaya

11 2 7 0

Menurut pendapat peneliti tentang hakikat alam yang terjadi di dalam Tradisi Ahoi ini

berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang ada di daerah tersebut. Mereka masih

beranggapan bahwa fenomena-fenomena alam yang terjadi merupakan cerminan dari

perilkau manusia atau masyarakat dan Tradisi Ahoi ini masih berhubungan dengan kejadian

(40)

4.6 HAKIKAT SESAMA MANUSIA

Soal

Pilihan Jawaban

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju

(41)

pengucapan individu

Hakekat manusia menurut pandangan Islam :

a. Manusia adalah mahluk ciptaan Allah SWT.

b. Kemandirian dan kebersamaan (Individualitas dan sosialitas)

c. Manusia merupakan mahluk yang terbatas.29

29

(42)

Menurut pendapat peneliti pada hakikat hubungan sesama manusia, masyarakat

disana sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan seperti bergotong royong yang dapat

mengeratkan hubungan masyarakat disana. Seperti halnya pada saat upacara Tradisi Ahoi

dahulu dilaksanakan mereka saaling membantu satu sama lain dan menjaga keharmonisan

masyarakat disana.

Orientasi Nilai Budaya Masyarakat

Konsep Dasar Orientasi Nilai Budaya Masyarakat

Pandangan Peneliti

Hakikat hidup Pada dasar nya Tradisi

Ahoi dapat merubah

kehidupan masyarakat

Secanggang ke arah yang

lebih baik khususnya pada

saat musim panen tiba.

Peneliti menyimpulkan dari

hasil penelitian ini bahwa

Tradisi Ahoi dapat merubah

kehidupan masyarakat

Secanggang ke arah yang

lebih baik dan tidak terlepas

dari Keridho’an Allah.

Hakikat Kerja Masyarakat di daerah

(43)

memahaminya. nantinya.

Hakikat Waktu Pada saat sekarang ini

masyarakat Secanggang

Tradisi Ahoi ini sudah tidak

lagi dilakukan oleh

Hakikat Alam Masyarakat Secanggang

mempercayai bahwa

baik pula begitu juga dengan

sebaliknya.

Hakikat Sesama

Manusia

Masyarakat Secanggang

percaya bahwa Tradisi

Ahoi dapat mewujudkan

(44)

Dari 20 kuesioner yang telah di bagikan dari beberapa lapisan masyarakat yang

dilihat dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, dan lamanya tinggal di

daerah tersebut, masyarakat tidak semua mengetahui tentang Tradisi Ahoi ini khusus nya di

kalangan pelajar sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas di karenakan

kurangnya pengetahuan akan Tradisi Ahoi ini dari orang tua mereka.

Pada dasar nya Tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan masyarakat Secanggang ke

arah yang lebih baik khususnya pada saat musim panen tiba. Peneliti menyimpulkan dari

hasil penelitian ini bahwa Tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan masyarakat Secanggang ke

arah yang lebih baik dan tidak terlepas dari Keridho’an Allah.

Pada hakikat kerja, masyarakat disana dalam menjalankan aktivitas sehari-hari

mereka harus memahami dan mengetahui sistem pemerintahan , keterampilan organisasi dan

adat yang berlaku di daerah tersebut. Dahulunya mereka sangat bergantung pada Tradisi

Ahoi sebelum masuknya alat-alat teknologi sekarang ini. Masyarakat di daerah Secanggang

dalam menjalankan aktivitas hariannya mereka memiliki kemahiran dalam bidang yang

meraka tekuni misalnya menanam padi mereka harus benar-benar memahaminya. Peneliti

menyimpulkan bahwa masyarakat Secanggang memiliki kemahiran dalam bidang yang

mereka tekuni masing-masing karena dengan begitu mereka akan mendapatkan hasil yang

memuaskan nantinya.

Telah dijelaskan sedikit sebelumnya pada hakikat kerja bahwa dahulunya tradisi ini

masih berpengaruh pada aktivitas masyarakat disana karena masih diwariskan dari nenek

moyang terdahulu dan menjadi suatu kebiasaan yang sering mereka lakukan secara terus

menerus sebelumnya masuk nya alat-alat teknologi.Masyarakat Secanggang percaya bahwa

(45)

menyimpulkan bahwa masyarakat Secanggang dapat mewujudukkan kebersamaan dan

keharmonisan di dalam sebuah Tradisi .

Pada hakikat waktu, pada saat sekarang ini masyarakat Secanggang sudah tidak

melibatkan Tradisi Ahoi lagi pada aktivitas sehari-hari mereka. Tradisi ini juga tidak pernah

lagi dilakukan oleh masyarakat. Peneliti menyimpulkan Tradisi Ahoi ini sudah tidak lagi

dilakukan oleh masyarakat Secanggang di karenakan sudah masuk nya alat-alat teknologi

yang dapat mempermudah mereka dalam melakukan pekerjaannya khususnya pada pertanian

padi.

Pada hakikat alam, Masyarakat Secanggang mempercayai bahwa fenomena alam

yang terjadi merupakan cerminan dari perilaku manusia. Peneliti menyimpulkan bahwa

masyarakat Secanggang percaya setiap perbuatan yang baik maka akan mendapatkan hasil

yang baik pula begitu juga dengan sebaliknya.

Pada hakikat hubungan sesama manusia, masyarakat disana sangat menjunjung tinggi

nilai kebersamaan seperti bergotong royong yang dapat mengeratkan hubungan masyarakat

disana. Seperti halnya pada saat upacara Tradisi Ahoi dahulu dilaksanakan mereka saaling

membantu satu sama lain dan menjaga keharmonisan masyarakat disana.

Adapun tujuan penyajian Ahoi ditujukan kepada dua hal, pertama untuk manusia dan

kedua untuk alam. Secara kronologis, Ahoi yang ditujukan kepada manusia dimulai dengan

mengajak kerabat-kerabat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan mengirik padi sehingga

kegiatan tersebut menjadi lebih cepat selesai. Selain itu Ahoi juga mampu berfungsi sebagai

media komunikasi verbal antara para pemuda dan pemudi yang terlibat di dalam kegiatan itu.

Ahoi yang ditujukan kepada alam merujuk kepada ucapan syukur kepada alam karena

(46)
(47)

BAB V

ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN

Analisis merupakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb)

untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. 30 Adapun analisis dan pembahasan pada bab ini adalah nilai-nilai budaya pada masyarakat Melayu di Secanggang, nilai-nilai budaya

merupakan nilai yang terdiri dari konsepsi – konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian

besar warga masyarakat mengenai hal – hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang

ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu,

nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara-cara,

alat – alat, dan tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia.31

5.1 ANALISIS TEKS

Teks adalah (1) satuan bahasa terlengkap yang bersifat abstrak, (2) deretan kalimat,

kata, dan sebagainya yang membentuk ujaran, (3) ujaran yang dihasilkan dalam interaksi

manusia. Maka dapat dikatakan bahwa teks adalah satuan bahasa yang bisa berupa bahasa

tulis dan bisa juga berupa bahasa lisan yang dahasilkan dari interaksi atau komunikasi

manusia.32

Adapun teks di dalam analisi ini adalah pantun yang di sampaikan oleh muda mudi

pada saat mengerik padi di dalam Tradisi Ahoi. Berikut pantun yang disampaikan oleh

warga atau tamu yang datang kepada tuan rumah :

Ku tutuh dali baru kutebang

30 KBBI (Kamus besar bahasa Indonesia)

(48)

Ambil sebatang Hamparan Kain Assalammualikum kami yang datang Apa gerangan hajat disisni

Pantun di atas melambangkan bahwa para undangan yang datang menyampaikan

salam kepada tuan rumah dan mengatakan bahwa mereka sudah datang dan bertanya apa

yang akan dilakukan di rumah si tuan rumah.

Kemudian pantun tersebut dibalas oleh tuan rumah :

Bebirik batang berbirik

Batang bayam sandaran dulang Mengirik kita mengirik

Kokok ayam kita pe pulang

Pantun tersebut menyatakan bahwa si tuan rumah mengharapkan bantuan para tamu

untuk membantunya dalam mengirik padi hasil panen sawahnya.

Pantun yang dinyanyikan pada saat mengirik padi :

Buka batang sembarang batang Batang padi di atas pedang

Pantun tersebut menyatakan bahwa si tamu undangan datang bukan hanya untuk

menghadiri undangan saja melainkan mereka datang untuk bersuk cita dengan si tuan rumah.

Sesudah yang bernyanyi selesai menyanyikan sampiran pantunnya, pengirik lainnya

pun menyambut dengan meneriakkan “ E wak ahoi ahoi”. Kemudian si pengirik pun

mengulang bait kedua dari sampiran tersebut dan disambut lagi oleh pengirik lain dengan

sambutan “ E wak ahoi ahoi”.

Kemudian dilanjutkan lagi oleh si pengirik yang pertama bernyanyi dengan

(49)

Maek kabar tuan yang datang Mari mengirik sambil berdendang

Pantun tersebut menyatakan kabar si pengirik yang pertama dan mengajak nya untuk

sama-sama bernyanyi bersuka cita.

Nyanyian tersebut pun disambut oleh pengirik lain dengan meneriakkan “ E wak ahoi

ahoi.” Kemudian bait kedua dari isi pantun dinyanyikan kembali oleh si pengirik yang

pertama bernyanyi dan disambut lagi dengan teriakan “ E wak ahoi ahoi.”

Sambil mengemping mereka juga bernyanyi dan membalas pantun dariseorang

pemudi tersebut sebagai berikut :

pantun dari seorang pemudi tersebut sebagai berikut :

Kalau tidak karena bulan

Pantun di atas menyatakan bahwa si tamu (pemudi/perempuan) datang karena

mendapat undangan dari si tuan rumah.

Lalu disambut lagi oleh seorang pemuda yang disebelah si pengirik yang pertama

bernyanyi dengan pantun pula.

Kalau ada kaca di pintu Kaca lama kami pecahkan E...wak ahoii..ahoii.. Kalau ada kata begitu

Badan dan nyawa kami serahkan E..wak ahoii..ahoi..

Pantun di atas menyatakan bahwa si tamu (pemuda/laki-laki) bersedia membantu si

(50)

Para wanita yang mendengarnya pun tersenyum tersipu-sipu dan salah seorang dari

mereka pun menyambutnya dengan menyanyikan pantun juga :

Tiga petak tiga penjuru

Pantun di atas menyatakan bahwa si tamu (pemudi / perempuan) mengatakan pantun

tersebut untuk laki-laki yang berlesung pipit.

Ketika padi dimasukkan, para pengirik pun duduk beristirahat sambil menyanyikan

teks sebagai berikut :

Allah halim sewa Allah Maimunnah silotan dona Warabikum tuan saridi Habibina saidina ali

Pantun di atas menyatakan puji dan syukur atas hasil panen yang sudah di dapat si

tuan rumah.

Setelah itu nyanyian dilanjutkan dengan menyanyikan teks berupa pantun di setiap

akhir baitnya disambut dengan terikkan “iak iak” sebagai berikut :

Kalau ada sumur di ladang (iak iak) Bolehlah kita menumpang mandi (iak iak)

Kalau ada umur yang panjang boleh kita berjumpa lagi (iak iak) Bolehlah kita berjumpa lagi (iak iak)

Pantun di atas menyatakan bahwa jika kita di beri kesehtan dan umur yang panjang

maka kita akan berjumpa lagi.

E wak ahoi ahoi” secara harfiah artinya menghimbau ataupun mengajak kaum

(51)

Bahasa

Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yg arbitrer, yg digunakan oleh anggota

suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. 33 Pada pantun Ahoi bahasa yang digunakan ialah bahasa Melayu dialek Langkat, berikut

pantun yang menunjukkan bahasa Melayu dialek Langkat :

Bebirik batang berbirik

Batang bayam sandaran dulang Mengirik kita mengirik

Kokok ayam kita pe pulang

Kata pe menunjukkan pantun ini menggunakan bahasa Melayu dialek Langkat.

Maek kabar tuan yang datang Mari mengirik sambil berdendang

Kata maek menunjukkan pantun ini menggunakan bahasa Melayu dialek Langkat.

Gaya Bahasa

Gaya bahasa atau majas merupakan bahasa indah yang dipergunakan untuk

meningkatkan kesan dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda

dengan benda lain atau hal lain yang lebih umum.34

Pada pantun ini gaya bahasa yang digunakan yaitu jenis majas perbandingan, majas

ini terdiri dari beberapa macam yaitu : alegori, alusio, simile, metafora, fabel, simbolik dan

lain-lain. Dari beberapa macam jenis majas tersebut yang termasuk di dalam gaya bahasa

pantun ahoi ialah majas simbolik yaitu melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau

lambang untuk menyatakan maksud. Pantunya sebagai berikut :

Tiga petak tiga penjuru 33

KBBI (Kamus besar bahasa Indonesia) 34

(52)

Tiga ekor kumbang diapit E..wak..ahooii...ahooii. Pantun tidak padamu tertuju Teruntuk jaka berlesung pipit E...wak...ahooii....ahooii.

Kalau tidak karena bulan Mana bintang meninggi hari Jika tidak karena tuan

Mana kami datang kemari

Kalau ada kaca di pintu Kaca lama lah kami pecahkan Kalau ada kata begitu lah sayang Badan dan nyawa kami serahkan

Bebirik lah batang bebirik Batang bayam sandaran dulang Mengirik kita mengirik

Kokok ayam kita pe pulang

Pantun Melayu memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri-ciri tersebut dapat dilihat berdasarkan dua

aspek penting, yaitu aspek eksternal dan aspek internal.

Aspek eksternal adalah dari segi struktur dan seluruh ciri-ciri visual yang dapat dilihat

dan didengar, yang termasuk dari hal-hal berikut ini :

1. Terdiri dari baris-baris yang sejajar dan berpasangan, 2,4,6,8,10, dan seterusnya. Tetapi

yang paling umum adalah empat baris (kuatrin)

(53)

3. Adanya klimaks, yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata atau perkataan

ada dua kuplet maksud.

4. Setiap stanza(Footnote) terbagi kepada dua unit. Yaitu sampiran dan maksud (isi); karena

itu sebuah kuatrin mempunyai dua kuplet; satu kuplet sampiran dan satu kuplet maksud.

5. Adanya skema rima yang tetap, yaitu rima akhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi a-a-a-a.

Mungkin juga terdapat rima internal, atau rima pada 64perkataan- perkataan yang sejajar,

tetapi tidak sebagai ciri penting. Selain rima, asonansi juga merupakan aspek yang dominan

dalam pembentukan sebuah pantun.

6. Setiap stanza pantun, apakah itu dua, empat, enam, dan seterusnya, mengandung satu

pikiran yang bulat dan lengkap. Sebuah stanza dipandang sebagai satu kesatuan.

Aspek-aspek internal adalah unsur-unsur yang hanya dapat dirasakan secara subjektif

berdasar pengalaman dan pemahaman pendengar, termasuk :

7. Penggunaan lambang-lambang yang tertentu berdasarkan tanggapan dan dunia pandangan

(world view) masyarakat.

8. Adanya hubungan makna antara pasangan pembayang dengan pasangan maksud, baik itu

hubungan konkrit atau abstrak atau melalui lambang lambang.35

Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, maka penulis akan menganalisis

struktur pantun yang menjadi teks dalam nyanyian ahoi dengan hasil sebagai berikut.

1. Pantun dalam nyanyian ahoi terdiri dari rangkap-rangkap yang berasingan. Setiap

rangkap terdiri empat baris (kuatrin).

Contoh dapat kita lihat pada pantun nomor 1:

Bebirik lah batang bebirik Baris 1

Batang bayam sandaran dulang Baris 2

35

(54)

Mengirik kita mengirik Baris 3

Kokok ayam kita pe pulang Baris 4

Selain pantun nomor 1, seluruh pantun-pantun lain yang dipakai dalam nyanyian ahoi ini

terdiri dari empat baris (Kuatrin)

2. Setiap baris dalam pantun yang dinyanyikan dalam nyanyian ahoi mayoritas mengandung

empat kata dasar. Contoh dapat kita lihat pada pantun nomor 3.

Kalau tidak karena bulan Mana bintang meninggi hari Jika tidak karena tuan

Mana kami datang kemari

3. Terdapat klimaks, yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata atau

perkataan ada dua kuplet maksud. Contohnya adalah pantun nomor 4

Kalau ada kaca di pintu Kaca lama lah kami pecahkan Kalau ada kata begitu lah sayang Badan dan nyawa kami serahkan

4. Setiap stanza pantun dalam nyanyian ahoi terbagi kepada dua unit. Yaitu pembayang

(sampiran) dan maksud (isi). Contohnya adalah pantun nomor 2 berikut.

Bukan batang sembarang batang Batang padi di atas pedang Maek kabar tuan yang datang Mari mengirik sambil berdendang

Baris pertama dan kedua merupakan sampiran dan baris ketiga dan keempat merupakan isi.

5. Dalam setiap pantun yang dinyanyikan dalam nyanyian ahoi ini, terdapat skema rima yang

(55)

a. Contoh pantun yang berima a-a-a-a terdapat pada pantun nomor 2 berikut.

Bukan batang sembarang batang a Batang padi di atas pedang a Maek kabar tuan yang datang a Mari mengirik sambil berdendang a

b. Contoh pantun yang berima a-b-a-b adalah pantun nomor 8 berikut.

Kalau tuan mempunyai sapi a Enak dimasak denganlah rebung b Hati-hati menghembus api a Jangan sampai terbakar hidung b

6. Setiap stanza pantun, apakah itu dua, empat, enam, dan seterusnya, mengandung satu

pikiran yang bulat dan lengkap. Sebuah stanza dipandang sebagai satu kesatuan.

7. Pantun yang dinyanyikan dalam kegiatan mengirik padi ini disisipi oleh kata-kata

tambahan. Contohnya dapat kita lihat pada pantun nomor 4, yaitu sebagai berikut

Kalau ada kaca di pintu Kaca lama lah kami pecahkan Kalau ada kata begitu (lah sayang) Badan dan nyawa kami serahkan

Pantun di atas, tepatnya pada kuplet isi baris pertama jika dilihat dari strukturnya seharusnya

berhenti pada kata begitu. Namun dalam nyanyian ini, baris tersebut ditambahi kata“lah

sayang”

8. Pantun yang dinyanyikan dalam nyanyian ahoi ini tidak mutlak terdiri dari empat

kata atau sepuluh suku kata. Hal ini terjadi karena teks tersebut disampaikan secara

(56)

5.2 ANALISIS KONTEKS

Defenisi konteks dalam bab ini maksudnya yang dapat menunjukkan keberadaan

masyarakat yang terwujud dalam tradisi Ahoi yang berkaitan dengan alam. Misalnya :

manusia,makanan, tumbuhan, hewan, benda dan air.36 Hal tersebutlah yang dapat menyertai

Tradisi Ahoi dan mempunyai makna yang fungsional di dalam pelaksanaan Tradisi Ahoi

tersebut.

Adapun konteks Tradisi Ahoi yaitu berupa :

1. Makanan dan Jenis Tumbuhan

Pada Tradisi ini si tuan rumah menyediakan makanan kepada para tamu undangan

seperti lemang, emping serta tumbuhan yang terdiri dari tangkai padi dan padi.

Lemang :

Menurut pandangan informan bernama ibu zakaria, makanan ini biasanya ada di

berbagai acara baik itu di pesta pernikahan, sunatan, dan lain-lain. Lemang terbuat dari beras

ketan yang dimasak dalam seruas bambu setelah sebelumnya digulung dengan selembar daun

pisang. Menurut beliau lemang ini karena terbuat dari beras ketan yang berati mempererat

hubungan masyarakat, bambu menunjukkan ke kompakan masyarakat yang ada disana dan

warna daun pisang yang hijau yang menunjukkan sifat ke religian masyrakat yang ada di

daerah tersebut. Makanan ini sering disajikan pada saat Tradisi Ahoi dilaksanakan karena

cara pembuatannya mudah dan praktis. Lemang juga disukai oleh semua kalangan baik itu

muda dan tua. 37

36 Prof. Wan Syaifuddin, M.A , Ph.D dalam tulisan (Mantera Dan Upacara Ritual Masyarakat Melayu Pesisir

Timur Di Sumatera Utara :Kajian Tentang Fungsi dan Nilai-nilai Budaya)

(57)

Emping

Menurut pandangan informan bernama Fatimah, makanan ini biasanya ada di acara

pesta panen padi atau bisa juga disebut dengan Ahoi Padi. Masyarakat disana biasanya

membuat emping padi pulut yang terbuat dari beras ketan atau padi yang setengah tua

kemudian padi itu disanggrai hingga pecah mirip seperti popcorn. Menurut beliau emping ini

menandakan bahwa hasil panen padi mereka sangat bagus sehingga menghasilkan

beras-beras yang berkualitas baik. Makanan ini juga sama-sama terbuat dari beras-beras ketan yang

artinya dapat mempererat hubungan sesama manusia, hal tersebut yang membuat masyarakat

di sana suka tolong menolong seperti yang sering dilakukan pada Tradisi Ahoi tersebut.38

Padi

Menurut pandangan informan bernama Jumiran, setiap musim panen tiba padi yang

telah diproses dan dibuang kulitnya. Itulah yang dikenal dengan sebutan beras, masyarakat

disana juga membuat makanan dari padi yang setengah tua yang disebut dengan emping padi.

Makanan ini lah yang selalu dihidangkan ketika musim panen tiba. Menurut beliau warna

padi yang sudah siap panen atau warnanya kuning kecoklat-coklatan artinya warna khas

masyarakat Melayu, warna putih pada padi yang sudah dibuang kulitnya artinya bersih dan

suci, warna hijau dari tangkai padi artinya menunjukkan sifat ke religian masyarakat yang ada

di daerah tersebut. Hal tersebutlah yang menandakan bahwa masyarakat di sana memiliki

sifat yang religius dan memiliki hati yang bersih.39

38

Ibu Fatimah, , 2015, 60 tahun , di rumahnya, Desa Tanjung ibus langkat, 10 April. 39

(58)

Alat-alat yang dipakai untuk mengirik padi

Peralatan yang dipakai dalam kegiatan mengirik padi menurut informan yang penulis

wawancarai adalah sebagai berikut :

1. Tikar

Menurut pandangan informan bernama warjiman tikar digunakan sebagai wadah

untuk meletakkan tangkai padi agar padi mudah untuk dikumpulkan. Menurut beliau benda

ini juga merupakan suatu bentuk kreativitas masyarakat disana karena mereka sendiri yang

membuatnya dan juga bagian dari alam yang ada di sekitar mereka. Hal tersebutlah yang

menunjukkan bahwa masyarakat di sana sangat kreatif dan mampu menjual ataupun

mempromosikan hasil-hasil kerajinan tangan mereka yang bisa mengangkat nama daerah

yang ada disana.40

2. Tampi

Menurut pandangan informan bernama Anto tampi dipergunakan untuk memindahkan

bulir-bulir padi yang sudah terlepas dari tangkainya ke dalam karung atau goni. Menurut

beliau benda ini juga sama seperti tikar sama-sama bagian kreativitas masyarakat yang disana

karena hasil kerajinan tangan mereka sendiri yang membuatnya dan berasal dari alam yang

ada di sekitar mereka. Hal tersebutlah yang menunjukkan bahwa masyarakat disana sangat

kreatif dan bisa mempromosikan hasil kreativitas meraka yang bisa menggangkat nama

daerah yang ada di sana,41

40

(59)

3. Lesung

Menurut pandangan informan bernama itok lesung merupakan alat yang digunakan

para pemudi yang mengemping untuk menumbuk padi yang akan dijadikan emping. Menurut

beliau benda ini terbuat dari kayu yang berbentuk seperti perahu berukuran kecil dengan

panjang sekitar 2 meter, lebar o,5 meter dan kedalaman sekitar 40 cm. Lesung terbuat dari

kayu yang kuat menunjukkan bahwa masyarakat disana kuat dalam segi agama,

kebersamaan, tolong menolong seperti yang dilakukan pada Tradisi Ahoi.42

4. Kompor dan alat masak

Menurut pandangan informan bernama Anto, alat ini digunakan untuk menggonseng

emping agar emping dapat dikonsumsi oleh para pengerik dan pengemping. Menurut beliau

benda-benda ini merupakan hal yang penting di dalam suatu kebutuhan masyarakat sama hal

nya seperti hubungan bermasyarakat yang saling membutuhkan satu sama lain.43

Adapun fungsi dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pantun Ahoi sebagai

berikut :

a. Fungsi pengungkapan Emosional

Ahoi ini dinyanyikan sebagai ungkapan syukur atas hasil panen yang melimpah dan

dengan melimpahnya hasil panen mereka dapat berbagi kebahagiaan dengan cara mengirik

dan menikmati hasil secara bersama-sama. Hal tersebut dapat dilihat dari salah satu teks

yang dinyanyikan dari Ahoi, yaitu :

Ambil upih tampungkan hujan, Daun ubi di ikat ikat,

42

(60)

E...wak ahoooiii....ahooooiii.. Terima kasih kepada Tuhan Tahun ini bisa berzakat E...wak ahooiii....ahooooiii...

Lirik yang dituliskan di atas dapat diartikan para pengerik dan pengemping bernyanyi

untuk menyenangkan hati walaupun badan letih. Karena bagi mereka, jika hati gembira maka

segala pekerjaan yang dikerjakan pasti akan terasa menjadi lebih ringan.

b. Fungsi Komunikasi

Ahoi merupakan salah satu sarana komunikasi di antara masyarakat Melayu Langkat

di Secanggang pada waktu itu. Komunikasi tersebut salah satunya adalah komunikasi di

antara pemuda dan pemudi selama kegiatan mengirik berlangsung. Berikut teks yang isinya

sebagai komunikasi antara pemuda dan pemudi dalam kegiatan mengirik padi :

Kalau tuan mempunyai sapi Enak dimasak denganlah rebung E...wak ahooooiii... ahoooiii Hati-hati menghembus apai Jangan sampai terbakar hidung E....wak ahooooiii....ahoooiii....

Teks di atas mengandung makna bahwa si pemuda menyatakan agar para wanita yang

sedang mengemping hati-hati ketika menghembus api untuk menggonseng padi, agar jangan

sampai hidung mereka jangan menjadi hitam karena terkena asap. Kemudian teks tersebut di

balas para wanita sebagai berikut :

(61)

E...wak...ahooooiii....ahoooooiii. Biarlah terbakar hidung

Asal sampai hajat di hati

E....wak....ahooooiii...ahooooiii.

Teks tersebut mengandung makna bahwa para wanita menyatakan bahwa mereka

tidak memiliki masalah jika hidung mereka sampai menghitam karena terkena asap

pembakaran. Mereka sudah sangat senang apabila maksud dan tujuan mereka kepada para

pengirik tersampaikan.

Dari dua teks di atas kita dapat melihat bahwa ada hubungan komunikasi di antara

para pengirik dan pengemping.

c. Fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial

Ahoi merupakan salah satu nyanyian yang memiliki fungsi sebagai sarana untuk

mensosialisasikan norma-norma sosial yang terkandung di dalam kebudayan Melayu. Hal

tersebutt dapat dilihat dari contoh teks nyanyian berikut :

Asal atap darilah rumbia Lalu semat denganlah bemban E...wak...ahoooiii...ahoooiiii. E...wak...ahooiii...ahooooiiiii Akal tetap jadikan panglima Biarkan nafsu jadi tawanan E...wak...ahoooiiiii...ahoooiii.

Teks tersebut mengandung makna bahwa sebagai seorang Melayu yang baik

(62)

sesuatunya, dan hendaklah kita mengesampingkan keinginan nafsu kita. Karena, jika manusia

bertindak hanya berdasarkan nafsu belaka maka hanya kehancuranlah yang akan di dapat.

d. Fungsi kesinambungan kebudayaan

Fungsi ahoi dalam proses ini mengarah kepada bagaimana nyanyian Ahoi memiliki

peran sebagai salah satu sarana untuk menjaga kesinambungan kebudayaan Melayu. Hal ini

dapat dilihat dari teks nyanyian berikut :

Pohon duku kayu nya keras Pohon langsat buahnya lima, E....wak...ahoooiiii...ahooiii Jika Melayu sudahlah bungkas

Maka terangkat lah marwah nya bangsa E...wak..ahoooiii...ahoooiii.

Marilah gelar menggelar tikar Untuk tempat mengirik padi E...wak...ahoooiii..ahoooiii. Biarlah zaman terus berputar Takkan Melayu hilang di bumi E...wak...ahoooiiii..ahoooiii.

Teks pertama menceritakan tentang keberadaan kebudayaan Melayu ditengah

kehidupan masyarakat. Ada keinginan untuk mengangkat kebudayaan Melayu menjadi

sebuah kebudayaan yang memiliki marwah yang tinggi. Hal itu dapat berarti pula ada

keinginan untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan Melayu sehingga menjadi lebih baik

(63)

Teks kedua terdapat pesan dan keinginan agar kebudayaan Melayu dapat bertahan di

tengah perkembangan kebudayaan dunia.

e.Fungsi pengintegrasian Masyrakat

Ahoi sebagai salah satu sarana pemersatu bangsa dapat terlihat dari kebersamaan

masyarakat Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang dalam mengirik padi. Kegiatan

mengirik padi tidak akan bisa dikerjakan oleh satu orang saja, melainkan harus dilakukan

secara beramai-ramai dengan sistem gotong-royong. Dengan mengirik sambil bernyanyi, para

pengirik menjadi lebih bersemangat dan menimbulkan kekompakan dalam mengirik sehingga

pekerjaan dapat selesai pada waktu yang diharapkan. Dalam hal ini tidak ada jarak di anatara

(64)

BAB VI

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan pada uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, penulis

akan membuat kesimpulan dari pembahasan dan hasil penelitian yang telah penulis lakukan.

Ahoi merupakan sebuah nyanyian pada saat kegiatan mengirik padi dilakukan dan

disajikan para pemuda-pemudi yang diwakili oleh pengirik dari kaum laki-laki, dan

pengemping dari kaum perempuan.

Dari 20 kuesioner yang telah di bagikan peneliti dari beberapa lapisan masyarakat

yang dilihat dari jenis kelamin,umur,tingkat pendidikan, pekerjaan, suku dan lamanya tinggal

di daerah tersebut, masyarakat tidak semua mengetahui tentang Tradisi Ahoi khusus nya di

kalangan pelajar sekolah menangah pertama dan sekolah menengah atas di karenakan

kurangnya pengetahuan akan tradisi ini dari orang tua mereka.

Tradisi ini dahulunya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat disana,

tetapi untuk sekarang ini Tradisi Ahoi hanya diketahui dan diingat oleh masyarakat dan sudah

tidak berpengaruh lagi bagi kehidupan masyarakat disana di karenakan telah masuknya

alat-alat teknologi canggih yang dapat mempermudah dalam hal pertanian khususnya. Oleh sebab

itu, masyarakat sudah tidak menggunakan tradisi ini lagi.

Dalam pelaksanaan Ahoi ini, biasanya dilakukan pada saat musim panen padi tiba

yang ada di daerah tersebut. Masyrakatnya menyebutnya Pesta Panen Padi, tetapi tradisi ini

sudah tidak pernah lagi dilakukan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dahulunya

masyarakat menggunakan kerbau untuk membajak sawah sekarang sudah menggunakan alat

(65)

Proses pemanen padi dilakukan oleh masyarakat secara bergotong royong, dari satu

lahan pertanian kelahan pertanian yang lain. Kemudian, padi yang sudah dianggap kering

dipindahkan ketempat mengerik. Disinilah pemilik padi mengundang para pemuda-pemudi

desa untuk sama-sama bergotong royong mengirik padi dan sambil menyanyikan lagu Ahoi

pada saat pemuda desa telah berkumpul.

Oleh sebab itu lah, hubungan antara masyarakat dan kebudayaan berkaitan erat yang

berdasarkan fungsi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya seperti : fungsi

pengungkapan emosional,komunikasi,kesinambungan kebudayaan, norma-norma sosial dan

pengintegrasian masyarakat.

6.2 SARAN

Melayu adalah salah satu suku yang ada di nusantara yang sejak dahulu kaya dengan

aktifitas budayanya. Aktifitas tersebut dapat dilihat mulai dari kehidupan, mata pencaharian,

dna lain-lain. Akan tetapi, dengan adanya pengaruh dari budaya barat atau masuknya

teknologi menyebabkan sebagian nilai-nilai budaya tersebut hilang.

Dalam tulisan ini penulis mempunyai beberapa saran kepada pembaca, agar nyanyian

ahoi ini dapat dipertahankan eksistensinya meskipun kegiatan mengirik padi tidak dilakukan

lagi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengalih-fungsikan ahoi dari sebuah kesenian

pengiring kerja menjadi sebuah seni pertunjukan. Ahoi merupakan salah satu kekayaan

budaya yang harus dijadikan milik bersama, sehingga setiap kebudayaan etnis yang ada di

(66)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian yang Relevan

Dalam kajian ini penulis mengambil beberapa rujukan buku yang berkaitan dengan

penelitian ini. Adapun buku yang saya gunakan sebagai rujukan adalah sebagai berikut :

“Nilai-nilai Budaya dalam Susatra Daerah Sulawesi Selatan” (Muhammad Sikki dkk,

1991) dalam buku ini penulis mengkaji tentang nilai-nilai budaya yang ada di sulawesi

selatan dan melakukan pembinaan secara langsung maupun tidak langsung. Pembinaan

secara langsung dilakukan dengan cara menginventarisasi dan mendokumentasi sejumlah

sastra lisan yang masih tersebar luas di kalangan masyarakat. Pembinaan secara tidak

langsung biasa terwujud dalam upacara-upacara adat atau dalam waktu senggang yang pada

saat itu susastra biasa diperdengarkan. Menurut Sikki aspek-aspek budaya dalam susastra

daerah Sulawesi selatan belum diteliti secara menyuluruh, oleh sebab itu beliau mengakaji

Nilai-nilai Budaya yang ada di Daerah Sulawesi Selatan.5

Kemudian Titus Pekei dkk (2013) dalam bukunya yang berjudul “ Menggali Nilai

Budaya Tradisi Lisan Dari Papua” dalam buku ini penulis membahas tentang sastra lisan atau

cerita rakyat yang ada di suku MEE dan menggali nilai-nilai budaya tradisi lisan suku MEE,

yang bertujuan untuk menggali nilai budaya lisan agar pemerintah pusat di daerah tersebut

mengetahui dan terutama masyarakat disana dan berusaha untuk menggali dalam usaha

5

Drs. Muhammad Sikki, dkk dalam buku ( Niali-nilai Budaya Dalam Susatra Daerah Sulawesi Selatan,1991 :

(67)

memberantas kemiskinan dan pemiskinan nilai budaya lisan kedepan, mengangkat

nilai-nilai budaya lisan, dan menyampaikan kepada generasi penerus.6

Sedangkan kajian penulis berbeda dengan kajian di atas, yaitu Nilai-nilai Budaya

Masyarakat Melayu Secanggang Pada Tradisi Ahoi: Kajian Antopologi Sastra. Dalam kajian

ini penulis mengkaji tentang bagaimana proses penyajian ataupun pelaksanaan dalam Tradisi

Ahoi maupun fungsi dan tujuan tradisi ini. Penulis juga melakukan orientasi tentang

nilai-nilai budaya masyarakat disana. Mengapa penulis mengkaji ini karena kurangnya

pemahaman generasi penerus tentang tradisi ini dan juga ingin menggali dan mengangkat

nilai-nilai budaya yang ada di dalamnya.

2.2 Kosmologi Masyarakat Melayu Langkat-Secanggang

Kosmologi merupakan ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah alam semesta

berskala besar. Secara khusus, ilmu ini berhubungan dengan asal mula dan evolusi dari suatu

subjek.7

Kosmologi masyarakat Kabupaten Langkat merupakan masyarakat multi etnis yang

beradab,rukun dan mufakat mejunjung tinggi adat istiadat dan budaya Melayu, taat beragama

dan menjujung tinggi nilai kemanusiaan.

Sistem kepercayaan masyarakat Melayu Langkat-Secanggang mayoritas menganut

agama Islam dan dalam sistem kehidupan masyarakatnya semua menyerap dari nilai-nilai

Islam.

6

Titus Pekei, dkk dalam buku ( Menggali Nilai Budaya Tradisi Lisan dari Papua: kajian Cerita Rakyat Suku

MEE,2013:22-23)

(68)

2.2.1 Letak Geografi dan Sejarah Singkat

a. Letak geografi daerah kabupaten Langkat terletak pada3o14’ dan 4o13’ lintang utara, serta 93o51’ dan 98o45’ Bujur Timur dengan batas-batas sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatas dengan selat Malaka dan Prop. D.I.Aceh

2. Sebelah Selatan berbatas dengan Dati II Karo.

3. Sebelah Timur berbatas dengan Dati II Deli Serdang

4. Sebelah Barat berbatas dengan Dati D.I Aceh (Aceh Tengah)

b.Wilayah Kabupaten Langkat terletak antara : 3o 14` 00" - 4o 13` 00" Lintang Utara 97o 52` 00" - 98o 45` 00" Bujur Timur. Luas areal : 6.263,29 Km2 (626.326 Ha)

Letak di atas permukaan laut :

1. Kec. Babalan : 4 meter

2. Kec. Tanjung Pura : 4 meter

3. Kec. Binjai : 28 meter

4. Kec. Selesai : 30 meter

5. Kec. Salapian : 100 meter

6. Kec. Bahorok : 105 meter

Batas-batas :

1. Utara : Kabupaten Aceh Tamiang dan Sela Malaka

2. Timur : Kabupaten Deli Serdang

3. Selatan : Kabupaten Karo

(69)

c. Luas daerah menurut kecamatan :

No. Kecamatan Luas (Km2) Rasio terhadap Total (%)

1 Bahorok 884,79 14,13

2 Serapit 96,27 1,54

3 Salapian 280,78 4.48

4 Kutambaru 182,02 2,91

5 Sei. Bingei 331,75 5,30

6 Kuala 188,23 3,01

7 Selesai 148,60 2,37

8 Binjai 48,60 0,78

9 Stabat 85,25 1,36

10 Wampu 203,21 3,24

11 Batang Serangan 993,04 15,85

12 Sawit Seberang 264,06 4,22

13 Padang Tualang 281,38 4,49

14 Hinai 112,98 1,80

15 Secanggang 243,78 3,89

16 Tanjung Pura 165.78 2,65

17 Gebang 186,74 2,98

18 Babalan 110,99 1,77

19 Sei. Lepan 440,54 7,03

20 Brandan Barat 71,53 1,14

21 Besitang 557,67 8,90

(70)

23 Pematang Jaya 197,15 3,15

Jumlah 6263,29 100,00

d. Wilayah Kabupaten Langkat meliputi:

 Kawasan hutan lindung seluas +- 266.232 Ha (42,51 %) dan kawasan lahan budidaya

seluas +- 360.097 Ha (57,49 %).

 Kawasan hutan lindung terdiri dari kawasan pelestarian alam Taman Nasional

Gunung Leuser (TNGL) seluas +- 213.985 Ha.

 Kawasan Timur Laut seluas +- 9.520 Ha.

 Kawasan Penyangga seluas +- 7.600 Ha.

 Kawasan Hutan Bakau seluas +- 20.200 Ha dan kawasan lainnya +- 14.927 Ha.

e. Penduduk

Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk tahun 2000, penduduk kabupaten Langkat

berjumlah 902.986 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,14 persen pada periode

1990-2000 dan kepadatan penduduk sebesar 144,17 jiwa per km2. sedangkan tahun 1990 adalah sebesar 1,07 persen.8

8

(71)

F. Sejarah singkat Kabupaten Langkat

a. Masa Pemerintahan Belanda dan Jepang

Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan

kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang disebut Residen dan

berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang

mendampingi Sultan Langkat di bidang orang-orang asing saja sedangkan bagi orang-orang

asli (pribumi) berada di tangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat

berturut-turut dijabat oleh :

1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892

2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927

3. Sultan Mahmud 1927-1945/46

Di bawah pemerintahan kesultanan dan assisten Residen struktur pemerintahan disebut

LUHAK dan di bawah luhak disebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang

disebut Penghulu Balai (Raja kecil Karo) yang berada di desa. Pemerintahan luhak dipimpin

seorang Pangeran, pemerintahan kejuruan dipimpin seorang Datuk, pemerintahan distrik

dipimpin seorang kepala distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruan/datuk harus dipegang

oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja di daerahnya.

Pemerintahan Kesultanan di Langkat dibagi atas 3 (tiga) kepala Luhak

1. Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T. Pangeran Adil.

Wilayah ini terdiri dari 3 kejuruan dan 2 distrik yaitu :

o Kejuruan Selesai

(72)

o Kejuruan Sei Bingai

o Distrik Kwala

o Distrik Salapian

2. Luhak Langkat Hilir, yang berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran

Tengku Jambak/T. Pangeran Ahmad. Wilayah ini mempunyai 2 kejuruan dan 4 distrik

yaitu :

o Kejuruan Stabat

o Kejuruan Bingei

o Distrik Secanggang

o Distrik Padang Tualang

o Distrik Cempa

o Distrik Pantai Cermin

3. Luhak Teluk Haru, berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh Pangeran

Tumenggung (Tengku Djakfar). Wilayah ini terdiri dari satu kejuruan dan dua distrik.

o Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji.

o Distrik Pulau Kampai

o Distrik Sei Lepan

Awal 1942, kekuasaan pemerintah kolonial Belanda beralih ke pemerintahan Jepang,

namun sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan, hanya sebutan keresidenan berubah

menjadi SYU, yang dipimpin oleh Syucokan. Afdeling diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh

Bunsyuco kekuasaan Jepang ini berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan

(73)

b. Masa Kemerdekaan

Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang

gubernur yaitu Mr. T. M. Hasan, sedangkan kabupaten Langkat tetap dengan status

keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh Tengku

Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati.

Pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer Belanda I, dan II, dan kabupaten Langkat

terbagi dua, yaitu Pemerintahan Negara Sumatera Timur (NST) yang berkedudukan di Binjai

dengan kepala Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang berkedudukan di Pangkalan Berandan, dipimpin oleh Tengku Ubaidulah. Berdasarkan

PP No. 7 Tahun 1956 secara administratif kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang

berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan kepala daerahnya (Bupati) Netap Bukit.

Mengingat luas kabupaten Langkat, maka kabupaten Langkat dibagi menjadi 3 (tiga)

kewedanan yaitu :

1. Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai

2. Kewedanan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura

3. Kewedanan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan.

Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas administrasi

pemerintahan langsung dibawah bupati serta assiten wedana (camat) sebagai perangkat akhir.

Pada tahun 1965-1966 jabatan bupati kdh. Tingkat II Langkat dipegang oleh seorang Care

Taher (Pak Wongso) dan selanjutnya oleh Sutikno yang pada waktu itu sebagai Dan Dim

0202 Langkat. Dan secara berturut-turut jabatan bupati kdh. Tingkat II Langkat dijabat oleh:

(74)

2. HM. Iscad Idris 1974 – 1979 3. R. Mulyadi 1979 – 1984

4. H. Marzuki Erman 1984 – 1989 5. H. Zulfirman Siregar 1989 – 1994

6. Drs. H. Zulkifli Harahap 1994 – 1998

7. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 3-9-1998 s/d 20-2-1999

8. H. Syamsul Arifin, SE 1999-2009

9. Ngogesa Sitepu : 2009 s/d sekarang

Untuk melaksanakan pembangunan yang merata, kabupaten Langkat dibagi atas 3 wilayah

pembangunan.

1. Wilayah pembangunan I (Langkat Hulu) meliputi

o Kecamatan Bahorok dengan 19 desa

o Kecamatan Salapian dengan 22 desa

o Kecamatan Kuala dengan 16 desa

o Kecamatan Selesai dengan 13 desa

o Kecamatan Binjai dengan 7 desa

o Kecamatan Sei Bingai 15 desa

2. Wilayah pembangunan II (Langkat Hilir) meliput

o Kecamatan Stabat dengan 18 desa dan 1 kelurahan

o Kecamatan Secanggang dengan 14 Desa

o Kecamatan Hinai dengan 12 desa

o Kecamatan Padang Tualang dengan 18 desa

o Kecamatan Tanjung Pura dengan 15 desa dan 1 kelurahan

Gambar

Gambar Alat-alat Yang Dipakai Untuk Mengirik Padi
Gambar Makanan dan Jenis Tumbuhan
Gambar Mengirik Padi dan Mengemping Padi

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan tentang representasi tradisi berahoi pada masyarakat Melayu Langkat Sumatera Utara dimaksudkan untuk mengangkat kembali budaya lokal yang bercorak

Penelitian ini berjudul Jati Diri Masyarakat Melayu Serdang Dalam Tradisi Beladiri Silat Lintau Di Kedatukan Batang Kuis penelitian menggunakan metode yang

Secara defenitif, antropologi sastra adalah studi mengenai karya sastra dengan relevansi manusia (anthropos) dengan melihat pembagian antropologi menjadi dua macam,

Kesusastraan lisan atau disebut juga sastra tradisi masyarakat Melayu,.. khususnya yang berdomisili di Pesisir Timur-langkat juga dipertuturkan untuk

Penelitian dalam skripsi ini berjudul “Antropologi Sastra dan Nilai Pendidikan Karakter dalam Cerita Rakyat Tanjungsari di Desa Dlimas Kabupaten Klaten

Riris Mar’atun Sholekhah. “Pewarisan Nilai-nilai Budaya Jawa dalam Novel Pasar Karya Kuntowijoyo: Pendekatan Antropologi Sastra”. Skripsi Jurusan/Program Studi Pendidikan

” Sinandong sebagai salah satu produk sastra lisan yang merupakan bagian dari tradisi lisan orang Melayu, hidup di dalam masyarakat Melayu di Tanjungbalai.. Sinandong ini

menggunakan metode penelitian pendekatan kualitatif naturalistik, yaitu penelitian yang melakukan interaksi dengan subjek atau responden yang diteliti dengan kondisi