Struktur Organisasi KPH
5.3. KPH membangun jejaring
Kapasitas KPH sangat menentukan keberhasilan pengelolaan hutan di tingkat tapak, termasuk keberhasilan PS. SDM KPH yang selama ini masih sangat terbatas, semestinya sudah mulai membaik sehubungan dengan proses mutasi dan penataan SDM dari Dinas Kehutanan Kabupaten dan UPT-UPT Pusat, termasuk penyuluh kehutanan. Infrastruktur KPH untuk mendukung kegiatan pelayanan oleh KPH kepada masyarakat perlu ditingkatkan.
Kelembagaan masyarakat lokal yang berperan dalam pengusahaan dan pengelolaan hutan masih sangat lemah. Program PS yang sudah operasional dijalankan oleh individu-individu yang terlepas dari komunitas masyarakat pedesaan sebagai kolektivitas. Hanya dalam jumlah yang sangat terbatas ditemukan kelembagaan lokal yang cukup kuat. Kelembagaan HKm, HD, dan HTR yang kuat diperlukan untuk dapat menjalankan aturan-aturan pengelolaan hutan baik teknis kehutanan, membangun jejaring sosial ekonomi, maupun mengembangkan produk dan pemasarannya; memiliki posisi tawar yang kuat dalam berkolaborasi dengan pihak luar, menjamin distribusi manfaat yang adil di antara warga masyarakat. Penguatan dan pengembangan kapasitas masyarakat pengelola PS harus dilakukan oleh KPH.
Konflik atau sengketa atas hutan di wilayah KPH harus segera ditangani untuk menjamin kepastian hak atas PS. BPS (2014) mencatat terdapat sekitar 700 ribu
rumahtangga yang menggunakan kawasan hutan secara tidak legal. Selain membuka akses masyarakat terhadap kawasan hutan, program PS perlu dibarengi dengan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang batas-batas kawasan hutan. BPS (2015) melaporkan bahwa 35,2 % rumahtangga desa hutan belum mengetahui keberadaan kawasan hutan. Diantara mereka yang mengetahui keberadaan kawasan hutan hanya 75 % yang mengetahui ada tanda batas kawasan hutan.
Berbagai persoalan atau tantangan dalam penyelenggaraan PS membutuhkan komitmen dan kompetensi pelayan masyarakat. KPH perlu membangun jejaring dengan unit-unit kerja lain di pemerintahan maupun dengan LSM, akademisi dan lembaga bisnis (BUMN/BUMS). Di tingkat desa, KPH perlu membangun kerjasama
dengan pemerintah desa (atau nama lainnya: nagari, negeri) dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). KPH dapat menjadi motor penggerak sinergitas dinas-dinas dan badan-badan PEMDA yang terkait (Dinas kehutanan, pertanian, industri, pariwisata, pekerjaan umum) untuk membangun desa hutan. KPH menjadi penggerak atau yang memobilisir sumberdaya yang tersedia di daerahnya, bahkan dapat menjalin kerjasama atau membangun jejaring dengan para pihak yang lebih luas. Kementerian LHK mendukung peran KPH dalam pembinaan masyarakat, dalam bentuk dukungan anggaran, kebijakan/regulasi, koordinasi dan sinergi di level kementerian/lembaga negara, lembaga donor, ilmu pengetahuan, jejaring nasional dan internasional, monitoring dan evaluasi kenerja. Demikian pula pemerintah provinsi mendukung anggaran (APBD), pembinaan SDM, regulasi daerah, koordinasi dan sinergi dinas-dinas dan badan-badan di level provinsi dan kabupaten.
5.4. Rekomendasi
Efektivitas dan percepatan implementasi PS membutuhkan dukungan organisasi pemerintah di tingkat daerah dan tapak. Menggantungkan implementasi PS kepada jumlah UPT bidang PS yang terbatas akan mengalami hambatan. Peran pemerintah daerah sangat penting. Kemauan politik dan dukungan finansial dari pemda, kapasitas SDM bidang teknis dan sosial ekonomi, maupun infrastruktur dibawah kewenangan dan kekuasaan pemda harus diperkuat. Dinas-dinas di lingkungan PEMDA harus melakukan sinkronisasi program pembangunan masyarakat pedesaan di mana program PS dapat menjadi sentralnya. KPH sebagai organisasi pemerintah di tingkat tapak memegang peran yang strategis untuk implementasi program PS lebih efektif dan cepat. Oleh karena itu, KPH harus diberi peran lebih besar, bahkan kewenangan KPH perlu lebih diperbesar hingga seluruh proses pemberian izin PS selesai di KPH, dan pendampingan masyarakat lanjutan untuk pengelolaan PS dan pengembangan bisnisnya yang berbasis hasil hutan (kayu, bukan kayu, jasa lingkungan) dijalankan oleh KPH. Penguatan kelembagaan KPH
seharusnya dilakukan bersama oleh pemerintah daerah dengan dukung kuat oleh KLHK.
PS harus tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan kebijakan yaitu mewujudkan pengelolaan hutan lestari, meningkatkan keadilan manfaat atas sumberdaya hutan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, masyarakat desa hutan. Program PS harus dapat menjadi pintu masuk penataan distribusi manfaat atas hutan. Okupasi masyarakat atas lahan hutan negara yang selama ini terjadi harus dapat ditata sehingga tidak terjadi ketimpangan penguasaan lahan hutan negara. Proses penataan distribusi penguasaan lahan hutan membutuhkan keterampilan resolusi konflik.
Komitmen Kementerian LHK untuk percepatan PS telah ditunjukkan dengan kebijakan menteri dan dirjen, kerjasama-kerjasama yang dibangun baik dengan kementerian lain maupun para pihak non-pemerintah, dan alokasi anggaran. Dukungan dari kementerian terkait, antara lain Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi; Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Peridustrian. Bahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian telah mengeluarkan Surat Keputusan No. 73 Tahun 2017 tentang Tim Reforma Agraria pada tanggal 4 Mei 2017. Kebijakan tersebut dapat memberikan arahan koordinasi dan sinergitas antar kementerian khususnya dalam menangani PS dan reformasi agraria. Gerakan setingkat Menteri Koordinator mungkin belum cukup kuat untuk mempercepat implementasi program PS mencapai target 12,7 juta hektar pada tahun 2019. Oleh karena itu perlu dorongan lebih kuat, yaitu instruksi presiden dengan menggerakan organisasi non- kementerian setingkat kementerian, semacam Badan Koordinasi yang dapat menggerakan kementerian-kementerian sekaligus menggerakan pemda.
Pembangunan masyarakat pedesaaan tidak cukup hanya melalui distribusi lahan hutan dan usaha produksi hutan, melainkan harus juga diintegrasikan dengan usaha pengolahan hasil hutan atau industri kehutanan skala kecil, skala rumahtangga, yang beroperasi di pedesaan.
Langkah lebih lanjut adalah pengembangan industri berbasis sumberdaya hutan: hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta jasa lingkungan (ekowisata, air bersih, mikro hidro) di pedesaan. Industrialisasi berbasis sumberdaya hutan di pedesaan akan meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha di pedesaan, menahan urbanisasi, dan meningkatkan kegiatan ekonomi produktif di pedesaan. Industri yang dikembangkan dapat dimulai dari pengolahan setengah jadi ataupun pengolahan lebih lanjut sampai barang siap pakai (finished products). Di beberapa pedesaan industri pengolahan hasil hutan sudah berjalan. Secara umum kegiatan industri lebih produktif dan lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha produksi primer, sehingga dapat lebih meningkatkan pendapatan rumahtangga dan
masyarakat desa. Oleh karena itu pengembangan PS tidak berhenti hanya pada pengelolaan hutan di tingkat tapak, tetapi perlu diintegrasikan dengan pengembangan industri dan jasa kehutanan di pedesaan. Generasi muda pedesaan diharapkan lebih tertarik dan dapat berkiprah dalam bisnis industri berbasis sumberdaya hutan (dan pertanian dalam arti luas) di pedesaan. Sudah ada beberapa contoh sukses dari sarjana-sarjana yang terjun di bisnis agroindustri. Hubungan saling ketergantungan para warga desa yang menjadi pelaku bisnis kehutanan akan menjaga kelestarian hutan.