LAMPIRAN I
A. LATAR BELAKANG RESPONDEN
1. Umur
1. 15 – 19 tahun 2. 20 – 29 tahun 3. 30 – 39 tahun 4. 50 – 59 tahun 5. 60 tahun ke atas
2. Jenis Kelamin
1. Laki-laki
2. Perempuan
3. Tingkat Pendidikan
1. Tidak bersekolah
2. Sekolah Dasar
3. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
4. Sekolah menengah atas (SMA)
5. Universitas
Daftar pertanyaan penelitian skripsi
Nilai-nilai Budaya masyarakat Melayu Secanggang pada Tradisi Ahoi
4. Suku/ Etnik
1. Melayu
2. Jawa
3. Batak
4. Cina
5. Lain-lain
5. Pekerjaan
1. Petani
2. Nelayan
3. Buruh
4. Pedagang
5. Pegawai Negri
6. Lain-lain
6. Sudah berapa lama tinggal disini
1. < 2 tahun
2. 3-4 tahun
3. 5-6 tahun
4. 7-8 tahun
5. 9 tahun ke atas
6. Sejak lahir
B. UPACARA TRADISI AHOI
1. Ya
2. Tidak
3. Ragu-ragu
(Jika ya, teruskan dengan pertanyaan selanjutnya 8-11)
8. Sudah berapa kali anda mengikuti upacara tradisi Ahoi
1. 1- 3 kali
2. 4 – 6 kali
3. Setiap dilaksanakan/ diselenggarakan
4. Tidak pernah
9. Kapan terakhir kali anda mengikuti upacara tradisi Ahoi
1. 4 tahun yang lalu
2. 3 tahun yang lalu
3. 2 tahun yang lalu
4. 1 tahun yang lalu
5. 1 bulan yang lalu
6. 1 minggu yang lalu
10. Dimanakah terakhir kali anda mengikuti upacara tradisi Ahoi
1. Di Langkat
2. Di Deli
3. Di Serdang
4. Di Tanjung Balai
5. Di Asahan
11. Apakah anda berminat untuk terlibat langsung dalam upacara tradisi Ahoi
1. Sangat berminat
2. Berminat
3. Kurang berminat
4. Tidak berminat
12. Dari siapa anda mengetahui tentang Upacara tradisi Ahoi
1. Keluarga (ayah, ibu, kakak, kakek, nenek dan uwak)
2. Tokoh masyarakat (ketua adat, ustad dan pawang)
3. Guru di sekolah
4. Sahabat dan tetangga
13. Apakah anda memiliki pengetahuan/ pembelajaran yang khusus tentang tradisi Ahoi
1. Ya
2. Tidak
3. Ragu-ragu
C. PERSEPSI PERIHAL HAKIKAT HIDUP
14. Apakah tradisi Ahoi berkaitan dengan kehidupan anda
1. Ya
2. Tidak
3. Ragu-ragu
15. Apakah tradisi Ahoi digunakan bagi menghadapi cabaran ataupun kepahitan dalam
1. Ya
2. Tidak
3. Ragu-ragu
16. Apakah anda masih mengikiuti tradisi Ahoi
1. Ya
2. Tidak
3. Ragu-ragu
17. Apakah tradisi Ahoi berkaitan dengan keridho’an Allah
1. Ya
2. Tidak
3. Ragu-ragu
18. Apakah tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan ke arah yang lebih baik
1. Ya
2. Tidak
3. Ragu-ragu
19. Apakah tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan ke arah yang lebih buruk
1. Ya
2. Tidak
3. Ragu-ragu
20. Apakah tradisi Ahoi berkaitan dengan kegigihan, kecekapan dan kedinamisan diri
1. Ya
2. Tidak
D. PERSEPSI PERIHAL HAKIKAT KERJA
21. Dalam menjalankan aktivitis menggunakan akal, pikiran pintar dan cekap
1. Sangat Setuju
2. Setuju
3. Kurang Setuju
4. Sangat tidak setuju
22. Dalam menjalankan aktivitas berkemahiran dalam bidang yang ditekuni
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
23. Dalam menjalankan aktivitas harian bijaksana dalam bertindak balas terhadap isu dan
fenomena yang berlaku
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
24. Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari seharusnya memahami dan mengetahuai sistem
pemerintahan, keterampilan organisasi dan adat yang berlaku
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
1. Sanagat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
26. Diperlukan berkelakuan baik, keluarga maupun kerabat
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
27. Diperlukan berkelakuan dan berstatus sosial yang baik
1. Sangat Setuju
2. Setuju
3. Kurang Setuju
4. Sangat tidak setuju
28. Menjalankan aktivitas diperlukan Pawang
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang Setuju
4. Sangat tidak setuju
29. Apakah tradisi Ahoi berhubungan dengan amal dan ketakwaan
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
31. Apakah tradisi Ahoi tidak memiliki pengaruh terhadap aktivitas sehari-hari
1. Sangat setuju
2. Setuju
3.Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
32. Apakah tradisi Ahoi dapat menambah etos kerja
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
33. Apakah tradisi Ahoi berhubungan dengan kemuliaan fisik dan mental
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
E. PERSEPSI PERIHAL WAKTU
34. Penggunaan tradisi Ahoi masih relevan dengan zaman sekarang
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
35. Banyak aktivitas masyarakat yang melibatkan tradisi Ahoi
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
36. Tradisi Ahoi diwariskan dari nenek moyang
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
37. Tradisi Ahoi masih kekal sepanjang zaman
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
F. PERSEPSI TERHADAP ALAM
38. Apakah kedahsyatan bencana alam merupakan cerminan dari perilaku
manusia/masyarakat
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
39. Fenomena alam terjadi karena kurangnya kepercayaan kepada yang maha kuasa
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
40. Apakah ada peranan kekuatan mahluk halus terhadap fenomena alam
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
41. Apakah tradisi Ahoi menjaga keseimbangan di antara mahluk dengan alam
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
42. Apakah tradisi Ahoi berhubungan dengan kejadian alam yang ada di sekitar
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
43. Apakah tradisi Ahoi dapat mengurangi bencana alam
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
44. Apakah tradisi Ahoi dapat menghindari marabahaya
1. Sangat setuju
2 . Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
G. PERSEPSI HAKIKAT HUBUNGAN SESAMA MANUSIA
45. Apakah tidak semestinya masyarakat saling berinteraksi
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
46. Apakah upacara adat perlu digunakan untuk keharmonian sesama
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
47. Apakah tradisi Ahoi berperan untuk keharmonian sesama
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
49. Apakah kedudukan tradisi Ahoi sama dengan media teknologi
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
50. Apakah tradisi Ahoi melalui adat dan pengucapan individu dapat mengeratkan sesama
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
51. Apakah tradisi Ahoi dapat mewujudkan kebersamaan sesama makhluk
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
52. Apakah tradisi Ahoi diperlukan untuk mewujudkan rasa keharmonian sesama mahluk
ciptaan Allah
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Kurang setuju
53. Apakah tradisi Ahoi tidak diperlukan lagi dalam mempersatukan pemikiran
1. Sangat setuju
2. Setujus
3. Kurang setuju
4. Sangat tidak setuju
LAMPIRAN II
Gambar Alat-alat Yang Dipakai Untuk Mengirik Padi
1. Tikar
3. Lesung
Gambar Makanan dan Jenis Tumbuhan
1. Lemang
3. Gula pasir (putih)
5. Emping
7. Padi
Gambar Mengirik Padi dan Mengemping Padi
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta, Rineka Cipta
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Leon, dan
Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo.
Haleluya Ucok. Ahoi Mengirik Padi Pada Masyarakat Melayu Daerah Batang Kuis,
Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
Hadari Nawawi. 1993. Hakekat Manusia Menurut Islam. Surabaya :Al-Ikhlas.
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Koentjaraningrat (1987:85) dalam skripsi Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan
Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun,
2008.USU e-Repository © 2008.
Kridalaksana, Harimurti. (2011). Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama.
Margono. 2007. Metologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK. Jakarta , PT. Rineka
Cipta.
Mulyana (2005:21). Kajian Wacana. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Pekei Titus, dkk. 2013. Menggali Nilai Budaya Tradisi Lisan dari Papua: Kajian Cerita
Rakyat Suku MEE. Jakarta, Direktorat Sejarah Dan Nilai Budaya Kementrian Pendidikan Dan
Kebudayaan.
Rachman. 2004. Studi Penelitian Observasi. Bandung, IPB PRESS.
Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Antropologi Sastra : Peranan Unsur-unsur Kebudayaan
Dalam Proses Kreatif. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra : dan
Riduwan. 2004. Metode Riset. Jakarta, Rineka Cipta
Sikana, Mana. 2008. Teori Sastera Kontemporari. Selangor: Pustaka Karya.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D,
Bandung. Alfabeta.
Sumber : BPS Kab. Langkat 2009
Sumardjo dan saini (1988:3). Studi dan Pengkajian Sastra(Perkenalan Awal terhadap Ilmu
sastra) karangan Alfian Rokhmansyah, S.s, M.Hum
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cetakan ke-17. Bandung: Alfabeta.
Syaifuddin Wan, Sinar Tengku Lukaman. 2005. Kebudayaan Sumatera Timur, Medan. USU
PRESS.
Syaifuddin Wan, 2005 dalam tulisan Mantera Dan Upacara Ritual Masyarakat Melayu
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara untuk mencari fakta-fakta ataupun kebenaran
dengan cara mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Menyatakan bahwa metode penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk
mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan
dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk
memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah. Dalam hal ini menyimpulakan
metode penelitian merupakan suatu proses mencari suatu kebenaran dengan cara
mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan sehingga dapat digunakan untuk
suatu tujuan tertentu.22
Dengan demikian penelitian ini menggunakan Pendekatan Kualitatif Naturalistik,
yaitu penelitian yang melakukan interaksi dengan subjek atau responden yang diteliti dengan
kondisi apa adanya dan tidak di rekayasa agar data diperoleh merupakan fenomena yang asli
dan alamiah (natural). Pendakatan Kualitatif Naturalistik menggunakan teknik pengumpulan
data seperti observasi kuesioner (angket) dan dokumentasi.
22
3.2 Sumber Data
Sumber data penelitian terdiri dari data primer dan skunder. Data primer yaitu :
sumber data manusia yaitu masyarkat yang bermukim di Desa Tanjung Ibus kecamatan
Secanggang. Kedua, sumber data berupa suasana mencakup kehidupan sehari-hari, balai
masyarakat, interaksi antara masyarakat sekitar dan tempat berkumpul/kerumunan yang
berpotensi akan informasi tenntang penelitian.
Data skunder terdiri dari : pertama, hasil penelitian dan tugas akhir mahasiswa, kedua
buku yang diterbitkan dan berkaitan dengan objek penelitian.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh
peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan
dipermudah olehnya. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pengumpulan data dan
instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk meneliti dan mengumpulkan data
dan disajikan dalam bentuk sistematis guna memecahkan atau menguji suatu hipotesis.23
Sugiono (2007 : 26), menyebutkan peneliti dapat menjadi instrumen penelitian jika
memiliki wawasan yang luas tentang yang diteliti dan mampu pula menciptakan rapport
kepada setiap orang yang ada pada konteks sosial yang diteliti. Sugiono juga menyatakan
peneliti juga dapat memilih cara memperoleh kejelasan data atau objek penelitian dengan
caranya sendiri, seperti membuat daftar tanya. Namun, dalam menafsir jawaban harus
berorientasi kepada kejujuran dan keilmuwannya. Artinya, dengan membuat daftar tanya
bukan mengacu pada penelitian kuantitatif. Melainkan hanya untuk membuat opini dari
informasi yang diperoleh melalui taburan jawaban.
23
Selain itu, cara lain dapat juga dilakukan dengan menciptakan sesuatu untuk
membangun hubungan yang akrab dengan setiap orang yang ada pada konteks sosial. Dalam
penelitian ini peneliti di samping menciptakan hubungan yang akrab juga menyediakan daftar
tanya kepada masyarakat yang dianggap mempunyai pemahaman terhadap objek kajian.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini diperlukannya teknik ini sesuai dengan tujuannya teknik ini
digunakan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, lalu pengumpulan data dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
3.4.1. Teknik Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan
pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang
dilakukan.24
Teknik observasi digunakan untuk melihat dan mengamati perubahan
fenomena-fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan perubahan
atas penilaian tersebut, bagi observaser untuk melihat objek peristiwa tertentu, sehingga
mampu memisahkan antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan.25
Peneliti menggunakan teknik observasi baik langsung maupun yang tidak langsung
yang didasari beberapa alasan sebagai berikut:
1. Banyak gejala yang dapat diselidiki dengan observasi sehingga hasilnya akurat sulit
dibantah.
2. Banyak objek yang hanya bersedia diambil datanya dengan cara observasi.
24
Riduwan. 2004. Metode Riset. Jakarta : Rineka Cipta 25
3. Kejadian yang sama hanya dapat diamati dan dicatat secara sama pula dengan
memperbanyak observer.
4. Banyak kejadian yang dipandang kecil yang tidak dapat ditangkap oleh alat pengumpul
data yang lain, ternyata sangat menentukan hasil penelitian justru diungkap oleh observasi.26
Berkaitan dengan jenis observasi yang digunakan peneliti memilih metode observasi
langsung yaitu di Melayu Langkat kecamatan Secanggang tepatnya di Desa Tanjung Ibus,
yang menjadi fokus observasi penelitian adalah nilai-nilai budaya masyarakat Melayu
Langkat di Secanggang terhadap Tradisi Ahoi.
3.4.2. Teknik Kuesioner
Teknik ini berisi tentang beberapa pertanyaan yang akan diberikan kepada
masyarakat selaku responden. Pertanyaan-pertanyaan yang ada bertujuan dengan
memperoleh data tentang pandangan mereka terhadap Tradisi Ahoi serta penggunaanya
dalam penelitian tersebut.
3.4.3. Teknik Dokumentasi
Mengemukakan pendapatnya mengenai dokumen, dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya
monumental dari seseorang. 27
Dalam metode penelitian ini, metode dokumentasi dilakukan dengan cara peneliti
mengumpulkan data-data dalam bentuk pencatatan atau data-data tertulis yang ada di Desa
Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang.
26
Rachman,Studi Penelitian Observasi,Bandung, IPB PRESS, 2004 hal:80. 27
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model
analisis mengalir, yang meliputi tiga komponen, yaitu 1) reduksi data; 2) penyajian data; dan
3) penarikan simpulan (Verifikasi). Analisis model mengalir mempunyai tiga komponen yang
saling terjalin dengan baik, yaitu sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan pengumpulan
data. 28 Penjelasannya sebagai berikut :
3.5.1 Reduksi data
Pada tahap ini data yang diperoleh dicatat dalam uraian yang terperinci. Dan data-data
yang sudah dicatat tersebut, kemudian dilakukan penyederhanaan data. Data-data yang dipilih
hanya data yang berkaitan dengan masalah yang akan dianalisis, dalam hal ini tentang
nilai-nilai budaya masyarakat Melayu Langkat di Secanggang dalam Tradisi Ahoi.
Informasi-informasi yang mengacu pada permasalahan itulah yang menjadi data dalam penelitian ini.
3.5.2 Sajian data
Pada tahap ini, data-data yang sudah diperoleh kemudian disusun secara teratur dan
terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian dianalisis sehingga diperoleh
deskripsi tentang karakter masyarakat.
3.5.3 Penarikan kesimpulan (Verifikasi)
Pada tahap ini dibuat kesimpulan tentang hasil dan data yang diperoleh sejak awal
penelitian. Kesimpulan ini masih memerlukan adanya verifikasi (penelitian kembali tentang
kebenaran laporan) sehingga hasil yang diperoleh benar-benar sah. Beberapa komponen
28
Suwondo, 2001: 128 dalam skripsi Rendy Novrizal, S.s. Jati Diri Masyarakat Melayu Serdang Dalam
tersebut saling berkaitan dan dilakukan secara terus-menerus mulai dari awal saat penelitian
BAB IV
SIKAP MASYARAKAT TERHADAP TRADISI AHOI
Pada bab ini peneliti akan menjelaskan tentang sikap masyarakat terhadap Tradisi
Ahoi melalui persepsi hakikat kehidupan, hakikat kerja, hakikat waktu, hakikat alam, dan
hakikat manusia. Sikap ini di deskripsikan berdasarkan daftar pertanyaan yang disampaikan
dan di jawab oleh responden.
4.1 Latar Belakang Responden
Respoden atau informan merupakan penjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti
dan juga merupakan salah satu pencarian data yang dilakukan untuk kepentingan penelitian.
Adapun responden dari penelitian ini terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dilihat dari
jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, dan lamanya tinggal di daerah
tersebut. Sample kajian terdiri dari 20 sample dan jumlah soal yang diutarakan terdiri dari 54
Tingkat Pendidikan Responden
a. Tidak bersekolah
b. Sekolah dasar
c. Sekolah Menengah Pertama
d. Sekolah Menengah Atas (SMA)
d. 7-8 tahun
lapisan masyarakat yang dilihat dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan,
suku, dan lamanya tinggal di daerah tersebut, masyarakat tidak semua mengetahui tentang
masih mengikuti
berpengaruh lagi bagi kehidupan masyarakat disana di karenakan telah masuknya alat-alat
teknologi canggih yang dapat mempermudah dalam hal pertanian khususnya.Oleh sebab itu,
4.3 HAKIKAT KERJA
Soal Pilihan Jawaban
Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju
pawang
Menurut pendapat peneliti pada hakikat kerja, masyarakat disana dalam menjalankan
keterampilan organisasi dan adat yang berlaku di daerah tersebut. Dahulunya mereka sangat
bergantung pada Tradisi Ahoi sebelum masuknya alat-alat teknologi sekarang ini.
4.4 HAKIKAT WAKTU
Soal
Pilihan Jawaban
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju
1.Penggunaan
Menurut pendapat peniliti yang telah dijelaskan sedikit sebelumnya pada hakikat kerja
bahwa dahulunya tradisi ini masih berpengaruh pada aktivitas masyarakat disana karena
masih diwariskan dari nenek moyang terdahulu dan menjadi suatu kebiasaan yang sering
4.5 HAKIKAT ALAM
Soal
Pilihan Jawaban
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju
dengan alam
5. Apakah Tradisi
Ahoi berhubungan
dengan kejadian alam
yang ada di sekitar
0 13 5 2
6. Apakah Tradisi
Ahoi dapat
mengurangi bencana
alam
0 3 16 1
7. Apakah Tradisi
Ahoi dapat
menghindari
marabahaya
11 2 7 0
Menurut pendapat peneliti tentang hakikat alam yang terjadi di dalam Tradisi Ahoi ini
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang ada di daerah tersebut. Mereka masih
beranggapan bahwa fenomena-fenomena alam yang terjadi merupakan cerminan dari
perilkau manusia atau masyarakat dan Tradisi Ahoi ini masih berhubungan dengan kejadian
4.6 HAKIKAT SESAMA MANUSIA
Soal
Pilihan Jawaban
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju
pengucapan individu
Hakekat manusia menurut pandangan Islam :
a. Manusia adalah mahluk ciptaan Allah SWT.
b. Kemandirian dan kebersamaan (Individualitas dan sosialitas)
c. Manusia merupakan mahluk yang terbatas.29
29
Menurut pendapat peneliti pada hakikat hubungan sesama manusia, masyarakat
disana sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan seperti bergotong royong yang dapat
mengeratkan hubungan masyarakat disana. Seperti halnya pada saat upacara Tradisi Ahoi
dahulu dilaksanakan mereka saaling membantu satu sama lain dan menjaga keharmonisan
masyarakat disana.
Orientasi Nilai Budaya Masyarakat
Konsep Dasar Orientasi Nilai Budaya Masyarakat
Pandangan Peneliti
Hakikat hidup Pada dasar nya Tradisi
Ahoi dapat merubah
kehidupan masyarakat
Secanggang ke arah yang
lebih baik khususnya pada
saat musim panen tiba.
Peneliti menyimpulkan dari
hasil penelitian ini bahwa
Tradisi Ahoi dapat merubah
kehidupan masyarakat
Secanggang ke arah yang
lebih baik dan tidak terlepas
dari Keridho’an Allah.
Hakikat Kerja Masyarakat di daerah
memahaminya. nantinya.
Hakikat Waktu Pada saat sekarang ini
masyarakat Secanggang
Tradisi Ahoi ini sudah tidak
lagi dilakukan oleh
Hakikat Alam Masyarakat Secanggang
mempercayai bahwa
baik pula begitu juga dengan
sebaliknya.
Hakikat Sesama
Manusia
Masyarakat Secanggang
percaya bahwa Tradisi
Ahoi dapat mewujudkan
Dari 20 kuesioner yang telah di bagikan dari beberapa lapisan masyarakat yang
dilihat dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, dan lamanya tinggal di
daerah tersebut, masyarakat tidak semua mengetahui tentang Tradisi Ahoi ini khusus nya di
kalangan pelajar sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas di karenakan
kurangnya pengetahuan akan Tradisi Ahoi ini dari orang tua mereka.
Pada dasar nya Tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan masyarakat Secanggang ke
arah yang lebih baik khususnya pada saat musim panen tiba. Peneliti menyimpulkan dari
hasil penelitian ini bahwa Tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan masyarakat Secanggang ke
arah yang lebih baik dan tidak terlepas dari Keridho’an Allah.
Pada hakikat kerja, masyarakat disana dalam menjalankan aktivitas sehari-hari
mereka harus memahami dan mengetahui sistem pemerintahan , keterampilan organisasi dan
adat yang berlaku di daerah tersebut. Dahulunya mereka sangat bergantung pada Tradisi
Ahoi sebelum masuknya alat-alat teknologi sekarang ini. Masyarakat di daerah Secanggang
dalam menjalankan aktivitas hariannya mereka memiliki kemahiran dalam bidang yang
meraka tekuni misalnya menanam padi mereka harus benar-benar memahaminya. Peneliti
menyimpulkan bahwa masyarakat Secanggang memiliki kemahiran dalam bidang yang
mereka tekuni masing-masing karena dengan begitu mereka akan mendapatkan hasil yang
memuaskan nantinya.
Telah dijelaskan sedikit sebelumnya pada hakikat kerja bahwa dahulunya tradisi ini
masih berpengaruh pada aktivitas masyarakat disana karena masih diwariskan dari nenek
moyang terdahulu dan menjadi suatu kebiasaan yang sering mereka lakukan secara terus
menerus sebelumnya masuk nya alat-alat teknologi.Masyarakat Secanggang percaya bahwa
menyimpulkan bahwa masyarakat Secanggang dapat mewujudukkan kebersamaan dan
keharmonisan di dalam sebuah Tradisi .
Pada hakikat waktu, pada saat sekarang ini masyarakat Secanggang sudah tidak
melibatkan Tradisi Ahoi lagi pada aktivitas sehari-hari mereka. Tradisi ini juga tidak pernah
lagi dilakukan oleh masyarakat. Peneliti menyimpulkan Tradisi Ahoi ini sudah tidak lagi
dilakukan oleh masyarakat Secanggang di karenakan sudah masuk nya alat-alat teknologi
yang dapat mempermudah mereka dalam melakukan pekerjaannya khususnya pada pertanian
padi.
Pada hakikat alam, Masyarakat Secanggang mempercayai bahwa fenomena alam
yang terjadi merupakan cerminan dari perilaku manusia. Peneliti menyimpulkan bahwa
masyarakat Secanggang percaya setiap perbuatan yang baik maka akan mendapatkan hasil
yang baik pula begitu juga dengan sebaliknya.
Pada hakikat hubungan sesama manusia, masyarakat disana sangat menjunjung tinggi
nilai kebersamaan seperti bergotong royong yang dapat mengeratkan hubungan masyarakat
disana. Seperti halnya pada saat upacara Tradisi Ahoi dahulu dilaksanakan mereka saaling
membantu satu sama lain dan menjaga keharmonisan masyarakat disana.
Adapun tujuan penyajian Ahoi ditujukan kepada dua hal, pertama untuk manusia dan
kedua untuk alam. Secara kronologis, Ahoi yang ditujukan kepada manusia dimulai dengan
mengajak kerabat-kerabat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan mengirik padi sehingga
kegiatan tersebut menjadi lebih cepat selesai. Selain itu Ahoi juga mampu berfungsi sebagai
media komunikasi verbal antara para pemuda dan pemudi yang terlibat di dalam kegiatan itu.
Ahoi yang ditujukan kepada alam merujuk kepada ucapan syukur kepada alam karena
BAB V
ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN
Analisis merupakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb)
untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. 30 Adapun analisis dan pembahasan pada bab ini adalah nilai-nilai budaya pada masyarakat Melayu di Secanggang, nilai-nilai budaya
merupakan nilai yang terdiri dari konsepsi – konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian
besar warga masyarakat mengenai hal – hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang
ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu,
nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara-cara,
alat – alat, dan tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia.31
5.1 ANALISIS TEKS
Teks adalah (1) satuan bahasa terlengkap yang bersifat abstrak, (2) deretan kalimat,
kata, dan sebagainya yang membentuk ujaran, (3) ujaran yang dihasilkan dalam interaksi
manusia. Maka dapat dikatakan bahwa teks adalah satuan bahasa yang bisa berupa bahasa
tulis dan bisa juga berupa bahasa lisan yang dahasilkan dari interaksi atau komunikasi
manusia.32
Adapun teks di dalam analisi ini adalah pantun yang di sampaikan oleh muda mudi
pada saat mengerik padi di dalam Tradisi Ahoi. Berikut pantun yang disampaikan oleh
warga atau tamu yang datang kepada tuan rumah :
Ku tutuh dali baru kutebang
30 KBBI (Kamus besar bahasa Indonesia)
Ambil sebatang Hamparan Kain Assalammualikum kami yang datang Apa gerangan hajat disisni
Pantun di atas melambangkan bahwa para undangan yang datang menyampaikan
salam kepada tuan rumah dan mengatakan bahwa mereka sudah datang dan bertanya apa
yang akan dilakukan di rumah si tuan rumah.
Kemudian pantun tersebut dibalas oleh tuan rumah :
Bebirik batang berbirik
Batang bayam sandaran dulang Mengirik kita mengirik
Kokok ayam kita pe pulang
Pantun tersebut menyatakan bahwa si tuan rumah mengharapkan bantuan para tamu
untuk membantunya dalam mengirik padi hasil panen sawahnya.
Pantun yang dinyanyikan pada saat mengirik padi :
Buka batang sembarang batang Batang padi di atas pedang
Pantun tersebut menyatakan bahwa si tamu undangan datang bukan hanya untuk
menghadiri undangan saja melainkan mereka datang untuk bersuk cita dengan si tuan rumah.
Sesudah yang bernyanyi selesai menyanyikan sampiran pantunnya, pengirik lainnya
pun menyambut dengan meneriakkan “ E wak ahoi ahoi”. Kemudian si pengirik pun
mengulang bait kedua dari sampiran tersebut dan disambut lagi oleh pengirik lain dengan
sambutan “ E wak ahoi ahoi”.
Kemudian dilanjutkan lagi oleh si pengirik yang pertama bernyanyi dengan
Maek kabar tuan yang datang Mari mengirik sambil berdendang
Pantun tersebut menyatakan kabar si pengirik yang pertama dan mengajak nya untuk
sama-sama bernyanyi bersuka cita.
Nyanyian tersebut pun disambut oleh pengirik lain dengan meneriakkan “ E wak ahoi
ahoi.” Kemudian bait kedua dari isi pantun dinyanyikan kembali oleh si pengirik yang
pertama bernyanyi dan disambut lagi dengan teriakan “ E wak ahoi ahoi.”
Sambil mengemping mereka juga bernyanyi dan membalas pantun dariseorang
pemudi tersebut sebagai berikut :
pantun dari seorang pemudi tersebut sebagai berikut :
Kalau tidak karena bulan
Pantun di atas menyatakan bahwa si tamu (pemudi/perempuan) datang karena
mendapat undangan dari si tuan rumah.
Lalu disambut lagi oleh seorang pemuda yang disebelah si pengirik yang pertama
bernyanyi dengan pantun pula.
Kalau ada kaca di pintu Kaca lama kami pecahkan E...wak ahoii..ahoii.. Kalau ada kata begitu
Badan dan nyawa kami serahkan E..wak ahoii..ahoi..
Pantun di atas menyatakan bahwa si tamu (pemuda/laki-laki) bersedia membantu si
Para wanita yang mendengarnya pun tersenyum tersipu-sipu dan salah seorang dari
mereka pun menyambutnya dengan menyanyikan pantun juga :
Tiga petak tiga penjuru
Pantun di atas menyatakan bahwa si tamu (pemudi / perempuan) mengatakan pantun
tersebut untuk laki-laki yang berlesung pipit.
Ketika padi dimasukkan, para pengirik pun duduk beristirahat sambil menyanyikan
teks sebagai berikut :
Allah halim sewa Allah Maimunnah silotan dona Warabikum tuan saridi Habibina saidina ali
Pantun di atas menyatakan puji dan syukur atas hasil panen yang sudah di dapat si
tuan rumah.
Setelah itu nyanyian dilanjutkan dengan menyanyikan teks berupa pantun di setiap
akhir baitnya disambut dengan terikkan “iak iak” sebagai berikut :
Kalau ada sumur di ladang (iak iak) Bolehlah kita menumpang mandi (iak iak)
Kalau ada umur yang panjang boleh kita berjumpa lagi (iak iak) Bolehlah kita berjumpa lagi (iak iak)
Pantun di atas menyatakan bahwa jika kita di beri kesehtan dan umur yang panjang
maka kita akan berjumpa lagi.
“E wak ahoi ahoi” secara harfiah artinya menghimbau ataupun mengajak kaum
Bahasa
Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yg arbitrer, yg digunakan oleh anggota
suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. 33 Pada pantun Ahoi bahasa yang digunakan ialah bahasa Melayu dialek Langkat, berikut
pantun yang menunjukkan bahasa Melayu dialek Langkat :
Bebirik batang berbirik
Batang bayam sandaran dulang Mengirik kita mengirik
Kokok ayam kita pe pulang
Kata pe menunjukkan pantun ini menggunakan bahasa Melayu dialek Langkat.
Maek kabar tuan yang datang Mari mengirik sambil berdendang
Kata maek menunjukkan pantun ini menggunakan bahasa Melayu dialek Langkat.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa atau majas merupakan bahasa indah yang dipergunakan untuk
meningkatkan kesan dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda
dengan benda lain atau hal lain yang lebih umum.34
Pada pantun ini gaya bahasa yang digunakan yaitu jenis majas perbandingan, majas
ini terdiri dari beberapa macam yaitu : alegori, alusio, simile, metafora, fabel, simbolik dan
lain-lain. Dari beberapa macam jenis majas tersebut yang termasuk di dalam gaya bahasa
pantun ahoi ialah majas simbolik yaitu melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau
lambang untuk menyatakan maksud. Pantunya sebagai berikut :
Tiga petak tiga penjuru 33
KBBI (Kamus besar bahasa Indonesia) 34
Tiga ekor kumbang diapit E..wak..ahooii...ahooii. Pantun tidak padamu tertuju Teruntuk jaka berlesung pipit E...wak...ahooii....ahooii.
Kalau tidak karena bulan Mana bintang meninggi hari Jika tidak karena tuan
Mana kami datang kemari
Kalau ada kaca di pintu Kaca lama lah kami pecahkan Kalau ada kata begitu lah sayang Badan dan nyawa kami serahkan
Bebirik lah batang bebirik Batang bayam sandaran dulang Mengirik kita mengirik
Kokok ayam kita pe pulang
Pantun Melayu memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri-ciri tersebut dapat dilihat berdasarkan dua
aspek penting, yaitu aspek eksternal dan aspek internal.
Aspek eksternal adalah dari segi struktur dan seluruh ciri-ciri visual yang dapat dilihat
dan didengar, yang termasuk dari hal-hal berikut ini :
1. Terdiri dari baris-baris yang sejajar dan berpasangan, 2,4,6,8,10, dan seterusnya. Tetapi
yang paling umum adalah empat baris (kuatrin)
3. Adanya klimaks, yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata atau perkataan
ada dua kuplet maksud.
4. Setiap stanza(Footnote) terbagi kepada dua unit. Yaitu sampiran dan maksud (isi); karena
itu sebuah kuatrin mempunyai dua kuplet; satu kuplet sampiran dan satu kuplet maksud.
5. Adanya skema rima yang tetap, yaitu rima akhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi a-a-a-a.
Mungkin juga terdapat rima internal, atau rima pada 64perkataan- perkataan yang sejajar,
tetapi tidak sebagai ciri penting. Selain rima, asonansi juga merupakan aspek yang dominan
dalam pembentukan sebuah pantun.
6. Setiap stanza pantun, apakah itu dua, empat, enam, dan seterusnya, mengandung satu
pikiran yang bulat dan lengkap. Sebuah stanza dipandang sebagai satu kesatuan.
Aspek-aspek internal adalah unsur-unsur yang hanya dapat dirasakan secara subjektif
berdasar pengalaman dan pemahaman pendengar, termasuk :
7. Penggunaan lambang-lambang yang tertentu berdasarkan tanggapan dan dunia pandangan
(world view) masyarakat.
8. Adanya hubungan makna antara pasangan pembayang dengan pasangan maksud, baik itu
hubungan konkrit atau abstrak atau melalui lambang lambang.35
Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, maka penulis akan menganalisis
struktur pantun yang menjadi teks dalam nyanyian ahoi dengan hasil sebagai berikut.
1. Pantun dalam nyanyian ahoi terdiri dari rangkap-rangkap yang berasingan. Setiap
rangkap terdiri empat baris (kuatrin).
Contoh dapat kita lihat pada pantun nomor 1:
Bebirik lah batang bebirik Baris 1
Batang bayam sandaran dulang Baris 2
35
Mengirik kita mengirik Baris 3
Kokok ayam kita pe pulang Baris 4
Selain pantun nomor 1, seluruh pantun-pantun lain yang dipakai dalam nyanyian ahoi ini
terdiri dari empat baris (Kuatrin)
2. Setiap baris dalam pantun yang dinyanyikan dalam nyanyian ahoi mayoritas mengandung
empat kata dasar. Contoh dapat kita lihat pada pantun nomor 3.
Kalau tidak karena bulan Mana bintang meninggi hari Jika tidak karena tuan
Mana kami datang kemari
3. Terdapat klimaks, yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata atau
perkataan ada dua kuplet maksud. Contohnya adalah pantun nomor 4
Kalau ada kaca di pintu Kaca lama lah kami pecahkan Kalau ada kata begitu lah sayang Badan dan nyawa kami serahkan
4. Setiap stanza pantun dalam nyanyian ahoi terbagi kepada dua unit. Yaitu pembayang
(sampiran) dan maksud (isi). Contohnya adalah pantun nomor 2 berikut.
Bukan batang sembarang batang Batang padi di atas pedang Maek kabar tuan yang datang Mari mengirik sambil berdendang
Baris pertama dan kedua merupakan sampiran dan baris ketiga dan keempat merupakan isi.
5. Dalam setiap pantun yang dinyanyikan dalam nyanyian ahoi ini, terdapat skema rima yang
a. Contoh pantun yang berima a-a-a-a terdapat pada pantun nomor 2 berikut.
Bukan batang sembarang batang a Batang padi di atas pedang a Maek kabar tuan yang datang a Mari mengirik sambil berdendang a
b. Contoh pantun yang berima a-b-a-b adalah pantun nomor 8 berikut.
Kalau tuan mempunyai sapi a Enak dimasak denganlah rebung b Hati-hati menghembus api a Jangan sampai terbakar hidung b
6. Setiap stanza pantun, apakah itu dua, empat, enam, dan seterusnya, mengandung satu
pikiran yang bulat dan lengkap. Sebuah stanza dipandang sebagai satu kesatuan.
7. Pantun yang dinyanyikan dalam kegiatan mengirik padi ini disisipi oleh kata-kata
tambahan. Contohnya dapat kita lihat pada pantun nomor 4, yaitu sebagai berikut
Kalau ada kaca di pintu Kaca lama lah kami pecahkan Kalau ada kata begitu (lah sayang) Badan dan nyawa kami serahkan
Pantun di atas, tepatnya pada kuplet isi baris pertama jika dilihat dari strukturnya seharusnya
berhenti pada kata begitu. Namun dalam nyanyian ini, baris tersebut ditambahi kata“lah
sayang”
8. Pantun yang dinyanyikan dalam nyanyian ahoi ini tidak mutlak terdiri dari empat
kata atau sepuluh suku kata. Hal ini terjadi karena teks tersebut disampaikan secara
5.2 ANALISIS KONTEKS
Defenisi konteks dalam bab ini maksudnya yang dapat menunjukkan keberadaan
masyarakat yang terwujud dalam tradisi Ahoi yang berkaitan dengan alam. Misalnya :
manusia,makanan, tumbuhan, hewan, benda dan air.36 Hal tersebutlah yang dapat menyertai
Tradisi Ahoi dan mempunyai makna yang fungsional di dalam pelaksanaan Tradisi Ahoi
tersebut.
Adapun konteks Tradisi Ahoi yaitu berupa :
1. Makanan dan Jenis Tumbuhan
Pada Tradisi ini si tuan rumah menyediakan makanan kepada para tamu undangan
seperti lemang, emping serta tumbuhan yang terdiri dari tangkai padi dan padi.
Lemang :
Menurut pandangan informan bernama ibu zakaria, makanan ini biasanya ada di
berbagai acara baik itu di pesta pernikahan, sunatan, dan lain-lain. Lemang terbuat dari beras
ketan yang dimasak dalam seruas bambu setelah sebelumnya digulung dengan selembar daun
pisang. Menurut beliau lemang ini karena terbuat dari beras ketan yang berati mempererat
hubungan masyarakat, bambu menunjukkan ke kompakan masyarakat yang ada disana dan
warna daun pisang yang hijau yang menunjukkan sifat ke religian masyrakat yang ada di
daerah tersebut. Makanan ini sering disajikan pada saat Tradisi Ahoi dilaksanakan karena
cara pembuatannya mudah dan praktis. Lemang juga disukai oleh semua kalangan baik itu
muda dan tua. 37
36 Prof. Wan Syaifuddin, M.A , Ph.D dalam tulisan (Mantera Dan Upacara Ritual Masyarakat Melayu Pesisir
Timur Di Sumatera Utara :Kajian Tentang Fungsi dan Nilai-nilai Budaya)
Emping
Menurut pandangan informan bernama Fatimah, makanan ini biasanya ada di acara
pesta panen padi atau bisa juga disebut dengan Ahoi Padi. Masyarakat disana biasanya
membuat emping padi pulut yang terbuat dari beras ketan atau padi yang setengah tua
kemudian padi itu disanggrai hingga pecah mirip seperti popcorn. Menurut beliau emping ini
menandakan bahwa hasil panen padi mereka sangat bagus sehingga menghasilkan
beras-beras yang berkualitas baik. Makanan ini juga sama-sama terbuat dari beras-beras ketan yang
artinya dapat mempererat hubungan sesama manusia, hal tersebut yang membuat masyarakat
di sana suka tolong menolong seperti yang sering dilakukan pada Tradisi Ahoi tersebut.38
Padi
Menurut pandangan informan bernama Jumiran, setiap musim panen tiba padi yang
telah diproses dan dibuang kulitnya. Itulah yang dikenal dengan sebutan beras, masyarakat
disana juga membuat makanan dari padi yang setengah tua yang disebut dengan emping padi.
Makanan ini lah yang selalu dihidangkan ketika musim panen tiba. Menurut beliau warna
padi yang sudah siap panen atau warnanya kuning kecoklat-coklatan artinya warna khas
masyarakat Melayu, warna putih pada padi yang sudah dibuang kulitnya artinya bersih dan
suci, warna hijau dari tangkai padi artinya menunjukkan sifat ke religian masyarakat yang ada
di daerah tersebut. Hal tersebutlah yang menandakan bahwa masyarakat di sana memiliki
sifat yang religius dan memiliki hati yang bersih.39
38
Ibu Fatimah, , 2015, 60 tahun , di rumahnya, Desa Tanjung ibus langkat, 10 April. 39
Alat-alat yang dipakai untuk mengirik padi
Peralatan yang dipakai dalam kegiatan mengirik padi menurut informan yang penulis
wawancarai adalah sebagai berikut :
1. Tikar
Menurut pandangan informan bernama warjiman tikar digunakan sebagai wadah
untuk meletakkan tangkai padi agar padi mudah untuk dikumpulkan. Menurut beliau benda
ini juga merupakan suatu bentuk kreativitas masyarakat disana karena mereka sendiri yang
membuatnya dan juga bagian dari alam yang ada di sekitar mereka. Hal tersebutlah yang
menunjukkan bahwa masyarakat di sana sangat kreatif dan mampu menjual ataupun
mempromosikan hasil-hasil kerajinan tangan mereka yang bisa mengangkat nama daerah
yang ada disana.40
2. Tampi
Menurut pandangan informan bernama Anto tampi dipergunakan untuk memindahkan
bulir-bulir padi yang sudah terlepas dari tangkainya ke dalam karung atau goni. Menurut
beliau benda ini juga sama seperti tikar sama-sama bagian kreativitas masyarakat yang disana
karena hasil kerajinan tangan mereka sendiri yang membuatnya dan berasal dari alam yang
ada di sekitar mereka. Hal tersebutlah yang menunjukkan bahwa masyarakat disana sangat
kreatif dan bisa mempromosikan hasil kreativitas meraka yang bisa menggangkat nama
daerah yang ada di sana,41
40
3. Lesung
Menurut pandangan informan bernama itok lesung merupakan alat yang digunakan
para pemudi yang mengemping untuk menumbuk padi yang akan dijadikan emping. Menurut
beliau benda ini terbuat dari kayu yang berbentuk seperti perahu berukuran kecil dengan
panjang sekitar 2 meter, lebar o,5 meter dan kedalaman sekitar 40 cm. Lesung terbuat dari
kayu yang kuat menunjukkan bahwa masyarakat disana kuat dalam segi agama,
kebersamaan, tolong menolong seperti yang dilakukan pada Tradisi Ahoi.42
4. Kompor dan alat masak
Menurut pandangan informan bernama Anto, alat ini digunakan untuk menggonseng
emping agar emping dapat dikonsumsi oleh para pengerik dan pengemping. Menurut beliau
benda-benda ini merupakan hal yang penting di dalam suatu kebutuhan masyarakat sama hal
nya seperti hubungan bermasyarakat yang saling membutuhkan satu sama lain.43
Adapun fungsi dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pantun Ahoi sebagai
berikut :
a. Fungsi pengungkapan Emosional
Ahoi ini dinyanyikan sebagai ungkapan syukur atas hasil panen yang melimpah dan
dengan melimpahnya hasil panen mereka dapat berbagi kebahagiaan dengan cara mengirik
dan menikmati hasil secara bersama-sama. Hal tersebut dapat dilihat dari salah satu teks
yang dinyanyikan dari Ahoi, yaitu :
Ambil upih tampungkan hujan, Daun ubi di ikat ikat,
42
E...wak ahoooiii....ahooooiii.. Terima kasih kepada Tuhan Tahun ini bisa berzakat E...wak ahooiii....ahooooiii...
Lirik yang dituliskan di atas dapat diartikan para pengerik dan pengemping bernyanyi
untuk menyenangkan hati walaupun badan letih. Karena bagi mereka, jika hati gembira maka
segala pekerjaan yang dikerjakan pasti akan terasa menjadi lebih ringan.
b. Fungsi Komunikasi
Ahoi merupakan salah satu sarana komunikasi di antara masyarakat Melayu Langkat
di Secanggang pada waktu itu. Komunikasi tersebut salah satunya adalah komunikasi di
antara pemuda dan pemudi selama kegiatan mengirik berlangsung. Berikut teks yang isinya
sebagai komunikasi antara pemuda dan pemudi dalam kegiatan mengirik padi :
Kalau tuan mempunyai sapi Enak dimasak denganlah rebung E...wak ahooooiii... ahoooiii Hati-hati menghembus apai Jangan sampai terbakar hidung E....wak ahooooiii....ahoooiii....
Teks di atas mengandung makna bahwa si pemuda menyatakan agar para wanita yang
sedang mengemping hati-hati ketika menghembus api untuk menggonseng padi, agar jangan
sampai hidung mereka jangan menjadi hitam karena terkena asap. Kemudian teks tersebut di
balas para wanita sebagai berikut :
E...wak...ahooooiii....ahoooooiii. Biarlah terbakar hidung
Asal sampai hajat di hati
E....wak....ahooooiii...ahooooiii.
Teks tersebut mengandung makna bahwa para wanita menyatakan bahwa mereka
tidak memiliki masalah jika hidung mereka sampai menghitam karena terkena asap
pembakaran. Mereka sudah sangat senang apabila maksud dan tujuan mereka kepada para
pengirik tersampaikan.
Dari dua teks di atas kita dapat melihat bahwa ada hubungan komunikasi di antara
para pengirik dan pengemping.
c. Fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial
Ahoi merupakan salah satu nyanyian yang memiliki fungsi sebagai sarana untuk
mensosialisasikan norma-norma sosial yang terkandung di dalam kebudayan Melayu. Hal
tersebutt dapat dilihat dari contoh teks nyanyian berikut :
Asal atap darilah rumbia Lalu semat denganlah bemban E...wak...ahoooiii...ahoooiiii. E...wak...ahooiii...ahooooiiiii Akal tetap jadikan panglima Biarkan nafsu jadi tawanan E...wak...ahoooiiiii...ahoooiii.
Teks tersebut mengandung makna bahwa sebagai seorang Melayu yang baik
sesuatunya, dan hendaklah kita mengesampingkan keinginan nafsu kita. Karena, jika manusia
bertindak hanya berdasarkan nafsu belaka maka hanya kehancuranlah yang akan di dapat.
d. Fungsi kesinambungan kebudayaan
Fungsi ahoi dalam proses ini mengarah kepada bagaimana nyanyian Ahoi memiliki
peran sebagai salah satu sarana untuk menjaga kesinambungan kebudayaan Melayu. Hal ini
dapat dilihat dari teks nyanyian berikut :
Pohon duku kayu nya keras Pohon langsat buahnya lima, E....wak...ahoooiiii...ahooiii Jika Melayu sudahlah bungkas
Maka terangkat lah marwah nya bangsa E...wak..ahoooiii...ahoooiii.
Marilah gelar menggelar tikar Untuk tempat mengirik padi E...wak...ahoooiii..ahoooiii. Biarlah zaman terus berputar Takkan Melayu hilang di bumi E...wak...ahoooiiii..ahoooiii.
Teks pertama menceritakan tentang keberadaan kebudayaan Melayu ditengah
kehidupan masyarakat. Ada keinginan untuk mengangkat kebudayaan Melayu menjadi
sebuah kebudayaan yang memiliki marwah yang tinggi. Hal itu dapat berarti pula ada
keinginan untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan Melayu sehingga menjadi lebih baik
Teks kedua terdapat pesan dan keinginan agar kebudayaan Melayu dapat bertahan di
tengah perkembangan kebudayaan dunia.
e.Fungsi pengintegrasian Masyrakat
Ahoi sebagai salah satu sarana pemersatu bangsa dapat terlihat dari kebersamaan
masyarakat Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang dalam mengirik padi. Kegiatan
mengirik padi tidak akan bisa dikerjakan oleh satu orang saja, melainkan harus dilakukan
secara beramai-ramai dengan sistem gotong-royong. Dengan mengirik sambil bernyanyi, para
pengirik menjadi lebih bersemangat dan menimbulkan kekompakan dalam mengirik sehingga
pekerjaan dapat selesai pada waktu yang diharapkan. Dalam hal ini tidak ada jarak di anatara
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pada uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, penulis
akan membuat kesimpulan dari pembahasan dan hasil penelitian yang telah penulis lakukan.
Ahoi merupakan sebuah nyanyian pada saat kegiatan mengirik padi dilakukan dan
disajikan para pemuda-pemudi yang diwakili oleh pengirik dari kaum laki-laki, dan
pengemping dari kaum perempuan.
Dari 20 kuesioner yang telah di bagikan peneliti dari beberapa lapisan masyarakat
yang dilihat dari jenis kelamin,umur,tingkat pendidikan, pekerjaan, suku dan lamanya tinggal
di daerah tersebut, masyarakat tidak semua mengetahui tentang Tradisi Ahoi khusus nya di
kalangan pelajar sekolah menangah pertama dan sekolah menengah atas di karenakan
kurangnya pengetahuan akan tradisi ini dari orang tua mereka.
Tradisi ini dahulunya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat disana,
tetapi untuk sekarang ini Tradisi Ahoi hanya diketahui dan diingat oleh masyarakat dan sudah
tidak berpengaruh lagi bagi kehidupan masyarakat disana di karenakan telah masuknya
alat-alat teknologi canggih yang dapat mempermudah dalam hal pertanian khususnya. Oleh sebab
itu, masyarakat sudah tidak menggunakan tradisi ini lagi.
Dalam pelaksanaan Ahoi ini, biasanya dilakukan pada saat musim panen padi tiba
yang ada di daerah tersebut. Masyrakatnya menyebutnya Pesta Panen Padi, tetapi tradisi ini
sudah tidak pernah lagi dilakukan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dahulunya
masyarakat menggunakan kerbau untuk membajak sawah sekarang sudah menggunakan alat
Proses pemanen padi dilakukan oleh masyarakat secara bergotong royong, dari satu
lahan pertanian kelahan pertanian yang lain. Kemudian, padi yang sudah dianggap kering
dipindahkan ketempat mengerik. Disinilah pemilik padi mengundang para pemuda-pemudi
desa untuk sama-sama bergotong royong mengirik padi dan sambil menyanyikan lagu Ahoi
pada saat pemuda desa telah berkumpul.
Oleh sebab itu lah, hubungan antara masyarakat dan kebudayaan berkaitan erat yang
berdasarkan fungsi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya seperti : fungsi
pengungkapan emosional,komunikasi,kesinambungan kebudayaan, norma-norma sosial dan
pengintegrasian masyarakat.
6.2 SARAN
Melayu adalah salah satu suku yang ada di nusantara yang sejak dahulu kaya dengan
aktifitas budayanya. Aktifitas tersebut dapat dilihat mulai dari kehidupan, mata pencaharian,
dna lain-lain. Akan tetapi, dengan adanya pengaruh dari budaya barat atau masuknya
teknologi menyebabkan sebagian nilai-nilai budaya tersebut hilang.
Dalam tulisan ini penulis mempunyai beberapa saran kepada pembaca, agar nyanyian
ahoi ini dapat dipertahankan eksistensinya meskipun kegiatan mengirik padi tidak dilakukan
lagi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengalih-fungsikan ahoi dari sebuah kesenian
pengiring kerja menjadi sebuah seni pertunjukan. Ahoi merupakan salah satu kekayaan
budaya yang harus dijadikan milik bersama, sehingga setiap kebudayaan etnis yang ada di
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian yang Relevan
Dalam kajian ini penulis mengambil beberapa rujukan buku yang berkaitan dengan
penelitian ini. Adapun buku yang saya gunakan sebagai rujukan adalah sebagai berikut :
“Nilai-nilai Budaya dalam Susatra Daerah Sulawesi Selatan” (Muhammad Sikki dkk,
1991) dalam buku ini penulis mengkaji tentang nilai-nilai budaya yang ada di sulawesi
selatan dan melakukan pembinaan secara langsung maupun tidak langsung. Pembinaan
secara langsung dilakukan dengan cara menginventarisasi dan mendokumentasi sejumlah
sastra lisan yang masih tersebar luas di kalangan masyarakat. Pembinaan secara tidak
langsung biasa terwujud dalam upacara-upacara adat atau dalam waktu senggang yang pada
saat itu susastra biasa diperdengarkan. Menurut Sikki aspek-aspek budaya dalam susastra
daerah Sulawesi selatan belum diteliti secara menyuluruh, oleh sebab itu beliau mengakaji
Nilai-nilai Budaya yang ada di Daerah Sulawesi Selatan.5
Kemudian Titus Pekei dkk (2013) dalam bukunya yang berjudul “ Menggali Nilai
Budaya Tradisi Lisan Dari Papua” dalam buku ini penulis membahas tentang sastra lisan atau
cerita rakyat yang ada di suku MEE dan menggali nilai-nilai budaya tradisi lisan suku MEE,
yang bertujuan untuk menggali nilai budaya lisan agar pemerintah pusat di daerah tersebut
mengetahui dan terutama masyarakat disana dan berusaha untuk menggali dalam usaha
5
Drs. Muhammad Sikki, dkk dalam buku ( Niali-nilai Budaya Dalam Susatra Daerah Sulawesi Selatan,1991 :
memberantas kemiskinan dan pemiskinan nilai budaya lisan kedepan, mengangkat
nilai-nilai budaya lisan, dan menyampaikan kepada generasi penerus.6
Sedangkan kajian penulis berbeda dengan kajian di atas, yaitu Nilai-nilai Budaya
Masyarakat Melayu Secanggang Pada Tradisi Ahoi: Kajian Antopologi Sastra. Dalam kajian
ini penulis mengkaji tentang bagaimana proses penyajian ataupun pelaksanaan dalam Tradisi
Ahoi maupun fungsi dan tujuan tradisi ini. Penulis juga melakukan orientasi tentang
nilai-nilai budaya masyarakat disana. Mengapa penulis mengkaji ini karena kurangnya
pemahaman generasi penerus tentang tradisi ini dan juga ingin menggali dan mengangkat
nilai-nilai budaya yang ada di dalamnya.
2.2 Kosmologi Masyarakat Melayu Langkat-Secanggang
Kosmologi merupakan ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah alam semesta
berskala besar. Secara khusus, ilmu ini berhubungan dengan asal mula dan evolusi dari suatu
subjek.7
Kosmologi masyarakat Kabupaten Langkat merupakan masyarakat multi etnis yang
beradab,rukun dan mufakat mejunjung tinggi adat istiadat dan budaya Melayu, taat beragama
dan menjujung tinggi nilai kemanusiaan.
Sistem kepercayaan masyarakat Melayu Langkat-Secanggang mayoritas menganut
agama Islam dan dalam sistem kehidupan masyarakatnya semua menyerap dari nilai-nilai
Islam.
6
Titus Pekei, dkk dalam buku ( Menggali Nilai Budaya Tradisi Lisan dari Papua: kajian Cerita Rakyat Suku
MEE,2013:22-23)
2.2.1 Letak Geografi dan Sejarah Singkat
a. Letak geografi daerah kabupaten Langkat terletak pada3o14’ dan 4o13’ lintang utara, serta 93o51’ dan 98o45’ Bujur Timur dengan batas-batas sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatas dengan selat Malaka dan Prop. D.I.Aceh
2. Sebelah Selatan berbatas dengan Dati II Karo.
3. Sebelah Timur berbatas dengan Dati II Deli Serdang
4. Sebelah Barat berbatas dengan Dati D.I Aceh (Aceh Tengah)
b.Wilayah Kabupaten Langkat terletak antara : 3o 14` 00" - 4o 13` 00" Lintang Utara 97o 52` 00" - 98o 45` 00" Bujur Timur. Luas areal : 6.263,29 Km2 (626.326 Ha)
Letak di atas permukaan laut :
1. Kec. Babalan : 4 meter
2. Kec. Tanjung Pura : 4 meter
3. Kec. Binjai : 28 meter
4. Kec. Selesai : 30 meter
5. Kec. Salapian : 100 meter
6. Kec. Bahorok : 105 meter
Batas-batas :
1. Utara : Kabupaten Aceh Tamiang dan Sela Malaka
2. Timur : Kabupaten Deli Serdang
3. Selatan : Kabupaten Karo
c. Luas daerah menurut kecamatan :
No. Kecamatan Luas (Km2) Rasio terhadap Total (%)
1 Bahorok 884,79 14,13
2 Serapit 96,27 1,54
3 Salapian 280,78 4.48
4 Kutambaru 182,02 2,91
5 Sei. Bingei 331,75 5,30
6 Kuala 188,23 3,01
7 Selesai 148,60 2,37
8 Binjai 48,60 0,78
9 Stabat 85,25 1,36
10 Wampu 203,21 3,24
11 Batang Serangan 993,04 15,85
12 Sawit Seberang 264,06 4,22
13 Padang Tualang 281,38 4,49
14 Hinai 112,98 1,80
15 Secanggang 243,78 3,89
16 Tanjung Pura 165.78 2,65
17 Gebang 186,74 2,98
18 Babalan 110,99 1,77
19 Sei. Lepan 440,54 7,03
20 Brandan Barat 71,53 1,14
21 Besitang 557,67 8,90
23 Pematang Jaya 197,15 3,15
Jumlah 6263,29 100,00
d. Wilayah Kabupaten Langkat meliputi:
Kawasan hutan lindung seluas +- 266.232 Ha (42,51 %) dan kawasan lahan budidaya
seluas +- 360.097 Ha (57,49 %).
Kawasan hutan lindung terdiri dari kawasan pelestarian alam Taman Nasional
Gunung Leuser (TNGL) seluas +- 213.985 Ha.
Kawasan Timur Laut seluas +- 9.520 Ha.
Kawasan Penyangga seluas +- 7.600 Ha.
Kawasan Hutan Bakau seluas +- 20.200 Ha dan kawasan lainnya +- 14.927 Ha.
e. Penduduk
Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk tahun 2000, penduduk kabupaten Langkat
berjumlah 902.986 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,14 persen pada periode
1990-2000 dan kepadatan penduduk sebesar 144,17 jiwa per km2. sedangkan tahun 1990 adalah sebesar 1,07 persen.8
8
F. Sejarah singkat Kabupaten Langkat
a. Masa Pemerintahan Belanda dan Jepang
Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan
kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang disebut Residen dan
berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang
mendampingi Sultan Langkat di bidang orang-orang asing saja sedangkan bagi orang-orang
asli (pribumi) berada di tangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat
berturut-turut dijabat oleh :
1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892
2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927
3. Sultan Mahmud 1927-1945/46
Di bawah pemerintahan kesultanan dan assisten Residen struktur pemerintahan disebut
LUHAK dan di bawah luhak disebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang
disebut Penghulu Balai (Raja kecil Karo) yang berada di desa. Pemerintahan luhak dipimpin
seorang Pangeran, pemerintahan kejuruan dipimpin seorang Datuk, pemerintahan distrik
dipimpin seorang kepala distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruan/datuk harus dipegang
oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja di daerahnya.
Pemerintahan Kesultanan di Langkat dibagi atas 3 (tiga) kepala Luhak
1. Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T. Pangeran Adil.
Wilayah ini terdiri dari 3 kejuruan dan 2 distrik yaitu :
o Kejuruan Selesai
o Kejuruan Sei Bingai
o Distrik Kwala
o Distrik Salapian
2. Luhak Langkat Hilir, yang berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran
Tengku Jambak/T. Pangeran Ahmad. Wilayah ini mempunyai 2 kejuruan dan 4 distrik
yaitu :
o Kejuruan Stabat
o Kejuruan Bingei
o Distrik Secanggang
o Distrik Padang Tualang
o Distrik Cempa
o Distrik Pantai Cermin
3. Luhak Teluk Haru, berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh Pangeran
Tumenggung (Tengku Djakfar). Wilayah ini terdiri dari satu kejuruan dan dua distrik.
o Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji.
o Distrik Pulau Kampai
o Distrik Sei Lepan
Awal 1942, kekuasaan pemerintah kolonial Belanda beralih ke pemerintahan Jepang,
namun sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan, hanya sebutan keresidenan berubah
menjadi SYU, yang dipimpin oleh Syucokan. Afdeling diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh
Bunsyuco kekuasaan Jepang ini berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan
b. Masa Kemerdekaan
Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang
gubernur yaitu Mr. T. M. Hasan, sedangkan kabupaten Langkat tetap dengan status
keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh Tengku
Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati.
Pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer Belanda I, dan II, dan kabupaten Langkat
terbagi dua, yaitu Pemerintahan Negara Sumatera Timur (NST) yang berkedudukan di Binjai
dengan kepala Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berkedudukan di Pangkalan Berandan, dipimpin oleh Tengku Ubaidulah. Berdasarkan
PP No. 7 Tahun 1956 secara administratif kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang
berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan kepala daerahnya (Bupati) Netap Bukit.
Mengingat luas kabupaten Langkat, maka kabupaten Langkat dibagi menjadi 3 (tiga)
kewedanan yaitu :
1. Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai
2. Kewedanan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura
3. Kewedanan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan.
Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas administrasi
pemerintahan langsung dibawah bupati serta assiten wedana (camat) sebagai perangkat akhir.
Pada tahun 1965-1966 jabatan bupati kdh. Tingkat II Langkat dipegang oleh seorang Care
Taher (Pak Wongso) dan selanjutnya oleh Sutikno yang pada waktu itu sebagai Dan Dim
0202 Langkat. Dan secara berturut-turut jabatan bupati kdh. Tingkat II Langkat dijabat oleh:
2. HM. Iscad Idris 1974 – 1979 3. R. Mulyadi 1979 – 1984
4. H. Marzuki Erman 1984 – 1989 5. H. Zulfirman Siregar 1989 – 1994
6. Drs. H. Zulkifli Harahap 1994 – 1998
7. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 3-9-1998 s/d 20-2-1999
8. H. Syamsul Arifin, SE 1999-2009
9. Ngogesa Sitepu : 2009 s/d sekarang
Untuk melaksanakan pembangunan yang merata, kabupaten Langkat dibagi atas 3 wilayah
pembangunan.
1. Wilayah pembangunan I (Langkat Hulu) meliputi
o Kecamatan Bahorok dengan 19 desa
o Kecamatan Salapian dengan 22 desa
o Kecamatan Kuala dengan 16 desa
o Kecamatan Selesai dengan 13 desa
o Kecamatan Binjai dengan 7 desa
o Kecamatan Sei Bingai 15 desa
2. Wilayah pembangunan II (Langkat Hilir) meliput
o Kecamatan Stabat dengan 18 desa dan 1 kelurahan
o Kecamatan Secanggang dengan 14 Desa
o Kecamatan Hinai dengan 12 desa
o Kecamatan Padang Tualang dengan 18 desa
o Kecamatan Tanjung Pura dengan 15 desa dan 1 kelurahan