• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kredit Macet dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia

a. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Kredit Macet

Terjadinya kredit macet dalam dunia perbankan dewasa ini bukanlah suatu rahasia umum, bahkan hamper semua bank khususnya di Indonesia ini pernah ada suatu saat dapat mengalami apa yang diamakan kredit macet. Kredit macet tidak hanya semata-mata disebabkan oleh

nasabah debitur tetapi juga dapat disebabkan oleh kreditur sendiri. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet yang disebabka oleh nasabah debitur, diantaranya yaitu:

a. Nasabah menyalahgunakan kredit yang diperolehnya.

b. Nasabah kurang mampu mengelola usahanya

c. Nasabah beritikad tidak baik sejak semula.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet yang berasal dari bank selaku kreditur adalah disebabkan antara lain, karena :

1. Kurangnya profesionalisme pejabat bank dalam bertindak serta menentukan siapa yang layak dan memenuhi syarat untuk memperolehkredit.

2. Ketatnya persaingan antar bank sehingga dalam mengambil setiap keputusan bank selalu bertindak spekulatif dengan mengabaikan prinsip-prinsip perbankan yang sehat

3. Adanya hubungan ke dalam (kolusi) antara pihak bank dengan

perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kelompoknya sehingga dalam melayani nasabah-nasabah dari “dalam” ini, senderung lebih mudah (biasa terjadi pada bank swasta).

4. Lemahnya pengawasan bak terhadap kredit yang telah

dikeluarkan baik yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan maupun bank Indonesia. 2

Menurut Muchdarsyah Sinungan, penyebab dari suatu keadaan Kredit yang

2

Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Edisi Revisi Ctk. Kedua Djambatan, Jakarta, hlm. 133-134

macet adalah karena kesulitan-kesulitan keuangan yang dialami debitur. Penyebab dari kesulitan-kesulitan keuangan tersebut dapat dikelompokkan de dalam 2 (dua) kelompok yaitu:3

1. Faktor Intern (manager faktor), yaitu faktor-faktor yang ada di dalam

perusahaan sendiri. Dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain:

a. Kelemahan dalam kebijasanaan pembelian dan penjualan

b. Tidak efektifnya pengawasan atas biaya-biaya atau ongkos-ongkos

perusahaan

c. Kebijaksanaan tentang piutang yang tidak efektif. d. Terlalu banyak penempatan pada aktiva tetap.

e. Permodalan yang tidak cukup

2. Faktor Ekstern, yaitu faktor yang terjadi di luar jangkauan kemampuan

management. Faktor ini dapat disebabkan karena bencana alam, peperangan, perubahan dalam kondisi perekonomian (krisis moneter) dan perdagangan, perubahan kebijakan pemerintah serta musibah yang menimpa debitur.

b. Upaya Penyelesaian Kredit Macet Yang Dilakukan Bank HSBC Dalam

Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia.

Banyak hal yang dapat dilakukan oleh bak dalam menyelesaikan persoalan kredit macet. Tergantung dengan berat ringannya kemacetan tersebut, apabil kredit masih dapat diharapkan berjalan baik kembali, bank dapat memberikan bantuan ataupun keringanan-keringanan. Sebaliknya apabila kredit tersebut sudah tidak dapat diharapkan lagi dapat kembali lancar maka bank menempuh jalan

3

Muchdarsyah Sinungan, Kredit Seluk Beluk Dan tekhnik Pengelolaan, Ctk. Kedua, Yagrat, Jakarta, 1980, hlm.167-168

melalui saluran hukum.

Sebelum menempuh saluran hukum sebagai upaya terakhir dalam penyelesaian kredit macet tersebut, untuk menyelesaikan kredit bermasalah (non performing loan) khususnya kredit dengan golongan macet, maka ada dua strategi yang dapat ditempuh oleh bank, yaitu:

1. Penyelematan Kredit/retrukturisasi kredit (penyelesaian secara intern oleh

Bank HSBC- Debitur)

Penyelamatan kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali anatara kreditur dan debitur dengan memperingan syarat-syarat pengembalian kredit tersebut, diharapkan dari upaya ini debitur memiliki kemampuan kembali untuk menyelesaikan kredit itu. Tahap penyelamatan kredit ini belum memamfaatkan lembaga Hukum karena debitur masih kooperatif dan dari prospek usaha debitur masih dimungkinkan untuk dilakukan upaya ini. Syarat yang paling utama dalam upaya penyelamatan kredit ini adalah adanya kemauan, itikad baik dan sikap kooperatif dari debitur untuk bersedia mengikuti syarat-syarat yang ditentukan Bank karena dalam penyelesaian kredit melalui restrukturisasi lebih banyak negosiasi dan solusi yang ditawarkan Bank.

Upaya penyelamatan kredit macet dapat dilakukan dengan cara sebagaimana yang ditentukan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPP tanggal 29 Mei 1993, sebagai berikut:

a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa

tenggang, baik meliputi perubahan besarnya angsuran maupun tidak berikut dengan itu.

b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian dan

seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit.

c. Penataan Kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut penanaman dana bank, dan atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan koncersi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan. Dengan cara-cara diatas, diharapkan keadaan kredit atau keadaan pembayaran kredit dapat kembali lancar dikarenakan adanya keringanan-keringanan yang dihasilkan dari upaya persuasif. Antara debitur dan kreditur tersebut. Namun apabila dengan cara tersebut diatas telah diupayakan dan ternyata belum berhasil atau tidak ditemukannya sikap kooperatif atau itikad baik dari debitur menanggapi upaya penyelamatan kredit ini, maka pihak bank dapat memberikan peringatan atau teguran berupa somasi kepada debitur hingga beberapa kali somasi, somasi dapat dilakukan langsung oleh kreditur sendiri atau melalui Pengadilan Negeri (PN), bukti peyampaian somasi atau teguran ini dapat digunakan oleh kreditur sebagai alat bukti telah mengajukan somasi dalam mengajukan gugatan melalui pengadilan. Isi pokok dari surat somasi adalah:

1. Pemberitahuan mengenai jatuh tempo pembayaran bunga dan/ atau

2. Perintah untuk membayar hutangnya dengan jumlah tertentu seusai permintaan atau pemberitahuan Debitur

3. Batas waktu bagi Debitur untuk melaksanakan pembayaran

Apabila somasi itu tidak ditanggapi juga oleh debitur atau debitur tidak beritikad baik, maka krteditur berhak membawa persoalan itu melalui jalur hukum, dalam hal ini melalui lembaga hukum seperti Pengadilan ataupun BUPLN yang sekarang diganti dengan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) melalui Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) yang mempunyai kantor operasional di seluruh Indonesia.

2. Penyelesaian Kredit

Yang dimaksud penyelesaian kredit adalah langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum seperti Pengadilan ataupun Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), langkah ini diambil dikarenakan langkah penyelamatan kredit (restrukturisasi kredit) telah diupayakan tetapi tidak membuahkan hasil, seperti dikarenakan penilaian terhadap prospek usaha debitur atau keadaan usaha debitur tidak dapat diharapkan lagi ataupun karena debitur tidak kooperatif( tidak beritikad baik). Tujuna penyelesaian kredit melalui lembaga hukum ini adalah untuk mengeksekusi benda jaminan.

a. Penyelesaian dengan eksekusi jaminan fidusia yaitu dengan pelaksanaan title eksekutorial atau melalui penetapan Pengadilan atau flateksekusi (berdasarkan Pasal 29 ayat (1) huruf a)

Setelah upaya peringatan atau somasi yang disampaikan oleh kreditur dan tidak mendapat tanggapan dari debitur yang dianggap telah melakukan

wanprestasi, dan debitur juga tidak bersedia secara sukarela menyerahkan benda jaminan kepada kreditur, maka tindakan selanjutnya dapat dilakukan penyelesaian kredit melalui eksekusi benda jaminan fidusia dengan pelaksanaan title ekssekutorial sertifikat jaminan fidusia melalui flak eksekusi yaitu lewat penetapan pengadilan.

Setelah mendapat penetapan dari pengadilan untuk mengeksekusi benda jaminan melalui pelelangan dimuka umum pada Kantor Lelang Negara (KP2LN) dengan cara lelang menurut jenis jamimannya.

b. Penyelesaian dengan eksekudi jaminan fidusia secara parate eksekusi lewat

pelelangan umum (berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf b Undang-Undang Jaminan Fidusia).

Dengan ketentuan tentang penyelesaian ini, kreditur dapat mengeksekusi benda jaminan dengan kekuasaannya sendiri tanpa melibatkan pengadilan sama sekali yaitu melalui lembaga pelelangan umu atau Kantor Lelang melalui KP2LN setempat, dimana hasil pelelangan tersebut diambil untuk melunasi pembayaran hutang debitur. Bank dalam hal ini berkedudukan sebagai pemohon lelang.

c. Penyelesaian dengan eksekusi jaminan fidusia secara parate eksekusi saecara penjualan diabawah tangan (berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf c Undang-Undang Jaminan Fidusia).

Penyelesaian kredit macet juga dapat dilakukan dengan cara mengeksekusi benda jaminan fidusia tanpa melibatkan pengadilan (parate eksekusi) dengan cara menjual benda jaminan tersebut secara dibawah tangan. Dengan ketentuan,

memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 29 yaitu: 4

a. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pembeli dan penerima fidusia

b. Jika dengan cara penjualan di bawah tangan tersebut dicapai harga

tertinggi yang menguntungkan para pihak

c. Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan atau penerima fidusia

kepada pihak-pihak yang berkepentingan

d. Diutamakan dalam sedikit-dikitnya dalam dua surt kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan

e. Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu satu bulan sejak

diberitahukan secara tertulis.

d. Penyelesaian melalui Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN)

atau melalui Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) sesuai wilayah kerjanya.

DJPLN mempunyai tugas menyelenggarakan pelaksanaan tugas Panitia Urusan Piutang Newgara (PUPN) maupun pelaksanaan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku PUPN adalah Panitia yang mempunyai tugas dan wewenang mengurus piutang Negara berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tanggal 14 Desember 1960 Tentang PUPN yang mempunyai kantor operasional di seluruh Indonesia yaitu Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negata (KP2LN) yang dikoordinasikan oleh kantor-kantor wilayah (Kanwil). Pada setiap KP2LN ada dua seksi yaitu seksi Piutang Negara (FUPN) dan Seksi Lelang (KLN), Seksi

4

Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Cetakan Kedua Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 61

PUPN menangani kredit macet bank-bank milik pemerintah sedangkan seksi KLN menangani lelang-lelang berdasarkan penetapan Pengadilan dan kejaksaan, lelang fidusia, lelang Hak Tanggungan keputusan PUPN dan lain-lain. Lelang yang dilakukan PUPN, prosedurya dilakukan menurut prosedur baku lelang di KLN prosedur lelangnya sesuai dengan surat Edaran SE 16/PL/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Fidusia.Kreditur dapat mengajukan penyelesaian kredit macet atau pengurusan piutangnya melalui saluran hukum yaiut KP2LN dengan pertimbangan sebagai berikut:

a. Nasabah mempunyai itikad tidak baik

b. Untuk pembayaran kembali pinjamannya diperlukan

pelelangan barang jaminan yang harus melalui saluran hukum.

c. Jumlah pinjaman nilainya tidak terlalu kecil untuk ditagih melalui saluran hukum

d. Adanya harapan debitur mau membayar apabila melalui

saluran Hukum

Jadi, apabila Bank sudah merasa tidak mampu lagi melakukan pengurusan piutangnya dengan upaya penyelesaian sendiri (restrukturisasi kredit), maka pengurusan tersebut untuk selanjutnya dapat dilimpahkan kepada KP2LN. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bahwa penyelesaian piutang Negara pada pertama kali dilakukan sendiri oleh instansi pemerintah, lembaga Negara atau badan usaha Negara yang bersangkutan. Kemudian berdasarkan keputusan menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 300/KMK.01/2002

tentang pengurusan piutang negara, (Pasal 2 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa apabila penyelesaian tidak berhasil, maka piutang Negara tersebut wajib diserahkan kepada PUPN dalam hal ini KP2LN. Berdasarkan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) ditetapkan bahwa instansi-instansi pemerintah dan badan-badan yang langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh Negara serta perusahaan-perusahaan negara dan sebagainya diwajibkan menyerahkan piutangnya yang ada dan besarnya telah pasti menurut hokum tetapi pihak debiturnya tidak melunasi sebagaimana mestinya kepada PUPN dalam hal ini KP2LN.

Pelimpahan pengurusan penyelsesaian piutangnya yang macet kepada KP2LN selambat-lambatnya 3 bulan setelah jatuh tempo yang tercantum dalam dokumen-dokumen perpanjangan jangka waktu pelunasan kredit. Pengurusan penyelesaian kredit ini dapat juga karena inisiatif KP2LN sendiri, jadi tidak menunggu pelimpahan dari pemerintah dan badan usaha milik negara saja. Pengurusan atas inisiatif sendiri ini, atas dasar pemikiran, bahwa sifat pengurusan dan penagihan piutang macet adalah untuk maksud mengamankan keuangan atau kekayaan Negara, setelah pengurusan ditandatangani oleh KP2LN, maka bukan pihak bank lagi yang menjadi pihak berpiutang, melainkan negara yang menjadi pihak berpiutang.

Penyerahan piutang negara tersebut disampaikan secara tertulis oleh penyerah piutang (pihak bank) kepada KP2LN disertai resume dan dokumen-dokumen sebagai kelengkapan dalam rangka penyerahan piutang negara, yaitu:

adanya hutang;

b. Rekening Koran, prima nota, mutasi piutang, dan atau dokumen lain

yang sejenisnya yang membuktikan besarnya hutang;

c. Dokumen-dokumen tentang benda jaminan termasuk sertifikat tanah,

BPKB kendaraan dan sebagainya serta dokumen pengikatnya;

d. Surat kesanggupan dari kreditur untuk mengajukan permohonan roya;

e. Surat menyurat antara kreditur dan debitur berkaitan dengan upaya

penagihan yang telah dilakukan kreditur yang bersangkutan

Apabila dapat dibuktikan adanya bersarnya piutang Negara, maka dapat diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) sebagai tanda penerimaan penyerahan piutang negara dari penyerah piutang. Sejak SP3N diterbitkan maka pengurusan piutang beralih kepada PUPN di mana pelenggaraannya dilakukan oleh KP2LN dan penyerah piutang wajib menyerahkan dokumen asli barang jaminan. Akan tetapi, apabila tidak terbukti adanya piutang Negara karena syarat-syarat penyerahan piutang Negara tidak dapat dipenuhi oleh penyerah piutang, maka diterbitkan Surat Penolakan Pengurusan Piutang Negara.

Setelah diterbitkan SP3N oleh KP2LN kemudian dilakukan pemanggilan secara tertulis kepada pihak debitur dalam rangka penyelesaian hutangnya . Panggilan dapat dilakukan sebanyak dua kali, jika pada panggilan pertama debitur tidak dating.

Dalam hal setelah dipanggil, debitur datang dan mengakui hutangnya serta sanggup menyelesaikan hutangnya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan,

maka dibuatkan surat Pernyataan Bersama yang memuat sedikitnya:

a. Irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

b. Identitas pihak debitur

c. Identitas kreditur (Penyerah piutang)

d. Besarnya piutang Negara

e. Besarnya biaya administrasi pengurusan piutang Negara

f. Pengakuan hutang oleh debitur

g. Kesanggupan debitur untuk menyelesaikan hutannya dan cara

penyelesaiannya.

h. Sanksi apabila debitur tidak memenuhi cara penyelesaian hutang

i. Tanggal penandatanganan Surat Pernyataan Bersama

j. Tanda tangan ketua PUPN, para saksi dan tanda tangan debitur diatas

meterai

Akan tetapi, jika pihak debitur datang dan mengakui hutangnya tetapi tidak sanggup untuk menyelesaikan hutangnya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan maka tetap dibuat surat Pernyataan Bersama, yang memuat sedikitnya:

1. Pengakuan hutang

2. Pernyataan debitur tidak sanggup menyelesaikan hutang dalam jangka

waktu yang telah ditetapkan

Surat Pernyataan Bersama yang dibuat memiliki kekuatan pembuktian sempurna dan memaksa karena memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Bersama paling lama 12 bulan sejak pernyataan tersebut ditandatangani dan dapat diperpanjang jika debitur mendapat persetujuan keringanan hutang.

Dalam hal pihak debitur tidak membayar angsuran sesuai ketentuan dalam Pernyataan Bersama, maka paling lam 7 hari KP2LN akan memberikan peringatan pernyataan Bersama secara tertulis untuk memenuhi kewajibannya, setelah diberi peringatan tertulis maka akan diterbitkan Surat Paksa.

Lain halnya dengan pihak debitur tidak mau datang memenuhi panggilan sama sekali atau hanya mengakui hutang tapi tidak mau tanda tangan, tanpa alasan yang jelas yang sah, maka langsung dibuat surat Penetapan Jumlah Piutang Negara (PJPN), yang untuk selanjutnya akan diterbitkan Surat Paksa.

Dokumen terkait