• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA

A. Latar Belakang Jaminan Fidusia

Adapun lahirnya lembaga fidusia didasari karena adanya kebutuhan dalam praktek. Terutama dalam upaya pembangunan termasuk pengembangan di bidang ekonomi dan bisnis. Kebutuhan tersebut didasarkan oleh beberapa fakta-fakta, seperti berikut : 19

a. Barang bergerak sebagai jaminan hutang

Sebagaimana diketahui bahwa menurut system hokum kita, dan juga hukum di kebanyakan Negara-negara Eropa Kontinental, bahwa jika yang menjadi obyek jaminan hutang adalah bergerak, maka jaminannya diikat dalam bentuk gadai. Objek gadai harus diserahkan kepada kreditur atau pihak yang menerima gadai. Sebaliknya jika yang menjadi obyek jaminan adalah benda tidak bergerak atau benda tetap, maka jaminan tersebut haruslah berbentuk hipotik (sekarang Hak Tanggungan). Dalam hal ini, barang objek jaminan tidak diserahkan kepada kreditur, tetapi tetap dalam kekuasaan kreditur.

Akan tetapi, terdapat kasus-kasus dimana barang obyek jaminan hutang yang masih tergolong benda bergerak, tetapi pihak debitur enggan menyerahkan kekuasaan atas barang tersebut kepada kreditur, sementara itu pihak kreditur tidak mempunyai kepentingan bahkan kerepotan jika barang tersebut diserahkan kepadanya.

Karena itu, dibutuhkan adanya suatu bentuk jaminan hutang yang objeknya masih tergolong benda bergerak tetapi tanpa menyerahkan kekuasaan atas benda tersebut kepada pihak kreditur. Akhirnya muncul jaminan baru dimana objeknya berupa benda bergerak, tetapi kekuasaan atas benda tersebut tidak beralih dari debitur kepada kreditur. Inilah yang disebut dengan jaminan fidusia.

19

Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Cetakan kedua revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 1-3

(2)

b. Tidak semua hak atas tanah dihipotikkan

Latar belakang yang lain juga memotivasi timbulnya atau berkembangnya praktek fidusia yaitu adanya hak atas tanah tertentu yang tidak dapat dijaminkan dengan hipotik atau hak tanggungan. Misalnya, dahulu hak pakai atas tanah tidak dijaminkan dengan hipotik. Sehingga atas hak paai tersebut diikat dengan jaminan fidusia.

c. Barang Objek jaminan hutang yang bersifat khusus

Ada barang-barang yang sebenarnya masih termasuk barang bergerak, tetapi mempunyai sifat-sifat seperti barang tidak bergerak sehingga pengikatannya dengan gadai dirasa tidak cukup memuaskan, terutama karena adanya kewajiban menyerahkan kekuasaan dari benda obyek jaminan hutang tersebut. Karena itu jaminan fidusia menjadi pilihan. Contohnya, terhadap hasil panen, yang tidak mungkin diikatkan dengan hipotik.

d. Perkembangan pranata hukum kepemilikan yang baru

Perkembangan kepemilikan atas benda-benda tertentu juga tidak selamanya dapat diikuti oleh perkembangan hukum jaminan, sehingga ada hak-hak atas barang yang sebenarnya tidak bergerak, tetapi tidak dapat diikatkan dengan hipotik. Misalnya, tidak dapat diikatkan dengan hipotik atas strata title atas rumah susun.

e. Barang bergerak objek jaminan hutang tidak dapat diserahkan

Adakalanya pihak kreditur dan pihak debitur sama-sama tidak berkeberatan agar diikatkan jaminan hutang berupa gadai atas hutang yang dibuatnya, tetapi barang yang dijaminkan karena sesuatu dan lain hal tidak dapat diserahkan kepemilikannya kepada pihak kreditur. Misalnya, saham perseroan yang belum dicetak sertifikatnya. Karena itu, timbulnya fidusia saham.

B. Sifat dan Objek Jaminan Fidusia

Fidusia memiliki beberapa sifat-sifat, antara lain :20 1. Sifat Accesoir Jaminan Fidusia

Pada Undang-Undang Jaminan Fidusia Pasal 4 menyatakan bahwa jaminan fidusia memilki sifat accesoir. Dikatakan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian

20

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum perkreditan Pada Bank, Ctk. Kedua, Alfabeta, Bandung, 2004, hlm. 207-212

(3)

pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Maksudnya adalah perjanjian jaminan fidusia tidak mungkin dapat berdiri sendiri tanpa perjanjian pokoknya, karena jaminan fidusia yang mempunyai sifat accesoir mengikuti perjanjian lain yang merupakan perjanjian pokok, perjanjian pokoknya adalah perjanjian kredit dan jaminan fidusia adalah perjanjian ikutan yang untuk sah atau tidaknya dan berlaku atau hapusnya jaminan fidusia ini bergantung pada perjanjian pokoknya, jika perjanjian pokok tidak sah atau hapus dan berakhir maka jaminan fidusia pun berakhir pula. Dengan kata lain, perjanjian accesoir itu ada dan hapusnya dipengaruhi oleh perjanjian pokok. Oleh karena itu, konsekuensi dari perjanjian accesoir adalah bahwa jika perjanjian pokok tidak sah atau karena sebab apapun hilang berlakunya atau dinyatakan tidak berlaku maka secara hukum perjanjian fidusia sebagai perjanjian accesoir juga akan batal.21

Pasal 15 ayat (3)Undang-Undang Jaminan Fidusia menegaskan bahwa apabila debitur 2. Jaminan Fidusia mempunyai sifat Droit De Suite

Sifat Droit De Suite yang mengikuti hak kebendaan. Maksud dari sifat tersebut yaitu penerima jaminan fidusia mempunyai hak yang mengikuti benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada. Terhadap sifat ini terdapat pengecualiannya yaitu terhadap benda persediaan, obyek jaminan fidusia yang berbentuk benda persediaan, obyek jaminan fidusia yang berbentuk benda persediaan dalam dunia perdagangan dapat dijual setiap saat, karena benda tersebut merupakan benda-benda dari hasil produksi yang memang untuk diperdagangkan.

3. Jaminan Fidusia memberikan hak preferent

Kreditur sebagai penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan atau hak preferent terhadap kreditur lainnya artinya jika debitur cedera janji maka kreditur penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan fidusia dan kreditur mendapat hak untuk di dahulukan dalam mendapatkan pelunasan hutang dari hasil eksekusi benda jaminan tersebut.

4. Jaminan Fidusia Mempunyai Kekuatan Eksekutorial

21

(4)

cedera janji, kreditur sebagai penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri. Hak menjual atau hak untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri. Hak menjual atau hak untk mengeksekusi tersebut merupakan perwujudan dari Sertifikat Jaminan Fidusia yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan pasti. Hal ini seperti yang ditegaskan dalam Pasal 15 ayat 1,2 dan 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang dicantumkan kata-kata atau irah-irah dalam Sertifikat Jaminan Fidusia “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan berdasarkan sifat ini, jika terjadi debitur wanprestasi maka kreditur sebagai penerima fidusia dapat melakukan penjualan benda jaminan secara langsung dengan bantuan kantor lelang dan tidak perlu meminta fiat pengadilan. Hak kreditur untuk menjual sendiri benda jaminan dinamakan parate eksekusi.

5. Jaminan Fidusia Mempunyai Sifat Spesialitas dan Publisitas

Sifat spesialitas adalah uraian yang jelas dan rinci mengenai obyek jaminan fidusia. Benda yang menjadi obyek jaminan fidusia harus diuraikan secara jelas dan rinci dengan cara mengidentifikasikan benda jaminan tersebut, dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya dalam Akta Jaminan Fidusia.

Sifat publisitasnya adalah berupa pendaftaran Akta Jaminan Fidusia yang merupakan akta pembebanan atas benda yang dibebani jaminan fidusia. Pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia di lakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia tempat dimana pemberi fidusia berkedudukan. Bagi benda-benda yang berada diluar wilayah Negara Republik Indonesia tetap didaftarkan di Kantor Pendafaran Fidusia di Indonesia di mana pemberi fidusia berkedudukan.

Dari pelaksanaan pendaftaran banda-benda yang dibebani jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia, diharapkan masyarakat dapat mengetahui bahwa suatu benda telah dibebani jaminan fidusia, sehingga masyarakat akan berhati-hati untuk melakukan transaksi atas benda tersebut dan sekaligus memberikan jaminan kepastian terhadap kreditur lainnyamengenai benda-benda jaminan yang telah dibebani jaminan fidusia. Pendaftaran benda-benda yang telah dibebani

(5)

jaminan fidusia ini untuk memenuhi asas publisitas yaitu sebagai informasi bagi pihak ketiga atau masyarakat umum mengenai suatu benda yang telah diikat dan dibebani dengan jaminan fidusia untuk menindaklanjuti pengaturan seperti tercantum dalam Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menegaskan bahwa benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan.

6. Jaminan Fidusia Berisi Hak Untuk Melunasi hutang

Pada umumnya sifat ini ada dalam setiap hak jaminan yang menjamin pelunasan hutang, seperti hak Tanggungan juga memiliki sifat ini. Sifat ini sesuai fungsi setiap jaminan yang memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan jaminan tersebut bila debitur cedera janji bukan untuk dimiliki kreditur. Ketentuan ini bertujuan untuk melindungi debitur dari tindakan sewenang-wenang kreditur. Apabila debitur setuju mencantumkan janji bahwa benda yang menjadi obyek jaminan fidusia akan menjadi milik kreditur jika debitur wanprestasi atau cedera janji maka oleh Undang-Undang janji semacam itu akan batal demi hukum. Batal demi hukum artinya, sejak semula dianggap tidak pernah ada sehingga tidak perlu dilaksanakan. Hal tersebut seperti yang diamanatkan dalam penjelasan Pasal 33 Undang-Undang Jaminan Fidusia.

7. Jaminan Fidusia Meliputi Hasil Benda Yang Menjadi Obyek Jaminan Fidusia dan Klaim Asuransi

Sifat ini sangat menguntungkan kepentingan kreditur karena obyek jaminan fidusia menjadi lebih luas bukan hanya benda-benda saja tetapi meliputi hasil dari pemanfaatan atau pengelolaan dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia di asuransikan (menurut penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Jaminan Fidusia)

Misalnya obyek jaminan fidusia berupa minibus atau angkot, maka yang menjadi jaminan fidusia bukan hanya angkotnya saja, tetapi meliputi hasil dari pemanfaatan atau pengelolaan angkot itu yaitu berupa sejumlah uang. Namun dalam penerapannya tentu tidak mudah untuk mengetahui berapa jumlah uang dari pemanfaatan atau pengelolaan angkot tersebut. Terhadap permintaan klaim asuransi dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, lebih mudah disbanding meminta langsung kepada perusahaan yang menutup asuransi agar diserahkan kepada kreditur.

(6)

Obyek jaminan fidusia berupa benda-benda bergerak berwujud dan tidak berwujud dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan.

8. Jaminan Fidusia Untuk Menjamin Hutang Yang Telah ada atau Akan Ada

Adapun fungsi dari pengikatan benda dengan jaminan fidusia dari perjanjian kredit adalah untuk menjamin pelunasan suatu hutang yang besarnya sudah diperjanjikan dalam perjanjian kredit atau perjanjian hutang sebagai perjanjian pokoknya. Hutang yang dijaminkan pelunasannya dengan fidusia harus memenuhi syarat yang sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu :

1. Hutang yang telah ada, artinya besarnya hutang yang ditentukan dalam perjanjian kredit atau perjanjian lainnya.

2. Hutang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu. Hutang yang akan timbul di kemudian hari atau yang akan ada ini misalnya hutang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan debitur dalam rangka pelaksanaan Bank Garansi.

3. Hutang yang ada pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian kredit yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.

9. Jaminan Fidusia Dapat Menjamin Lebih Dari Satu Hutang

Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia pada Pasal 8 menegaskan bahwa jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau kepada kuasa ataupun kepada wakil dari penerima fidusia tersebut. Dengan berdasarkan ketentuan Pasal 8 tersebut, maka benda jaminan fidusia dapat dijaminkan oleh debitur kepada beberapa kreditur. Bahkan dari penjelasan Pasal tersebut, yang dimaksud lebih dari penerima fidusia atau lebih dari satu kreditur hanya berlaku dalam rangka pembiayaan kredit secara konsorsium atau sindikasi. Artinya seorang kreditur secara bersama-sama dengan kreditur lain memberikan kredit kepada seorang debitur dalam satu perjanjian kredit. Jaminan fidusia yang diberikan debitur digunakan untuk menjamin kepada semua kreditur itu secara bersama. Antara kreditur satu dengan kreditur lainnya mempunyai kedudukan yang sama atas jaminan fidusia, tidak ada kreditur yang memiliki peringkat yang lebih tinggi dibanding kreditur lain.

(7)

Apa saja yang menjadi objek jaminan fidusia dalam Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia mengatur tentang objek jaminan fidusia, ketentuan tersebut dapat ditemui dalam Pasal 1 ayat 4, Pasal 9, Pasal 20 dan Pasal 31. Yang dapat menjadi objek jaminan fidusia tersebut adalah sebagai berikut :

1. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan di alihkan secara hukum.

2. Benda tersebut dapat berupa benda berwujud maupun tidak berwujud, termasuk piutang.

3. Yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar. Artinya objek jaminan fidusia bias berupa benda bergerak tidak atas nama (benda bergerak tidak terdaftar), seperti mesin dan lain lain. Dan bisa juga berupa benda bergerak terdaftar, seperti kendaraan bermotor. 4. Benda tersebut dapat berupa benda bergerak ataupun tidak bergerak dapat diikat dengan

Hak Tanggungan, serta benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hipotik. 5. Baik atas benda yang sudah ada maupun benda yang akan diperoleh kemudian. 6. Dapat atas satu satuan atau jenis benda.

7. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda.

8. Meliputi juga hasil dari benda yang telah menjadi objek jaminan fidusia.

9. Dapat juga berupa benda perdagangan atau efek yang dapat dijual dipasar atau bursa (Pasal 31 Undang-Undang Fidusia).

10. Dapat juga terhadap hak milik atas satuan rumah susun (Undang-Undang Nomor 16 Tahun Tentang Rumah Susun), jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara. 11. Klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia musnah dan di

asuransikan, maka klaim asuransi akan menjadi pengganti objek jaminan fidusia tersebut (penjelasan Pasal 25 ayat (2)).

12. Benda persediaan (Inventory, stok perdagangan) dapat juga menjadi jaminan fidusia. C. Pembebanan Jaminan Fidusia

Mengenai pengaturan tentang pembebanan jaminan fidusia, telah diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Dalam Pasal 4 dikatakan, bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban

(8)

bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Prestasi yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang.

Tahapan-tahapan pembebanan jaminan fidusia secara garis besar terbagi dalam 3 (tiga) tahapan;

Tahapan pertama, dimulai dengan dibuatnya perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit atau perjanjian hutang. Perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit dapat dibuat dengan akta dibawah tangan, artinya dibuat oleh para pihak (debiyur dan kreditur) atau dengan akta otentik yang dibuat oleh dan dihadapan notaris. Tahapan ini merupakan perwujudan dari sifat jaminan fidusia yang bersifat accesoir, yang berarti pembebanan jaminan fidusia merupakan ikutan dari perjanjian pokoknya. Hal ini seperti yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia, dikatakan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi.22

a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia. Identitas meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggal, atau tempat kedudukan, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan dan pekerjaan.

Tahapan kedua, adalah tahap pembebanan benda dengan jaminan fidusia. Dalam Pasal 5 Undang-Undang Jaminan Fidusia disebutkan bahwa “ Pembebanan banda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia “. Akta notaris tersebut merupakan Akta Jaminan Fidusia yang didalamnya mencantumkan hari, tanggal dan waktu pembuatan akta tersebut. Dalam Akta Jaminan Fidusia ini sekurang-kurangny harus memuat :

b. Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia. Yang dimaksud data perjanjian pokok adalah mengenai jenis perjanjian dan hutang yang dijamin dengan fidusia.

22

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Ctk. Kedua, Alfabeta, Bandung, 2004, hlm. 214

(9)

c. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut dan dijelaskan mengenai bukti kepemilikannya.

d. Nilai penjaminan, maksudnya adalah kreditur sebagai penerima fidusia harus menentukan berapa nilai penjaminan yang harus ditetapkan dalam Akta Jaminan Fidusia. Nilai penjaminan adalah penetapan jumlah hutang dengan jaminan fidusia, yang tercantum dalam Akta Jaminan Fidusia yang di tetapkan oleh kreditur, dengan memperhitungkan jumlah hutang pokok, bunga, denda dan biaya-biaya lainnya.

e. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia harus ditentukan berapa nilainya atau harganya.

Tahapan ketiga, tahap pendaftaran jaminan fidusia. Akta Jaminan Fidusia kemudian didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan pemberi fidusia. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menetukan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia.

D. Pendaftaran Jaminan Fidusia 1. Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia

Menurut Undang-Undang Fidusia, pendaftaran ini dilakukan pada KPF (Kantor Pendaftaran Fidusia). Dan untuk pertama kalinya, KPF didirikan di Jakarta yang berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia yaitu pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman Dan HAM dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah Negara Republik Indonesia (lihat Pasal 12 Undang-Undang Jaminan Fidusia). Sebagai petunjuk pelaksanaan dari pasal tersebut dikeluarkanlah Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Nomor M.08.PR.07.01 Tahun 2000 Tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia, yang menyatakan:

(10)

Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia dan mulai efektif operasional terhitung sejak tanggal 30 Oktober 2000.

Demi mempermudah dan efektifitas dalam pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia ini bagi pihak yang berkepentingan, dikeluarkanlah Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di setiap ibukota propinsi di wilayah Negara Republik Indonesia. Berdasarkan isi keputusan presiden tersebut, Kantor Pendaftaran Fidusia untuk selanjutnya berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman dan HAM yang ada di setiap ibukota propinsi di wilayah Negara Republik Indonesia. Hal tersebut berdasarkan pada ketentuan Pasal 1,2 dan 3 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di setiap ibukota di wilayah Negara Republik Indonesia.

Wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia tersebut meliputi wilayah kerja Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Kehakiman dan HAM di profinsi yang bersangkutan di tiap-tiap propinsi di wilayah Negara Republik Indonesia, yang meliputi juga daerah-daerah tingkat II pada propinsi yang bersangkutan dalam hal jika didaerah tingkat II di propinsi tersebut belum dibentuk Kantor Pendaftaran Fidusia (lihat Pasal 3 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000). Dengan dibentuknya Kantor Pendaftaran Fidusia di setiap ibukota profinsi, maka wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum untuk masing-masing propinsi, dialihkan menjadi wilayah kerja Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM di profinsi yang bersangkutan (Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun 2000) dan mulai melakukan penerimaan permohonan pendaftaran jaminan fidusia paling lambat 6 (enam) bulan sejak Keputusan Presiden ini ditetapkan. Selanjutnya, Pasal 4 (Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Republik Indonesia Nomor M-02.PR.07.10 Tahun 2002 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Republik Indonesia Nomor M.03-PR.07.10 Tahun 2001 Tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia di seluruh Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia), dikatakan bahwa :

Dengan dibukanya Kantor Pendaftaran Fidusia di Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, maka kantor

(11)

pendaftaran fidusia di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia, tidak boleh menerima lagi pendaftaran jaminan fidusia.

Berdasarkan isi Pasal dalam Keputusan Menteri tersebut di atas, Pendaftaran Jaminan Fidusia kini bisa dilakukan pada Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM di wilayah propinsi yang bersangkutan dai masing-masing ibukota propinsi di wilayah Negara Republik Indonesia. Kecuali, terhadap perubahan, pencoretan dan pengajuan permohonan sertifikat pengganti dari sertifikat jaminan fidusia, yang didaftarkan/dikeluarkan oleh kantor pendaftaran fidusia pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan HAM dilakukan di kantor pendaftaran fidusia pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia.

2. Sertifikat Jaminan Fidusia

Penerimaan fidusia memiliki hak fidusia adalah berdasarkan bukti, bukti penting ini menerangkan mengenai objek jaminan fidusianya, siapa pihak yang berkepentingan dengan jaminan fidusia ini, serta data perjanjian pokok yang dijaminkan dengan fidusia juga mengenai nilai penjaminannya. Dengan alasan ini, maka bagi penerima fidusia diserahkan dokumen yang disebut dengan sertifikat jaminan fidusia. Ketentuan mengenai sertifikat jaminan fidusia ini adalah sebagai berikut :

1. Diterbitkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia.

2. Serifikat tersebut diserahkan kepada penerima fidusia.

3. Tanggal dari sertifikat tersebut adalah sama dengan tanggal penerimaan permohonan fidusia.

4. Sertifikat jaminan fidusia merupakan salinan dari buku daftar fidusia.

5. Isi dari sertifikat jaminan fidusia antara lain adalah hal-hal yang disebut dalam pernyataan fidusia, yaitu sebagai berikut:

a. Identitas pihak pemberi fidusia. b. Identitas pihak penerima fidusia.

(12)

d. Nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat Akta Jaminan Fidusia.

e. Data perjanjian pokok (perjanjian hutang) yang dijamin dengan fidusia. f. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

g. Nilai penjaminan.

h. Nilai benda yang menjamin objek jaminan fidusi.

6. Pada sertifikat jaminan fidusia dicantumkan pula irah-irah dengan tulisan “Demi keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

7. Dengan demikian sertifikat penjaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial, yakni mempunyai kekuatan yang sama dengan kekuatan dari suatu putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.

8. Jika terjadi perubahan atas data yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia, maka penerima fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia.

9. Jika ada pengajuan permohonan perubahan tersebut, maka:

a. Kantor pendaftaran fidusia mancatat pada buku daftar fidusia tentang perubahan itu.

b. Pencatatan tersebut dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.

c. Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan pernyataan perubahan.

d. Pernyataan perubahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan sertifikat jaminan fidusia.

E.Hapusnya Jaminan Fidusia

Dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatur tentang beberapa sebab atau hal-hal yang dapat menyebabkan hapusnya jaminan fidusia, sebagai berikut :

1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia

2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia; atau 1. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia

(13)

Dalam penjelasan Pasal 25 Undang-Undang Jaminan Fidusia menjelaskan mengenai hapusnya hutang yang dijamin denagn fidusia, sesuai dengan sifat ikutan dari jaminan fidusia, maka adanya jaminan fidusia tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya hutang atau karena pelepasan, maka dengan sendirinya jaminan fidusia yang bersangkutan menjadi hapus. Yang dimaksud dengan “hapusnya hutang” antara lain karena pelunasan hutang atau penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penyimpanan, pembaharuan hutang ataupun pembebasan hutang, dan bukti hapusnya hutang berupa keterangan yang dibuat kreditur.

Hal kedua yang dapat menghapus jaminan fidusia adalah adanya pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia. Kreditur penerima fidusia dapat saja melepaskan jaminan fidusia artinya tidak menginginkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia menjadi jaminan lagi. Hapusnya jaminan ini dapat dilakukan dengan cara membuat keterangan atau pernyataan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur atau pemberi fidusia. Keterangan tertulis ini diperlukan sebagai bukti untuk melakukan penghapusan jaminan di Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia agar beban jaminan fidusia pada benda tersebut menjadi bebas kembali.

Hal ketiga yang dapat menghapus jaminan fidusia adalah musnahnya benda yang menjadi jaminan fidusia, musnahnya objek jaminan fidusia mengakibatkan jaminan fidusia yang dibebani pada benda tersebut menjadi hapus.

Selanjutnya Pasal 25 ayat (2) mengatur hal ketiga yang dapat menyebabkan hapusnya jaminan fidusia yaitu musnahnya benda yang menjadi jaminan fidusia, bahwa dalam hal musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b (Undang-Undang Jaminan Fidusia), dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia musnah dan benda tersebut diasuransikan maka klaim asuransi akan menjadi pengganti objek jaminan fidusia tersebut sebagai sumber bagi pelunasan hutang debitur kepada kreditur. Ini berarti dengan musnahnya jaminan fidusia tidak mengakibatkan hutang yang dijaminkan debitur berakhir atau hapus. Debitur tetap mempunyai kewajiban untuk melunasi hutangnya sesuai dengan perjanjian kredit (begitu juga dalam hal objek jaminan diasuransikan kemudian benda tersebut musnah, maka hak-hak atas klaim asuransi

(14)

tersebut dapat dipakai sebagai penggantian objek jaminan fidusia sebagai sumber pelunasan hutang debitur). Hapusnya jaminan fidusia tidak mengakibatkan perjanjian pokok menjadi hapus, tetapi hapusnya perjanjian pokok atau hapusnya perjanjian kredit mengakibatkan hapusnya jaminan fidusia. 23

F. Eksekusi Jaminan Fidusia

Terhadap fakta-fakta dalam hal terjadi hapusnya jaminan fidusia karena hal-hal yang ditentukan diatas. Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatur:

Penerima fidusia memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya hutang, pelepasan hak, atau musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut.

Selanjutnya, dengan hapusnya jaminan fidusia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 25 diatas. Pasal 26 ayat (1) menyatakan, Kantor Pendaftaran Fidusia akan mencoret pencatatan jaminan fidusia dan buku daftar fidusia terhadap jaminan fidusia tersebut. Kemudian setelah petugas kantor pendaftaran fidusia mencoret pencatatan jaminan fidusia dan buku daftar fidusia, dalam Pasal 26 ayat (2) menjelaskan, kantor pendaftaran fidusia selanjutnya menerbitkan surat keterangan yang menyatakan bahwa sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi.

Dalam hal terjadi debitur wanprestasi atau cedera janji di dalam perjanjian jaminan fidusia, maka dapat dilakukan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Menurut Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia, pengeksekusian dapat dilakukan dengan cara antara lain:

1. Melalui Titel Eksekutorial

Pelaksanaan title eksekutorial dalam mengeksekusi objek jaminan Fidusia, yaitu didasarkan adanya irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” pada sertifikat jaminan fidusia. Adanya irah-irah tersebut berarti sertifikat jaminan fidusia memiliki kekuatan eksekutorial, ini berarti memberikan kedudukan yang kuat kepada kreditur penerima fidusia untuk melakukan eksekusi benda jaminan fidusia yang dijadikan jaminan hutang

23

(15)

oleh debitur pemberi jaminan fidusia. Berdasarkan irah-irah itulah yang kemudian mensejajarkan kekuatan akta tersebut dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Karena akta tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial sama dengan putusan pengadilan, maka pelaksanaannya atau eksekusi jaminan fidusia dilakukan secara fiat eksekusi yaitu lewat suatu penetapan pengadilan. Kreditur mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan agar dilaksanakan eksekusi atas benda jaminan fidusia berdasarkan title eksekutorial sertifikat jaminan fidusia.Secara parate eksekusi melalui

2. Pelelangan umum

Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan atas kekuasaan kreditur penerima fidusia itu sendiri melalui pelelangan umum (kantor lelang) serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan. Eksekusi ini dapat dilakukan tanpa melibatkan pengadilan sama sekali.

3. Penjualan Dibawah Tangan

Penjualan dibawah tangan dapat dilakukan jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :24 1. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dengan penerima fidusia.

2. Jika dengan penjualan dibawah tangan tersebut dicapai harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

3. Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi fidusia dan atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

4. Diumumkan sedikit-dikitnya dalam dua surat kabar yang berada di daerah yang bersangkutan.

5. Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis.

Sedangkan, dalam hal beda yang menjadi objek jaminan fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut berdasarkan

24

Munir fuady, Jaminan Fidusia, Cetakan Kedua Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.61

(16)

pada ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Jaminan Fidusia.

Kemudian, Pasal 32 Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatakan bahwa setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 29 dan 31 Undang-Undang Jaminan Fidusia, dinyatakan batal demi hukum. Dengan kata lain eksekusi benda objek jaminan fidusia yang bertentangan dengan cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, batal demi hukum.

(17)

PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

A. Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Tidak Didaftarkannya Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia pada Bank HSBC.

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan pada Bank HSBC Wilayah Medan. Jaminan kredit yang sering diterima Bank HSBC dalam suatu perjanjian kredit umumnya adalah jaminan kebendaan yang objeknya meliputi benda tetap maupun benda bergerak. Benda tetap bisa berupa tanah dan atau bangunan yang ada di atasnya. Sedangkan, benda bergerak umumnya berupa mesin-mesin peralatan, kendaraan bermotor, stok (benda persediaan), alat-alat inventaris kantor, perhiasan, alat-alat pertanian dan lain-lain. Termasuk pada benda bergerak tidak berwujud seperti piutang , deposito dan lain-lain.

Apabila debitur mengajukan permohonan kredit kepada Bank HSBC dengan modal KMK (Kredit Modal Kerja) misalnya dengan sejenis usaha ekspor furniture. Maka sebagai agunan atau jaminan pokoknya dari perjanjian kredit tersebut, berdasarkan prinsip agunan pokok yaitu agunan yang terkait langsung dengan kredit yang dibiayai, maka jaminan utama atau agunan pokoknyaadalah berupa stok (benda persediaan).

Terhadap jaminan fidusia berupa benda stok, pihak Bank HSBC akan melakukan pengikatan terhadap jaminan tersebut dengan dibuatkan akta notaris yang merupakan akta jaminan fidusia dan tidak didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia. Sehingga berdasarkan penelitian yang penulis lakukan pada Bank HSBC kredit komersial, diperoleh keterangan bahwa benar terdapat objek jaminan fidusia pada Bank HSBC yang tidak didaftarkan pada kantor pendaftaran naungan Departemen Kehakiman dan HAM atau sekarang Departemen Hukum dan HAM. Padahal, pada prinsipnya Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia mewajibkan setiap benda yang dibebani dengan fidusia didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia termasuk benda stok tersebut. Tetapi, realitanya masih ada Bank yang tidak mendaftarkan jaminan fidusia tersebut pada kantor pendaftaran fidusia.

(18)

mengapa jaminan fidusia tidak didaftarkan. Bank HSBC mempunyai kebijakan bahwa terhadap jaminan fidusia berupa stok ini dirasakan tidak ada, artinya dengan didaftrakan atau tidak objek jaminan fidusia, tidak membawa manfaat yang berarti sebagai dasar eksekusi, karena:

1. Benda stok mempunyai sifat selalu berubah jumlahnya sesuai dengan kondisi dan kegiatan usaha suatu perusahaan yang diberikan kredit.

Benda stok mempunyai sifat “floating” atau mengambang, artinya jumlah dan nilainya selalu berubah sesuai dengan kondisi dan kegiatan usaha suatu perusahaan. Jumlah benda stok bisa berkurang dan bertambah lagi sesuai dengan penjualan dan pembelian baru benda stok mengikuti irama kegiatan usaha dari perusahaan debitur. Dalam prakteknya, jika debitur wanprestasi atau terjadi kredit macet dalam suatu perjanjian kredit, benda stok dapat dipastikan sudah habis bahkan ketika kredit baru dalam keadaan bermasalah pun benda stok sudah hampir habis. Ini dikarenakan bila debitur sudah tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya atau dengan kata lain debitur wanprestasi karena kredit macet, dapat dipastikan stok telah habis dijual oleh debitur karena kesulitan keuangan yang sedang dialaminya pada waktu itu. Sebagai akibatnya, dipastikan tidak dapat dilaksanakan eksekusi karena benda jaminan berupa stok itu sendiri telah habis atau tidak ada lagi.

2. Biaya Pendaftaran Fidusia relatif mahal, dan Proses Pendaftarannya Hingga Dikeluarkan Sertifikat Jaminan Fidusia Memerlukan Waktu Yang Cukup Lama.

Mahalnya biaya pendaftaran dan lamanya waktu yang dibutuhkan hingga dikeluarkannya sertifikat jaminan fidusia, umumnya prose’s pendaftaran fidusia ini memerlukan waktu tiga, empat bahkan lima bulan, sehingga Bank membuat kebijakan untuk tidak mendaftarkan benda stok di KPF, tapi cukup dengan perjanjian pengikatan jaminan fidusia berupa akta notaris.

B. Upaya Penyelesaian Apabila Debitur Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang Tidak Di Daftarkan Pada Bank HSBC.

1. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur

Perlindungan hukum terhadap kreditur ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu perlindungan terhadap kreditur dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia dan perlindungan hukum terhadap kreditur berkaitan dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan.

(19)

Mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia ini terdapat dalam akta perjanjian pengikatan jaminan fidusia atau akta jaminan fidusia yang dibuat oleh notaris dan terangkum dalam 13 Pasal, yaitu Pasal 1 sampai 13 Undang-Undang Jaminan Fidusia.

Pasal 1

Maksud Pasal ini, menjelaskan ciri khusus fidusia yaitu pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan, dalam perjanjian penjaminan secara fidusia terjadi penyerahan secara constitutum posesorium, yaitu setelah objek benda dibebani jaminan fidusia maka hak milik benda beralih kepada penerima fidusia dengan telah diserahkannya bukti kepemilikan (hak milik/bukti yuridisnya saja), sedangkan objek jaminannya (fisiknya) tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai peminjam pakai.

Pasal 2

Maksud pasal ini, bahwa objek benda jaminan fidusia tersebut hanya diperbolehkan digunakan oleh pemberi fidusia (debitur) sesuai sifat dan peruntukannya, sebagai peminjam pakai dan tidak ada kewajiban bagi pemberi fidusia atau debitur untuk membayar biaya/ganti rugi berupa apapun, dengan kewajiban bagi pemberi fidusia (debitur) memelihara serta membayar pajak dan beban yang bersangkutan dengan itu. Berdasarkan letentuan ini pemberi fidusia telah menerima kuasa dari penerima fidusia untuk melakukan tindakan-tindakan dalam rangka pinjam pakai benda jaminan tersebut.

Pasal 3

Maksud pasal ini, bahwa penerima fidusia atau wakilnya yang sah berhak setiap saat memeriksa keadaan objek jaminan fidusia tersebut. Penerima fidusia atas biaya pemberi fidusia dapat melakukan atau suruh melakukan segala sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh pemberi fidusia atas objek jaminan fidusia dalam hal pemberi fidusia melalaikan kewajibannya untuk itu, termasuk untuk memasuki gedung atau ruang dimana objek jaminan berada atau disimpan. Dan pemberi dan penerima fidusia menyatakan tindakan tersebut bukan tindakan memasuki tempat atau bangunan tanpa izin (huisvredebreuk).

(20)

Maksud pasal ini, bahwa apabila ada diantara atau bagian objek jaminan fidusia tersebut tidak dapat dipergunakan lagi, maka pemberi fidusia dengan ini berjanji dan mengikatkan diri untuk mengganti dengan objek jaminan fidusia lain yang sejenis yang nilainya setara dengan yang digantikan, serta yang dapat disetujui penerima fidusia, dengan ketentuan bahwa objek jaminan fidusia pengganti tersebut termasuk dalam jaminan fidusia yang dinyatakan dalam akta ini. Pasal 5

Maksud pasal ini, bahwa pemberi fidusia tidak berhak melakukan fidusia ulang objek jaminan fidusia tersebut dan tidak diperkenankan juga untuk membebankan, menjual atau mengalihkan dengan cara apapun objek jaminan fidusia kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dahulu dari penerima fidusia.

Dan apabila pemberi fidusia melalaikan atau tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam akta ini atau debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit, maka lewat waktu yang ditentukan untuk memenuhi kewajiban tersebut saja sudah membuktikan adanya pelanggaran atau kelalaian pemberi fidusia atau debitur, maka hak pemberi fidusia untuk meminjam pakai objek jaminan fidusia tersebut menjadi berakhir dan objek jaminan fidusia harus diserahkan kepada penerima fidusia, setelah diberitahukan secara tertulis (somasi) oleh penerima fidusia.

Pasal 6

Maksud pasal ini, bahwa pemberi fidusia berjanji dan mengikutkan diri untuk mengasuransikan objek jaminan fidusia padaperusahaan asuransi yang ditunjuk atau disetuui oleh penerima fidusia terhadap bahaya lainnya, untuk suatu jumlah terhadap bahaya kebakaran dan bahaya lainnya, untuk suatu jumlah pertanggungan dan persyaratan yang dipandang tepat oleh penerima fidusia. Dalam polis asuransi tersebut harus dicantumkan klausula bahwa dalam hal terjadi kerugian, maka uang pengganti kerugiannya harus dibayar kepada kreditur yang selanjutnya akan memperhitungkannya dengan jumlah yang masih harus dibayarkan debitur kepada kreditur berdasarkan perjanjian kredit, sedangkan sisanya jika masih ada harus dikembalikan oleh kreditur kepada debitur dengan tidak ada kewajiban bagi kreditur untuk membayar bunga atau ganti kerugian berapapun kepada pemberi fidusia. Apabila ternyata uang pengganti kerugian dari perusahaan asuransi tersebut tidak mencukupi, maka debitur berkewajiban

(21)

untuk membayar lunas sisa yang masih harus dibayar kepada penerima fidusia. Semua uang premi asuransi harus ditangung dan dibayar oleh pemberi fidusia atau debitur. Apabila pemberi fidusia atau debitur lalai atau tidak mengasuransikan objek jaminan fidusia tersebut, maka penerima fidusia berhak bila perlu mengasuransikan sendiri objek jaminan fidusia tersebut dengan diberi kuasa oleh pemberi kuasa oleh pemberi fidusia, dengan ketentuan bahwa premi asuransinya tetap harus dibayar oleh pemberi fidusia atau debitur. Asli polis asuransi dan perpanjangannya dikemudian hari serta kwitansi pembayaran premi asuransi dari perusahaan asuransi tersebut harus diserahkan untuk disimpan oleh penerima fidusia.As li po lis asuransi dan perpanjangannya d ikemud ian hari serta kwitansl pembayaran premi asuransi dari perusahaan asuransi tersebut harus diserahkan untuk disimpan oleh penerima fidusia.

Pasal 7

Maksud pasal ini, bahwa. dalam hal debitur atau pemberi fidusia tidak memenuhi salah satu ketentuan dalam akta ini dan salah satu ketentuan dalam perjanjian kredit, terutama dalam hal debitur lalai (wanprestasi), sedangkan kelalaian tersebut semata-mata terbukti dengan lewatnya waktu yang ditentukan, tanpa diperlukan lagi surat teguran Juru sita (somasi) atau surat lain yang serupa dengan itu, maka atas kekuasaannya sendiri penerima fidusia berhak :

Untuk menjual o bjek ja mina n fidus ia, t ersebut atas dasar t it el eksekutorial, atau melalui pelelangan di muka umum, atau melalui penjualan. di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian diperolch harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

Untuk keperluan penjua lan t ersebut, penerima fidus ia berhak menghadap dimana perlu, membuat atau suruh membuat serta menandatangani semua surat, akta serta dokumen lain yang diperlukan,

(22)

menerima uang, harga penjualan dan memberikan tanda penerimaan untuk itu, menyerahkan apa yang dijual itu kepada pembelinya, memperhitungkan atau mengkompensir yang harga penjualan yang diterimanya itu dengan semua apa yang wajib dibayar oleh debitur kepada kreditur akan tetapi dengan kewajiban bagi penerima fidusia untuk menyerahkan sisa uang penjualannya jika masih ada kepada pemberi fidusia, dengan tidak ada kewajiban bagi penerima fidusia untuk membayar bunga atau ganti rugi berupa apapun juga kepada pemberi fidusia atau debitur mengenai sisa uang harga penjualan itu selanjutnya penerima fidusia berhak untuk melakukan segala sesuatu yang dipandang perlu dan berguna dalam rangka penjualan objek jaminan fidusia tersebut dengan tidak ada satupun yang dikecualikan.Apabila hasil penjualan dari objek jaminan fidusia tersebut tidak mencukupi untuk melunasi semua apa yang wajib dibayar oleh debitur kepada kreditur, maka debitur tetap terikat membayar lunas sisa uang yang masih harus dibayar kepada kreditur.

Pasal 8

Maksud pasal ini, bahwa dalam hal penerimaan fidusia mempergunakan hak-hak yang diberikan kepadanya seperti diuraikan diatas, pemberi fidusia wajib dan mengikatkan diri sekarang ini untuk dipergunakan dikemudian hari pada waktunya, menyerahkan dalam terpelihara baik kepada penerima fidusia objek jaminan fidusia, dan dalam hal apabila pemberi fidusia tidak memenuhi ketentuan ini dalam waktu yang ditentukan dalam surat pemberitahuan atau teguran yang bersangkutan, maka pemberi fidusia lalai semata-mata karena lewatnya waktu yang ditentukan tanpa diperlukan lagi surat teguran juru sita (somasi) atau surat

(23)

lain yang serupa dengan itu, maka penerima fidusia atau kuasanya yang sah berhak dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mengambil atau suruh mengambil objek jaminan fidusia dari tempat dimanapun objek jaminan fisudia tersebut berada, baik dari tangan pemberi fidusia maupun dari tangan pihak ketiga yang menguasainya, dengan ketentuan bahwa semua biaya yang berkaitan dengan ini menjadi tanggungan dan harus dibayar oleh pemberi fidusia.

Pasal 9

Maksud pasal ini, bahwa pembebanan jaminan fidusia ini dilakukan oleh pemberi fidusia kepada penerima fidusia dengan syarat-syarat yang memutuskan (onder de ontbindende voorwaarden) yaitu sampai dengan debitur telah memenuhi membayar lunas semua apa yang wajib dibayar oleh debitur kepada kreditur sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian kredit.

Pasal 10

Maksud pasal ini, bahwa pemberi fidusia dengan ini memberikan kuasa kepada penerima fidusia, yang menyatakan bahwa penerima kuasa dari pemberi fidusia untuk melaksanakan pendaftaran jaminan fidusia tersebut, untuk keperluan menghadap dihadapan pejabat atau instansi yang berwenang (termasuk kantor Pendaftaran Fidusia) memberikan keterangan, menandatangani surat/formulir, mendaftarkan jaminan fidusia atas objek jaminan fidusia tersebut dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia serta mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan dalam hal terjadi perubahan atas data yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia, selanjutnya menerima sertifikat

(24)

jamianan fidusia dan atau pernyataan perubahan, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan untuk keperluan itu membayar semua biaya dan menerima kwitansi segala uang pembayaran serta selanjutnya melakukan segala tindakan yang perlu dan berguna untuk melaksanakan ketentuan dari akta ini.Akta ini merupakan bagian yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari perjanjian kredit demikian pula kuasa yang diberikan dalam akta ini merupakan bagian yang terpenting serta tidak terpisahkan dari akata ini, tanpa adanya akta ini dan kuasa tersebut niscaya perjanjian kredit demikian pula akta ini tidak akan diterima dan dilangsungkan diantara para pihak yang bersangkutan, oleh karenanya akta ini tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan selama berlakunya perjanjian kredit tersebut dan kuasa tersebut tidak akan batal atau berakhir karena sebab yang dapat mengakhiri pemberian suatu kuasa, termasuk sebab yang disebutkan dalam Pasal 1813, 1814 dan 1816 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.

Pasal 11

Maksud pasal ini, bahwa Penerima fidusia berhak dan dengan ini diberi kuasa dengan hak subsitusi oleh pemberi fidusia untuk melakukan perubahan atau penyesuaian atas ketentuan dalam akta ini di dalam hal perubahan atau penyesuaian tersebut diperlukan dalam rangka memenuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Fidusia maupun ketentuan dala m Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut.

Pasal 12

Maksud pasal ini, bahwa segala perselisihan yang mungkin timbul diantara kedua belah pihak sendiri, maka kedua belah pihak akan memilih

(25)

do mis ili hukum yang tetap dan seumu mnya di Kantor Pengadilan Negeri Medan di Medan.

P e miliha n d o mis ili hu k u m t e r se but d ila k u k a n d e ng a n t id a k me ng u r a ng i hak dari penerima fidusia. untuk mengajukan tuntutan hukum

terhadap, pemberi fidusia be,dasarkan jarnman fidusia atas objek jaminan

fidusia tersebut dihadapan pengadilan lainnya dalarn Wilayah Republik Indonesia, yaitu pada Pengadilan Negeri yang mempunyai yurisdiksi atas diri dari pemberi fidusia atau atas objek jaminan fidusia tersebut.

Pasal 13

Maksud pasal ini, bahwa biaya akta ini dan biaya lainnya yang berkenaan dengan pernbuatan akta ini maupun dalam melaksanakan ketentuan dalam akta (seperti mengasuransikan objek jaminan) ini menjadi tanggungan dan harus dibayar oleh pemberi fidusia, demikian Pula biaya pendaftaran fidusia ini di Kantor Pendaftaran Fidusia.

b. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Berkaitan Dengan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan

Perlindungan hukum terhadap objek jaminan fidusia secara unium adalah melalui pemdaftaran jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) dibawah nauangan Departemen Kehakiman dan HAM atau sekarang Departemen Hukum dan HAM. Dasar perlindungan pendaftaran ini adalah Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang pada int inya menyebutkan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Kemudian dari pendaftaran ini akan diterbitkan sert ifikat

(26)

jaminan fidusia yang mencantumkan irah-irah "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAIIA ESA" sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.1 Dengan Undang-Undang ini, telah

ditentukan apabila debitur wanprestasi maka kreditur mempunyai hak untuk melaksanakan t itel eksekutorial sebagaimana tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia, kreditur mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia melalui pelelangan umum serta pelunasan piutangnya melalui penjualan oleh debitur sendiri atau penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara kreditur dan debitur

Satu-satunya benda jaminan fidusia yang tidak dilakukan pendaftaran pada KFF oleh Bank HSBC adalah benda stok (benda persediaan). Perjanjian kredit yang menggunakan jaminan berupa stok adalah perjanjian kredit modal kerja (KMK), jaminan kredit pada perjanjian kredit ini ada 2 (dua) macam yaitu jaminan pokok (utama) dan jaminan tambahan. Benda stok merupakan jaminan utama dalam kredit modal kerja ini. Sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap kreditur (Bank HSBC) berkaitan dengan jaminan stok yang tidak didaftarkan tersebut, Bank HSBC selalu mensyaratkan adanya jaminan atau agunan tambahan berupa tanah dan bangunan yang dapat dibebani Hak Tanggungan. Menurut hemat penulis, upaya perlindungan hukum yang dilakukan Bank HSBC ini merupakan upaya yang tepat dalam melakukan pengamanan terhadap kredit yang telah diberikan kepada nasabahnya, yaitu

(27)

mengupayakan adanya jaminan pengembalian kredit ketika debitur wanprestasi melalui eksekusi jaminan kredit yang telah diikat secara sempurna berupa tanah dan bangunan yang telah dibebankan dengan Hak Tanggungan sebagai jaminan tambahannya.

Peluang upaya lain sebagai perlindungan Hukum bagi kreditur disamping jaminan kredit berupa stok, yaitu dikarenakan benda stok mempunyai sifat “floating” atau mengambang yang berdasarkan fakta yang ada pada prakteknya bahwa setiap kali terjadi kredit macet atau debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan berupa stok ini, dapat dipastikan benda stok pasti habis. Maka, tepat sekali jika upaya perlindungan hukum dan perlindungan hak Bank diletakkan pada jaminan tambahannya yaitu dengan Hak Tanggungan yang objeknya berupa tanah dan bangunan.

Disisi lain alasan perlunya perlindungan Hukum dalam bentuk lain berupa jaminan tambahan disamping jaminan untuk berupa benda stok ini, menurut pendapat serta analisis penulis, jika terjadi peristiwa seperti yang dikatakan diatas yaitu benda stok pasti habis ketika debitur wanprestasi, ini berarti jika benda jaminan telah tidak ada atau habis kedudukan kreditur sebagai “kreditur separatis” sebagaimana ketentuan Pasal 27 ayat (3) yaitu kreditur yang tidak terkena akibat dari kepailitan debitur, ketentuan Pasal tersebut berbunyi:

“ Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia (debitur)”.

(28)

preferensi kepada penerima fidusia dan tidak hapus karena kepailitan atau likuidasi debitur itu hanya dapat berlaku pada benda-benda objek fidusia selain stok. Ini dikarenakan objek jaminan fidusia berupa benda stok sebagai jaminan kredit mengandung beberapa konsekuensi seperti yang diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, sebagai berikut:

a. Benda persediaan (stok) yag menjadi objek jaminan fidusia dapat

dialihkan oleh debitur pemberi fidusia dengan cara yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan, (lihat Pasal 21 ayat (1)).

b. Pemberi fidusia tidak dilarang atau dengan kata lain diperbolehkan

mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain, khusus pada benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia walaupun tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia (kreditur), (lihat Pasal 23 ayat (2)).

c. Pihak lain sebagai pembeli benda yang menjadi objek jaminan fidusia

yang merupakan benda persediaan tidak dapat dituntut meskipun pembeli itu mengetahui tentang adanya jaminan fidusia itu. Dengan ketentuan bahwa pembeli telah membayar lunas harga penjualan benda tersebut sesuai dengan harga pasar, (lihat Pasal 22)

d. Terdapat pengecualian dalam pengalihan atas benda persediaan yang

menjadi objek jaminan fidusia, bahwa dalam pengalihan benda persediaan tidak ada sifat “droit de suite” atau sifat jaminan fidusia tetap melekat mengikuti bendanya yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada (lihat Pasal 20).

(29)

Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang seperti tersebut diatas, penulis menyimpulkan bahwa undang-undang mengatur bahwa benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia merupakan benda yang bebas untuk dialihkan, bahkan pembeli benda persediaan itu pun tidak dapat dituntut jika pembeli itu telah membeli secara lunas sesuai dengan harga pasar, karena dalam pengalihan benda persediaan tidak berlaku sifat droit de suite atau jaminan fidusia melekat pada benda itu berada. Karena tidak ada sifat melekatnya hak jaminan fidusia mengikuti benda objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun berada, berarti kreditur tidak mempunyai hak untuk menuntut dan hak untuk tetap dapat melaksanakan eksekusi ketika benda persediaan (stok) telah habis dijual kepada pihak lain (pembeli) atau pada saat hendak dieksekusi benda telah berada ditangan pihak ketiga.

2. Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia

Wasprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.

Dalam praktek perbankan pada umumnya, terdapat 3 (tiga) macam tunggakan kredit dalam suatu perjanjian kredit yang menjadi gejala awal terjadinya wanprestasi sekaligus menjadi tolok ukur dalam menentukan suatu kredit itu dalam keadaan kredit bermasalah (non performing loan) atau tidak, yaitu adanya:

a. Tunggakan angsuran pokok, yaitu angsuran pokok suatu kredit yang telah jatuh tempo masa angsurannya namun belum dibayar.

(30)

b. Tunggakan pokok, yaitu pokok dari kredit tanpa angsuran yang telah jatuh tempo namun belum dibayar.

c. Tunggakan biaya, yaitu bunga kredit dengan angsuran maupun tanpa

angsuran yang telah jatuh tempo tetapi belum dibayar.

Kemudian, jika terjadi salah satu maupun semua tunggakan seperti diakatakan diatas, berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998, maka para penilai akan menggolongkan keadaan kredit tersebut, apakah kredit tersebut termasuk dalam kategori kredit bermasalah (non performing loan) atau kredit tidak bermasalah (performing loan). Parameter yang digunakan untuk menilai kredit itu bermasalah atau tidak, yaitu dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek, yaitu: 1) Aspek prospek usaha debitur;

2) Aspek kondisi keuangan debitur dengan penekanan arus kas

3) Aspek kemampuan debitur membayar.

Aspek kemampuan membayar diukur berdasarkan umum tunggakan kredit menurut kolektibilitasbnya. Aspek kemampuan membayar ini dapat digolongkan menjadi lima kolektibilitas :

a. Lancar, jika pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan

tidak ada tunggakan serta sesuai perjanjian kredit.

b. Dalam perhatian khusus, jika terdapat tunggakan pembayaran pokok dan

atau bunga I sampai dengan 90 hari (3 bulan)

c. Kurang Lancar, jika terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau

(31)

d. Diragukan, jika tunggakan telah melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari (9 bulan).

e. Macet, jika terdapat tunggakan pokok dan atau bunga yang telah

melampaui 270 hari (9 bulan lebih)

Kredit yang masuk dalam golongan lancer dan dalam perhatian khusus dinilai sebagai kredit yang performing loan (kredit tidak bermasalah), sedangkan kredit yang masuk golongan kurang lancer, diragukan dan macet dinilai sebagai kredit non performingloan (kredit bermasalah). Adanya kredit bermasalah akan menjadi beban bagi bank tersebut, karena kredit bermasalah apalagi kredit dalam golongan macet menjadi salah satu faktor dan penentu kinerja suatu bank, sehingga, jika telah terjadi kredit dengan golongan macet tersebut menuntut :

1) Penyelesaian yang cepat, tepat dan akurat dan segera mengambil

tindakan hukum jika sudah tidak ada jalan lain penyelesaian secara restrukturisasi, Untuk menjaga agar kredit yang telah diberikan kepada Debitur memiliki kualitas performing loan maka harus dilakukan pemantaun dan pengawasan untuk mengetahui secra dini bila terjadi deviasi (penyimpangan) dan langkah-langkah memperbaikinya.

2) Dilakukan penilaian ulang (review) secara periodic agar dapat

diketahui sedini mungkin baik actual loan problem, maupun petensial problem sehingga Bank dapat mengambil langkah-langkah pengamanannya (action program)

(32)

3) Dilakukan penyelamatan dan penyelesaian segera, bila kredit menunjukkan bermasalah (non performing loan).

Dalam Usaha menyelamatkan dan menyelesaikan kredit bermasalah, tindakan yang diambil akan bereaneka ragam tergantung pada tingkat atau kondisi kredit bermasalah itu, Usaha penyelamatan dan penyelesaian kredit bermasalah ini sangat tergantung pada apakah debitur koopertif dalam usaha penyelamatan atau penyelesaian kredit macet tersebut atau tidak. Bila debitur kooperatif atau beritikad baik, maka dalam mencari solusi penyelesaian kredit bermasalah tersebut, jika menurut penilaian usaha debitur masih memiliki prospek maka akan dilakukan restrukturisasi kredit, tapi jika debitur tidak bertikad baik maka untuk penyelesaian kredit bermasalah akan tergantung ada kuat tidaknya aspek hukum dari perjanjian kredit, pengikatan barang jaminan, kondisi fisik jaminan dan nilai jaminannya. Jika aspek hukumnya yang dimaksud tersebut kuat, maka penyelesaian kredit bermasalah dengan tindakan hokum tidak dapat dihindarkan, tindakan tersebut dilakukan mengingat jaminan kredit merupakan satu-satunya sumber pengembalian kredit.

3. Kredit Macet dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia

a. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Kredit Macet

Terjadinya kredit macet dalam dunia perbankan dewasa ini bukanlah suatu rahasia umum, bahkan hamper semua bank khususnya di Indonesia ini pernah ada suatu saat dapat mengalami apa yang diamakan kredit macet. Kredit macet tidak hanya semata-mata disebabkan oleh

(33)

nasabah debitur tetapi juga dapat disebabkan oleh kreditur sendiri. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet yang disebabka oleh nasabah debitur, diantaranya yaitu:

a. Nasabah menyalahgunakan kredit yang diperolehnya.

b. Nasabah kurang mampu mengelola usahanya

c. Nasabah beritikad tidak baik sejak semula.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet yang berasal dari bank selaku kreditur adalah disebabkan antara lain, karena :

1. Kurangnya profesionalisme pejabat bank dalam bertindak serta menentukan siapa yang layak dan memenuhi syarat untuk memperolehkredit.

2. Ketatnya persaingan antar bank sehingga dalam mengambil setiap keputusan bank selalu bertindak spekulatif dengan mengabaikan prinsip-prinsip perbankan yang sehat

3. Adanya hubungan ke dalam (kolusi) antara pihak bank dengan

perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kelompoknya sehingga dalam melayani nasabah-nasabah dari “dalam” ini, senderung lebih mudah (biasa terjadi pada bank swasta).

4. Lemahnya pengawasan bak terhadap kredit yang telah

dikeluarkan baik yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan maupun bank Indonesia. 2

Menurut Muchdarsyah Sinungan, penyebab dari suatu keadaan Kredit yang

2

Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Edisi Revisi Ctk. Kedua Djambatan, Jakarta, hlm. 133-134

(34)

macet adalah karena kesulitan-kesulitan keuangan yang dialami debitur. Penyebab dari kesulitan-kesulitan keuangan tersebut dapat dikelompokkan de dalam 2 (dua) kelompok yaitu:3

1. Faktor Intern (manager faktor), yaitu faktor-faktor yang ada di dalam

perusahaan sendiri. Dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain:

a. Kelemahan dalam kebijasanaan pembelian dan penjualan

b. Tidak efektifnya pengawasan atas biaya-biaya atau ongkos-ongkos

perusahaan

c. Kebijaksanaan tentang piutang yang tidak efektif. d. Terlalu banyak penempatan pada aktiva tetap.

e. Permodalan yang tidak cukup

2. Faktor Ekstern, yaitu faktor yang terjadi di luar jangkauan kemampuan

management. Faktor ini dapat disebabkan karena bencana alam, peperangan, perubahan dalam kondisi perekonomian (krisis moneter) dan perdagangan, perubahan kebijakan pemerintah serta musibah yang menimpa debitur.

b. Upaya Penyelesaian Kredit Macet Yang Dilakukan Bank HSBC Dalam

Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia.

Banyak hal yang dapat dilakukan oleh bak dalam menyelesaikan persoalan kredit macet. Tergantung dengan berat ringannya kemacetan tersebut, apabil kredit masih dapat diharapkan berjalan baik kembali, bank dapat memberikan bantuan ataupun keringanan-keringanan. Sebaliknya apabila kredit tersebut sudah tidak dapat diharapkan lagi dapat kembali lancar maka bank menempuh jalan

3

Muchdarsyah Sinungan, Kredit Seluk Beluk Dan tekhnik Pengelolaan, Ctk. Kedua, Yagrat, Jakarta, 1980, hlm.167-168

(35)

melalui saluran hukum.

Sebelum menempuh saluran hukum sebagai upaya terakhir dalam penyelesaian kredit macet tersebut, untuk menyelesaikan kredit bermasalah (non performing loan) khususnya kredit dengan golongan macet, maka ada dua strategi yang dapat ditempuh oleh bank, yaitu:

1. Penyelematan Kredit/retrukturisasi kredit (penyelesaian secara intern oleh

Bank HSBC- Debitur)

Penyelamatan kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali anatara kreditur dan debitur dengan memperingan syarat-syarat pengembalian kredit tersebut, diharapkan dari upaya ini debitur memiliki kemampuan kembali untuk menyelesaikan kredit itu. Tahap penyelamatan kredit ini belum memamfaatkan lembaga Hukum karena debitur masih kooperatif dan dari prospek usaha debitur masih dimungkinkan untuk dilakukan upaya ini. Syarat yang paling utama dalam upaya penyelamatan kredit ini adalah adanya kemauan, itikad baik dan sikap kooperatif dari debitur untuk bersedia mengikuti syarat-syarat yang ditentukan Bank karena dalam penyelesaian kredit melalui restrukturisasi lebih banyak negosiasi dan solusi yang ditawarkan Bank.

Upaya penyelamatan kredit macet dapat dilakukan dengan cara sebagaimana yang ditentukan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPP tanggal 29 Mei 1993, sebagai berikut:

a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa

(36)

tenggang, baik meliputi perubahan besarnya angsuran maupun tidak berikut dengan itu.

b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian dan

seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit.

c. Penataan Kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut penanaman dana bank, dan atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan koncersi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan. Dengan cara-cara diatas, diharapkan keadaan kredit atau keadaan pembayaran kredit dapat kembali lancar dikarenakan adanya keringanan-keringanan yang dihasilkan dari upaya persuasif. Antara debitur dan kreditur tersebut. Namun apabila dengan cara tersebut diatas telah diupayakan dan ternyata belum berhasil atau tidak ditemukannya sikap kooperatif atau itikad baik dari debitur menanggapi upaya penyelamatan kredit ini, maka pihak bank dapat memberikan peringatan atau teguran berupa somasi kepada debitur hingga beberapa kali somasi, somasi dapat dilakukan langsung oleh kreditur sendiri atau melalui Pengadilan Negeri (PN), bukti peyampaian somasi atau teguran ini dapat digunakan oleh kreditur sebagai alat bukti telah mengajukan somasi dalam mengajukan gugatan melalui pengadilan. Isi pokok dari surat somasi adalah:

1. Pemberitahuan mengenai jatuh tempo pembayaran bunga dan/ atau

(37)

2. Perintah untuk membayar hutangnya dengan jumlah tertentu seusai permintaan atau pemberitahuan Debitur

3. Batas waktu bagi Debitur untuk melaksanakan pembayaran

Apabila somasi itu tidak ditanggapi juga oleh debitur atau debitur tidak beritikad baik, maka krteditur berhak membawa persoalan itu melalui jalur hukum, dalam hal ini melalui lembaga hukum seperti Pengadilan ataupun BUPLN yang sekarang diganti dengan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) melalui Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) yang mempunyai kantor operasional di seluruh Indonesia.

2. Penyelesaian Kredit

Yang dimaksud penyelesaian kredit adalah langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum seperti Pengadilan ataupun Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), langkah ini diambil dikarenakan langkah penyelamatan kredit (restrukturisasi kredit) telah diupayakan tetapi tidak membuahkan hasil, seperti dikarenakan penilaian terhadap prospek usaha debitur atau keadaan usaha debitur tidak dapat diharapkan lagi ataupun karena debitur tidak kooperatif( tidak beritikad baik). Tujuna penyelesaian kredit melalui lembaga hukum ini adalah untuk mengeksekusi benda jaminan.

a. Penyelesaian dengan eksekusi jaminan fidusia yaitu dengan pelaksanaan title eksekutorial atau melalui penetapan Pengadilan atau flateksekusi (berdasarkan Pasal 29 ayat (1) huruf a)

Setelah upaya peringatan atau somasi yang disampaikan oleh kreditur dan tidak mendapat tanggapan dari debitur yang dianggap telah melakukan

(38)

wanprestasi, dan debitur juga tidak bersedia secara sukarela menyerahkan benda jaminan kepada kreditur, maka tindakan selanjutnya dapat dilakukan penyelesaian kredit melalui eksekusi benda jaminan fidusia dengan pelaksanaan title ekssekutorial sertifikat jaminan fidusia melalui flak eksekusi yaitu lewat penetapan pengadilan.

Setelah mendapat penetapan dari pengadilan untuk mengeksekusi benda jaminan melalui pelelangan dimuka umum pada Kantor Lelang Negara (KP2LN) dengan cara lelang menurut jenis jamimannya.

b. Penyelesaian dengan eksekudi jaminan fidusia secara parate eksekusi lewat

pelelangan umum (berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf b Undang-Undang Jaminan Fidusia).

Dengan ketentuan tentang penyelesaian ini, kreditur dapat mengeksekusi benda jaminan dengan kekuasaannya sendiri tanpa melibatkan pengadilan sama sekali yaitu melalui lembaga pelelangan umu atau Kantor Lelang melalui KP2LN setempat, dimana hasil pelelangan tersebut diambil untuk melunasi pembayaran hutang debitur. Bank dalam hal ini berkedudukan sebagai pemohon lelang.

c. Penyelesaian dengan eksekusi jaminan fidusia secara parate eksekusi saecara penjualan diabawah tangan (berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf c Undang-Undang Jaminan Fidusia).

Penyelesaian kredit macet juga dapat dilakukan dengan cara mengeksekusi benda jaminan fidusia tanpa melibatkan pengadilan (parate eksekusi) dengan cara menjual benda jaminan tersebut secara dibawah tangan. Dengan ketentuan,

(39)

memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 29 yaitu: 4

a. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pembeli dan penerima fidusia

b. Jika dengan cara penjualan di bawah tangan tersebut dicapai harga

tertinggi yang menguntungkan para pihak

c. Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan atau penerima fidusia

kepada pihak-pihak yang berkepentingan

d. Diutamakan dalam sedikit-dikitnya dalam dua surt kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan

e. Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu satu bulan sejak

diberitahukan secara tertulis.

d. Penyelesaian melalui Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN)

atau melalui Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) sesuai wilayah kerjanya.

DJPLN mempunyai tugas menyelenggarakan pelaksanaan tugas Panitia Urusan Piutang Newgara (PUPN) maupun pelaksanaan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku PUPN adalah Panitia yang mempunyai tugas dan wewenang mengurus piutang Negara berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tanggal 14 Desember 1960 Tentang PUPN yang mempunyai kantor operasional di seluruh Indonesia yaitu Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negata (KP2LN) yang dikoordinasikan oleh kantor-kantor wilayah (Kanwil). Pada setiap KP2LN ada dua seksi yaitu seksi Piutang Negara (FUPN) dan Seksi Lelang (KLN), Seksi

4

Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Cetakan Kedua Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 61

(40)

PUPN menangani kredit macet bank-bank milik pemerintah sedangkan seksi KLN menangani lelang-lelang berdasarkan penetapan Pengadilan dan kejaksaan, lelang fidusia, lelang Hak Tanggungan keputusan PUPN dan lain-lain. Lelang yang dilakukan PUPN, prosedurya dilakukan menurut prosedur baku lelang di KLN prosedur lelangnya sesuai dengan surat Edaran SE 16/PL/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Fidusia.Kreditur dapat mengajukan penyelesaian kredit macet atau pengurusan piutangnya melalui saluran hukum yaiut KP2LN dengan pertimbangan sebagai berikut:

a. Nasabah mempunyai itikad tidak baik

b. Untuk pembayaran kembali pinjamannya diperlukan

pelelangan barang jaminan yang harus melalui saluran hukum.

c. Jumlah pinjaman nilainya tidak terlalu kecil untuk ditagih melalui saluran hukum

d. Adanya harapan debitur mau membayar apabila melalui

saluran Hukum

Jadi, apabila Bank sudah merasa tidak mampu lagi melakukan pengurusan piutangnya dengan upaya penyelesaian sendiri (restrukturisasi kredit), maka pengurusan tersebut untuk selanjutnya dapat dilimpahkan kepada KP2LN. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bahwa penyelesaian piutang Negara pada pertama kali dilakukan sendiri oleh instansi pemerintah, lembaga Negara atau badan usaha Negara yang bersangkutan. Kemudian berdasarkan keputusan menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 300/KMK.01/2002

(41)

tentang pengurusan piutang negara, (Pasal 2 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa apabila penyelesaian tidak berhasil, maka piutang Negara tersebut wajib diserahkan kepada PUPN dalam hal ini KP2LN. Berdasarkan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) ditetapkan bahwa instansi-instansi pemerintah dan badan-badan yang langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh Negara serta perusahaan-perusahaan negara dan sebagainya diwajibkan menyerahkan piutangnya yang ada dan besarnya telah pasti menurut hokum tetapi pihak debiturnya tidak melunasi sebagaimana mestinya kepada PUPN dalam hal ini KP2LN.

Pelimpahan pengurusan penyelsesaian piutangnya yang macet kepada KP2LN selambat-lambatnya 3 bulan setelah jatuh tempo yang tercantum dalam dokumen-dokumen perpanjangan jangka waktu pelunasan kredit. Pengurusan penyelesaian kredit ini dapat juga karena inisiatif KP2LN sendiri, jadi tidak menunggu pelimpahan dari pemerintah dan badan usaha milik negara saja. Pengurusan atas inisiatif sendiri ini, atas dasar pemikiran, bahwa sifat pengurusan dan penagihan piutang macet adalah untuk maksud mengamankan keuangan atau kekayaan Negara, setelah pengurusan ditandatangani oleh KP2LN, maka bukan pihak bank lagi yang menjadi pihak berpiutang, melainkan negara yang menjadi pihak berpiutang.

Penyerahan piutang negara tersebut disampaikan secara tertulis oleh penyerah piutang (pihak bank) kepada KP2LN disertai resume dan dokumen-dokumen sebagai kelengkapan dalam rangka penyerahan piutang negara, yaitu:

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh mahasiswa berdasarkan kebutuhan prioritas, sebagai berikut: (1) Faktor 1 terdiri dari keterampilan

tingkat kepuasan masyarakat semakin meningkat. Pimpinan unit kerja diharapkan selalu memberikan pengarahan kepada bawahannya serta mengirimkan stafnya untuk

Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan penelitian pengembangan anak usia dini yang menyentuh seluruh kebutuhan tumbuh kembang anak, sistematis, dan melibatkan

Umumnya terdapat semangat kasih yang lebih besar untuk bekerjasama dengan rahmat Allah, ketika orang menerima rahmat itu di masa dewasa ataupun di akhir masa

Puji Syukur dipanjatkan kehadirat Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkat dan rahmat-Nya dapat diselesaikannya skripsi yang berjudul “Faktor- Faktor

_____________, “Bermuhammadiyah di Zaman Penjajahan Belanda.” Manuskrip Bermuhammadiyah dalam Tiga Zaman... Zainuddin Dari Padang Menemui Penulis.”, Manuskrip Berdialog dengan

Dari hasil output komputer dengan paket SPSS, memberikan deskriptif data total faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi penurunan pergerakan indeks harga saham gabungan di Bursa

Berdasarkan pengaturan dalam Pasal 1 butir 2 dan butir 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia maka benda tak bergerak yang dapat menjadi objek Jaminan Fidusia adalah benda tak