• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS

2.5.1 Kromatografi gas

Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan yang mana solut - solut yang mudah menguap dan stabil terhadap panas bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut dan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya kisaran 50ºC - 350ºC) bertujuan untuk menjamin bahwa solute akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan menggunakan waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat ialah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom yang diukur mulai saat penyuntikan sampel sampai saat elusi terjadi (dihasilkan puncak) (Gritter, dkk., 1985). Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu dan detektor.

2.5.1.1 Gas pembawa

Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Syarat gas pembawa antara lain inert, murni dan dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi. Gas pembawa yang sering dipakai adalah Helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N2), Hidrogen (H2) dan Karbon dioksida (CO2). Helium merupakan tipe gas pembawa yang sering digunakan karena memberikan efisiensi kromatografi yang lebih baik (mengurangi pelebaran pita) (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.5.1.2 Sistem injeksi

Cuplikan dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik (injection port), biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau karet pemisah (rubber septum). Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom dan biasanya pada suhu 10 - 15ºC lebih tinggi dari suhu kolom. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk., 1985).

2.5.1.3 Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalamnya terdapat fase diam (Gandjar dan Rohman, 2007). Kolom dapat dibuat dari tembaga, baja nirkarat (stainless steel), aluminium dan kaca yang berbentuk

lurus, lengkung, melingkar. Ada dua macam kolom, yaitu kolom kemas dan kolom kapiler (Agusta, 2000; McNair dan Bonelli, 1988).

Kolom kemas terdiri dari fase cair (sekurang-kurangnya pada suhu kromatografi) yang tersebar pada permukaan penyangga yang lembab (inert) yang terdapat dalam tabung yang relatif besar (diameter dalam 1 - 3 mm). Jenis kolom ini terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan aluminium. Efisiensi kolom akan meningkat dengan semakin bertambah halusnya partikel fase diam. Semakin kecil diameter partikel fase diam, maka efisiensinya akan meningkat. Ukuran partikel fase diam biasanya berkisar antara 60-80 mesh (Gandjar dan Rohman, 2007).

Kolom kapiler berbeda dengan kolom kemas, dalam hal adanya rongga pada bagian dalam kolom yang menyerupai pipa (tube) dengan ukuran 0,02 - 0,2 mm. Kolom kapiler kini lebih banyak digunakan untuk menganalisis komponen minyak atsiri. Hal ini disebabkan oleh keunggulan kolom tersebut yang memberikan hasil analisis dengan daya pisah yang tinggi dan sekaligus memiliki sensitivitas yang tinggi. Keuntungan kolom kapiler adalah jumlah sampel yang dibutuhkan sedikit dan pemisahan lebih sempurna (Agusta, 2000; Gandjar dan Rohman, 2007).

2.5.1.4 Fase diam

Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, sedikit polar, semipolar, polar dan sangat polar. Berdasarkan kepolaran minyak atsiri yang nonpolar sampai sedikit polar, maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom fase diam yang bersifat sedikit polar, misalnya SE-52 dan SE-54 (Agusta, 2000).

2.5.1.5 Suhu a. Suhu injektor

Suhu pada injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan sedemikian cepat, tetapi sebaliknya suhu harus cukup rendah untuk mencegah peruraian atau penataan ulang akibat panas (Gandjar dan Rohman, 2007). b. Suhu kolom

Pemisahan dapat dilakukan pada suhu tetap (isotermal) atau pada suhu yang berubah secara terkendali (suhu diprogram, temperature programming). GC isotermal paling banyak dilakukan pada analisis rutin atau jika kita mengetahui agak banyak mengenai sifat sampel yang akan dipisahkan. Pilihan awal yang baik adalah suhu beberapa derajat dibawah titik didih komponen utama sampel. Pada GC suhu diprogram, suhu dinaikkan mulai dari suhu tertentu sampai suhu tertentu lainnya dengan laju yang diketahui dan terkendali pada waktu tertentu (Gritter, dkk., 1985).

c. Suhu detektor

Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan/fase diam tidak mengembun dan juga untuk mencegah pengembunan air atau hasil samping yang terbentuk pada proses pengionan (McNair dan Bonelli, 1988).

2.5.1.6 Detektor

Detektor yang populer yaitu detektor hantar-termal (thermal conductivity

detector) dan detektor pengion nyala (flame ionization detector) (McNair dan

Bonelli,1988).

a. Detektor hantar-termal (Thermal Conductivity Detector, TCD)

dialiri arus listrik yang tetap. Gas pembawa mengalir terus menerus melewati kawat pijar yang panas itu dan suhu dibuat dengan laju tetap. Bila molekul cuplikan yang bercampur dengan gas pembawa melewati kawat pijar meningkat, terjadi perubahan tahanan yang diukur dengan jembatan Wheatstone dan sinyalnya ditangkap oleh perekam dan tampak sebagai suatu puncak. Prinsip kerjanya didasarkan pada kemampuan suatu gas menghantar panas dari kawat pijar dan merupakan fungsi bobot molekul gas tersebut (McNair dan Bonelli,1988).

b. Detektor pengion nyala (Flame Ionization Detector, FID)

Hidrogen dan udara digunakan untuk menghasilkan nyala. Suatu elektroda pengumpul yang bertegangan arus searah ditempatkan diatas nyala dan mengukur hantaran nyala. Dengan hidrogen murni, hantaran sangat rendah, tetapi ketika senyawa organik dibakar, hantaran naik dan arus yang mengalir dapat diperkuat ke perekam (McNair dan Bonelli,1988).

2.5.2 Spektrometri massa (MS)

Spektrometri massa (MS) ialah molekul senyawa organik (sampel) ditembak dengan elektron berenergi tinggi dan salah satu elektron valensinya akan lepas. Hasilnya adalah suatu radikal ion (suatu spesi dengan satu elektron tak berpasangan) dan ion bermuatan +1. Spektrum massa merupakan grafik antara limpahan relatif ion lawan perbandingan massa dan muatan (m/z, m/e). Suatu spektrometer massa bekerja dengan membangkitkan molekul-molekul bermuatan atau fragmen-fragmen molekul baik dalam keadaan sangat hampa atau segera sebelum sampel memasuki ruang sangat hampa (Watson, 2005; Supratman, 2010). Molekul senyawa organik pada spektrometer massa, ditembak dengan berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi

yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion yang lebih kecil (Sastrohamidjojo, 2004).

Spektrum massa hasil analisis sistem spektroskopi massa merupakan gambaran mengenai jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu komponen kimia (masing - masing puncak pada kromatogram). Setiap fragmen yang terbentuk dari pemecahan suatu komponen kimia memiliki berat molekul yang berbeda dan ditampilkan dalam bentuk diagram dua dimensi, m/z (m/e, massa/muatan) pada sumbu X dan intensitas pada sumbu Y yang disebut spektrum massa. Pola pemecahan (fragmentasi) molekul yang terbentuk untuk setiap komponen kimia sangat spesifik sehingga dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan struktur molekul suatu komponen kimia. Selanjutnya, spektrum massa komponen kimia yang diperoleh dari hasil analisis diidentifikasi dengan cara dibandingkan dengan spektrum massa yang terdapat dalam suatu bank data (Agusta, 2000).

Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak paling kuat (tertinggi) pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, 1984).

Dokumen terkait