• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Simplisia dan Isolasi Minyak Atsiri dari Daun Salam Koja (Murraya koenigii L. Spreng) Segar dan Kering serta Analisis Komponennya Secara GC-MS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakterisasi Simplisia dan Isolasi Minyak Atsiri dari Daun Salam Koja (Murraya koenigii L. Spreng) Segar dan Kering serta Analisis Komponennya Secara GC-MS"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI MINYAK

ATSIRI DARI DAUN SALAM KOJA (Murraya koenigii L.

Spreng) SEGAR DAN KERING SERTA ANALISIS

KOMPONENNYA SECARA GC-MS

SKRIPSI

OLEH:

ARTA MARIA HUTAGAOL NIM 101501133

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI MINYAK

ATSIRI DARI DAUN SALAM KOJA (Murraya koenigii L.

Spreng) SEGAR DAN KERING SERTA ANALISIS

KOMPONENNYA SECARA GC-MS

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ARTA MARIA HUTAGAOL NIM 101501133

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI MINYAK

ATSIRI DARI DAUN SALAM KOJA (Murraya koenigii L.

Spreng) SEGAR DAN KERING SERTA ANALISIS

KOMPONENNYA SECARA GC-MS

OLEH:

ARTA MARIA HUTAGAOL NIM 101501133

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 6 Juni 2014

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt. Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt. NIP 195310301980031002 NIP 194908111976031001

Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt.

Pembimbing II, NIP 195310301980031002

Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt. Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. NIP 195306191983031001 NIP 195709091985112001

Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt.

NIP 195112231980032002

Medan,

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat

kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “Karakterisasi Simplisia dan Isolasi Minyak Atsiri dari Daun Salam Koja

(Murraya koenigii L. Spreng) Segar dan Kering serta Analisis Komponennya

Secara GC-MS”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada

Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

USU Medan yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan. Bapak Drs.

Panal Sitorus, M.Si, Apt., dan Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt.,

selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan nasehat

selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Dra. Djendakita

Purba, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan

kepada penulis selama masa perkuliahan. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama masa

perkuliahan. Bapak dan Ibu Kepala Laboratorium Penelitian dan Farmakognosi

yang telah memberikan fasilitas, petunjuk dan membantu selama penelitian.

Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt., Ibu Dr. Marline Nainggolan,

M.S., Apt., dan Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt., selaku dosen penguji

yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis dalam

(5)

Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga

kepada Ayahanda (alm) T. Hutagaol dan Ibunda L. Pasaribu atas doa dan

pengorbanannya dengan tulus dan ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga untuk

abang dan kakak tersayang Herbet Hutagaol, Jimmy Hutagaol, Marihot Hutagaol,

Junita Hutagaol, David Hutagaol serta teman-teman STF 2010 yang selalu setia

memberi doa, dorongan dan semangat.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan,

oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan

dan ilmu kefarmasian khususnya.

Medan, Mei 2014

Penulis

(6)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI MINYAK ATSIRI DARI DAUN SALAM KOJA (Murraya koenigii L. Spreng) SEGAR DAN KERING

SERTA ANALISIS KOMPONENNYA SECARA GC-MS

ABSTRAK

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi yang berbeda–beda sesuai sumber penghasilnya dan terdiri dari campuran zat yang memiliki sifat fisika kimia berbeda–beda. Salam koja (Murraya koenigii L. Spreng) dari family Rutaceae adalah salah satu tumbuhan yang mengandung minyak atsiri dan digunakan pada pengobatan tradisional untuk penyembuhan luka, sebagai analgesik, antiinflamasi dan dimanfaatkan masyarakat sebagai bumbu masak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik simplisia dan mengetahui perbedaan kadar minyak atsiri serta komponen minyak atsiri daun salam koja segar dan kering.

Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air dan analisis komponen minyak atsiri dengan Gas

Cromatography-Mass Spectrometry (GC-MS).

Hasil karakterisasi simplisia daun salam koja diperoleh kadar air 4,65%; kadar sari yang larut dalam air 28,42%; kadar sari yang larut dalam etanol 115,08%; kadar abu total 8,84%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,13%. Hasil penetapan kadar minyak atsiri dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri daun salam koja segar dan kering berturut-turut sebesar 0,17% v/b dan 0,66% v/b. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri daun salam koja segar dan kering sama, yakni sebesar 1,4465; bobot jenis minyak atsiri daun salam koja segar dan kering berturut-turut sebesar 0,8901 dan 0,8902. Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari daun salam koja segar sebanyak 61 komponen dengan enam komponen utama yaitu: kariofillen (14,92%), α-pinen (8,43%), β -felandren (7,28%), α-humulen (5,68%), β-selinen (4,67%) dan 2-β-pinen (2,32%), sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari daun salam koja kering sebanyak 57 komponen dengan enam komponen utama yaitu kariofillen (15,59%), α-pinen (12,96%), β-felandren (8,22%), α-humulen (5,87%), β-selinen (4,52%) dan 2-β-pinen (2,93%).

(7)

SIMPLEX CHARACTERIZATION AND ISOLATION OF VOLATILE OIL FROM FRESH AND DRIED LEAVES OF Murraya koenigii L. Spreng

AND ANALYSIS OF THE COMPONENTS BY GC-MS

ABSTRACT

Essential oils contain different chemical composition in accordance with the source and consist of a mixture of ingredients of different physicochemical properties. Murraya koenigii (L.) Spreng of the family Rutaceae is one of plants containing essential oil and used in traditional medicine as a wound healer, analgesic, anti-inflammatory and widely used as food flavoring.

The objective of this research was to determine the characteristics of simplex and determine the difference in essential oil content and essential oil components of fresh and dried Murraya koenigii (L.) Spreng leaves.

This research consist of simplex characterization, isolation of essential oil by water distillation and analysis of essential oil components by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)

The result of simplex characterization of the leaves of Murraya koenigii (L.) Spreng exhibited water content 4.65%; water-soluable extract 28.42%; ethanol-soluble extract 15.08%; total ash 8.84%; acid insoluble ash 1.13%. The volatile oil content of fresh and dried Murraya koenigii L. Spreng leaves consecutively were 0.17% v/w and 0.66% v/w. The volatile oil of fresh and dried

Murraya koenigii L. Spreng leaves had the same refractive index 1.4465 and

specific gravity of fresh and dried Murraya koenigii (L.) Spreng leaves consecutively were 0.8901 and 0.8902. Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) analysis result of volatile oil from fresh Murraya koenigii L. Spreng leaf reaveled the presence of 61 compounds with six main components, such as caryophyllene (14.92%), α-pinene (8.43%), β-phellandrene (7.28%), α-humulene (5.68%), β-selinene (4.67%) dan 2-β-pinene (2.32%). Meanwhile GC-MS analysis result of volatile oil from dried Murraya koenigii (L.) Spreng leaves reaveled the presence of 57 compounds with six main components, such as caryophyllene (15.59%), α-pinene (12.96%), β-phellandrene (8.22%), α -humulene (5.87%), β-selinene (4.52%) dan 2-β-pinene (2.93%).

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tumbuhan ... 5

2.1.1 Morfologi tumbuhan ... 5

2.1.2 Sistematika tumbuhan ... 5

(9)

2.1.4 Nama asing ... 6

2.1.5 Kandungan kimia ... 6

2.2 Minyak Atsiri ... 6

2.2.1 Keberadaan minyak atsiri pada tumbuhan ... 7

2.2.2 Komposisi kimia minyak atsiri ... 7

2.3 Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri ... 9

2.3.1 Sifat fisika minyak atsiri ... 9

2.3.2 Sifat kimia minyak atsiri ... 10

2.4 Isolasi Minyak Atsiri ... 10

2.4.1 Metode penyulingan ... 10

2.4.2 Metode pengepresan ... 11

2.4.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap ... 12

2.4.4 Ekstraksi dengan lemak padat ... 12

2.4.5 Ecuelle ... 13

2.5 Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS ... 13

2.5.1 Kromatografi gas ... 14

2.5.1.1 Gas pembawa ... 15

2.5.1.2 Sistem injeksi ... 15

2.5.1.3 Kolom ... 15

2.5.1.4 Fase diam ... 16

2.5.1.5 Suhu ... 17

2.5.1.6 Detektor ... 17

(10)

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Alat-alat ... 20

3.2 Bahan-bahan ... 20

3.3 Penyiapan Sampel ... 20

3.3.1 Pengambilan bahan ... 21

3.3.2 Identifikasi bahan ... 21

3.3.3 Pengolahan bahan ... 21

3.4 Pemeriksaan Makroskopik dan Mikroskopik Daun Salam Koja Segar ... 21

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 21

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 21

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 22

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik simplisia ... 22

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia ... 22

3.5.3 Penetapan kadar air ... 22

3.5.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 23

3.5.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 23

3.5.6 Penetapan kadar abu total ... 24

3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam .. 24

3.5.8 Penetapan kadar minyak atsiri ... 24

3.6 Isolasi Minyak Atsiri ... 25

3.7 Identifikasi Minyak Atsiri ... 25

3.7.1 Penetapan parameter fisika ... 25

(11)

3.7.1.2 Penentuan bobot jenis ... 26

3.7.2 Analisis komponen minyak atsiri ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Identifikasi Tumbuhan ... 28

4.2 Hasil Pemeriksaan Makroskopik dan Mikroskopik Daun Salam Koja Segar ... 28

4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik ... 28

4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik ... 28

4.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 29

4.3.1 Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia ... 29

4.3.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia .. 29

4.3.3 Hasil Pemeriksaan karakterisasi simplisia ... 29

4.4 Hasil Penetapan Kadar Minyak Atsiri ... 31

4.5 Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Minyak Atsiri Hasil Isolasi ... 31

4.6 Analisis dengan GC-MS ... 32

4.6.1 Fragmentasi hasil spektrofotometri massa minyak atsiri daun salam koja segar ... 43

4.6.2 Fragmentasi hasil spektrofotometri maassa minyak atsiri daun salam koja kering ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia daun salam koja ... 29

Tabel 4.2 Hasil penetapan kadar minyak atsiri ... 31

Tabel 4.3 Hasil penentuan indeks bias dan bobot jenis minyak

atsiri ... 31

Tabel 4.4 Komponen minyak atsiri daun salam koja segar ... 33

Tabel 4.5 Komponen minyak atsiri daun salam koja kering ... 37

Tabel 4.6 Waktu tambat dan kadar komponen minyak atsiri hasil

analisis GC-MS daun salam koja segar ... 41

Tabel 4.7 Waktu tambat dan kadar komponen minyak atsiri hasil

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Kromatogram minyak atsiri daun salam koja segar ……. 33

Gambar 4.2 Kromatogram minyak atsiri daun salam koja kering …... 37

Gambar 4.3 Spektrum massa puncak dengan Rt 14,967 menit ... 43

Gambar 4.4 Rumus bangun dari senyawa kariofillen ... 44

Gambar 4.5 Spektrum massa puncak dengan Rt 5,425 menit ... 45

Gambar 4.6 Rumus bangun dari senyawa α-pinen ... 45

Gambar 4.7 Spektrum massa puncak dengan Rt 7,675 menit ... 46

Gambar 4.8 Rumus bangun dari senyawa β-felandren ... 47

Gambar 4.9 Spektrum massa puncak dengan Rt 15,400 menit ... 47

Gambar 4.10 Rumus bangun dari senyawa α-humulen ... 48

Gambar 4.11 Spektrum massa puncak dengan Rt 15,825 menit ... 49

Gambar 4.12 Rumus bangun dari senyawa β-selinen ... 49

Gambar 4.13 Spektrum massa puncak dengan Rt 6,425 menit ... 50

Gambar 4.14 Rumus bangun dari senyawa 2-β-pinen ... 51

Gambar 4.15 Spektrum massa puncak dengan Rt 14,950 menit ... 52

Gambar 4.16 Rumus bangun dari senyawa kariofillen ... 52

Gambar 4.17 Spektrum massa puncak dengan Rt 5,433 menit ... 53

Gambar 4.18 Rumus bangun dari senyawa α-pinen ... 54

Gambar 4.19 Spektrum massa puncak dengan Rt 7,642 menit ... 54

Gambar 4.20 Rumus bangun dari senyawa β-felandren ... 55

(14)

Gambar 4.22 Rumus bangun dari senyawa α-humulen ... 56

Gambar 4.23 Spektrum massa puncak dengan Rt 15,817 menit ... 57

Gambar 4.24 Rumus bangun dari senyawa β-selinen ... 58

Gambar 4.25 Spektrum massa puncak dengan Rt 6,408 menit ... 59

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 66

Lampiran 2 Gambar tumbuhan salam koja dan daun salam koja ... 67

Lampiran 3 Gambar daun salam koja segar dan kering serta serbuk

simplisia daun salam koja ... 68

Lampiran 4 Gambar mikroskopik daun salam koja segar dan serbuk

simplisia daun salam koja ... 69

Lampiran 5 Gambar alat yang digunakan ... 71

Lampiran 6 Perhitungan penetapan kadar air dari simplisia daun

salam koja ... 74

Lampiran 7 Perhitungan penetapan kadar sari larut air simplisia

daun salam koja ... 75

Lampiran 8 Perhitungan penetapan kadar sari larut etanol simplisia

daun salam koja ... 76

Lampiran 9 Perhitungan penetapan kadar abu total simplisia daun

salam koja ... 77

Lampiran 10 Perhitungan penetapan kadar abu tidak larut asam

simplisia daun salam koja ... 78

Lampiran 11 Perhitungan penetapan kadar minyak atsiri daun salam

koja ... 79

Lampiran 12 Perhitungan penetapan kadar indeks bias minyak atsiri

daun salam koja ... 81

Lampiran 13 Perhitungan penetapan bobot jenis minyak atsiri daun

salam koja ... 82

(16)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI MINYAK ATSIRI DARI DAUN SALAM KOJA (Murraya koenigii L. Spreng) SEGAR DAN KERING

SERTA ANALISIS KOMPONENNYA SECARA GC-MS

ABSTRAK

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi yang berbeda–beda sesuai sumber penghasilnya dan terdiri dari campuran zat yang memiliki sifat fisika kimia berbeda–beda. Salam koja (Murraya koenigii L. Spreng) dari family Rutaceae adalah salah satu tumbuhan yang mengandung minyak atsiri dan digunakan pada pengobatan tradisional untuk penyembuhan luka, sebagai analgesik, antiinflamasi dan dimanfaatkan masyarakat sebagai bumbu masak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik simplisia dan mengetahui perbedaan kadar minyak atsiri serta komponen minyak atsiri daun salam koja segar dan kering.

Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air dan analisis komponen minyak atsiri dengan Gas

Cromatography-Mass Spectrometry (GC-MS).

Hasil karakterisasi simplisia daun salam koja diperoleh kadar air 4,65%; kadar sari yang larut dalam air 28,42%; kadar sari yang larut dalam etanol 115,08%; kadar abu total 8,84%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,13%. Hasil penetapan kadar minyak atsiri dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri daun salam koja segar dan kering berturut-turut sebesar 0,17% v/b dan 0,66% v/b. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri daun salam koja segar dan kering sama, yakni sebesar 1,4465; bobot jenis minyak atsiri daun salam koja segar dan kering berturut-turut sebesar 0,8901 dan 0,8902. Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari daun salam koja segar sebanyak 61 komponen dengan enam komponen utama yaitu: kariofillen (14,92%), α-pinen (8,43%), β -felandren (7,28%), α-humulen (5,68%), β-selinen (4,67%) dan 2-β-pinen (2,32%), sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari daun salam koja kering sebanyak 57 komponen dengan enam komponen utama yaitu kariofillen (15,59%), α-pinen (12,96%), β-felandren (8,22%), α-humulen (5,87%), β-selinen (4,52%) dan 2-β-pinen (2,93%).

(17)

SIMPLEX CHARACTERIZATION AND ISOLATION OF VOLATILE OIL FROM FRESH AND DRIED LEAVES OF Murraya koenigii L. Spreng

AND ANALYSIS OF THE COMPONENTS BY GC-MS

ABSTRACT

Essential oils contain different chemical composition in accordance with the source and consist of a mixture of ingredients of different physicochemical properties. Murraya koenigii (L.) Spreng of the family Rutaceae is one of plants containing essential oil and used in traditional medicine as a wound healer, analgesic, anti-inflammatory and widely used as food flavoring.

The objective of this research was to determine the characteristics of simplex and determine the difference in essential oil content and essential oil components of fresh and dried Murraya koenigii (L.) Spreng leaves.

This research consist of simplex characterization, isolation of essential oil by water distillation and analysis of essential oil components by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)

The result of simplex characterization of the leaves of Murraya koenigii (L.) Spreng exhibited water content 4.65%; water-soluable extract 28.42%; ethanol-soluble extract 15.08%; total ash 8.84%; acid insoluble ash 1.13%. The volatile oil content of fresh and dried Murraya koenigii L. Spreng leaves consecutively were 0.17% v/w and 0.66% v/w. The volatile oil of fresh and dried

Murraya koenigii L. Spreng leaves had the same refractive index 1.4465 and

specific gravity of fresh and dried Murraya koenigii (L.) Spreng leaves consecutively were 0.8901 and 0.8902. Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) analysis result of volatile oil from fresh Murraya koenigii L. Spreng leaf reaveled the presence of 61 compounds with six main components, such as caryophyllene (14.92%), α-pinene (8.43%), β-phellandrene (7.28%), α-humulene (5.68%), β-selinene (4.67%) dan 2-β-pinene (2.32%). Meanwhile GC-MS analysis result of volatile oil from dried Murraya koenigii (L.) Spreng leaves reaveled the presence of 57 compounds with six main components, such as caryophyllene (15.59%), α-pinene (12.96%), β-phellandrene (8.22%), α -humulene (5.87%), β-selinene (4.52%) dan 2-β-pinene (2.93%).

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tumbuhan penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah

Indonesia hampir seluruhnya sudah dikenl masyarakat, bahkan beberapa jenis

tumbuhan penghasil minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam

kehidupan sehari-hari. Minyak atsiri dihasilkan dari bagian tumbuhan tertentu

seperti akar, batang, kulit, daun, bunga atau biji (Lutony dan Rahmayati, 1994).

Minyak atsiri adalah suatu substansi yang terkandung dalam tanaman yang

memiliki aroma yang sangat spesifik. Minyak ini disebut juga minyak menguap,

minyak eteris, minyak esensial karena minyak ini sangat mudah menguap pada

suhu kamar (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Kegunaan minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam

berbagai bidang industri, antara lain industri kosmetik, seperti industri parfum,

digunakan sebagai pewangi dalam berbagai produk minyak wangi, industri

makanan digunakan sebagai penyedap atau penambah cita rasa dan industri

farmasi atau obat-obatan. Meningkatnya ragam kegunaan dari minyak atsiri maka

permintaan minyak atsiri akan tetap prospektif dimasa yang akan datang. Selain

itu, sadarnya masyarakat untuk menggunakan minyak atsiri alami yang resikonya

lebih aman dibandingkan minyak tiruan yang diproduksi secara sintesis sehingga

banyak perusahaan yang memilih istilah back to nature untuk menggunakan

(19)

Daun salam koja merupakan salah satu sumber penghasil minyak atsiri

yang berasal dari suku rutaceae. Pohonnya (Murraya koenigii L. Spreng) belum

banyak dikenal di Indonesia, hanya beberapa daerah saja seperti Aceh dan

Sumatera Barat yang sudah mengenal pohon ini dengan baik sebab daun salam

koja digunakan sebagai rempah penyedap masakan khas daerah ini (Anonima,

2013). Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap minyak atsiri daun salam

koja ini. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Malaysia, daun

salam koja segar mengandung 0,12% minyak atsiri dimana hasil analisis GC-MS

meghasilkan dua komponen utama yaitu caryophyllen dan α-humulen yang

merupakan golongan hidrokarbon sesquiterpen (Dikui, 2009). Menurut

Chowdhurry, et al., (2008), komponen utama minyak atsiri dari daun salam koja

yang cenderung memberikan rasa dan bau adalah pinen, sabinen, caryophyllen,

cadinol dan cadinen. Nagappan, et al., (2012) menguji aktivitas minyak atsiri dari

daun salam koja terhadap kemampuan menutup luka pada marmut, dimana

minyak atsiri mempunyai kemampuan menutup luka karena mempunyai aktivitas

antiinflamasi, antibakteri dan antioksidan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik memanfaatkan daun

salam koja sebagai bahan penelitian yang diambil dari daerah Tapak Tuan, Aceh

Selatan dengan membandingkan hasil randemen dan perbedaan komponen antara

daun yang masih segar dan yang sudah dikeringkan, karena perbedaan lingkungan

(iklim, kondisi tanah, suhu) tempat tumbuh sampel dapat mempengaruhi

komponen penyusun minyak atsiri suatu tumbuhan (Ketaren, 1985). Isolasi

minyak atsiri dilakukan dengan penyulingan air (Water distillation), karena

(20)

pengrajin minyak atsiri di berbagai Negara, khususnya negara yag sedang

berkembang termasuk Indonesia (Lutony dan Rahmayati, 1994). Pelaksanaan

penelitian meliputi karakterisasi simplisia, isolasi dengan metode destilasi air

serta analisis komponen minyak atsirinya secara Gas Chromatography-Mass

Spectrometry (GC-MS).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada

penelitian ini adalah:

a. bagaimana karakteristik simplisia daun salam koja?

b. apakah ada perbedaan kadar minyak atsiri dan komponen minyak atsiri

dari daun salam koja segar dan kering yang dianalisis secara GC-MS?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesisnya adalah:

a. karakteristik simplisia daun salam koja dapat ditentukan sesuai dengan

karakterisasi yang terdapat pada Materia Medika Indonesia (MMI).

b. terdapat perbedaan kadar minyak atsiri dan komponen minyak atsiri dari

daun salam koja segar dan kering yang dianalisis secara GC-MS.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a.

untuk mengetahui karakteristik simplisia daun salam koja sesuai dengan
(21)

b. untuk mengetahui perbedaan kadar minyak atsiri dan komponen minyak

atsiri yang diperoleh dari daun salam koja segar dan kering yang dianalisis

secara GC-MS.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberikan informasi tentang karakteristik

simplisia, isolasi minyak atsiri dan analisis komponennya secara GC-MS dari

daun salam koja segar dan kering serta bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan tentang bahan alam penghasil minyak atsiri yang terdapat di

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Salam koja (Murraya koenigii) merupakan tanaman yang berasal dari

keluarga jeruk jerukan (Rutaceae), daunnya sering digunakan sebagai rempah

-rempah masakan khas India dan Srilanka. Di Indonesia daun salam koja dikenal

sebagai rempah masakan khas Sumatera terutama Aceh (Anonima, 2013;

Anonimb, 2013).

Salam koja ditemukan pertama kali di wilayah Uttar Pradesh, India dan

sekarang tersebar luas disemua bagian India. Tanaman ini kemudian juga

dibudidayakan di Srilanka, China, Australia, benua Pasifik dan juga

didistribusikan ke negara-negara Asia Selatan (Dikui, 2009).

2.1.1 Morfologi tumbuhan

Salam koja merupakan tumbuhan perdu atau pohon kecil dengan tinggi

+ 0,8 - 4 meter dan diameter batang maksimal + 40 cm. Daunnya berbentuk

menyirip, berukuran lebih kecil dan berwarna hijau tua mengkilap. Bunganya

putih kecil, berkelompok dan memiliki bau yang harum dengan buah berbentuk

bulir berwarna ungu atau kehitaman (Anonimb, 2013; Anonimc, 1995).

2.1.2 Sistematika tumbuhan

Menurut Sihotang (2013) dan LIPI (2013) sistematika tumbuhan salam

koja adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

(23)

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Rutales

Familia : Rutaceae

Genus : Murraya

Spesies : Murraya koenigii (L.) Spreng

2.1.3 Nama lain

Kari, temuru, garupillai (Anonima, 2013; Anonimc,1995).

2.1.4 Nama asing

Curry (English) (Anonimb, 2013).

2.1.5 Kandungan kimia

Daun salam koja mengandung 0,12% minyak atsiri. Kandungan minyak

atsiri yang utama pada daun kari yaitu caryophyllen dan α-humulen. Selain itu,

komponen lain yang terkandung dalam minyak atsiri daun salam koja adalah

linalool, β-selinen, β-elemen, cubenol, phytol, α-selinen, β-terpineol, α-kopaen,

aromadendrene, naphthalene, δ-cadinen, dan sphatulenol (Nagappan, et al., 2012).

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak

ini disebut juga minyak menguap (volatile oil), minyak eteris (ethereal oil), dan

minyak esensial (essential oil) karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah

menguap di udara terbuka. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili

bau dari tanaman asalnya. Minyak atsiri dalam keadaan segar dan murni

(24)

menjadi lebih gelap karena oksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus

terlindung dari pengaruh cahaya, diisi penuh, ditutup rapat serta disimpan di

tempat yang kering dan gelap (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Kegunaan minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam

berbagai bidang industri. Contohnya, dalam industri kosmetik (sabun, pasta gigi,

sampo); dalam industri makanan digunakan sebagai bahan penyedap dan

penambah cita rasa; dalam industri parfum sebagai pewangi; dalam industri

farmasi atau obat-obatan (antinyeri, antiinfeksi, pembunuh bakteri, dan

antikanker) (Lutony dan Rahmayati, 1994).

2.2.1 Keberadaan minyak atsiri pada tumbuhan

Minyak atsiri dalam tumbuhan terdapat dalam berbagai jaringan, seperti di

dalam rambut kelenjar (pada suku Labiatae), di dalam sel - sel parenkim (pada

suku Zingiberaceae dan Piperaceae), di dalam rongga - rongga skizogen dan

lisigen (pada suku Myrtaceae, Pinaceae dan Rutaceae), di dalam saluran minyak

(pada suku Umbelliferae) dan terkandung di dalam semua jaringan (pada suku

Coniferae) (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.2.2 Komposisi kimia minyak atsiri

Pada umumnya, perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan

jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode

ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak (Ketaren, 1985).

Minyak atsiri sebagian besar terdiri dari senyawa terpena, yaitu senyawa

yang strukturnya terdiri dari satuan - satuan isoprene. Satuan isoprene ini saling

bergabung membentuk rantai yang lebih panjang dengan cara menggandeng

(25)

Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia

yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Komponen

kimia minyak atsiri pada umumnya dibagi menjadi dua golongan yaitu:

a. Golongan Hidrokarbon (Terpen)

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon

(C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri

sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren) dan sesquiterpen (3 unit

isopren) yang titik didihnya berbeda, titik didih monoterpen sebesar 140oC - 180oC

dan sesquiterpen > 200oC (Harborne, 1987; Ketaren, 1985).

b. Golongan Hidrokarbon Teroksigenasi (Terpenoid)

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur

Karbon(C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam

golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan

peroksid. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan

tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Golongan hidrokarbon

teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena

umumnya mempunyai aroma yang lebih wangi (Ketaren, 1985).

Berdasarkan biosintesis, maka komponen-komponen minyak atsiri dapat

dibagi sebagai berikut :

1. Turunan terpenoid yang terbentuk melalui jalur asam asetat mevalonat

2. Turunan fenil propanoid yang merupakan senyawaa aromatik, terbentuk

(26)

2.3 Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri 2.3.1 Sifat fisika minyak atsiri

Minyak atsiri mempunyai konstituen kimia yang berbeda, tetapi dari segi

fisikanya banyak yang sama. Minyak atsiri yang baru diektraksi umumnya tidak

berwarna atau berwarna kekuningan. Sifat - sifat fisika minyak atsiri, yaitu: 1)

mempunyai indeks bias yang tinggi, 2) bersifat optis aktif dan 3) mempunyai

sudut putar optik (optical rotation) yang spesifik. Parameter yang dapat

digunakan untuk tetapan fisika minyak atsitri antara lain:

a. Berat jenis

Nilai berat jenis (densitas) minyak atsiri merupakan perbandingan antara

berat minyak dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak.

Berat jenis sering dihubungkan dengan berat komponen yang terkandung

didalamnya. Semakin besar berat komponen terkandung dalam minyak, semakin

besar pula nilai densitasnya. Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting

dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri (Armando, 2009).

b. Indeks bias

Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara

dan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Refraktometer adalah alat yang cepat

dan tepat untuk menetapkan nilai indeks bias. Refraktometer Abbe dengan

kisaran 1,3 - 1,7 digunakan untuk analisis minyak atsiri dan ketepatan alat ini

cukup untuk keperluan praktis. Pembacaan dapat dilakukan tanpa menggunakan

table konversi, minyak yang digunakan 1 - 2 tetes. Indeks bias berguna untuk

(27)

c. Putaran optik

Setiap jenis minyak atsiri mempunyai kemampuan memutar bidang

polarisasi cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang polarisasi

ditentukan oleh jenis minyak atsiri, suhu dan panjang gelombang cahaya yang

digunakan. Sifat optis aktif suatu minyak ditentukan dengan polarimeter, dan

nilainya dinyatakan dalam derajat rotasi (Guenther, 1947).

2.3.2 Sifat kimia minyak atsiri

Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari adanya kerusakan

minyak. Perubahan dapat terjadi selama penyimpanan dan biasanya disebabkan oleh

terjadinya oksidasi, hidrolisis dan resinifikasi, karena peristiwa tersebut maka minyak

atsiri akan berubah warna menjadi lebih gelap dan lebih kental. Proses - proses

tersebut diaktifkan oleh panas, oksigen, lembab, dan sinar matahari. Oleh karena itu

minyak atsiri sebaiknya disimpan dalam wadah yang benar - benar kering dan bebas

dari cahaya agar proses – proses tersebut dapat diperlambat (Koensoemardiyah, 2010).

2.4 Isolasi Minyak Atsiri

Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1)

penyulingan (distillation), 2) pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut

menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak padat dan 5) ecuelle.

2.4.1 Metode penyulingan

Penyulingan adalah salah satu metode untuk memisahkan komponen

-komponen suatu campuran dari dua jenis campuran atau lebih berdasarkan

perbedaan tekanan uap dari masing-masing zat tersebut. Metode penyulingan

(28)

a. Penyulingan dengan air (water distillation)

Pada metode ini, bahan tumbuhan dimasukkan dalam wadah yang berisi air,

selanjutnya direbus sampai uap air dan minyaknya mengalir dan didinginkan

melalui pipa dalam kondensor. Air dan minyak yang keluar dari kondensor

ditampung dalam labu pemisah (Yuliani dan Satuhu, 2012).

b. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation)

Bahan tumbuhan yang akan disuling dengan metode penyulingan air dan

uap ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlubang-

lubang yang ditopang diatas dasar alat penyulingan. Ketel diisi dengan air

sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan, uap air akan naik

bersama minyak atsiri kemudian dialirkan melalui pendingin. Hasil

sulingannya adalah minyak atsiri yang belum murni (Guenther, 1947).

c. Penyulingan dengan uap (steam distillation)

Pada metode ini, wadah dan tangki air sebagai sumber uap panas (boiler)

diletakkan terpisah, didalam boiler terdapat pipa yang berhubungan dengan

wadah. Air dari boiler akan mendidih, lalu uapnya mengalir ke wadah yang

berisi bahan tumbuhan. Uap akan menembus sel - sel tumbuhan dan membawa

uap minyak atsiri yang selanjutnya akan mengalir melalui kondensor. Uap

minyak atsiri akan mengembun menjadi cairan dan ditampung pada labu

pemisah (Guenther, 1947; Yuliani dan Satuhu, 2012).

2.4.2 Metode pengepresan

Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan

terhadap bahan berupa biji, buah, atau kulit buah yang memiliki kandungan

(29)

mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke

permukaan bahan (Ketaren, 1985).

2.4.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap

Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang

mudah menguap. Metode ini digunakan untuk mengambil minyak bunga yang

kurang stabil dan dapat dirusak oleh panas uap air. Dengan menggunakan pelarut

yang mudah menguap seperti kloroform, eter, aseton, alkohol, petroleum eter.

Pada ekstraksi ini, bahan pelarut dialirkan secara berkesinambungan melalui

serangkaian penampan yang diisi bahan tumbuhan, sampai ekstraksi selesai.

Cairan ekstrak yang mengandung bahan pelarut dan unsur - unsur tumbuhan itu

disalurkan ke tabung hampa udara yang dipanaskan pada suhu sekedar untuk

menguapkan pelarut. Uap pelarut dialirkan ke kondensor untuk dicairkan kembali,

sedangkan unsur - unsur tumbuhan tertinggal dalam tabung hampa tersebut

(Guenther, 1947).

2.4.4 Ekstraksi dengan lemak padat

Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga - bungaan, untuk

mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode ekstraksi

dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a. Ekstraksi dengan lemak tanpa pemanasan (Enfleurage)

Cara ini menggunakan media lemak padat. Metode ini digunakan karena

diketahui beberapa jenis bunga yang telah dipetik, enzimnya masih

menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa

hari/minggu, seperti bunga melati, sehingga perlu perlakuan yang tidak

(30)

diatas media lilin dan dieramkan sampai beberapa hari/minggu, selanjutnya

lemak padat dikerok (dikenal dengan pomade) dan diekstraksi menggunakan

etanol (Gunawan dan Mulyani, 2004).

b. Ekstraksi dengan lemak panas (Maceration)

Cara ini dilakukan terhadap bahan tumbuhan yang bila dilakukan

penyulingan atau enfleurasi akan menghasilkan minyak atsiri dengan rendeman

yang rendah. Pada cara ini absorbsi minyak atsiri oleh lemak dalam keadaan

panas pada suhu 80oC selama 1,5 jam. Selesai pemanasan, campuran disaring

panas-panas, jika perlu kelebihan lemak pada ampas disiram dengan air panas.

Kemudian dilakukan penyulingan untuk memperoleh minyak atsiri

(Ketaren, 1985).

2.4.5. Ecuelle

Metode ini digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri yang terdapat pada

buah - buahan seperti jeruk dengan cara menembus lapisan epidermis sampai ke

dalam jaringan yang mengandung minyak atsiri. Metode mengeluarkan minyak

jeruk dengan menusuk kelenjar minyak dan menggelindingkan buah pada wadah

yang memiliki tonjolan tajam yang berjejer. Tonjolan tersebut cukup panjang untuk

menembus epidermis. Tetes minyak yang jatuh pada wadah kemudian dikumpulkan

(Tyler et al., 1977).

2.5 Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS

Analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri merupakan masalah

yang cukup rumit, ditambah dengan sifatnya yang mudah menguap pada suhu

(31)

minyak atsiri. Sejak ditemukannya kromatografi gas (GC), kendala dalam analisis

komponen minyak atsiri ini mulai dapat diatasi walaupun terbatas hanya pada

analisis kualitatif dan penentuan kuantitatif komponen penyusun minyak atsiri

saja. Pada penggunaan GC, efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan

sama sekali. Perkembangan teknologi instrumentasi yang sangat pesat akhirnya

dapat melahirkan suatu alat yang merupakan gabungan dua sistem dengan prinsip

dasar yang berbeda satu sama lain tetapi dapat saling menguntungkan dan saling

melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrometri massa

(GC-MS). Pada alat GC-MS, kedua alat dihubungkan dengan suatu interfase.

Kromatografi gas disini berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen

campuran dalam sampel sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk

mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada

kromatografi gas (Agusta, 2000).

2.5.1 Kromatografi gas

Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan yang mana solut - solut

yang mudah menguap dan stabil terhadap panas bermigrasi melalui kolom yang

mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio

distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan

titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut dan fase diam. Fase

gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu

menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya

kisaran 50ºC - 350ºC) bertujuan untuk menjamin bahwa solute akan menguap dan

(32)

Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan menggunakan waktu

tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat ialah

waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom yang

diukur mulai saat penyuntikan sampel sampai saat elusi terjadi (dihasilkan

puncak) (Gritter, dkk., 1985). Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas

pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu dan detektor.

2.5.1.1 Gas pembawa

Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Syarat gas

pembawa antara lain inert, murni dan dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi.

Gas pembawa yang sering dipakai adalah Helium (He), Argon (Ar), Nitrogen

(N2), Hidrogen (H2) dan Karbon dioksida (CO2). Helium merupakan tipe gas

pembawa yang sering digunakan karena memberikan efisiensi kromatografi yang

lebih baik (mengurangi pelebaran pita) (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.5.1.2 Sistem injeksi

Cuplikan dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik

(injection port), biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau karet

pemisah (rubber septum). Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari

kolom dan biasanya pada suhu 10 - 15ºC lebih tinggi dari suhu kolom. Jadi

seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom

(Gritter, dkk., 1985).

2.5.1.3 Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalamnya

terdapat fase diam (Gandjar dan Rohman, 2007). Kolom dapat dibuat dari

(33)

lurus, lengkung, melingkar. Ada dua macam kolom, yaitu kolom kemas dan

kolom kapiler (Agusta, 2000; McNair dan Bonelli, 1988).

Kolom kemas terdiri dari fase cair (sekurang-kurangnya pada suhu

kromatografi) yang tersebar pada permukaan penyangga yang lembab (inert) yang

terdapat dalam tabung yang relatif besar (diameter dalam 1 - 3 mm). Jenis kolom

ini terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan

aluminium. Efisiensi kolom akan meningkat dengan semakin bertambah halusnya

partikel fase diam. Semakin kecil diameter partikel fase diam, maka efisiensinya

akan meningkat. Ukuran partikel fase diam biasanya berkisar antara 60-80 mesh

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Kolom kapiler berbeda dengan kolom kemas, dalam hal adanya rongga

pada bagian dalam kolom yang menyerupai pipa (tube) dengan ukuran 0,02 - 0,2

mm. Kolom kapiler kini lebih banyak digunakan untuk menganalisis komponen

minyak atsiri. Hal ini disebabkan oleh keunggulan kolom tersebut yang

memberikan hasil analisis dengan daya pisah yang tinggi dan sekaligus memiliki

sensitivitas yang tinggi. Keuntungan kolom kapiler adalah jumlah sampel yang

dibutuhkan sedikit dan pemisahan lebih sempurna (Agusta, 2000; Gandjar dan

Rohman, 2007).

2.5.1.4 Fase diam

Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, sedikit

polar, semipolar, polar dan sangat polar. Berdasarkan kepolaran minyak atsiri yang

nonpolar sampai sedikit polar, maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan

kolom fase diam yang bersifat sedikit polar, misalnya SE-52 dan SE-54 (Agusta,

(34)

2.5.1.5 Suhu

a. Suhu injektor

Suhu pada injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan

sedemikian cepat, tetapi sebaliknya suhu harus cukup rendah untuk mencegah

peruraian atau penataan ulang akibat panas (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Suhu kolom

Pemisahan dapat dilakukan pada suhu tetap (isotermal) atau pada suhu

yang berubah secara terkendali (suhu diprogram, temperature programming).

GC isotermal paling banyak dilakukan pada analisis rutin atau jika kita

mengetahui agak banyak mengenai sifat sampel yang akan dipisahkan. Pilihan

awal yang baik adalah suhu beberapa derajat dibawah titik didih komponen

utama sampel. Pada GC suhu diprogram, suhu dinaikkan mulai dari suhu

tertentu sampai suhu tertentu lainnya dengan laju yang diketahui dan terkendali

pada waktu tertentu (Gritter, dkk., 1985).

c. Suhu detektor

Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan/fase diam tidak

mengembun dan juga untuk mencegah pengembunan air atau hasil samping

yang terbentuk pada proses pengionan (McNair dan Bonelli, 1988).

2.5.1.6 Detektor

Detektor yang populer yaitu detektor hantar-termal (thermal conductivity

detector) dan detektor pengion nyala (flame ionization detector) (McNair dan

Bonelli,1988).

a. Detektor hantar-termal (Thermal Conductivity Detector, TCD)

(35)

dialiri arus listrik yang tetap. Gas pembawa mengalir terus menerus melewati

kawat pijar yang panas itu dan suhu dibuat dengan laju tetap. Bila molekul

cuplikan yang bercampur dengan gas pembawa melewati kawat pijar meningkat,

terjadi perubahan tahanan yang diukur dengan jembatan Wheatstone dan sinyalnya

ditangkap oleh perekam dan tampak sebagai suatu puncak. Prinsip kerjanya

didasarkan pada kemampuan suatu gas menghantar panas dari kawat pijar dan

merupakan fungsi bobot molekul gas tersebut (McNair dan Bonelli,1988).

b. Detektor pengion nyala (Flame Ionization Detector, FID)

Hidrogen dan udara digunakan untuk menghasilkan nyala. Suatu elektroda

pengumpul yang bertegangan arus searah ditempatkan diatas nyala dan mengukur

hantaran nyala. Dengan hidrogen murni, hantaran sangat rendah, tetapi ketika

senyawa organik dibakar, hantaran naik dan arus yang mengalir dapat diperkuat

ke perekam (McNair dan Bonelli,1988).

2.5.2 Spektrometri massa (MS)

Spektrometri massa (MS) ialah molekul senyawa organik (sampel)

ditembak dengan elektron berenergi tinggi dan salah satu elektron valensinya akan

lepas. Hasilnya adalah suatu radikal ion (suatu spesi dengan satu elektron tak

berpasangan) dan ion bermuatan +1. Spektrum massa merupakan grafik antara

limpahan relatif ion lawan perbandingan massa dan muatan (m/z, m/e). Suatu

spektrometer massa bekerja dengan membangkitkan molekul-molekul bermuatan

atau fragmen-fragmen molekul baik dalam keadaan sangat hampa atau segera

sebelum sampel memasuki ruang sangat hampa (Watson, 2005; Supratman,

2010). Molekul senyawa organik pada spektrometer massa, ditembak dengan

(36)

yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion

yang lebih kecil (Sastrohamidjojo, 2004).

Spektrum massa hasil analisis sistem spektroskopi massa merupakan

gambaran mengenai jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu

komponen kimia (masing - masing puncak pada kromatogram). Setiap fragmen

yang terbentuk dari pemecahan suatu komponen kimia memiliki berat molekul

yang berbeda dan ditampilkan dalam bentuk diagram dua dimensi, m/z (m/e,

massa/muatan) pada sumbu X dan intensitas pada sumbu Y yang disebut

spektrum massa. Pola pemecahan (fragmentasi) molekul yang terbentuk untuk

setiap komponen kimia sangat spesifik sehingga dapat dijadikan sebagai patokan

untuk menentukan struktur molekul suatu komponen kimia. Selanjutnya,

spektrum massa komponen kimia yang diperoleh dari hasil analisis diidentifikasi

dengan cara dibandingkan dengan spektrum massa yang terdapat dalam suatu

bank data (Agusta, 2000).

Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu

metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak

diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini

disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan

informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul

penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa.

Puncak paling kuat (tertinggi) pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak),

dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion

molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein,

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara eksplorasi yang meliputi penyiapan

sampel, karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dan analisis komponen dari

daun salam koja (Murraya koenigii) segar dan kering secara GC-MS.

3.1 Alat - alat

Alat - alat yang digunakan pada penelitian adalah neraca kasar (Ohaus),

lemari pengering, mikroskop, neraca listrik (Mettler Toledo), alat-alat gelas

laboratorium, oven, seperangkat alat Stahl, seperangkat alat destilasi air (Water

Distillation), piknometer, Refraktometer Abbe, Gas Chromatograph-Mass

Spectrometer (GC-MS) model Shimadzu QP 2010 S.

3.2 Bahan - bahan

Bahan - bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun salam koja

segar dan kering, bahan-bahan kimia kecuali dinyatakan lain adalah pro analisis

antara lain akuades (teknis), etanol 96%, kloralhidrat (E. Merck ), kloroform (E.

Merck ), natrium sulfat anhidrat (E. Merck ) dan toluen (E. Merck).

3.3 Penyiapan Sampel

Penyiapan sampel meliputi pengambilan bahan, identifikasi bahan dan

(38)

3.3.1 Pengambilan bahan

Metode pengambilan bahan dilakukan secara purposif. Bahan diambil dari

Daerah Tapak Tuan, Aceh Selatan tanpa membandingkan dengan bahan yang

sama dari daerah lain. Bahan yang digunakan adalah daun salam koja segar dan

kering.

3.3.2 Identifikasi bahan

Identifikasi bahan dilakukan di “Herbarium Bogoriense” Bidang Botani

Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor.

3.3.3 Pengolahan bahan

Pengolahan bahan dilakukan terhadap daun salam koja yaitu daun

dibersihkan dari kotoran yang melekat, disortasi basah lalu dicuci dengan air

sampai bersih, ditiriskan, kemudian ditimbang (6 kg), sebagian daun salam koja

digunakan untuk isolasi minyak atsiri sampel segar sedangkan sebagian lagi

dikeringkan.

Sebanyak 3,5 kg daun salam koja dikeringkan di lemari pengering pada suhu tidak

lebih dari 40 - 50˚C sampai menjadi simplisia kemudian ditimbang (1,065 kg).

3.4 Pemeriksaan Makroskopik dan Mikroskopik Daun Salam Koja Segar

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari

daun salam koja segar.

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap penampang melintang dari

(39)

Caranya: sayatan melintang daun salam koja diletakkan diatas kaca objek yang

telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat jenuh, dipanaskan, ditutup dengan kaca

penutup, lalu diamati di bawah mikroskop.

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,

pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam

air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, penetapan

kadar abu tidak larut dalam asam.

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik simplisia

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar,

ukuran serta warna dari daun salam koja kering.

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun salam

koja kering.

Caranya: serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan

larutan kloralhidrat jenuh dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di

bawah mikroskop.

3.5.3 Penetapan kadar air

a. Penjenuhan toluen

Toluen sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu

ditambahkan 2 ml air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi

selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama ± 30 menit,

(40)

b. Penetapan kadar air simplisia

Labu berisi toluen tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah

ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen

mendidih, kecepatan toluen diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air

terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik.

Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen.

Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung penerima dibiarkan mendingin pada

suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan

ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air

yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen

(WHO, 2011).

3.5.4 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam

dalam 100 ml air - kloroform (2,5 ml kloroform dilarutkan di dalam 1 L akuades)

dalam labu tersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian

dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan

sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah dipanaskan dan

ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105˚C sampai bobot tetap. Kadar dalam

persensari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

(Depkes, 1995).

3.5.5 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam

dalam 100 ml etanol 95% dalam labu tersumbat sambil sesekali dikocok selama 6

(41)

menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai

kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa

dipanaskan pada suhu 105˚C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang

larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes,

1995).

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus porselin dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran

dilakukan pada suhu 500 - 600˚C selama 3 jam kemudian didinginkan dan

ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang

telah dikeringkan (WHO, 2011).

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25

ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan,

disaring melalui kertas saring dan dipijar sampai bobot tetap, kemudian

didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung

terhadap bahan yang dikeringkan (WHO, 2011).

3.5.8 Penetapan kadar minyak atsiri

Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl.

Caranya: sebanyak 15 g daun salam koja yang telah diremukkan dimasukkan

dalam labu alas bulat berleher pendek, ditambahkan air suling sebanyak 300 ml,

pasang alat, diisi buret dengan air hingga penuh, dipanaskan dengan tangas udara,

(42)

penyulingan selesai, biarkan tidak kurang dari 15 menit, catat volume minyak

atsiri pada buret. Hitung kadar minyak atsiri dalam % v/b (Ditjen POM, 1979).

3.6 Isolasi Minyak Atsiri

Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan metode penyulingan air (water

distillation).

Caranya: sebanyak 100 g serbuk simplisia dimasukkan dalam labu alas datar

berleher panjang 2 L ditambahkan akuades sampai sampel terendam. Kemudian

dirangkai alat destilasi air. Destilasi dilakukan selama 4 - 5 jam. Minyak atsiri

yang diperoleh ditampung dalam corong pisah, setelah itu dipisahkan antara

minyak dan air. Kemudian minyak atsiri yang diperoleh ditambahkan natrium

sulfat anhidrat dan didiamkan selama 1 hari. Minyak atsiri dipipet dan disimpan

dalam botol berwarna gelap.

3.7 Identifikasi Minyak Atsiri

3.7.1 Penetapan parameter fisika

3.7.1.1 Penentuan indeks bias

Penentuan indeks bias dilakukan dengan menggunakan alat Refraktometer

Abbe.

Caranya: alat Refraktometer Abbe dihidupkan. Prisma atas dan prisma bawah

dipisahkan dengan membuka klem dan dibersihkan dengan mengoleskan kapas

yang telah dibasahi dengan alkohol dan dikeringkan. Cuplikan minyak diteteskan

ke prisma bawah lalu ditutup. Melalui teleskop dapat dilihat adanya bidang terang

(43)

bidang terang dan gelap terbagi atas dua bagian yang sama secara vertikal.

Dengan melihat skala dapat dibaca indeks biasnya.

3.7.1.2 Penentuan bobot jenis

Penentuan bobot jenis ditentukan dengan alat piknometer.

Caranya: Piknometer kosong ditimbang dengan seksama. Piknometer kosong diisi

dengan air suling lalu ditimbang dengan seksama. Kemudian piknometer

dikosongkan dan dibilas beberapa kali dengan alkohol kemudian dikeringkan

dengan bantuan hair dryer. Piknometer diisi minyak atsiri yang akan ditentukan

berat jenisnya selanjutnya dilakukan seperti pengerjaan pada air suling. Hasil

bobot minyak atsiri yang diperoleh dengan mengurangkan bobot piknometer yang

diisi minyak atsiri dengan bobot piknometer kosong. Bobot jenis minyak atsiri

adalah hasil perbandingan bobot minyak atsiri terhadap bobot air suling dalam

piknometer dengan volume dan suhu yang sama, kecuali dinyatakan lain dalam

monograf keduanya ditetapkan pada suhu 25˚C (Ditjen POM, 1995).

3.7.2 Analisis komponen minyak atsiri

Penentuan komponen minyak atsiri dilakukan di Laboratorium Penelitian

Fakultas Farmasi USU dengan menggunakan seperangkat alat Gas

Chromatograph-Mass Spectrometer (GC-MS).

Kondisi analisis adalah jenis kolom kapiler Rtx-5 MS, panjang kolom 3 m,

diameter kolom dalam 0,25 mm, suhu injektor 270˚C, gas pembawa He dengan

laju alir 1,16 ml/menit. Suhu kolom terprogram (temperature programing) dengan

suhu awal 60˚C selama 5 menit, lalu dinaikkan perlahan -lahan dengan laju

kenaikan 5,0˚C/menit sampai suhu akhir 280˚C yang dipertahankan selama 30

(44)

Cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan membandingkan

spektrum massa dari komponen minyak atsiri yang diperoleh (unknown) dengan

spektrum massa dalam data library yang memiliki tingkat kemiripan (similary

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi yang dilakukan di “Herbarium Bogoriense” Pusat

Penelitian Biologi-LIPI Bogor terhadap salam koja yang diteliti adalah Murraya

Koenigii (L.) Spreng , dari suku Rutaceae. Hasil identifikasi dapat dilihat pada

Lampiran 1, halaman 66.

4.2 Hasil Makroskopik dan Mikroskopik Daun Salam Koja Segar 4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik daun salam koja segar dicirikan dengan

warna permukaan luar hijau, permukaan daun berbentuk jorong sampai bundar

panjang, panjang 4 - 5 cm, lebar 2 cm, ujung daun meruncing, pinggir daun rata

atau agak beringgit, permukaan daun licin. Gambar selengkapnya dapat dilihat

pada Lampiran 3, halaman 68.

4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik daun salam koja segar adalah terdapat

rambut penutup, kutikula, lapisan epidermis, jaringan palisade, kristal kalsium

oksalat, adanya fragmen rongga minyak lisigen, jaringan parenkim, tulang daun,

dan berkas pembuluh. Gambar selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4,

(46)

4.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 4.3.1 Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia daun salam koja adalah, warna

daun hijau kecoklatan, bagian luar berwarna putih kecoklatan, menggulung

kedalam. Serbuk simplisia daun salam koja dicirikan dengan serbuk berwarna

hijau kecoklatan dan berbau khas. Gambar selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 3, halaman 68.

4.3.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun salam koja adalah

terdapat jaringan parenkim, fragmen rongga minyak lisigen, kristal kalsium

oksalat, rambut penutup, stomata tipe anomositik dan berkas pengangkut. Gambar

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 70.

4.3.3 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia

Hasil karakterisasi terhadap simplisia daun salam koja dapat dilihat pada

Tabel 4.1 berikut ini dan data hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6-10,

[image:46.595.115.453.568.655.2]

halaman 74-78.

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia daun salam koja

No Karakteristik Hasil pemeriksaan (%)

1 Kadar air 4,65

28,42 2 Kadar sari larut air

3 Kadar sari larut etanol 15,08

4 Kadar abu total 8,84

1,13 5 Kadar abu tidak larut asam

Kadar air simplisia menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam

simplisia, dari hasil penelitian diperoleh kadar air simplisia 4,65% dan memenuhi

(47)

simplisia dilakukan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak oleh

mikroba seperti jamur sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama..

Kadar air simplisia berpengaruh dengan proses enzimatik dan media pertumbuhan

kapang dan jasad renik. Selain itu kadar air juga berpengaruh pada hasil minyak

atsiri yang diperoleh. Semakin tinggi kadar air maka hasil minyak atsiri yang

diperoleh akan semakin kecil karena perbandingan antara bahan tumbuhan dengan

air yang terkandung dalam tumbuhan akan semakin kecil sedangkan minyak atsiri

hanya terdapat di dalam bahan tumbuhan (BPOM RI, 2005; Trease dan Evans,

1983).

Penetapan kadar sari dilakukan terhadap 2 pengujian yaitu kadar sari larut

dalam etanol dan dalam air. Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan dalam

etanol dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air

dan etanol dari simplisia. Senyawa yang bersifat polar atau larut dalam air pada

simplisia daun salam koja seperti glikosida, protein, polisakarida dan zat warna

akan tersari oleh air dengan hasil 28,42% sedangkan senyawa-senyawa yang tidak

larut dalam air atau larut dalam etanol seperti flavonoid, alkaloid akan tersari oleh

etanol dengan hasil 15,08% (Dikui, 2009).

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral

internal yang terdapat di dalam simplisia serta senyawa organik setelah

pembakaran. Abu total terbagi dua, yang pertama abu fisiologis adalah abu yang

berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan abu non fisiologis adalah sisa yang

berasal dari benda asing yang terdapat pada permukaan simplisia. Kadar abu tidak

larut asam untuk menentukan jumlah silika, khususnya pasir yang ada pada

(48)

4.4 Hasil Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Penetapan kadar minyak atsiri dengan menggunakan alat Stahl diketahui

bahwa kadar minyak atsiri daun salam koja segar sebesar 0,17% v/b, sementara

kadar minyak atsiri daun salam koja kering sebesar 0,66% v/b.

Hasil penetapan kadar minyak atsiri menunjukkan bahwa kadar minyak

atsiri pada sampel kering lebih tinggi dari kadar minyak atsiri pada sampel segar,

hal ini disebabkan oleh kadar air pada daun salam koja segar sehingga

berpengaruh pada bobot sampel. Hasil penetapan kadar minyak atsiri dari daun

salam koja segar dan kering dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini dan data hasil

[image:48.595.115.440.404.450.2]

perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 79.

Tabel 4.2 Hasil penetapan kadar minyak atsiri

4.5 Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Minyak Atsiri Hasil Isolasi

Hasil penentuan indeks bias dan bobot jenis minyak atsiri dapat dilihat

pada Tabel 4.3 berikut ini dan data hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran

12-13, halaman 81-82

Tabel 4.3 Hasil penentuan indeks bias dan bobot jenis minyak atsiri

No Sampel Indeks Bias Bobot Jenis

1 Daun salam koja segar 1,4465 0,8901

2 Daun salam koja kering 1,4465 0,8902

Penetapan indeks bias minyak atsiri daun salam koja segar dan kering

hasilnya sama yaitu sebesar 1,4465 dan bobot jenis daun salam koja segar dan

kering tidak berbeda jauh yaitu masing-masing sebesar 0,8901 dan 0,8902.

No Sampel Kadar yang diperoleh (% b/v)

1 2

Daun salam koja segar Daun salam koja kering

[image:48.595.115.478.609.659.2]
(49)

Komponen minyak atsiri daun salam koja segar dengan daun salam koja kering

yang diperoleh tidak mempengaruhi harga indeks bias.

Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam

udara dengan kecepatan cahaya di dalam zat pada suhu tertentu. Indeks bias

berguna untuk identifikasi kemurnian dan berhubungan erat dengan

komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan (Armando, 2009).

Penetapan bobot jenis minyak atsiri daun salam koja segar dan kering

memenuhi syarat bobot jenis minyak atsiri di literatur. Nilai bobot jenis minyak

atsiri berkisar antara 0,696-1,188 dan pada umumnya nilai tersebut lebih kecil dari

1,000 (Guenther, 1947).

Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu

dan kemurnian minyak atsiri dimana bobot jenis sering dihubungkan dengan berat

komponen yang terkandung di dalamnya. Semakin besar fraksi berat yang

terkandung dalam minyak, semakin besar pula nilai bobot jenisnya (Armando,

2009).

4.6 Analisis dengan GC-MS

Hasil analisis komponen minyak atsiri hasil destilasi air dari daun salam

koja segar dengan Gas Chromatograph (GC) diperoleh 61 puncak dan diambil

enam komponen utama berdasarkan konsentrasi tertinggi sedangkan hasil analisis

komponen minyak atsiri daun salam koja kering diperoleh 57 puncak dan diambil

enam komponen utama berdasarkan konsentrasi tertinggi. Hasil selengkapnya

(50)
[image:50.595.126.558.103.367.2]

Gambar 4.1 Kromatogram GC minyak atsiri daun salam koja segar

Berdasarkan hasil analisis GC minyak atsiri daun salam koja segar

diperoleh 61 komponen dengan data pada Tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4 Komponen minyak atsiri daun salam koja segar Peak R.Time Area Area % Height Name

1 3.229 1436793 0.19 715585 2-Hexenal, (E)- (CAS) (E)-2-Hexenal $$ n-Hex-trans-2-enal $$

2 3.381 1023336 0.14 493707 2-Hexen-1-ol, (Z)- (CAS) CIS-HEX-2-EN-1-OL $$ cis-HEX-2

3 3.585 1184466 0.16 551251 Benzene, 1,2-dimethyl- (CAS) o-Xylene $$ o-Xylol $$ 3,4-Xyle

4 5.212 4075710 0.54 1443026 .alpha.-Thujene $$ Bicyclo[3.1.0]hex-2-ene, 2-methyl-5-(1-meth

5 5.433 63174210 8.43 14361743 .ALPHA.-PINENE, (-)- $$

Bicyclo[3.1.1]hept-2-ene, 2,6,6-trim

6 5.734 1841148 0.25 770189 Camphene

[image:50.595.117.511.501.729.2]
(51)

8 6.418 17374925 2.32 5702865 2-.BETA.-PINENE $$

Bicyclo[3.1.1]heptane, 6,6-dimethyl-2

9 6.744 10103090 1.35 3783539 .beta.-Myrcene $$ 1,6-octadiene, 7-methyl-3-methylene- (CAS)

10 7.076 7593894 1.01 2498270 1-PHELLANDRENE $$

11 7.384 2590777 0.35 1117487 .ALPHA.. TERPINENE $$ PARA-MENTHA-1,3-DIENE $$

12 7.451 13400699 1.79 4538680 Benzene, 1-methyl-4-(1-methylethyl)- (CAS) p-Cymene $$

13 7.674 54574855 7.28 11503083 .beta.-Phellandrene $$ Cyclohexene, 3-methylene-6-(1-methylet

14 7.836 4025901 0.54 1413414 cis-Ocimene $$ 1,Octatriene, 3,7-dimethyl-, (E)- (CAS)

15 8.101 19027748 2.54 6505698 1,3,6-Octatriene, 3,7-dimethyl, (E)- (CAS) .BETA. OCIMENE

16 8.338 5037245 0.67 2065501 .gamma.-Terpinene $$

1,4-Cyclohexadiene, 1-methyl-4-(1-meth

17 9.001 1886194 0.25 831777 .ALPHA.-TERPINOLENE $$ Cyclohexene, 1-methyl-4-(1-meth

18 9.120 3193929 0.43 1268999 Linalool $$ 1,6-Octadien-3-ol, 3,7-dimethyl- (CAS) Linalool $$

19 9.574 2278597 0.30 891210 p-menth-2-en-1-ol $$

20 9.907 1701491 0.23 671001 Bicyclo[3.1.1]hept-3-en-2-ol, 4,6,6-trimethyl-, [1S-(1.alpha.,

21 10.461 1915454 0.26 792239 4-Hexen-1-ol, 5-methyl-2-(1-methylethenyl)-

22 10.533 2251791 0.30 716732 Cryptone $$

4-Isopropyl-2-cyclohexen-1-one $$ 2-Cyclohexen-1

23 10.675 10950789 1.46 3391894 2-Cyclohexen-1-ol, 3-methyl-6-(1-methylethyl)-, cis-

24 10.873 2489822 0.33 1019446 Verbenol $$ 4,6,6-Trimethylbicyclo-[3.1.1]-hept-3-en-2-ol $$

25 12.641 7840602 1.05 1887696 2,6-Octadien-1-ol, 3-methyl-, acetate $$ Geraniol acetate $$

26 12.886 1117574 0.15 371253 Isopulegol acetate $$ 2-Isopropenyl-5-methylcyklohexyl acetate

27 13.657 2550502 0.34 809053 Bicykloelemene $$

28 13.878 2269978 0.30 736156 .alpha.-Cubebene

(52)

Gambar

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia daun salam koja
Tabel 4.3 Hasil penentuan indeks bias dan bobot jenis minyak atsiri
Gambar 4.1 Kromatogram GC minyak atsiri daun salam koja segar
Gambar 4.2 Kromatogram GC minyak atsiri daun salam koja kering
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air dan analisis komponen minyak atsiri secara Gas

ISOLASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA KULIT KAYU SINTOK ( Cinnamomum sintoc Blume) DENGAN METODE.. DESTILASI UAP DAN AIR SERTA ANALISIS KOMPONENNYA

KARAKTERISASI SIMPLISIA, ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI BUAH KEMUKUS (Cubebae fructus) DARI WONOSOBO.. DAN PADANG SIDEMPUAN SECARA GC

KARAKTERISASI SIMPLISIA, ISOLASI, DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG DAN DAUN KUNYIT (Curcuma.. domestica Val.) KERING

Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi. Jakarta:

Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air dan analisis komponen minyak atsiri secara Gas

Analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup rumit, ditambah dengan sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar sehingga perlu diseleksi metode

The Effect of Water Extract of Salam Koja Leaf (Murraya koenigii (L.) spreng) Against Root-Knot Nematode (Meloidogyne spp.) in Tomato Plants.. Toto Sunarto 1 and Brigitta