• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jati Diri Masyarakat Melayu Serdang Dalam Tradisi Beladiri Silat Lintau Di Kedatukan Batang Kuis: Kajian Antropologi Sastra.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Jati Diri Masyarakat Melayu Serdang Dalam Tradisi Beladiri Silat Lintau Di Kedatukan Batang Kuis: Kajian Antropologi Sastra."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tradisi Kecendikiaan Sastra Melayu Tradisi

Syaifuddin (2014) mengemukakan, tradisi keintelektualan Melayu dapat dilihat pada kesusasteraan yang terdiri dari bentuk lisan dan tulisan. Bentuk lisan dan tulisan berkembang secara terus-menerus selaras dengan perkembangan zaman. Sastra lisan misalnya yang diturunkan dari satu generasi kepada generasi berikutnya melalui proses sosialisasi anggota masyarakat ia menjadi satu unsur local genius kebijaksanaan di suatu tempat. Ia juga memperhatikan kekreatifan dan kebijaksanaan berfikir anggota masyarakatnya sejak zaman belum mengenal tulisan.

Bentuk-bentuk sastra lisan itu misalnya cerita pelipur lara, cerita jenaka, cerita nasihat, cerita binatang, mitos, legenda, cerita asal-usul dan lain-lain. Bentuk-bentuk ucapan lisan yang lain seperti pantun, peribahasa, simpulan bahasa, pepatah-petitih, seloka, dan seumpamanya (yang kemudiannya didokumentasikan dalam bentuk tulisan), menampakkan ciri-ciri akal budi dan kebijaksanaan orang Melayu menangani segala sikap dan prilaku kehidupan yang dihasilkan oleh proses pengintelektualan orang Melayu sepanjang zaman.

(2)

dalam bahasa Sanskrit, namun terdapat juga bentuk penulisan dalam bahasa Melayu Kuno seperti yang tercatat di atas batu-batu bersurat. Walau bagaimanapun, hasil kesusasteraan yang bertulis di atas bahan-bahan yang lain tidak kedapatan atau ditemui.

Keagungan kerajaan Sriwijaya secara langsung telah mencetuskan

perkembangan hasil-hasil kesusasteraan Melayu mengikut tahap perkembangan kerajaan dan kemampuan pengarang-pengarangnya di istana-istana raja Melayu. Istana-istana raja Melayu merupakan pusat kegiatan keintelektualan dalam tamadun Melayu Islam. Setelah Empayar Srivijaya muncul kerajaan Pasai sekitar tahun 1250-1524, pada jaman Pasai kegiatan kesusasteraan pula lebih banyak dikaitkan dengan kegiatan kerajaan ini sebagai kerajaan Melayu yang pertama menerima dan memeluk agama Islam di Alam Melayu. Di sini muncul bahasa Melayu persuratan yang bertindak sebagai wahana atau alat untuk penyebaran agama dan kesusasteraan Islam, dan tulisan Jawi merupakan tulisan yang digunakan dalam kesusasteraan Melayu. Hasil-hasil kesusasteraan dipenuhi dengan ciri kesusasteraan agama khususnya sastera kitab, riwayat hidup Nabi Muhammad, cerita nabi-nabi, para sahabat, pahlawan dan sejarah seperti Hikayat Raja-Raja Pasai. Namun sastra lisan dan hasil karya pada zaman pengaruh Hindu masih dikekalkan.

(3)

Ciri-ciri keintelektualan dan kesusasteraan Melayu memasuki abad ke-20 sehingga sekarang telah di pengaruhi oleh ideologi dan pemahaman barat yang membawa pengaruh sekularisme, nasionalisme, realisme dan humanisme dalam cara berfikir dan pengungkapan orang-orang Melayu, lalu di tambah lagi dengan kembalinya pengaruh kebangkitan Islam yang dipelopori oleh Syeikh Muhammad Abduh (1849-1905), Mufti Mesir (1888- 1889) yang bersama-sama dengan Jamaluddin al-Afghani (1838-1897) telah mempelopori gerakan Islam yang terkenal dengan nama Gerakan Salafiah dan menerbitkan majalah-majalah yang menganjurkan pemahaman islam di masa itu.

2.2 Jati Diri Masyarakat Melayu

Dalam batasan yang sebenarnya definisi masyarakat sendiri tidak berbentuk secara fisik, namun abstrak atau bersifat fiktif disebabkan karena hanya berupa gambaran saja sebab lembaga ini dapat dijumpai dimana saja tidak terbatas ruang dan waktu. Walau demikian lembaga tersebut tetap berpengaruh terhadap pembelajaran sosial yang setiap pribadi memiliki ikatan dalam kehidupan bermasyarakat, Arrasyid dkk (2008 : 11).

(4)

menghasilkan masyarakat Melayu yang berpagarkan adat istiadat bersendikan agama dan berpayungkan budaya sehingga terwujudnya etika serta estetika dalam dunia Melayu.

Jati diri manusia Melayu tergambar dari sifat dan prilaku dikehidupan bermasyarakat, ciri yang menyatakan tidak terikat oleh waktu, memiliki ambisi yang sederhana, keinginan dan tindakan yang terbatas, berpatok pada masa lalu, tidak begitu memandang masa depan, menjaga hubungan bermasyarakat bukan hidup untuk berkompetisi, memiliki rasa iri hati adalah sifat manusia Melayu. Sifat hidup di dunia hanya sebagai berziarah, tempat singgah sementara tidak serta-merta mengolah kehidupan dunia adalah sifat manusia Melayu yang telah dipengaruhi Islam. Orang Melayu akan menghindar saat terjadi perdebatan apalagi hingga terjadi kontak fisik yang menimbulkan permusuhan, mereka cenderung mengalah, memendamnya dalam hati untuk meredam amarah, lalu menjaga air muka orang dengan cara menyindir secara halus merupakan ciri dari orang Melayu.

2.3 Sastra dan Antropologi

(5)

Mengkaji manusia berarti mengamati dan mempelajari manusia dari semua bentuk segi kehidupan tak terkecuali jati diri manusia. Jati diri yang menonjol pada diri manusia akan mencerminkan prilaku dan watak manusia. Manusia yang kognitif akan menciptakan kemudahan bagi diri sendiri dan orang lain bukan sebaliknya.

2.4 Sejarah Antropologi Sastra

Dalam buku ‘Antropologi Sastra Peranan Unsur-unsur Kebudayaan dalam Proses Kreatif’’, karya Kutha Ratna, (2011 : 10) isu mengenai hubungan antara sastra dan antropologi pertama kali muncul dalam kongres ‘Folklore and Literary Anthropology’ (Poyatos, 1988: xi-xv) yang berlangsung di Calcutta (1987)

diprakarsai oleh Universitas Kahyani dan Museum India. Oleh karena itu, tidak secara kebetulan buku yang diterbitkan pertama kali diberikan subjudul ‘A new Interdisiplinary Approach to People, Signs, and Literature.’ Meskipun demikian

Payatos, mengakui bahwa sebagai istilah baik sebagai antropologi sastra maupun sastra antropologi pertama kali dikemukakan dalam sebuah tulisannya yang dimuat dalam semiotica (21:3/4 tahun 1977) berjudul “Form and Function of Nonverbal

Communication in the Novel: A New Perspective of the Author-Character-Reader

Relationship.” Dalam hubungan ini perlu disebutkan sebuah tulisan singkat berjudul “Toward an Anthropology of Literature” (Rippere, 1970) di dalamnya di jelaskan

peranan bahasa dalam karya sastra, yaitu bahasa yang lebih banyak berkaitan dengan konteksnya terhadap realitas, sehingga makna bahasa jauh lebih luas dibandingkan dengan apa yang diucapkan.

Ada dua istilah yang muncul yakni antropologi sastra (Antropology of literature) dan sastra antropologi (Literary Antropology). Terdapat pada tulisan di

(6)

demikian isi yang terkandung di dalamnya, yang dibicarakan dalam antropologi sastra adalah analaisis karya sastra dalam kaitannya dengan unsur-unsur antropologi. Sebaliknya, sastra antropologi adalah analisis antropologi melalui karya sastra, atau analisis antropologi dalam kaitannya dengan unsur-unsur sastra.

Antropologi sastra, antropologi merupakan gejala sekunder, sebagai instrument, sebaliknya sastra antropologi yang menjadi gejala primer sekaligus instrument adalah karya sastra itu sendiri. Jadi, antropologi sastra adalah analisis dan pemahaman terhadap karya sastra dalam kaitannya dengan kebudayaan. Dalam perkembangannya juga mengikuti perkembangan sosiologi sastra yang semula hanya berkaitan dengan masyarakat yang ada dalam karya sastra kemudian meluas pada masyarakat sebagai latar belakang penciptaan sekaligus penerimaan.

(7)

2.5 Pendekatan Antropologi Sastra

Ratna (2012 : 52) Memaparkan, antropologi sastra adalah analisis interdisiplin terhadap karya sastra di dalamnya terkandung unsur-unsur antroplogi. Dalam hubungan ini jelas karya sastra menduduki posisi dominan, sebaliknya antropologi itu sendiri sebagai pelengkap. Penggunaan teori Antropologi sastra sebagai metode pembahasan objek tidak terlepas dari adanya dukungan unsur-unsur lain dari berbagai peralatan, termasuk si pelaku dari aspek kebudayaan.

Secara defenitif, antropologi sastra adalah studi mengenai karya sastra dengan relevansi manusia (anthropos) dengan melihat pembagian antropologi menjadi dua macam, yaitu antropologi fisik dan antropologi kultural, maka antropologi sastra dibicarakan dalam kaitannya dengan antropologi kultural, dengan karya-karya yang dihasilkan oleh manusia, seperti: bahasa, religi, mitos, sejarah, hukum, adat-istiadat, karya sastra, dan karya seni lainnya.

Dalam kaitannya dengan tiga macam bentuk kebudayan yang dihasilkan oleh manusia, yaitu: buah pikiran (ide), kegiatan atau aktivitas, dan pencapaian, atas dasar pemikiran bahwa sistem kultural suatu suku tersimpan di dalam peninggalan manusia, maka jelas antropologi sastra merupakan metode yang sangat penting untuk mengetahui jati diri budaya pada suatu kelompok masyarakat.

(8)

dengan kebudayaannya, Aspek itulah yang menghubungkan batas-batas penelitian di antara antropologi dan sastra.

Antropologi sastra termasuk ke dalam pendekatan arketipal, yaitu kajian karya sastra yang menekankan pada warisan budaya masa lalu. Penelitian antropologi sastra menitikberatkan pada dua hal. Pertama, meneliti tulisan-tulisan etnografi yang berbau sastra untuk melihat estetikanya. Kedua, meneliti karya sastra dari sisi pandang etnografi, yaitu untuk melihat aspek-aspek budaya masyarakat, seperti tradisi bela diri. Penelitian antropologi sastra adalah penelitian yang membahas struktur manusia yang dikaji dari sudut kehidupan untuk memahami sifat prilakunya dalam sebuah aspek kebuadayaan, khususnya yang bersifat lisan.

Ratna (2012: 65) menyatakan dalam aplikasi teori pendekatan antropologi sastra adalah; bermula dari mendiskrifsikan pelaksanaan suatu aspek budaya yang diteliti atau dikaji. Lalu memahami tujuan dan kebermanfaatan pelaksanaannya bagi pendukung dan pemilik budaya. Selain itu, mengetahui segala aspek atau benda-benda yang menyertainya, yaitu syarat-syarat pelaksanaannya. Sekaligus memberi tafsiran dari masing-masing benda yang menyertai. Tafsiran berdasarkan pemahaman seseorang, masyarakat, dan etnik dari penutur, pendukung, dan pemilik aspek budaya tersebut. Langkah-langkah ini memberi kesimpulan bahwa aspek budaya tertentu dapat menggambarkan sebagai karakter atau jati diri kolektif dari suatu masyarakat.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

pembelajaran, pengampu harus diupayakan secara sadar mampu berkiprah sebagaimana semboyan “ rumongso melu handarbeni, pakewuh tan cancut ing kardi, mulat sariro

Akulturasi Kesenian Rebana di Semarang Harmonia

Implementasi employability skills pada SMK Program Keahlian Akuntansi Bidang Keahlian Bisnis Manajemen di SMK N 6 Surakarta amat baik karena dari tujuh kompetensi

Orang Amerika biasanya tetap menggunakan kata glamour mengikuti ejaan Inggris (yang asalnya dari bahasa Skotlandia, bukan Latin atau Perancis).. Untuk undangan pernikahan,

Integrasi dalam bentuk alliansi antara hukum kewarisan Islam dengan kewarisan adat Melayu-Siak terlihat pada penetapan orang- orang yang menjadi ahli waris dan

Pejabat Pembuat Komitmen BAPPEDA Kota Bandar Lampung, melalui Panitia Pengadaan Barang/Jasa BAPPEDA mengundang calon Penyedia Jasa Konsultansi Perencana Bidang Tata

[r]