• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kesesuaian Taman Hutan Raya Di Kecamatan Tondon Dan Kecamatan Nanggala, Kabupaten Tana Toraja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Kesesuaian Taman Hutan Raya Di Kecamatan Tondon Dan Kecamatan Nanggala, Kabupaten Tana Toraja"

Copied!
481
0
0

Teks penuh

(1)

DI KECAMATAN TONDON DAN

KECAMATAN NANGGALA,

KABUPATEN TANA TORAJA

YOSEPI KENDEKALLO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan, bahwa tesis “Kajian Kesesuaian Taman Hutan Raya di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala, Kabupaten Tana Toraja” merupakan karya saya dengan dibimbing oleh Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2008

(3)

YOSEPI KENDEKALLO. 2008. Suitability Study of Grand Forest Park in Tondon Subdistrict and Nanggala Subdistrict of Tana Toraja Regency. Under the supervision of RINEKSO SOEKMADI, and I NENGAH SURATI JAYA.

This study was conducted between October 2007- July 2008 in the tropical lowland rainforest around Tondon Sub-District and Nanggala Sub-District in Tana Toraja District of South Sulawesi Province. The objectives of this study are to determine the suitability index of ecological, socio-economic and cultural aspects to facilitate the change of forest status from protection forest KHLN to TAHURA without altering the primary functions of the area; and to analyze the management block of TAHURA. There are several stages to conduct this study include: 1) Pre-study to determine location, problems and questions of the research; 2) Data collection through field survey; 3) Data processing and analyzing, divided into spatial classification/reclassification, rescaling, buffering, weighting by ranking methods based on the expert judgment, suitability index and spatial overlay modeling technique. According to result of the study of biophysical and socio-economic-cultural aspects, the suitability index derived is in the 3rd category which means suitable within 36,49 point, close to the other three reference suitability index that are 38,16; 38,99 and 36,69. This result shows that the change of protection forest status to TAHURA is considerably suitable in Tondon Sub-Disctrict and Nanggala Sub-District. The area of main TAHURA candidate that positioned in the state forest area is 1.421,637 ha (12%), and the other TAHURA candidate within the public property status is 7.589,271 ha (66%). The management block area of main TAHURA candidate in the state forest area consists of protected block (556,729 ha) and utilization block (864,875 ha).

(4)

YOSEPI KENDEKALLO. 2008. Kajian Kesesuaian Taman Hutan Raya di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala, Kabupaten Tana Toraja. Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI, dan I NENGAH SURATI JAYA.

Kabupaten Tana Toraja merupakan salah satu daerah strategis dan penting di Provinsi Sulawesi Selatan. Namun kawasan hutannya seluas 156.906 ha (48,94%) saat ini mengalami banyak masalah, diantaranya penyerobotan lahan untuk perluasan areal pertanian maupun perkebunan, penebangan liar serta tumpang tindih pelaksanan program pemerintah dalam kawasan hutan. Salah satunya dalam Kawasan Hutan Lindung Nanggala (KHLN) sebagai bagian dari sub DAS Saddang hulu dengan potensi sumberdaya alamnya yang beragam..

Kondisi dan potensi tersebut di atas mengisyaratkan pentingnya pengelolaan KHLN yang lebih bijaksana untuk menjamin kelestarian sumber daya alam dan meningkatkan manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat tanpa mengubah fungsi pokok kawasan. Saat ini upaya konkrit yang ingin diwujudkan pemerintah daerah adalah pembangunan Taman Hutan Raya (TAHURA) yang dimaksudkan untuk memperluas fungsi kawasan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji indeks kesesuaian terhadap aspek ekologi/biofisik, sosial-ekonomi dan budaya dalam upaya pengubahan status KHLN menjadi kawasan konservasi dengan kategori TAHURA tanpa mengubah fungsi pokok kawasan dan mengkaji blok pengelolaannya.

Ada beberapa tahapan penelitian yang dilakukan: 1) Pra penelitian untuk menentukan lokasi study, perumusan masalah dan tujuan. 2) Pengumpulan data dengan survey lapangan meliputi: analisis vegetasi, metode line transect, analisis habitat satwa, inventarisasi,ground checkserta survei mendalam (deep survey). 3) Pengolahan dan analisis data, meliputi: klasifikasi/reklasifikasi, rescaling, pembuatan sempadan (buffering), pembobotan (weighting) dengan metode rangking berdasarkan penilaian 7 orang ahli (expert judgement), indeks kesesuaian (IK) dan pemodelan spasial dengan teknikspatial overlay modeling.

Kajian kesesuaian calon TAHURA dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan reklasifikasi fungsi hutan berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor 837/KPTS/UM/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung. Dalam penelitian ini fungsi hutan hanya dikategorikan dua, yakni: hutan lindung (HL) dan hutan non lindung. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap indikator yang digunakan untuk tiap kriteria dalam mengkaji IK calon TAHURA meliputi kriteria biofisik/ekologi dan kriteria sosial-ekonomi-budaya.

Berdasarkan pendapat 7 responden ahli, kriteria ekologi mendapat total bobot tertinggi (w1IB) 0,5454 dan kriteria sosial-ekonomi-budaya dengan bobot (w1IS)

0,4546. Potensi sumber air sebagai salah satu indikator ekologi yang dinilai mendapat bobot (w11) 0,1643 dan skor (x1) 77,5. Potensi sumber air dan pasokannya yang melimpah merupakan salah satu wujud tetap terpeliharanya fungsi hidroorologis KHLN sehingga ekosistem yang ada penting untuk dilindungi.

Indikator lainnya adalah vegetasi, satwa dan habitatnya dengan bobot (w12)

(5)

anggrek diantaranya Arundina graminifolia, dan Paphiopedilum sp; 2) Jenis non anggrek 49 suku, 56 marga, 106 jenis yang juga berpotensi sebagai tanaman hias diantaranya Rhododendron sp; 3) 60 jenis tanaman obat-obatan dengan potensi spesies 7.815 individu/ha untuk habitus pohon. Berdasarkan hasil analisis vegetasi maka diperoleh indeks nilai penting (INP tertinggi baik pada tingkat pohon, tiang dan pancang adalah jenis ”asa” (Castanopsis buruana)dengan nilai berturut-turut 48,40%, 39,93% dan 42,23%. Sedangkan jenis satwa yang ditemukan adalahceba (Macaca tonkeana) dan ayam hutan. Habitatnya terletak pada ketinggian 1.000-1.300 meter dpl dan masih dalam kondisi baik.

Indikator slope dengan bobot (w13) 0,1294 penting dalam pengelolaan hutan

terutama untuk areal perlindungan hidroorologis dengan skor(x3) bervariasi. Skor tertinggi100pada areal seluas 40,630 ha dan sekaligus sebagai skor terpilih.

Hasil bobot indikator curah hujan adalah (w14) 0,1014. Curah hujan rata-rata

bulanan di kedua wilayah kecamatan 10 tahun terakhir adalah 369 mm/bulan dengan rata-rata jumlah hari hujan bulanan 13 hari menghasilkan skor(x4) 77,5.

Selanjutnya penilaian indikator potensi objek dan atraksi sosekbud dengan dengan bobot (w15) 0,1084. Ada enam macam objek dan atraksi sosekbud yang

berpotensi menjadi ODTW yakni Marante, habitat kelelawar dan aset budaya, bentang alam, habitat ceba dan ayam hutan, situ Lengke’ sertasimbuangbatu dan patanesehingga skornya(x5) 100.

Indikator penutupan lahan/landcover bobotnya (w16) 0,1434. Komposisi

landcover yang menempati indeks tertinggi sebagai patokan yakni tutupan lahan hutan sekunder 283,211 ha (2,443%), sehingga skornya(x6) 82.

Indikator masyarakat dan lingkungan bobotnya (w17) 0,1084. Kecamatan

Nanggala memiliki sembilan lembang dan satu lembang (Tondon Langi) di Kecamatan Tondon yang arealnya berada atau berbatasan langsung dengan KHLN. HL terluas 1.270,020 ha (31,760%) berada di Lembang Karre Limbong, Kecamatan Nanggala. Jumlah penduduknya di kedua kecamatan 16.880 jiwa yang berbanding dengan kepadatan penduduk 115 jiwa/km2 sehingga skor terpilih adalah 79,7. Variabel tingkat pendidikan ini menghasilkan skor 10. Mata pencaharian masyarakat kedua kecamatan adalah sebagai petani, menghasilkan skor 50. Variabel tata guna tanah dan perencanaan sesuai dengan rencana pembentukan TAHURA sehingga dihasilkan skor 100.Indikator potensi fasilitas umum bobotnya (w18) 0,0994 dan skornya berturut-turut 67,5dan32,5.

Berdasarkan hasil kajian, maka diperoleh IK calon TAHURA 38,58 atau kategori sesuai (3) untuk perubahan status KHLN menjadi kawasan konservasi dengan kategori TAHURA di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala dan IK calon TAHURA pembandingnya berturut-turut 38,27, 39,92 dan 37,93. Luas areal untuk calon TAHURA di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala adalah 1.421,637 ha (12%) untuk calon TAHURA utama yang merupakan hak milik negara dan 7.589,271 ha (66%) merupakan calon TAHURA lain dengan status hak milik masyarakat yang dikategorikan juga sebagai blok penyangga. Luas blok pengelolaan dalam calon TAHURA utama terdiri atas blok perlindungan 556,729 ha dan blok pemanfaatan 864,875 ha.

(6)

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjuan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)
(8)

DI KECAMATAN TONDON DAN

KECAMATAN NANGGALA,

KABUPATEN TANA TORAJA

YOSEPI KENDEKALLO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Tondon dan Kecamatan Nanggala, Kabupaten Tana Toraja

Nama : Yosepi Kendekallo

NRP : P 05106012

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui: Komisi Pembimbing:

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr

Ketua Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Prof . Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,MS

(10)

Penulis bersyukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan Rahmat dan Berkat-Nya, sehingga penulisan Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis yang berjudul “KAJIAN KESESUAIAN TAMAN HUTAN RAYA DI KECAMATAN TONDON DAN KECAMATAN NANGGALA, KABUPATEN TANA TORAJA” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian dilaksanakan dalam periode Oktober 2007 sampai dengan Juli 2008, berlokasi di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Penelitian dilatarbelakangi oleh adanya rencana Pemerintah Kabupaten Tana Toraja untuk merubah status Kawasan Hutan Lindung Nanggala menjadi kawasan konservasi dengan kategori Taman Hutan Raya yang merupakan salah salah satu kawasan hutan bagian dari Sub DAS Saddang hulu yang penting di Kabupaten Tana Toraja. Sebagai rimbawan muda, penulis terpanggil untuk berbuat sesuatu, sebelum rencana Pemda ini dilaksanakan dengan melakukan studi awal dan melihat bagaimana tingkat kesesuaian perubahan status kawasan ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F. selaku pembimbing utama yang telah membimbing dan memberikan saran berharga dalam pelaksanaan maupun penulisan tesis. Demikian pula untuk Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr selaku pembimbing kedua yang telah mengenalkan saya tentang penataan ruang dansoftware Arc Viewsebagai toolsyang dapat memberikan informasi penting serta menunjang dalam pengambilan keputusan terutama dalam pengelolaan kawasan hutan, terima kasih atas arahan dan bimbingannya. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada Pemerintah Kabupaten Tana Toraja, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tana Toraja dan staf, Bpk. Uus, Mas Edwin, Kak Sahabuddin, Kak Thoni sekeluarga, Kak Yosep, Pak Samsuddin, Kak Albert Kodea sekeluarga, Kak Heri, Kak Melewanto, Kak Rudi sekeluarga dan teman-teman yang lain atas pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini yang membantu kelancaran proses penelitian. Terima kasih juga kepada teman-teman PSL dan IPK angkatan 2006, sahabatku Kak Marthina Lebang, atas dukungan dan support semangatnya. Ungkapan terima kasih tak terhingga penulis haturkan untuk kedua orang tuaku Marthen Luther Bara’ dan Ibu Yustina Parirak atas perhatian, doa dan kasih sayangnya. Kepada Kak Tina sekeluarga, Kak Rampak, Kak Gaby sekeluarga, Neli sekeluarga, sahabat terbaikku Alberto Tambing Tanduklangi, terima kasih atas pengorbanan, doa dan cinta tulus kalian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2008

(11)

DI KECAMATAN TONDON DAN

KECAMATAN NANGGALA,

KABUPATEN TANA TORAJA

YOSEPI KENDEKALLO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan, bahwa tesis “Kajian Kesesuaian Taman Hutan Raya di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala, Kabupaten Tana Toraja” merupakan karya saya dengan dibimbing oleh Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2008

(13)

YOSEPI KENDEKALLO. 2008. Suitability Study of Grand Forest Park in Tondon Subdistrict and Nanggala Subdistrict of Tana Toraja Regency. Under the supervision of RINEKSO SOEKMADI, and I NENGAH SURATI JAYA.

This study was conducted between October 2007- July 2008 in the tropical lowland rainforest around Tondon Sub-District and Nanggala Sub-District in Tana Toraja District of South Sulawesi Province. The objectives of this study are to determine the suitability index of ecological, socio-economic and cultural aspects to facilitate the change of forest status from protection forest KHLN to TAHURA without altering the primary functions of the area; and to analyze the management block of TAHURA. There are several stages to conduct this study include: 1) Pre-study to determine location, problems and questions of the research; 2) Data collection through field survey; 3) Data processing and analyzing, divided into spatial classification/reclassification, rescaling, buffering, weighting by ranking methods based on the expert judgment, suitability index and spatial overlay modeling technique. According to result of the study of biophysical and socio-economic-cultural aspects, the suitability index derived is in the 3rd category which means suitable within 36,49 point, close to the other three reference suitability index that are 38,16; 38,99 and 36,69. This result shows that the change of protection forest status to TAHURA is considerably suitable in Tondon Sub-Disctrict and Nanggala Sub-District. The area of main TAHURA candidate that positioned in the state forest area is 1.421,637 ha (12%), and the other TAHURA candidate within the public property status is 7.589,271 ha (66%). The management block area of main TAHURA candidate in the state forest area consists of protected block (556,729 ha) and utilization block (864,875 ha).

(14)

YOSEPI KENDEKALLO. 2008. Kajian Kesesuaian Taman Hutan Raya di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala, Kabupaten Tana Toraja. Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI, dan I NENGAH SURATI JAYA.

Kabupaten Tana Toraja merupakan salah satu daerah strategis dan penting di Provinsi Sulawesi Selatan. Namun kawasan hutannya seluas 156.906 ha (48,94%) saat ini mengalami banyak masalah, diantaranya penyerobotan lahan untuk perluasan areal pertanian maupun perkebunan, penebangan liar serta tumpang tindih pelaksanan program pemerintah dalam kawasan hutan. Salah satunya dalam Kawasan Hutan Lindung Nanggala (KHLN) sebagai bagian dari sub DAS Saddang hulu dengan potensi sumberdaya alamnya yang beragam..

Kondisi dan potensi tersebut di atas mengisyaratkan pentingnya pengelolaan KHLN yang lebih bijaksana untuk menjamin kelestarian sumber daya alam dan meningkatkan manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat tanpa mengubah fungsi pokok kawasan. Saat ini upaya konkrit yang ingin diwujudkan pemerintah daerah adalah pembangunan Taman Hutan Raya (TAHURA) yang dimaksudkan untuk memperluas fungsi kawasan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji indeks kesesuaian terhadap aspek ekologi/biofisik, sosial-ekonomi dan budaya dalam upaya pengubahan status KHLN menjadi kawasan konservasi dengan kategori TAHURA tanpa mengubah fungsi pokok kawasan dan mengkaji blok pengelolaannya.

Ada beberapa tahapan penelitian yang dilakukan: 1) Pra penelitian untuk menentukan lokasi study, perumusan masalah dan tujuan. 2) Pengumpulan data dengan survey lapangan meliputi: analisis vegetasi, metode line transect, analisis habitat satwa, inventarisasi,ground checkserta survei mendalam (deep survey). 3) Pengolahan dan analisis data, meliputi: klasifikasi/reklasifikasi, rescaling, pembuatan sempadan (buffering), pembobotan (weighting) dengan metode rangking berdasarkan penilaian 7 orang ahli (expert judgement), indeks kesesuaian (IK) dan pemodelan spasial dengan teknikspatial overlay modeling.

Kajian kesesuaian calon TAHURA dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan reklasifikasi fungsi hutan berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor 837/KPTS/UM/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung. Dalam penelitian ini fungsi hutan hanya dikategorikan dua, yakni: hutan lindung (HL) dan hutan non lindung. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap indikator yang digunakan untuk tiap kriteria dalam mengkaji IK calon TAHURA meliputi kriteria biofisik/ekologi dan kriteria sosial-ekonomi-budaya.

Berdasarkan pendapat 7 responden ahli, kriteria ekologi mendapat total bobot tertinggi (w1IB) 0,5454 dan kriteria sosial-ekonomi-budaya dengan bobot (w1IS)

0,4546. Potensi sumber air sebagai salah satu indikator ekologi yang dinilai mendapat bobot (w11) 0,1643 dan skor (x1) 77,5. Potensi sumber air dan pasokannya yang melimpah merupakan salah satu wujud tetap terpeliharanya fungsi hidroorologis KHLN sehingga ekosistem yang ada penting untuk dilindungi.

Indikator lainnya adalah vegetasi, satwa dan habitatnya dengan bobot (w12)

(15)

anggrek diantaranya Arundina graminifolia, dan Paphiopedilum sp; 2) Jenis non anggrek 49 suku, 56 marga, 106 jenis yang juga berpotensi sebagai tanaman hias diantaranya Rhododendron sp; 3) 60 jenis tanaman obat-obatan dengan potensi spesies 7.815 individu/ha untuk habitus pohon. Berdasarkan hasil analisis vegetasi maka diperoleh indeks nilai penting (INP tertinggi baik pada tingkat pohon, tiang dan pancang adalah jenis ”asa” (Castanopsis buruana)dengan nilai berturut-turut 48,40%, 39,93% dan 42,23%. Sedangkan jenis satwa yang ditemukan adalahceba (Macaca tonkeana) dan ayam hutan. Habitatnya terletak pada ketinggian 1.000-1.300 meter dpl dan masih dalam kondisi baik.

Indikator slope dengan bobot (w13) 0,1294 penting dalam pengelolaan hutan

terutama untuk areal perlindungan hidroorologis dengan skor(x3) bervariasi. Skor tertinggi100pada areal seluas 40,630 ha dan sekaligus sebagai skor terpilih.

Hasil bobot indikator curah hujan adalah (w14) 0,1014. Curah hujan rata-rata

bulanan di kedua wilayah kecamatan 10 tahun terakhir adalah 369 mm/bulan dengan rata-rata jumlah hari hujan bulanan 13 hari menghasilkan skor(x4) 77,5.

Selanjutnya penilaian indikator potensi objek dan atraksi sosekbud dengan dengan bobot (w15) 0,1084. Ada enam macam objek dan atraksi sosekbud yang

berpotensi menjadi ODTW yakni Marante, habitat kelelawar dan aset budaya, bentang alam, habitat ceba dan ayam hutan, situ Lengke’ sertasimbuangbatu dan patanesehingga skornya(x5) 100.

Indikator penutupan lahan/landcover bobotnya (w16) 0,1434. Komposisi

landcover yang menempati indeks tertinggi sebagai patokan yakni tutupan lahan hutan sekunder 283,211 ha (2,443%), sehingga skornya(x6) 82.

Indikator masyarakat dan lingkungan bobotnya (w17) 0,1084. Kecamatan

Nanggala memiliki sembilan lembang dan satu lembang (Tondon Langi) di Kecamatan Tondon yang arealnya berada atau berbatasan langsung dengan KHLN. HL terluas 1.270,020 ha (31,760%) berada di Lembang Karre Limbong, Kecamatan Nanggala. Jumlah penduduknya di kedua kecamatan 16.880 jiwa yang berbanding dengan kepadatan penduduk 115 jiwa/km2 sehingga skor terpilih adalah 79,7. Variabel tingkat pendidikan ini menghasilkan skor 10. Mata pencaharian masyarakat kedua kecamatan adalah sebagai petani, menghasilkan skor 50. Variabel tata guna tanah dan perencanaan sesuai dengan rencana pembentukan TAHURA sehingga dihasilkan skor 100.Indikator potensi fasilitas umum bobotnya (w18) 0,0994 dan skornya berturut-turut 67,5dan32,5.

Berdasarkan hasil kajian, maka diperoleh IK calon TAHURA 38,58 atau kategori sesuai (3) untuk perubahan status KHLN menjadi kawasan konservasi dengan kategori TAHURA di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala dan IK calon TAHURA pembandingnya berturut-turut 38,27, 39,92 dan 37,93. Luas areal untuk calon TAHURA di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala adalah 1.421,637 ha (12%) untuk calon TAHURA utama yang merupakan hak milik negara dan 7.589,271 ha (66%) merupakan calon TAHURA lain dengan status hak milik masyarakat yang dikategorikan juga sebagai blok penyangga. Luas blok pengelolaan dalam calon TAHURA utama terdiri atas blok perlindungan 556,729 ha dan blok pemanfaatan 864,875 ha.

(16)

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjuan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(17)
(18)

DI KECAMATAN TONDON DAN

KECAMATAN NANGGALA,

KABUPATEN TANA TORAJA

YOSEPI KENDEKALLO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(19)

Tondon dan Kecamatan Nanggala, Kabupaten Tana Toraja

Nama : Yosepi Kendekallo

NRP : P 05106012

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui: Komisi Pembimbing:

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr

Ketua Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Prof . Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,MS

(20)

Penulis bersyukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan Rahmat dan Berkat-Nya, sehingga penulisan Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis yang berjudul “KAJIAN KESESUAIAN TAMAN HUTAN RAYA DI KECAMATAN TONDON DAN KECAMATAN NANGGALA, KABUPATEN TANA TORAJA” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian dilaksanakan dalam periode Oktober 2007 sampai dengan Juli 2008, berlokasi di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Penelitian dilatarbelakangi oleh adanya rencana Pemerintah Kabupaten Tana Toraja untuk merubah status Kawasan Hutan Lindung Nanggala menjadi kawasan konservasi dengan kategori Taman Hutan Raya yang merupakan salah salah satu kawasan hutan bagian dari Sub DAS Saddang hulu yang penting di Kabupaten Tana Toraja. Sebagai rimbawan muda, penulis terpanggil untuk berbuat sesuatu, sebelum rencana Pemda ini dilaksanakan dengan melakukan studi awal dan melihat bagaimana tingkat kesesuaian perubahan status kawasan ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F. selaku pembimbing utama yang telah membimbing dan memberikan saran berharga dalam pelaksanaan maupun penulisan tesis. Demikian pula untuk Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr selaku pembimbing kedua yang telah mengenalkan saya tentang penataan ruang dansoftware Arc Viewsebagai toolsyang dapat memberikan informasi penting serta menunjang dalam pengambilan keputusan terutama dalam pengelolaan kawasan hutan, terima kasih atas arahan dan bimbingannya. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada Pemerintah Kabupaten Tana Toraja, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tana Toraja dan staf, Bpk. Uus, Mas Edwin, Kak Sahabuddin, Kak Thoni sekeluarga, Kak Yosep, Pak Samsuddin, Kak Albert Kodea sekeluarga, Kak Heri, Kak Melewanto, Kak Rudi sekeluarga dan teman-teman yang lain atas pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini yang membantu kelancaran proses penelitian. Terima kasih juga kepada teman-teman PSL dan IPK angkatan 2006, sahabatku Kak Marthina Lebang, atas dukungan dan support semangatnya. Ungkapan terima kasih tak terhingga penulis haturkan untuk kedua orang tuaku Marthen Luther Bara’ dan Ibu Yustina Parirak atas perhatian, doa dan kasih sayangnya. Kepada Kak Tina sekeluarga, Kak Rampak, Kak Gaby sekeluarga, Neli sekeluarga, sahabat terbaikku Alberto Tambing Tanduklangi, terima kasih atas pengorbanan, doa dan cinta tulus kalian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2008

(21)
(22)

Halaman DAFTAR ISI ... x DAFTAR TABEL ... xii DAFTAR GAMBAR ... xiv DAFTAR LAMPIRAN ... xv I. PENDAHULUAN... ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Kerangka Pemikiran ... 4 1.3 Perumusan Masalah ... 7 1.4 Tujuan Penelitian ... 8 1.5 Manfaat Penelitian ... 8 1.6 Ruang Lingkup ... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA... ... 10

2.1 Kawasan Lindung dan Konservasi Sumberdaya Alam ... 10 2.2 Kategori Kawasan Dilindungi atau Kawasan Konservasi ... 13 2.3 Pengelolaan Hutan ... 18 2.4 Bank Plasma Nutfah dan Hutan dengan Nilai Konservasi

(23)

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... ... 77 5.1 Keterkaitan Hutan dan Adat di Kabupaten Tana Toraja ... 77 5.2 Kearifan dan Sejarah Hutan Lindung Nanggala ... 79 5.3 Kajian Kesesuaian Calon Taman Hutan Raya (TAHURA) ... 82

5.3.1 Komposisi Kawasan di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala ... 84 5.3.2 Reklasifikasi Fungsi Hutan ... 86 5.3.3 Deliniasi Peta Fungsi Hutan dan Calon TAHURA ... 86 5.3.4 Pembobotan (weighting)... 97 5.3.5 Analisis Terhadap Indikator yang digunakan untuk Tiap

Kriteria dalam Mengkaji Kesesuaian Calon Taman Hutan

Raya (TAHURA... 101 5.3.6 Indeks Kesesuaian (IK) Calon TAHURA ... 117 5.4 PenataanZona/Blok Pengelolaan dalam Calon TAHURA... 118 5.4.1 Blok Pengelolaan dalam Calon TAHURA Utama... 120 5.4.2 Blok Pengelolaan dalam Calon TAHURA Lain ... 125

(24)

Halaman 1. Matriks 6 kategori kawasan konservasi ... 17 2. Kriteria, indikator, variabel dan metode pengumpulan serta pengolahan

dan analisis data/informasi yang digunakan dalam penelitian ... 37 3. Ukuran plot, jenis data dan teknik analisis vegetasi ... 38 4. Rancangan tabel kriteria dan indikator dalam pembobotan ... 44 5. Klasifikasi kelas lereng dan skornya... 46 6. Klasifikasi kelas tanah dan skornya ... 46 7. Klasifikasi kelas intensitas hujan dan skornya ... 46 8. Rancangan tabel indikator sumber air dengan beberapa variabel ... 49 9. Rancangan tabel indikator vegetasi dan satwa ... 50 10. Kriteria untuk menentukan prioritas konservasi bagi perlindungan

spesies dan komunitas (Indrawan et al. 2007) ... 50 11. Variable yang digunakan dalam penilaian indikator lereng... 52 12. Variable yang digunakan dalam penilaian indikator curah hujan ... 52 13. Indikator objek dan atraksi sosial-ekonomi-budaya dengan beberapa

variabel ... 53 14. Indiaktor penutupan lahan... 53 15. Indikator masyarakat dan lingkungan dengan beberapa variabelnya .. 54 16. Indikator potensi fasilitas umum dan variabelnya ... 55 17. Kriteria blok /zonapengelolaan dalam TAHURA... 57 18. Bentuk dan metode pengambilan data ... 59 19. Penilaian terhadap objek dan atraksi wisata alam ... 59 20. Penilaian akseptibilitas masyarakat... 61 21. Penilaian peluang pemberdayaan masyarakat... 62 22. Keadaan lembang/kelurahan yang ada di Kecamatan Tondon dan

Kecamatan Nanggala ... 65 23. Keadaan curah hujan 10 tahun terakhir di Kecamatan Nanggala dan

(25)

26. Fasilitas pendidikan di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala 72 27. Penggunaan lahan di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala .. 73 28. Produktifitas beberapa jenis tanaman budidaya di Kecamatan Tondon

dan Kecamatan Nanggala... 74 29. Populasi ternak masyarakat di Kecamatan Tondon dan Kecamatan

Nanggala ... 75 30. Keadaan sarana-prasarana di Kecamatan Tondon dan Kecamatan

Nanggala ... 76 31. Cakupan pelayanan air minum oleh PDAM di Kabupaten Tana Toraja 84 32. Fungsi hutan menurut TGHK di Kecamatan Tondon dan Kecamatan

Nanggala ... 85 33. Hasil pembobotan dengan 7 orang ahli ... 97 34. Bobot dari hasil penilaian ahli dengan jumlah terbanyak untuk urutan

tingkat kepentingan yang bernilai 1 pada indikator yang dinilai ... 100 35. Penilaian ahli dengan jumlah terbanyak untuk urutan tingkat

kepentingan yang bernilai 7 pada indikator yang dinilai ... 100 36. Hasil penilaian dengan bobot yang seimbang untuk tiap indikator

yakni 0,1250 ... 100 37. Kondisi 5 vegetasi pohon yang dinilai ... 106 38. Kondisi 2 satwa yang dinilai ... 107 39. Hasil interpretasi komposisi 5 kelas lereng... 109 40. Hasil penilain 6 ODTW dalam blok pemanfaatan wisata alam ... 125 41. Hasil penilain tingkat akseptibilitas masyarakat 6 ODTW dalam blok

pemanfaatan wisata alam ... 126 42. Hasil penilain peluang pemberdayaan masyarakat 6 ODTW dalam

(26)

Halaman 1. Kerangka pemikiran dalam upaya pencapaian pengelolaan kawasan hutan

lindung Nanggala dengan kategori TAHURA yangsustainable... 6 2. Kategori kawasan konservasi dan pengklasifikasian ... 18 3. Peta lokasi penelitian... 34 4. Tahapan penelitian ... 35 5. Bentuk dan urutan rencana petak contoh ... 38 6. Jenis tanamanMonochoria vaginalis... 67 7. Sebuahtongkonanyang dikelilingi hutan, kebun dan sawah ... 77 8. Gambaran hutan lindung di: a) Lembang Tandung Nanggala;

b) Lembang Karre Limbong... 85 9. Perbandingan luas kawasan hasil analisis spasial ... 87 10. Peta kelas lereng di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala ... 88 11. Peta jenis tanah di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala ... 89 12. Peta kelas curah Hujan di Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala 90 13. Peta fungsi hutan berdasarkan hasil reklasifikasi pertama... 91 14. Petabufferpada sumber air di Kecamatan Tondon dan

Kecamatan Nanggala ... 92 15. Peta fungsi hutan berdasarkan hasil reklasifikasi kedua. ... 93 16. Peta fungsi hutan menurut hasil TGHK ... 94 17. Peta fungsi hutan dan calon TAHURA pertama ... 95 18. Peta fungsi futan dan calon TAHURA kedua ... 96 19. Peta hidrologi sebagai potensi sumber air di Kecamatan Tondon dan

Kecamatan Nanggala ... 104 20. Jenis pakan lebah madu yang ditemukan di dalam dan di sekitar KHLN . 108 21. Peta letak beberapa ODTW di Kecamatan Tondon dan Kecamatan

(27)

Halaman 1. Beberapa jenis tanaman yang ditemukan dalam calon TAHURA ... 135 2. Hasil analisis vegetasi dan peta plot... 141 3. Potensi objek dan daya tarik wisata (ODTW)... 153 4. Penutupan lahan dan status kepemilikan lahan di Kecamatan Tondon dan

Kecamatan Nanggala ... 161 5. Hasil kusioner di blok pemanfaatan wisata alam calon TAHURA lain... 163 6. Kegiatan yang sudah dilakukan dalam kawasan hutan lindung

(28)

1.1 Latar Belakang

Sumber daya alam termasuk hutan bagi masyarakat pra-sejahtera di pedesaan merupakan sumber mata pencaharian untuk kehidupan mereka. Sementara itu hutan juga mempunyai fungsi lingkungan atau jasa lingkungan sehingga perlu dikonservasi dan dilindungi. Jasa lingkungan yang dihasilkan dapat berupa fungsi daerah aliran sungai (DAS), penyerapan karbon, keanekaragaman dan keindahan alam. Pemberian hak atas lahan dalam kebijakan hutan kemasyarakatan (HKm) merupakan salah satu bentuk imbalan jasa lingkungan yang bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat desa hutan (Suyanto dan Khususiyah 2006).

Jasa tersebut diatas juga berlaku di dalam kawasan lindung. Manfaat nyata yang diberikan kawasan lindung antara lain fungsi hidroorologis (pencegahan banjir, erosi dan longsor), perlindungan peninggalan budaya serta flora-fauna, mengurangi emisi CO2, mencegah pemanasan global, serta mencegah abrasi angin

dan air laut. Manfaat yang intangible ini, mengakibatkan kawasan lindung dianggap sebagai sumber daya milik umum (common property) yang kemudian dipersepsikan berbeda menurut ruang dan waktu sehingga dalam prakteknya manfaat tersebut sulit dikelola.

(29)

2007a). Oleh karena itu penetapan kawasan hutan lebih didominasi oleh hutan dengan fungsi lindung (Dishutbun 2007).

Berdasarkan hasil tata guna hutan kesepakatan (TGHK) pada Tahun 1980, kawasan hutan di Tana Toraja seluas 156.906 ha (48,94% dari luas wilayah Toraja) ditetapkan sebagai hutan lindung (HL) seluas 138.101 ha dan selebihnya (18.805 ha) merupakan hutan produksi (HP). Tanggung jawab pengelolaan HP kemudian diserahkan kepada pihak Inhutani III oleh pemerintah sejak Tahun 1990 sampai sekarang. Sedangkan tanggung jawab pengelolaan HL menjadi wewenang Pemerintah Daerah (Pemda) dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun ) Kabupaten Tana Toraja (Dishutbun 2007).

Saat ini kawasan hutan di Tana Toraja mengalami banyak masalah, diantaranya penyerobotan lahan untuk perluasan areal pertanian maupun perkebunan serta penebangan liar yang juga menjadi salah satu penyebab makin luasnya lahan kritis. Data lahan kritis sampai dengan Tahun 2007 dalam kawasan hutan mencapai 33.821 ha dan luar kawasan hutan 39.456 ha (Dishutbun 2007). Masalah lain adalah terjadinya tumpang tindih pelaksanan program pemerintah dalam kawasan hutan.

Salah satu kawasan hutan yang dimaksud adalah Kawasan Hutan Lindung Nanggala (KHLN). Masalah tumpang tindih pelaksanaan program pembangunan yang terjadi dalam KHLN saat ini, antara lain (Lampiran 6):

a. Adanya program hutan rakyat (social forestry)yang dilaksanakan sejak Tahun 2000 sampai sekarang. Karena pengelolaannya kurang baik, maka berdampak pada pengurangan luas HL akibat makin maraknya perambahan dan klaim areal HL yang berbatasan dengan hutan milik (misalnya tanahtongkonan). b. Pengelolaan potensi sumber mata air dan air terjun diantaranya lokasi Wairede

oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tana Toraja yang belum dilaksanakan dengan baik sehingga menimbulkan konflik.

(30)

dicadangkan untuk menjadi arboretum. Arboretum ini nanti bisa difungsikan untuk memajukan ilmu pengetahuan tetapi, saat ini areal tersebut tidak terawat dengan baik (BP DAS 2006).

d. Diberikannya izin kepada PT Royal Cresh Indonesia pada awal Tahun 2007 untuk melakukan penyadapan getah pinus dengan konsesi seluas 500 ha pada beberapa lokasi hutan yang letaknya menyebar di beberapa kecamatan termasuk di dalam KHLN (Dishutbun 2007).

Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah: a. Letak KHLN khususnya Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala yang

berada di sub DAS Saddang hulu,berarti sangat penting dan potensial sebagai area tangkapan air (catchment area). Luas keseluruhan sub DAS Saddang hulu adalah 175.837 ha atau 54,04% dari total DAS di Kabupaten Tana Toraja (BP DAS 2007).

b. Potensi sumber daya alam yang beragam diantaranya, panorama alam, situ (0,20 ha) yang merupakan habitat burung belibis, ayam hutan, karapuak, burinti dan ular hitam. Beberapa jenis pohon langka seperti damar, banga, iyasah dan lamben serta keanekaragaman hayati lainnya seperti kupu-kupu, monyet, babi hutan, burung alo, kaluppini, dan lain sebagainya yang merupakan hewan endemik Tana Toraja (Toding 2007).

c. Hasil eksplorasi para ahli tanaman dari Kebun Raya Eka Bali pada Tahun 2002 yang menemukan 64 jenis anggrek (25 marga) diantaranya Arundina graminifolia, Phalaenopsissp, Phaius flavus dan Paphiopedilumsp (Penditet al. 2002).

d. Hasil penelitian IPB Tahun 2003 yang menemukan 60 jenis tanaman obat-obatan di Hutan Lindung Nanggala II (LPPM 2003).

e. Adanya objek wisata dalam hutan adat misalnya rumah adat (tongkonan) dan habitat kelelawar yang berbatasan dengan HL Nanggala.

(31)

Kondisi dan potensi tersebut di atas mengisyaratkan pentingnya dilakukan pengelolaan KHLN yang lebih bijaksana untuk menjamin kelestarian sumber daya alam dan meningkatkan manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat tanpa mengubah fungsi pokok kawasan.

Upaya pengelolaan kawasan hutan khususnya dalam KHLN sebenarnya juga sejalan dengan tema pembangunan dalam rangka pelaksanaan tahun ketiga Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di Tana Toraja Tahun 2008: pembangunan berkelanjutan yang partisipatif, terpadu, harmonis dengan pendekatan kawasan, dan visi Dishutbun dalam Rencana Strategis (Renstra) 2006-2010: terwujudnya kelestarian fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan dan meningkatkan hasil kebun untuk kesejahteraan rakyat guna mendukung pembangunan daerah. Saat ini upaya konkrit yang ingin diwujudkan Pemda adalah pembangunan Taman Hutan Raya (TAHURA) dalam Kawasan Hutan Lindung Nanggala (KHLN) tanpa mengubah fungsi pokok kawasan. Pengubahan status dari HL menjadi TAHURA dimaksudkan untuk memperluas fungsi kawasan tersebut.

TAHURA merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi (UU Nomor 5 Tahun 1990). Program pembangunan TAHURA ini diharapkan bisa terlaksana dengan baik jika memenuhi kriteria dan indikator penting yang dibutuhkan. Hal ini terkait dengan asas dan tujuan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya yang ingin diwujudkan yakni pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (pasal 2 dan 3 UU Nomor 5 Tahun 1990).

1.2 Kerangka Pemikiran

(32)

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 760/Kpts/Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982 seluas 15.928 ha. HL Nanggala setelah terjadi beberapa kali pemekaran kecamatan, secara administratif mencakup beberapa wilayah kecamatan juga termasuk Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala (Dishutbun 2007).

Meskipun statusnya sudah menjadi hutan lindung, tetapi masalah yang timbul tetap ada. Oleh karena itu penting untuk melakukan pengelolaan lebih bijaksana agar kelestarian sumber daya alamnya tetap terjamin dan bermanfaat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(33)

Gambar 1 Kerangka pemikiran dalam upaya pencapaian pengelolaan kawasan hutan lindung Nanggala dengan kategori TAHURA yangsustainable.

Kab. Tana Toraja sebagai daerah penting dan strategis

Aspek Ekologi / biofisik

Aspek sosial-ekonomi & budaya

Aspek Kelembagaan

Pengelolaan kawasan dilindungi yang sustainable

Pemenuhan kriteria dan indikator kawasan untuk dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi (dasar: K&I, UU 5/1990, PP 68/1998, Kepres 32/1990 dan IUCN)

Apa memenuhi Kriteria dan indikator pengelolaan TAHURA ?

ya Tidak Analisis faktor berpengaruh Perlu alternative penggunaan lain yang sesuai

Kawasan Hutan Lindung Nanggala sebagai bagian dari Kab. Tana Toraja

Pemenuhan fungsi kawasan konservasi : 1. Sebagai wilayah perlindungan system

penyanggah kehidupan

2. Sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya

3. Untuk pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya

Perlu dikelola lebih bijaksana untuk menjamin kelestarian SDA-nya dan meningkatkan manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat

 KHLN termasuk dalam kawasan HL Nanggala yang juga bagian dari wilayah sub DAS Saddang hulu (+)

 Keanekaragaman hayati dan ekosistem KHLN belum dikelola dengan baik (-)

 Terjadi tumpang tindih pemanfaatan KHLN (-)

 Perambahan hutan dan penebangan liar berdampak pada pengurangan luas hutan dan penambahan luas lahan kritis (-)

 TT merupakan salah satu tujuan wisata (+)

Blok-blok kawasan Indeks kesesuaian calon

TAHURA

(34)

1.3. Perumusan Masalah

Kondisi dan potensi hutan di Tana Toraja saat menjadi hal penting yang perlu diperhatikan untuk kemudian dikelola dengan lebih bijaksana. Hal ini didasari oleh makin luasnya lahan kritis baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, meningkatnya pencurian hasil hutan (baik satwa maupun illegal logging) dan pengurangan luas kawasan hutan serta masalah–masalah lain yang mengancam kelestarian hutan (khususnya HL).

Upaya pengelolaan kawasan hutan kearah yang lebih baik juga sejalan dengan tema pembangunan yang ingin diwujudkan pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan tahun ketiga RPJMD Tahun 2008 di Tana Toraja: pembangunan berkelanjutan yang partisipatif, terpadu, harmonis dengan pendekatan kawasan dan visi Dinas Kehutanan dan Perkebunan dalam Renstra 2006-2010: terwujudnya kelestarian fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan dan meningkatkan hasil kebun untuk kesejahteraan rakyat guna mendukung pembangunan daerah.

Salah satu kawasan HL yang saat ini mengalami banyak masalah adalah Kawasan Hutan Lindung Nanggala (KHLN) yang terdapat di wilayah Kecamatan Tondon dan Kecamatan Nanggala. Dengan melihat kondisi dan potensi KHLN yang ada saat ini, maka diperlukan suatu pengelolaan KHLN yang menjamin kelestarian sumber daya alam dan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengubah fungsi pokok kawasan, yakni dengan pembangunan kawasan konservasi dengan kategori TAHURA di dalam KHLN yang juga dimaksudkan untuk lebih memperluas fungsi KHLN tersebut.

(35)

adanya kerusakan habitat dan penurunan populasi satwa yang dilindungi undang-undang atau satwa penting lainnya, setelah melalui pengkajian seksama, dapat dilangsungkan kegiatan pembinaan habitat/populasi dan rehabilitasi kawasan. Masyarakat setempat secara aktif diikutsertakan untuk mendapatkan kesempatan lapangan kerja dan peluang berusaha, dan kegiatan pengusahaan wisata alam dapat diberikan kepada pihak ketiga, baik koperasi, BUMN/BUMD, swasta maupun perorangan. Untuk kepentingan pengelolaan kawasan, TAHURA ditata kedalam blok-blok pengelolaan yang terdiri dari blok perlindungan dan blok pemanfaatan (Ditjen PHKA 2008).

Program pembangunan TAHURA ini diharapkan bisa terlaksana dengan baik jika memenuhi kriteria dan indikator penting yang dibutuhkan, oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian kesesuaian terhadap aspek ekologi, sosial-ekonomi dan budaya. Hal ini terkait dengan asas dan tujuan konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya yang ingin diwujudkan yakni pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia tanpa mengubah fungsi pokok kawasan.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji indeks kesesuaian aspek atau kriteria ekologi/biofisik, sosial-ekonomi dan budaya dalam upaya pengubahan status kawasan hutan lindung Nanggala menjadi kawasan konservasi dengan kategori taman hutan raya tanpa mengubah fungsi pokok kawasan dan mengkaji blok pengelolaannya.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:

a. Pemerintah: sebagai salah satu sumber informasi dan masukan dalam pengembangan pengelolaan kawasan hutan yang dilindungi di Kabupaten Tana Toraja.

(36)

berpartisipasi dalam pengelolaan KHLN untuk meningkatkan kesejahteraannya.

1.6 Ruang Lingkup

Kajian indeks kesesuaian dalam penelitian ini mencakup kesesuaian spasial dan kesesuaian indeks perubahan status KHLN menjadi kawasan konservasi dengan kategori TAHURA serta kajian blok pengelolaannya dengan pembatasan kajian pada beberapa kriteria, yaitu:

a. Kajian terhadap kriteria biofisik atau ekologi:

(a) Indikator kelerengan/slope: jenis slope dan ketinggian tempat (b) Indikator tanah: jenis dan tingkat kepekaannya terhadap erosi (c) Indikator curah hujan: intensitas hujan

(d) Indikator potensi sumber air: jumlah dan jenis sumber air

(e) Indikator potensi vegetasi, satwa dan habitatnya: jenis, keadaan serta kondisinya

b. Kajian terhadap aspek sosial-ekonomi dan budaya:

(a) Indikator potensi objek dan atraksi sosial-ekonomi-budaya: jenis dan jumlah, letak serta keadaan objek yang berpotensi untuk wisata alam (b) Indikator penutupan lahan/landcover: jenis penutupan lahan, status dan

luasnya

(c) Indikator masyarakat dan lingkungan: jumlah dan kepadatan penduduk per km2, tata ruang dan perencanaan, tingkat pendidikan dan mata pencaharian penduduk

(37)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kawasan Lindung dan Konservasi Sumberdaya Alam

Kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan (MacKinnonet al. 1990dalamAmir 1993). Regulasi yang lebih luas tentang fungsi lindung pada suatu kawasan di Indonesia diundangkan melalui UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Pemahaman yang lebih integratif atas kawasan lindung dan fungsi lindung suatu kawasan serta pengelolaan kawasan tersebut kemudian diberikan oleh Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan diperkuat melalui UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pemahamana kawasan lindung dalam kepres ini juga sejalan dengan pengertian kawasan lindung menurut MacKinnon et al. (1990) dalam Amir (1993) yakni kawasan yang ditetapkan dengan fungsi umum melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kepres juga kemudian membagi kawasan lindung menjadi empat kategori, meliputi:

a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya (kawasan hutan lindung, kawasan bergambut dan kawasan resapan air).

b. Kawasan perlindungan setempat (sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk dan kawasan sekitar mata air).

c. Kawasan suaka alam dan cagar budaya (kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya (TAHURA) dan taman wisata alam serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan).

(38)

Penetapan dalam peraturan ini menggeser orientasi perlindungan dari pendekatan sektoral ke pendekatan wilayah yang terpadu dimana kawasan lindung berupa hutan, baik itu kawasan pelestarian alam (KPA) maupun hutan lindung (HL) merupakan bagian dari suatu kesatuan kawasan lindung yang lebih luas. Peraturan ini juga memberikan wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah, propinsi maupun kabupaten/kota dalam perencanaan dan penetapan kawasan lindung di daerahnya serta pengelolaan melalui pengendalian pemanfaatan ruang kawasan lindung.

Hal ini kemudian menjadi sangat jelas dalam penjabaran hutan lindung menurut UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Hutan lindung merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah (pasal 1). Pemanfaatannya dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu (pasal 26).

Meskipun hutan lindung berfungsi sebagai tempat perlindungan sumberdaya alam hayati, tetapi tidak digolongkan kawasan konservasi karena pengawetan keanekaragaman hayati bukan merupakan tujuan utamanya (Setiawan dan Alikodra 2001).

(39)

sosial dan ekonomi masyarakat yang kesemuanya mengarah pada pembangunan berkelanjutan (Angi 2005; Irwanto 2006 ).

Kebijakan Nasional dalam pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia diimplementasikan menjadi salah satu Kebijakan Prioritas Departeman Kehutanan, yaitu:rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan. Secara nasional Departemen Kehutanan telah menetapkan visi Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) kedepan, yaitu: “terwujudnya konservasi sumberdaya alam hutan dan ekosistemnya yang aman dan mantap secara legal formal, didukung kelembagaan yang kuat dalam pengelolaannya serta mampu memberikan manfaat optimal kepada masyarakat” (Renstra PHKA 2005-2009 dalamDirektorat Konservasi Kawasan 2006).

Sedangkan strategi pengelolaan kawasan konservasi dalam jangka panjang ditetapkan dalam dua kerangka penting:

a. Meningkatkan efektifitas pengelolaan, melalui: (a) penataan kawasan,

(b) rencana pengelolaan dan implementasi terpadu, (c) pemahaman potensi dan pengaturan pemanfaatan, (d) peningkatan kerjasama,

(e) peningkatan kapasitas kelembagaan, (f) pemanfaatan hasil penelitian/kajian.

b. Membangun Kawasan Pelestarian Alam (KPA) dan Kawasan Suaka Alam (KSA) baru dengan memperhatikan standar/kriteria/proses serta kajian aspek ekologi, sosial ekonomi dan budaya, pengelolaan dan kelembagaan.

Khusus kebijakan kelembagaan, pengelolaan kawasan konservasi mengikuti beberapa ketentuan, antara lain:

a. Satu kesatuan ekosistem.

b. Pola pemangkuan kawasan didasarkan atas: (a) rencana pengelolaan dan (b) zoning/blok system.

c. Proses pengukuhan kawasan, meliputi: penunjukan kawasan, penataan batas (darat dan perairan laut) serta penetapan kawasan.

(40)

(b) Balai KSDA ( Taman Wisata Alam, Cagar Alam dan Suaka Margasatwa). e. Dilaksanakan oleh daerah (Provinsi dan Kabupaten): Taman Hutan Raya

(TAHURA).

f. Kewenangan penegakan hukum ( Polisi hutan (Polhut) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)).

Dalam pengelolaan kawasan konservasi meskipun ketat dengan peraturan-perundangan, namun masih terdapat peluang untuk dilakukan pengelolaan dengan azas ekonomis dan lestari. Beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan antara lain: (a) penangkaran, (b) pengembangan ekowisata dengan melibatkan dan memberdayakan masyarakat, (c) pembinaan daerah penyangga kawasan konservasi, (d) program perdagangan karbon (carbon trading), (e) pemanfaatan daerah aliran sungai (DAS) dan (f) pemanfaatan air.

Meskipun masih terdapat peluang pemanfaatan, perlu dipertimbangkan kondisi faktual yang terjadi pada kawasan-kawasan konservasi, antara lain:

a. Degradasi sumberdaya alam hayati.

b. Terbatasnya dana pemerintah yang dapat dialokasikan untuk keperluan pengelolaan kawasan konservasi.

c. Terbatasnya keahlian yang dimiliki oleh sumberdaya manusia yang bertugas melakukan pengelolaan kawasan konservasi.

d. Terjadinya konflik sosial atas akses sumberdaya alam (termasuk sumberdaya alam yang berupa keanekaragaman hayati) karena belum adanya kesepakatan terhadap konsep pengelolaan kawasan konservasi.

e. Lemahnya koordinasi (perencanaan dan program kegiatan) diantara para stakeholdersdi tingkat lapangan.

2.2 Kategori Kawasan Dilindungi atau Kawasan Konservasi

Dalam penentuan kawasan konservasi ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan (Setiawan dan Alikodra 2001):

a. Prinsip keterwakilan dan kelangkaan serta kegunaan spesies tertentu.

(41)

c. Prinsip “save it, study it, use it” (Alikodra 1996). Artinya selamatkanlah suatu ekosistem atau spesies sebelum hilang (rusak), kemudian kaji kegunaannya bagi peningkatan kesejahteraan hidup manusia.

Kawasan konservasi alam sangat besar sumbangannya bagi pelestarian sumberdaya alam dan kelangsungan pembangunan dalam hal:

a. Memelihara stabilitas lingkungan wilayah sekitarnya, sehingga mengurangi intensitas banjir dan kekeringan, melindungi tanah dan erosi serta mengurangi iklim ekstrim setempat.

b. Memelihara kapasitas produksi ekosistem, sehingga menjamin tersedianya air serta produksi tumbuhan dan hewan secara terus menerus.

c. Menyediakan kesempatan bagi berlangsungnya penelitian dan pemantauan spesies maupun ekosistem alami serta kaitannya dengan pembangunan manusia.

d. Menyediakan kesempatan bagi terselenggaranya pendidikan pelestarian untuk masyarakat umum dan para pengambil keputusan.

e. Menyediakan kesempatan bagi terlaksananya pembangunan pedesaan yang saling mengisi serta pemanfaatan secara rasional tanah-tanah marginal.

f. Menyediakan lokasi bagi pengembangan rekreasi dan wisata.

Dalam pembentukan sistem kawasan konservasi secara nasional perlu ditetapkan kategori yang benar dan sesuai dengan tujuan pembangunannya (MacKinnonet al.1990dalamAmir 1993):

a. Ciri khas kawasan:

(a) karakteristik/keunikan ekosistem untuk mendapatkan informasi keterwakilan,

(b) spesies target/khusus untuk mengetahui derajat kelangkaan dan nilai, (c) areal dengan keragaman spesies yang tinggi,

(d) lanskap/geofisik bernilai estetik harus disesuaikan dengan jenis pemanfaatan (rekreasi dan obyek wisata),

(e) fungsi kawasan misalnya untuk perlindungan hidrologi, iklim, dan lain sebagainya,

(42)

b. Intensitas pengelolaan yang diinginkan. Hal ini terkait dengan daya tarik objek untuk kepentingan ekowisata dan manajemen yang tidak selalu berarti ada campur tangan manusia.

c. Toleransi atau tingkat kerapuhan esosistem dan spesies. Hal ini menyangkut kesesuaian dengan kondisi dan karakteristik target perlindungan sehingga perlu manajemen habitat dan populasi.

d. Tingkat pemanfaatan kawasan, dimana:

(a) satu kawasan konservasi umumnya memiliki beberapa tujuan pengelolaan secara simultan dan tidak boleh saling bertentangan,

(b) pengaturan pemanfaatan harus mengacu pada tujuan pengelolaan.

e. Tingkat kebutuhan/permintaan dari berbagai pemanfaatan dan kepraktisan pengelolaan. Permintaan pemanfaatan harus disesuaikan dengan segi praktis pengelolaan, misalnya pengambilan kayu bakar skala rumah tangga sangat sulit dikontrol, sehingga diperlukan kategorisasi yang sesuai.

Tujuan kategorisasi kawasan konservasi:

a. Menjamin kelestarian sumber daya alam hutan untuk pembangunan manusia berkelanjutan.

b. Menstimulasi pemerintah agar lebih bertanggung jawab terhadap kawasan konservasi yang telah dibangun.

c. Memudahkan aspek pengelolaan secara praktis:

(a) instrumen pengatur dalam pengelolaan (undang-undang), (b) rencana strategis pengelolaan,

(c) keputusan manajemen yang lebih tepat, (d) menentukan manfaat kawasan konservasi.

d. Mendorong pemerintah untuk mengevaluasi status kawasan konservasi dengan menyesuaikan dengan standar kategori.

(43)

f. Memudahkan organisasi internasional untuk melakukan evaluasi status dan penyebaran serta keterwakilan kawasan konservasi untuk tujuan kemungkinan bantuan teknis/dana pengelolaan/fasilitas.

Kategorisasi kawasan konservasi menurut IUCN (1994) diuraikan dalam point dibawah ini (AG 2008; Thomas dan Middleton 2003):

I. Strict protection. Ia: Strict Nature Reserve: Kawasan lindung untuk ilmu pengetahuan, misalnya: Cagar Alam dan Suaka Margasatwa dan Ib: Wilderness area (Kawasan lindung untuk hidupan liar), misalnya kawasan rimba/wilderness area).

II. National Park: Kawasan lindung untuk perlindungan ekosistem (ecosystem conservation and recreation) misalnya Taman Nasional dan Taman Hutan Raya.

III. Kawasan lindung untuk konservasi pemandangan alam yang spesifik (conservation of national features) misalnya monumen alam/nature monument.

IV. Kawasan lindung untuk konservasi melalui intervensi pengelolaan oleh manusia (conservation through achieved management), misalnya kawasan pengelolaan spesies dan habitat.

V. Kawasan lindung untuk konservasi landsekap atau bentang laut dan rekreasi (landscape/seascape conservation and recreation, misalnya perlindungan landsekap daratan/lautan.

VI. Kawasan lindung untuk pemanfaatan yang lestari terhadap ekosistem alam (sustainable use of natural ecosystem).

(44)

Tabel 1 Matriks 6 kategori kawasan konservasi

Kategori/Tujuan Utama Ia Ib II III IV V VI

1. Penelitian ilmiah 1 3 2 2 2 2 3

2. Perlindungan hidupan liar 2 1 2 3 3 - 2

3. Pengawetan (preservation) keragaman jenis

dan genetik 1 2 1 1 1 2 1

4. Pemeliharaan (fungsi) jasa lingkungan 2 1 1 - 1 2 1

5. Perlindungan terhadap keadaan alam dan

budaya yang spesifik - - 2 1 3 1 3

6. Pengembangan wisata (tourism) dan

rekreasi (recreation) - 2 1 1 3 1 3

7. Pendidikan - - 2 2 2 2 3

8. Pemanfaatan sumber daya alam dan

ekosistem secara berkelanjutan - 3 3 - 2 2 1

9. Pemeliharaan atribut budaya dan nilai-nilai

tradisional - - - 1 2

Sumber: IUCN (1994); Thomas dan Middleton (2003). Catatan :

1. Tujuan utama untuk pengelolaan kawasan dan sumberdaya 2. Tidak perlu utama tetapi selalu masuk dalam tujuan penting

3. Masuk sebagai tujuan bila dapat dipergunakan serta kapan saja sumberdaya dan tujuan pengelolaan lainnya memungkinkan

Beberapa karakter dari pengkategorian kawasan konservasi oleh IUCN:

a. Kategorisasi kawasan konservasi didasarkan pada tujuan utama pengelolaan. b. Kategorisasi ini tidak berkaitan dengan efektifitas pengelolaan secara praktis

sehingga harus dibedakan antara tujuan pengelolaan dengan apa yang terjadi. (misalnya perubahan kategori akibat tidak mampu membendung tekanan aktivitas manusia).

c. Sistem kategorisasi kawasan konservasi berlaku secara internasional sehingga diharapkan ada keseragaman pemahaman antar negara yang memudahkan dalam monitoring.

d. Penamaan secara nasional dimungkinkan berbeda untuk kategori yang sama. e. Dimungkinkan pengusulan kategori baru sepanjang tidak bertentangan dengan

definisi kawasan konservasi.

f. Semua kategori mempunyai derajat kepentingan yang sama.

(45)

Gambar 2 Kategori kawasan konservasi dan pengklasifikasian.

Kawasan konservasi mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Pasal 3, UU Nomor 5 Tahun 1990). Sampai bulan Mei 2005 luas kawasan konservasi di Indonesia mencapai 28.253.548,59 ha (Direktorat Konservasi Kawasan 2006). 2.3 Pengelolaan Hutan

Kawasan hutan secara fungsional sebagai suatu kesatuan lahan atau wilayah yang karena keadaan bio-fisiknya dan/atau fungsi ekonomisnya dan/atau fungsi sosialnya harus berwujud sebagai hutan. Keberhasilan pengelolaan hutan berdasarkan prinsip pengelolaan hutan lestari (PHL) sangat ditentukan oleh persepsi dan tindakan para pihak terhadap kemantapan kawasan hutan. Ada 3 (tiga) prinsip dasar dalam pengelolaan hutan berbasis ekosistem, yaitu (Suhendang 2005):

a. Prinsip keutuhan (holistik)

Penyelenggaraan pengelolaan hutan harus mempertimbangkan dan sesuai dengan keadaan dan potensi seluruh komponen pembentuk hutan (hayati dan non hayati); kawasan lingkungannya (biofisik, ekonomi, politik, dan sosial-budaya masyarakat), serta memperhatikan dan dapat memenuhi kepentingan keseluruhan pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap hutan serta

Hutan produksi

Kawasan/hutan konservasi Hutan lindung

HUTAN/ EKOSISTEM

Kawasan Suaka Alam

Kawasan Pelestarian Alam

Taman Nasional

Taman Wisata Alam

Taman Hutan Raya Cagar Alam

Suaka Margasatwa

(46)

mampu mendukung kehidupan mahluk hidup (selain manusia) dan keberlanjutan keberadaan alam semesta.

b. Prinsip keterpaduan (integrated)

Penyelenggaraan pengelolaan hutan harus berlandaskan kepada pertimbangan keseluruhan hubungan ketergantungan dan keterkaitan antara komponen-komponen pembentuk ekosistem hutan serta pihak-pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap hutan dalam keseluruhan aspek kehidupannya, mencakup: aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial-budaya.

c. Prinsip keberlanjutan/kelestarian (sustainable)

Bahwa fungsi dan manfaat ekosistem hutan dalam segala bentuknya harus dapat dinikmati oleh umat manusia dan seluruh kehidupan di muka bumi ini dari generasi sekarang dan generasi yang akan datang secara bekelanjutan dengan potensi dan kualitas yang sekurang-kurangnya sama (tidak menurun). Jadi tidak boleh terjadi pengorbanan (pengurangan) fungsi dan manfaat ekosistem hutan yang harus dipikul suatu generasi tertentu akibat keserakahan generasi sebelumnya.

Prinsip ini mengandung konsekuensi terhadap luasan hutan, produktivitas dan kualitas (kesehatan) hutan yang setidaknya tetap (tidak berkurang) dalam setiap generasinya. Oleh karena diperlukan ilmu pengetahuan teknologi dan seni (IPTEKS) ramah lingkungan yang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas ekosistem hutan, tetapi memberikan dampak negatif yang minimal, serta dapat diterima dan cocok dengan nilai budaya masyarakat. IPTEKS seperti ini hanya akan dapat diperoleh apabila pengembangannya mengakar pada keadaan biofisik dan sosial-budaya masyarakat setempat.

Guna mewujudkan penyelenggaraan kehutanan dilakukan pengurusan hutan yang diatur lebih lanjut melalui rencana pengelolaan hutan, yang meliputi kegiatan:

a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan.

(47)

Untuk maksud tersebut di atas, maka tata hutan pada kawasan konservasi dilaksanakan pada setiap unit pengelolaan, yang memuat kegiatan:

(a) penentuan batas-batas kawasan hutan,

(b) inventarisasi, identifikasi dan perisalahan kondisi hutan,

(c) pengumpulan data sosial, ekonomi dan budaya di dalam kawasan hutan dan sekitarnya,

(d) pembagian kawasan kedalam blok-blok pengelolaan, (e) pemancangan tata batas blok,

(f) pengukuran dan pemetaan.

b. Pemanfaatan hutan dan penggunaan hutan. c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan.

d. Perlindungan hutan dan konservasi alam (PHKA).

2.4 Bank Plasma Nutfah dan Hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Pelestarian sumber plasma nutfah merupakan tujuan primer pelaksanaan dalam kategorisasi kawasan yang dilindungi. Bank plasma nutfah in situ adalah tempat dimana kumpulan plasma nutfah alami yang bernilai bagi pembiakan tanaman dan ternak, budidaya baru dan bioteknologi (termasuk rekayasa genetik), dilindungi dan dijaga dalam habitat aslinya (MacKinnon et al. 1990 dalam Amir 1993).

Kawasan yang dijadikan bank plasma nutfah berbeda dengan kawasan yang dilindungi lainnya dalam tiga hal:

a. Bank plasma nutfah in situ lebih diperuntukkan bagi perlindungan kelompok plasma nutfah daripada spesiesnya. Kelompok plasma nutfah berarti jumlah total berbagai plasma nutfah dalam satu kelompok tumbuhan atau hewan yang inter-breed yaitu kumpulan plasma nutfah dalam satu populasi. Jadi pelestarian kelompok plasma nutfah memerlukan juga perlindungan habitat yang merupakan bagian dari komunitas dan ekosistem, walaupun tujuan pelestarian adalah plasma nutfah semata-mata.

(48)

adalah dalam hal pemuliaan tanaman dan ternak budidaya: pemilihan spesies baru yang dibudidayakan.

c.

Ketentuan dibuat bagi pemanfaatan plasma nutfah yang dilindungi. Tujuan perlindungan bank plasma nutfah itu sendiri adalah terjaganya plasma nutfah (materi genetik) dalam jangka panjang sedangkan alasan yang mendasari pelestarian plasma nutfah adalah agar ia terus dapat dipergunakan.

Hutan dengan nilai konservasi tinggi atau High Conservation Value Forests (HCVFs) secara sederhana adalah kawasan hutan dimana nilai-nilai penting ditemukan. Ide ini dikembangkan olehForest Stewardship Council(FSC) dan pertama kali diterbitkan pada Tahun 1999. Konsep ini menggeser perdebatan kehutanan dari sekedar membicarakan pengertian jenis -jenis hutan tertentu (misalnya hutan primer, hutan tua ) atau metode - metode pemanenan hutan (misalnya penebangan oleh industri) ke penekanan pada berbagai nilai yang membuat suatu kawasan hutan menjadi penting. Dengan mengidentifikasi nilai-nilai kunci ini dan menjamin bahwa nilai-nilai-nilai-nilai tersebut dipertahankan atau bahkan ditingkatkan, sangat dimungkinkan kemudian untuk membuat keputusan pengelolaan yang rasional serta konsisten dengan pemeliharaan nilai-nilai lingkungan dan sosial yang penting (RA 2003).

Kawasan hutan dengan nilai konservasi tinggi adalah kawasan hutan yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri berikut (RA 2003):

a. HCV1: Kawasan hutan yang mempunyai konsentrasi nilai-nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global, regional dan lokal (misalnya spesies endemik, spesies hampir punah, tempat menyelamatkan diri (refugia)).

b. HCV2: Kawasan hutan yang mempunyai tingkat lanskap yang luas yang penting secara global, regional dan lokal, yang berada di dalam atau mempunyai unit pengelolaan, dimana sebagian besar populasi spesies, atau seluruh spesies yang secara alami ada di kawasan tersebut berada dalam pola -pola distribusi dan kelimpahan alami.

(49)

d. HCV4: Kawasan hutan yang berfungsi sebagai pengatur alam dalam situasi yang kritis (misalnya perlindungan daerah aliran sungai, pengendalian erosi). e. HCV5: Kawasan hutan yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

dasar masyarakat lokal (misalnya pemenuhan kebutuhan pokok, kesehatan). f. HCV6: Kawasan hutan yang sangat penting untuk identitas budaya

tradisional masyarakat lokal (kawasan-kawasan budaya, ekologi, ekonomi, agama yang penting yang diidentifikasi bersama dengan masyarakat lokal yang bersangkutan).

2.5 Taman Hutan Raya (TAHURA)

Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi (Pasal 1, ayat (15) UU Nomor 5 Tahun 1990 atau Pasal 1 ayat (7) PP Nomor 68 Tahun 1998). Sampai dengan bulan Mei 2005 luas 21 unit TAHURA daratan mencapai 330.260,61 ha atau 1,17% luas kawasan konservasi di Indonesia (Direktorat Konservasi Kawasan 2006).

Prinsip pengelolaan TAHURA adalah:

a. Pendayagunaan potensi untuk koleksi tumbuhan dan/atau satwa, wisata alam, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan.

b. Peningkatan kesadaran konservasi alam, penyediaan plasma nutfah, materi kimia aktif, bahan baku obat.

c. Menunjang budidaya dan budaya masyarakat.

(50)

lapangan kerja dan peluang berusaha, dan kegiatan pengusahaan wisata alam dapat diberikan kepada pihak ketiga, baik koperasi, BUMN/BUMD, swasta maupun perorangan. Untuk kepentingan pengelolaan kawasan taman hutan raya ditata kedalam blok-blok pengelolaan yang terdiri dari blok perlindungan dan blok pemanfaatan (Ditjen PHKA 2008).

Pemerintah memberikan tugas pembantuan pengelolaan Kawasan TAHURA kepada Pemerintah (Gubernur atau Bupati/walikota) sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 107/Kpts-II/2003 yang meliputi pembangunan, pemeliharaan, pemanfaatan dan pengembangan TAHURA (pasal 2, ayat 1). Tetapi tugas pembantuan yang berkaitan dengan teknis, dikoordinasikan dengan Kepala Balai KSDA setempat (Pasal 2 ayat 2).

Rencana pengelolaan TAHURA sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.

Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan TAHURA adalah:

(a) merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistem, (b) merusak keindahan dan gejala alam,

(c) mengurangi luas kawasan yang telah ditentukan,

(d) melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.

Zonasi (Blocking)Kawasan

Penataan zona dan atau blok pada kawasan lindung seharusnya diatur dalam ketentuan peraturan perundangan. Namun dari ketentuan peraturan perundangan yang ada antara lain UU Nomor 5 Tahun 1990, UU Nomor 41 Tahun 1999 maupun PP Nomor 68 Tahun 1998, baru sebatas mengatur penataan zonasi pada kawasan taman nasional (TN).

(51)

zona/blok kawasan konservasi adalah untuk tercapainya pelaksanaan pengelolaan secara efektif dan efisien untuk (Anonim 2005):

a. kepentingan konservasi, ilmu pengetahuan, pendidikan, rekreasi dan wisata alam, serta menunjang budidaya,

b. memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari sumber-daya alam hayati dan ekosistem bagi kesejahteraan masyarakat secara lestari dan berkelanjutan.

Pembagian kedalam blok-blok pengelolaan didasarkan atas hasil inventarisasi dan identifikasi berbagai faktor dan fakta, serta informasi yang sangat berpengaruh didalam pembentukan dari fungsi suatu kawasan hutan. Faktor-faktor (biofisik) yang berpengaruh terhadap pembentukan blok-blok: (a) kondisi vegetasi dan keaneka ragaman jenis,

(b) kelerengan dan topografi serta konfigurasi bentang alam kawasan hutan, (c) jenis tanah dan kepekaannya terhadap erosi, longsor, dan bahaya banjir, (d) iklim dan curah hujan,

(e) pola drainase,

(f) habitat tertentu dan penyebaran satwa,

(g) penyebaran perambahan hutan didalam kawasan hutan, (h) ketersediaan peta-peta tematik.

Arahan Khusus Pengelolaan TAHURA (Keputusan Dirjen PHPA Nomor 129/Kpts/DJ-VI/1996 tanggal 31 Desember 1996)

Fungsi pengelolaan TAHURA adalah sebagai kawasan untuk koleksi tumbuhan dan/atau satwa baik yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, dan wisata alam, perlindungan sistem penyangga kehidupan, dan pengawetan keragaman jenis tumbuhan, satwa serta keunikan alam. Sedangkan fungsinya adalah untuk :

(a) terjaminnya kelestarian kawasan,

(b) terbinanya koleksi tumbuhan dan satwa serta potensi kawasan,

(52)

obat, dan menunjang budidaya dan pelestarian budaya bagi kesejahteraan masyarakat dan

(d) taman yang menjadi kebanggaan propinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan. Dalam upaya pencapaian fungsi dan tujuan pengelolaannya, kawasan Taman Hutan Raya ditata kedalam blok-blok pengelolaan, yaitu blok perlindungan dan blok pemanfaatan.

a. Blok perlindungan merupakan blok TAHURA yang dilindungi dan diperuntukanuntuk kepentingan monitoring sumberdaya alam hayati dan eksositemnya dan kegiatan wisata alam terbatas, serta tidak diperbolehkan adanya kegiatan yang dapat merubah bentang alam, dengan beberapa kriteria tambahan:

(a) blok yang tetap menjadi prioritas perlindungan fungsi tata air (hidroorologis) dan koleksi flora-fauna setempat yang menjadi kebanggan propinsi atau kabupaten serta diperuntukan bagi kepentingan pemantauan perubahan terhadap potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dari akibat kegiatan wisata alam,

(b) kegiatan wisata alam dalam batas tertentu diperkenankan dan kegiatan pengelolaan dalam bentuk pembinaan habitat dan populasi diperlukan untuk pelestarian kawasan dan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Tujuan:

(a) perlindungan hidroorologis sebagai fungsi pokok kawasan,

(b) pelestarian kawasan dan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dari bahaya kepunahan,

(c) pemantauan atas pemanfaatan kawasan dan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya untuk kegiatan wisata alam secara terbatas.

Fungsi dan Peruntukan:

(53)

Kriteria:

Termasuk kriteria yang mempertimbangkan faktor: (a) keperwakilan (representation), (b) kealamian (naturalness), (c) keunikan (uniqueness), (d) keutuhan satuan ekosistem (ecosystem integrity), (e) keutuhan sumberdaya/kawasan (intacness), (f) luasan kawasan (area/size), (g) memiliki potensi sumberdaya alam dan lingkungan alam yang dapat dimanfaatkan secara terbatas untuk kepentingan wisata alam.

b. Blok Pemanfaatan adalah merupakan blok yang berfungsi dan dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata alam.

Merupakan blok yang memiliki potensi phenomena alam yang menarik bagi kepentingan pembangunan sarana dan prasarana fisik akomodasi pariwisata alam dan pengelolaan wisata alam, serta merupakan pusat rekreasi dan kunjungan wisata.

<

Gambar

Tabel 1 Matriks 6 kategori kawasan konservasi
Gambar 4 Tahapan penelitian.Penentuan lokasi
Tabel 2 Kriteria, indikator, variabel dan metode pengumpulan serta pengolahan dan analisis data/informasi yang digunakan dalam penelitian
Gambar 5 Bentuk dan urutan rencana petak contoh. Tabel 3 Ukuran plot, jenis data dan teknik analisis vegetasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor yang mempengaruhi tingkat keanekaragaman adalah kondisi fisika–kimia lingkungan yang mencakup suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan kecepatan angin. Data kondisi

Manfaat yang akan diberikan melalui penelitian ini adalah (1) Bagi perusahaan, diharapkan dapat memberikan manfaat kepada perusahaan sebagai acuan untuk mempertahankan posisinya di

Temuan yang menarik dari pengolahan data antara variabel Persepsi Nilai dengan Kepuasan adalah tidak ada pengaruh yang signifikan diantara kedua variabel tersebut karena

Kesimpulan dari penelitian ini adalah nilai-nilai parameter validasi untuk pengembangan metode KLT video densitometri ini memenuhi syarat yang telah ditetapkan sehingga

dilakukan untuk meminimasi waktu tunggu dan keterlambatan kapal selama proses pemuatan semen pada pelabuhan muat Teluk Bayur maka diperoleh kesimpulan

Untuk mengetahui besarnya pengaruh dari variabel-variabel maka digunakan metode regresi linier berganda yaitu suatu alat ukur mengenai hubungan yang terjadi antara variabel

Kesimpulan dari hasil penilaian skala likert yaitu nilai antara 4-5, dimana nilai tersebut menunjukan bahwa Sarinah Department Store Basuki Rachmat Malang telah

Tujuan dari pembuatan sistem informasi pelayanan kesehatan ini untuk membantu kinerja petugas dan dokter pada puskesmas, seperti pencarian data pasien, menambahkan