• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Kajian Kesesuaian Calon Taman Hutan Raya (TAHURA)

5.3.5 Analisis Terhadap Indikator yang digunakan untuk Tiap Kriteria dalam Mengkaji Kesesuaian Calon Taman Hutan Raya (TAHURA)

5.3.5.2 Kriteria Sosial-Ekonomi-Budaya (w 1IS = 0,4546)

Berdasarkan Tabel 31 kriteria sosial-ekonomi-budaya yang mempunyai bobot tertinggi berturut-turut adalah indikator penutupan lahan (w15) 0,1434,

indikator potensi objek dan atraksi sosial-ekonomi-budaya serta indikator masyarakat dan lingkungan dengan bobot yang sama yakni (w16) 0,1084, dan

indikator potensi fasilitas umum (w17) 0,0944. Total bobot untuk kriteria sosial-

ekonomi- budaya (w1IS) adalah 0,4546.

a. Indikator potensi objek dan atraksi sosial, ekonomi-budaya (w15= 0,1084) Berdasarkan hasil inventarisasi dan survei yang dilakukan dalam kawasan yang terpilih sebagai calon TAHURA, maka ditemui 4 (empat) macam objek dan atraksi sosekbud yang berpotensi menjadi objek dan daya tarik wisata (ODTW) yakni habitat kelelawar dan rumah tongkonan, bentang alam, objek situ Lengke’ dan simbuang batu (Gambar 21 dan Lampiran 3). Data tersebut diatas menghasilkan skor untuk indikator potensi objek dan atraksi sosial, ekonomi dan budaya(x5)adalah77,5.

ODTW yang memanfatkan bentang alam menjadi salah satu pilihan objek yang memungkinkan kegiatan wisata dalam calon TAHURA. Kegiatan ini jika dikelola dengan baik, maka berpotensi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar calon TAHURA yang berarti peningkatan kesejahteraan

mereka. Masyarakat bisa menjadi guide dan pengelola yang menyediakan aneka cindera mata, fasilitas penginapan dan rumah makan bagi para wisatawan.

Gambar 21 Peta letak beberapa ODTW di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala.

b. Indikator penutupan lahan/landcover(w16= 0,1434)

Bobot indikator penutupan lahan yang tinggi 0,1434 berada pada urutan ketiga setelah indikator potensi sumber air dan indikator kelerengan (slope) yang mengindikasikan pentingnya perhatian terhadap indikator ini. Hutan sekunder yang mendominasi tutupan lahan dalam calon TAHURA merupakan aspek penting yang perlu dilindungi terkait dengan peran KHLN sebagaicatchment area dan fungsi lindung bagi sistem hidroorologis dalam KHLN itu sendiri. Hutan dapat mempengaruhi pola curah hujan melalui transpirasi dan melindungi daerah aliran sungai (Irwanto 2006).

Berdasarkan hasil analisis peta penutupan lahan dan kunjungan lapang (ground check) yang dilakukan di lapangan, maka diperoleh informasi gambaran penutupan pertanian lahan kering campur semak adalah yang terluas yakni 5.610,873 ha (48,427%). Dalam pengkajian kesesuaian calon TAHURA komposisi penutupan lahan yang menempati indeks tertinggi yang diambil sebagai skor yang mewakili kajian kesesuaian yakni tutupan lahan hutan sekunder seluas 283,211 ha atau 2,443% (Lampiran 4danGambar 22). Untuk pengkajian kesesuaian indikator penutupan lahan terpilih skor(x6) 82.

Gambar 22 Peta penutupan lahan di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala.

c. Indikator masyarakat dan lingkungan (w17= 0,1084)

Kecamatan Nanggala memiliki 9 (sembilan) lembang yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung Nanggala (Tabel 33). KHLN terluas yakni 1.270,020 ha atau 31,760% berada dalam wilayah administrasi Lembang Karre Limbong. Sedangkan untuk wilayah Kecamatan Tondon, KHLN hanya berada di Lembang Tondon Langi seluas 166,778 ha atau 14,171% dari total KHLN di kedua kecamatan tersebut (Gambar 16).

Berdasarkan data BPS (2007),diperoleh jumlah penduduk per km2 yang terpadat dari kesepuluh lembang tersebut adalah pada Lembang Basokan yakni 237 jiwa/km2 (Tabel 25). Hal ini mudah dipahami karena sebelumnya wilayah Lembang Basokan merupakan pemekaran wilayah dari Lembang Nanggala. Lembang Nanggala adalah pusat pemerintahan untuk Kecamatan Tondon- Nanggala sebelumnya.

Selain itu ada beberapa kemudahan yang dapat diperoleh jika masyarakat memilih tinggal dalam wilayah Lembang Basokan. Disamping kedekatan dan kemudahan akses transportasi baik sarana angkutan maupun kondisi jalan yang menghubungkan kedua ibukota kecamatan, juga kemudahan untuk akses ke tempat pendidikan serta akses ke pusat perdagangan di kota Rantepao. Kota Rantepao merupakan salah satu pusat niaga dan aneka jasa terbesar di Kabupaten Tana Toraja. Setelah pemekaran Kabupaten Tana Toraja yang diresmikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Februari 2008, maka kota Rantepao akan menjadi ibukota untuk Kabupaten Toraja Utara. Hal ini berarti kemajuan yang pesat akan dapat dicapai oleh wilayah-wilayah yang berdekatan dengan pusat ibukota jika sumberdaya yang ada bisa dikelola dengan baik.

Informasi jumlah penduduk penting untuk diketahui terkait dengan ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya alam hutan. Jumlah penduduknya di kedua kecamatan adalah 16.880 jiwa yang berbanding dengan kepadatan penduduk 115 jiwa/km2sehingga skor terpilih adalah79,7.

Tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala umumnya sudah baik. Hal ini terlihat dari persentase penduduk yang sudah bisa mengenyam bangku kuliah (sarjana muda dan sarjana) dan mencari

pekerjaan sebanyak 400 orang atau 36,563% dari 1.094 orang yang terdaftar sebagai pencari kerja menurut data BPS (2007a). Namun mereka dengan tingkat pendidikan tinggi ini umumnya keluar dari wilayah kecamatannya untuk mencari perkerjaan. Sehingga penduduk yang tinggal rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang rendah (rata-rata lulus SD 13,89%). Variabel tingkat pendidikan ini menghasilkan skor100.

Mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala pada umumnya di sektor pertanian, termasuk kehutanan, peternakan dan perikanan. Hal ini dibuktikan dengan tingginya hasil produksi usaha mereka (Tabel 28). Umumnya mereka memiliki lahan pertanian sendiri untuk digarap sehingga mereka dikategorikan sebagai petani. Variabel mata pencaharian penduduk menghasilkan skor50.

Berdasarkan laporan Dinas Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja dan Peta RTRW Kabupaten, wilayah administrasi Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala termasuk dalam kawasan lindung. Hal ini lebih memperkuat rencana Pemda untuk mengubah status KHLN yang ada di dalamnya menjadi kawasan konservasi dengan kategri TAHURA. Variabel tata guna tanah dan perencanaan menjadi sesuai dengan rencana pembentukan TAHURA di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala sehingga dihasilkan skor100.

d. Indikator potensi fasilitas umum (w18= 0,0994)

Potensi fasilitas umum penting untuk diketahui selain terkait dengan kemungkinan pengembangan wisata alam sebagai salah satu kegiatan yang memungkinkan dalam calon TAHURA, juga untuk melihat keadaan sosial- ekonomi dan budaya masyarakat di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala. Berdasarkan hasil inventarisasi, maka ada 7 (tujuh) jenis prasarana dalam wilayah Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala yakni telepon umum, puskesmas, wartel, jaringan TV, surat kabar, sarana pendidikan dan pasar (Tabel 26 dan Tabel 30). Data ini menghasilkan skor 67,5. Sedangkan jenis sarana penunjang hanya ada dua yakni rumah makan dan tempat beribadah. Data ini menghasilkan skor32,5.