KARAKTERISASI SIMPLISIA, ISOLASI, DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI BUAH SEGAR
DAN KERING TUMBUHAN ATTARASA (Litsea cubeba Pers.) SECARA GC-MS
SKRIPSI
OLEH:
TAGOR JAKOBUS SIMAMORA NIM: 050804078
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KARAKTERISASI SIMPLISIA, ISOLASI, DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI BUAH SEGAR
DAN KERING TUMBUHAN ATTARASA (Litsea cubeba Pers.) SECARA GC-MS
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
TAGOR JAKOBUS SIMAMORA NIM: 050804078
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lembar Pengesahan Skripsi
KARAKTERISASI SIMPLISIA, ISOLASI, DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI BUAH SEGAR
DAN KERING TUMBUHAN ATTARASA (Litsea cubeba Pers.) SECARA GC-MS
Oleh:
TAGOR JAKOBUS SIMAMORA NIM: 050804078
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Medan, Oktober 2009
Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji:
(Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt.) (Dra. Marline Nainggolan, MS., Apt.) NIP 195112231980032002 NIP 198005202005012006
Pembimbing II, (Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt.)
NIP 195112231980032002
(Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt) (Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.) NIP 195310301980031002 NIP 195107231982032001
(Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt.) NIP 195109081985031002
Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini untuk memenuhi syarat dalam mencapai gelar Sarjana Farmasi pada
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terimakasih dan penghargaan yang tulus tiada terhingga kepada
Ayahanda Kaspar Simamora dan Ibunda Sanur br. Pasaribu tercinta, serta seluruh
keluargaku atas doa, kasih sayang, dorongan semangat dan dukungan baik moril
maupun materil. Semoga Tuhan memberkati kalian semua.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra.
Herawaty Ginting, M. Si., Apt. dan Bapak Drs. Panal Sitorus, M. Si., Apt yang
telah membimbing penulis selama melakukan penelitian hingga selesainya
penulisan skripsi ini. Melalui penulisan skripsi ini penulis juga menyampaikan
ucapan terima kasih yang ikhlas kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas
Farmasi yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa
pendidikan.
2. Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., sebagai dosen wali yang telah
membimbing penulis selama masa pendidikan.
3. Bapak/Ibu staf Laboratorium farmakognosi Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama penelitian
berlangsung.
4. Ibu Dra. Marline Nainggolan, MS., Apt., Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si.,
telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun pada penulisan
skripsi ini.
5. Kepada teman-temanku, khususnya Jelia br. Simanjuntak dan mahasiswa
Farmasi stambuk 2005 yang telah memberikan banyak motivasi dan
bantuan.
6. Kepada semua pihak yang terkait dan telah membantu penulisan dalam
menyelesaikan studi dan penelitian ini, yang namanya tidak dapat
disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini memiliki banyak
kekurangan, maka dengan kerendahan hati penulis bersedia menerima segala
kritik dan saran serta masukan yang dapat membangun skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat dan berguna
bagi ilmu pengetahuan umum dan ilmu kefarmasian khususnya.
Medan, Oktober 2009 Penulis
Karakterisasi Simplisia, Isolasi, dan Analisis Komponen Minyak atsiri Buah Segar dan Kering Tumbuhan Attarasa
(Litsea cubeba Pers.) secara GC-MS ABSTRAK
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi
dan sifat fisika kimia yang berbeda-beda. Attarasa (Litsea cubeba Pers) dari suku
Lauraceae adalah salah satu jenis tumbuhan yang mengandung minyak atsiri dan
banyak terdapat di daerah Tapanuli Utara, Jawa, dan Kalimantan. Tumbuhan ini
belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak
atsiri dengan cara destilasi uap, dan analisis komponen minyak atsiri secara
GC-MS.
Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar abu 3,87%; kadar abu yang
tidak larut dalam asam 0,06%; kadar sari yang larut dalam air 12,25%; kadar sari
yang larut dalam etanol 19,68%; dan kadar air 5,99%. Kadar minyak atsiri dari
buah segar tumbuhan attarasa (Litsea cubeba Pers.) sebesar 4,73% v/b dan dari
buah kering sebesar 13,33% v/b. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri dari
buah segar sebesar 1,486 dan buah kering 1,489. Hasil penetapan bobot jenis
minyak atsiri dari buah segar sebesar 0,8815 dan buah kering 0,8818.
Hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari buah segar tumbuhan attarasa
(Litsea cubeba Pers.) yaitu: citronella (76,09%), ß-citronellol (6,83%), limonene
(3,97%), 3-tetradecanol (2,59%), geraniol (1,50%), linalool (1,43%), E-citral
(1,41%). Sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari buah kering
tumbuhan attarasa (Litsea cubeba Pers.) yaitu: citronella (63,24%), E-citral
(10,57%), Z-citral (8,26%), ß-citronellol (5,19%), limonene (4,32%), linalool
(1,57%), 3-tetradekanol (1,35%).
The Simplex Characterization, Isolation, and analyses Components of Volatile Oil from the Fresh and Dried Fruits of Attarasa
(Litsea cubeba Pers.) by GC-MS ABSTRACT
Volatile oil represents the essential oil with the different compositions and
chemical physics different. Attarasa (Litsea cubeba Pers.) of the family Lauraceae
is one of the plants species that contain volatile oil and a lot of present in North
Tapanuli, Java, and Kalimantan. It’s not enough exploited by people especially in
Indonesia.
The research include simplex characterization, isolation of volatile oil was
accomplished by steam distillation, and analyzed volatile oil components by Gas
Chromatography-Mass Spectrometry.
On the examination of simplex characteristics were obtained the total ash
value 3.87%; acid insoluble ash value 0.06%; the water soluble extract value
12.25%; the ethanol soluble extract value 19.68%; and the water content value
5.99%. The volatile oil from the fresh fruits content was 4.73% v/w and dried
fruits content was 13.33 % v/w. The refractive index of volatile oil from the fresh
fruits ash value 1.486 and dried fruits value 1.489. The specific gravity volatile oil
from the fresh fruits value 0.8815 and dried fruits value 0.8818.
The results of Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)
analyses of volatile oil from the attarasa’s fresh fruits (Litsea cubeba Pers.)
revealed the presence of citronella (76.09%), ß-citronellol (6.83%), limonene
(3.97%), 3-tetradecanol (2.59%), geraniol (1.50%), linalool (1.43%). The results
of Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) analyses of the volatile oil
from the attarasa’s dried fruits (Litsea cubeba Pers.) revealed the presence of
citronella (63.24%), E-citral (10.57%), Z-citral (8.26%), ß-citronellol (5.19%),
limonene (4.32%), linalool (1.57%), 3-tetradecanol (1.35%).
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar belakang... 1
1.2. Perumusan masalah ... 3
1.3. Hipotesis ... 3
1.4. Tujuan penelitian ... 4
1.5. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Uraian Tumbuhan ... 5
2.1.1. Habitat Tumbuh ... 5
2.1.2. Sistematika Tumbuhan ... 5
2.1.3. Nama Asing ... 6
2.1.4. Morfologi Tumbuhan ... 6
2.1.6. Penggunaan Tumbuhan ... 6
2.2. Minyak Atsiri ... 7
2.2.1. Keberadaan Minyak Atsiri dalam Tanaman ... 7
2.2.2. Komposisi Kimia Minyak Atsiri ... 8
2.3. Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri ... 8
2.3.1. Sifat Fisiska Minyak Atsiri ... 8
2.3.2. Sifat Kimia Minyak Atsiri ... 9
2.4. Cara Isolasi Minyak Atsiri ... 10
2.4.1. Metode Penyulingan ... 10
2.4.2. Metode Pengepresan ... 11
2.4.3. Ekstraksi dengan Pelarut Menguap ... 11
2.4.4. Ekstraksi dengan Lemak Padat ... 11
2.5. Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS ... 12
2.5.1. Kromatografi Gas ... 12
2.5.2. Spektrometer Massa ... 15
2.5.3. Spektrometer Inframerah ... 16
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 18
3.1. Alat-alat ... 18
3.2. Bahan-bahan ... 18
3.3. Penyiapan Sampel ... 18
3.3.1. Pengambilan Sampel ... 18
3.3.2. Identifikasi Tumbuhan ... 19
3.3.3. Pengolahan Sampel ... 19
3.4.1. Pemeriksaan Makroskopik Simplisia ... 19
3.4.2. Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia ... 19
3.4.3. Penetapan Kadar Air ... 20
3.4.4. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air ... 20
3.4.5. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol ... 21
3.4.6. Penetapan Kadar Abu Total ... 21
3.4.7. Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ... 21
3.4.8. Penetapan Kadar Minyak Atsiri ... 22
3.5. Isolasi Minyak Atsiri ... 22
3.6. Identifikasi Minyak Atsiri ... 23
3.6.1. Penetapan Parameter Fisika ... 23
3.6.2. Analisis Komponen Minyak Atsiri ... 24
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
4.1. Identifikasi Tumbuhan ... 25
4.2. Karakteristik Buah Attarasa... 25
4.3. Identifikasi Minyak Atsiri ... 27
4.4. Analisis dengan Spektrofotometer IR ... 29
4.5. Analisis dengan GC-MS ... 31
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
5.1. Kesimpulan ... 49
5.2. Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan... 53
Lampiran 2. Gambar Buah dan Tumbuhan Attarasa ... 54
Lampiran 3. Gambar Alat-Alat ... 55
Lampiran 4. Gambar Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia.. 58
Lampiran 5. Penetapan Kadar Abu Total ... 59
Lampiran 6. Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ... 60
Lampiran 7. Penetapan kadar Sari yang Larut dalam Air ... 61
Lampiran 8. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol ... 62
Lampiran 9. Penetapan Kadar Air... 63
Lampiran 10. Penetapan Kadar Minyak Atsiri dari Buah Segar ... 64
Lampiran 11. Penetapan Kadar Minyak Atsiri dari Buah Kering ... 65
Lampiran 12. Penetapan Bobot Jenis Minyak Atsiri Buah Segar... 66
Lampiran 13. Penetapan Bobot Jenis Minyak Atsiri Buah Kering ... 67
Lampiran 14. Penetapan Indeks Bias ... 68
Lampiran 15. Pola Fragmentasi Citronella ... 69
Lampiran 16. Pola Fragmentasi ß-Citronellol ... 70
Lampiran 17. Pola Fragmentasi Limonene ... 71
Lampiran 18. Pola Fragmentasi 3-Tetradecanol ... 72
Lampiran 19. Pola Fragmentasi Geraniol ... 73
Lampiran 20. Pola Fragmentasi Linalool ... 74
Lampiran 21. Pola Fragmentasi E-Citral ... 75
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Spektrum inframerah minyak atsiri buah segar ... 29
Gambar 2. Spektrum inframerah minyak atsiri buah kering ... 30
Gambar 3. Kromatogram GC-MS Minyak Atsiri dari Buah Segar Tumbuhan Attarasa hasil Destilasi Uap... 31
Gambar 4. Kromatogram GC-MS Minyak Atsisri dari Buah Kering Tumbuhan Attarasa hasil Isolasi ... 32
Gambar 5. Spektrum Massa dari Senyawa Citronella ... 34
Gambar 7. Rumus Bangun dari Senyawa Citronella ... 34
Gambar 8. Spektrum Massa dari Senyawa Beta-Citronella ... 35
Gambar 10. Rumus Bangun dari Senyawa Beta-Citronellol ... 35
Gambar 11. Spektrum Massa dari Senyawa Limonene... 36
Gambar 13. Rumus Bangun dari Senyawa Limonene ... 36
Gambar 14. Spektrum Massa dari Senyawa 3-Tetradekanol ... 37
Gambar 16. Rumus Bangun dari Senyawa 3-Tetradekanol ... 37
Gambar 17. Spektrum Massa dari Senyawa Geraniol ... 38
Gambar 19. Rumus Bangun dari Senyawa Geraniol ... 38
Gambar 20. Spektrum massa dari Senyawa Linalool... 39
Gambar 22. Rumus Bangun dari Senyawa Linalool ... 39
Gambar 23. Spektrum Massa dari Senyawa E-Citral ... 40
Gambar 25. Rumus Bangun dari Senyawa E-Citral ... 40
Gambar 32. Spektrum Massa dari Senyawa Z-Citral ... 43
Gambar 33. Rumus Bangun dari Senyawa Z-Citral ... 43
Gambar 46. Tumbuhan Attarasa ... 54
Gambar 48. Buah Kering Tumbuhan Attarasa ... 55
Gambar 49. Alat Stahl ... 56
Gambar 50. alat Destilasi Uap ... 56
Gambar 51. Alat Penetapan Kadar Air ... 56
Gambar 52. Refraktometer Abbe ... 57
Gambar 53. Alat Piknometer ... 57
Gambar 54. Alat GC-MS ... 57
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil Karakterisasi Simplisia Buah Attarasa ... 25
Tabel 2. Hasil Penetapan Rendemen Minyak Atsiri ... 27
Tabel 3. Hasil Penetapan Bobot Jenis Minyak Atsiri ... 28
Tabel 4. Hasil Penetapan Indeks Bias Minyak Atsiri ... 28
Tabel 5. Waktu Tambat dan Konsentrasi Minyak Atsiri Buah Segar ... 32
Tabel 6. Waktu Tambat dan Konsentrasi Minyak Atsiri Buah Kering ... 33
Karakterisasi Simplisia, Isolasi, dan Analisis Komponen Minyak atsiri Buah Segar dan Kering Tumbuhan Attarasa
(Litsea cubeba Pers.) secara GC-MS ABSTRAK
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi
dan sifat fisika kimia yang berbeda-beda. Attarasa (Litsea cubeba Pers) dari suku
Lauraceae adalah salah satu jenis tumbuhan yang mengandung minyak atsiri dan
banyak terdapat di daerah Tapanuli Utara, Jawa, dan Kalimantan. Tumbuhan ini
belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak
atsiri dengan cara destilasi uap, dan analisis komponen minyak atsiri secara
GC-MS.
Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar abu 3,87%; kadar abu yang
tidak larut dalam asam 0,06%; kadar sari yang larut dalam air 12,25%; kadar sari
yang larut dalam etanol 19,68%; dan kadar air 5,99%. Kadar minyak atsiri dari
buah segar tumbuhan attarasa (Litsea cubeba Pers.) sebesar 4,73% v/b dan dari
buah kering sebesar 13,33% v/b. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri dari
buah segar sebesar 1,486 dan buah kering 1,489. Hasil penetapan bobot jenis
minyak atsiri dari buah segar sebesar 0,8815 dan buah kering 0,8818.
Hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari buah segar tumbuhan attarasa
(Litsea cubeba Pers.) yaitu: citronella (76,09%), ß-citronellol (6,83%), limonene
(3,97%), 3-tetradecanol (2,59%), geraniol (1,50%), linalool (1,43%), E-citral
(1,41%). Sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari buah kering
tumbuhan attarasa (Litsea cubeba Pers.) yaitu: citronella (63,24%), E-citral
(10,57%), Z-citral (8,26%), ß-citronellol (5,19%), limonene (4,32%), linalool
(1,57%), 3-tetradekanol (1,35%).
The Simplex Characterization, Isolation, and analyses Components of Volatile Oil from the Fresh and Dried Fruits of Attarasa
(Litsea cubeba Pers.) by GC-MS ABSTRACT
Volatile oil represents the essential oil with the different compositions and
chemical physics different. Attarasa (Litsea cubeba Pers.) of the family Lauraceae
is one of the plants species that contain volatile oil and a lot of present in North
Tapanuli, Java, and Kalimantan. It’s not enough exploited by people especially in
Indonesia.
The research include simplex characterization, isolation of volatile oil was
accomplished by steam distillation, and analyzed volatile oil components by Gas
Chromatography-Mass Spectrometry.
On the examination of simplex characteristics were obtained the total ash
value 3.87%; acid insoluble ash value 0.06%; the water soluble extract value
12.25%; the ethanol soluble extract value 19.68%; and the water content value
5.99%. The volatile oil from the fresh fruits content was 4.73% v/w and dried
fruits content was 13.33 % v/w. The refractive index of volatile oil from the fresh
fruits ash value 1.486 and dried fruits value 1.489. The specific gravity volatile oil
from the fresh fruits value 0.8815 and dried fruits value 0.8818.
The results of Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)
analyses of volatile oil from the attarasa’s fresh fruits (Litsea cubeba Pers.)
revealed the presence of citronella (76.09%), ß-citronellol (6.83%), limonene
(3.97%), 3-tetradecanol (2.59%), geraniol (1.50%), linalool (1.43%). The results
of Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) analyses of the volatile oil
from the attarasa’s dried fruits (Litsea cubeba Pers.) revealed the presence of
citronella (63.24%), E-citral (10.57%), Z-citral (8.26%), ß-citronellol (5.19%),
limonene (4.32%), linalool (1.57%), 3-tetradecanol (1.35%).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Minyak atsiri merupakan minyak yang tersusun dari banyak komponen,
pada suhu kamar mudah menguap dan umumnya mewakili bau tumbuhan
penghasilnya (Lutony & Rahmayanti, 2000). Secara kimia, minyak atsiri bukan
merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun dari bebagai macam komponen yang
secara garis besar terdiri dari kelompok terpenoida dan fenil propanoad
(Gunawan & Mulyani, 2004).
Peranan minyak atsiri dalam kehidupan manusia telah dimulai sejak
beberapa abad yang lalu, yaitu sejak zaman pemerintahan raja Fir’aun di Mesir.
Jenis minyak yang dikenal pada saat itu terbatas pada minyak atsiri tertentu,
terutama yang berasal dari rempah-rempah (Ketaren, 1985).
Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan sumber daya tanaman
rempah-rempah. Salah satu jenis tumbuhan rempah-rempah yang potensial untuk
dikembangkan adalah Attarasa (Litsea cubeba Pers.) yang banyak terdapat di
daerah Tapanuli Utara. Tumbuhan ini mengandung minyak atsiri yang terdapat
dalam buah, batang, akar, dan daun. Hal ini membuat seluruh bagian tumbuhan ini
berbau harum ( Budiman, 2009).
Di Cina minyak atsiri dari buah attarasa telah dimanfaatkan sebagai bahan
pembuat parfum dan pewangi sabun (Anonim, 2009), masyarakat Tapanuli Utara
memanfaatkan buahnya sebagai lalapan yang dapat menghangatkan badan, Suku
Kenyah di Kalimantan Timur menggunakan buahnya untuk mengobati demam
dan mengatasi kedinginan, dan di Jawa bagian-bagian pohon ini digunakan untuk
Sejumlah penelitian telah dilakukan terhadap tumbuhan attarasa ini. Asep
Saiful, (1993) telah mengisolasi minyak atsiri dari kulit batang dan komponennya
diidentifikasi sebagai α-pinen, mirsen, limonen, citronella, linalool, nerol,
geraniol, citronellol, dan karyofilen. Muslikhati, (1995) menguji aktivitas minyak
atsiri daun attarasa terhadap Candida albicans dan Fusarium dimerum dan
menunjukkan aktivitas yang lebih kuat dari minyak atsiri Cinnamomum
burmannii dan Cinnamomum camphora suku Lauraceae (Depkes, 2000).
Di Indonesia budidaya tanaman Litsea cubeba Pers. belum dilaksanakan
dalam skala besar, karena masyarakat belum mengenal tanaman Litsea cubeba
Pers. Untuk mempopulerkan jenis ini kepada masyarakat, maka diperlukan adanya
informasi mengenai tanaman potensial ini (Budiman, 2009).
Melihat besarnya potensi yang terdapat pada tumbuhan ini, sehingga
penulis ingin meneliti attarasa (Litsea cubeba Pers). Bagian yang digunakan
adalah buah yang masih segar dan buah yang sudah dikeringkan. Isolasi minyak
atsiri dilakukan dengan penyulingan uap (Steam distillation), karena metode ini
cocok digunakan untuk bahan kering maupun bahan segar dan terutama
digunakan untuk minyak atsiri yang kebanyakan rusak akibat panas kering
(Guenther, 1990). Karakterisasi standar simplisia buah attarasa ini belum terdapat
dalam Materia Medika Indonesia. Hal ini juga membuat penulis semakin tertarik
melakukan karakterisasi sesuai dengan cara karakterisasi yang terdapat dalam
Materia Medika Indonesia. Dengan demikian buah attarasa (Litsea cubeba Pers.)
yang memiliki manfaat sebagai penghasil minyak atsiri dapat diperkenalkan dan
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan dapat
mengembangkan penelitian dibidang bahan alam penghasil minyak atsiri di
Indonesia, serta memberikan informasi mengenai komponen dan kadar komponen
tersebut dalam minyak atsiri yang diperoleh dari buah segar dan kering tumbuhan
attarasa.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas diambil perumusan masalah yaitu:
1. Apakah karakterisasi simplisia buah tumbuhan attarasa (Litsea cubeba
Pers.) telah sesuai dengan cara karakterisasi yang tercantum dalam
Materia Medika Indonesia?
2. Apakah komponen minyak atsiri buah segar dan kering tumbuhan
attarasa (Litsea cubeba Pers.) yang diisolasi dengan cara destilasi uap
dapat dipisahkan dan dianalisis secara GC-MS serta bentuk spektrumnya
diketahui dengan Spektrofotometer IR?
3. Apakah ada perbedaan kadar dan komponen penyusun minyak atsiri
yang diperoleh dari buah segar dan kering tumbuhan attarasa (Litsea
cubeba Pers.)?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis yaitu:
1. Karakterisasi terhadap simplisia buah tumbuhan attarasa (Litsea cubeba
Pers.) telah sesuai dengan cara karakterisasi yang tercantum dalam
Materia Medika Indonesia.
2. Komponen minyak atsiri buah segar dan kering tumbuhan attarasa
dipisahkan dan dianalisis secara GC-MS serta bentuk spektrumnya
dapat diketahui dengan Spektrofotometer IR.
3. Ada perbedaan kadar dan komponen penyusun minyak atsiri yang
diperoleh dari buah segar dan kering tumbuhan attarasa (Litsea cubeba
Pers.).
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui karakteristik simplisia buah attarasa.
2. Untuk mengetahui kadar dan komponen penyusun minyak atsiri buah
segar dan kering tumbuhan attarasa (Litsea cubeba Pers.).
1.5Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah informasi
tentang potensi yang tersimpan dalam tumbuhan attarasa khususya sebagai
penghasil minyak atsiri. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan, dalam pengembangan penelitian bahan alam penghasil minyak atsiri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi habitat dan daerah tumbuh, sistematika
tumbuhan, nama asing, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta
penggunaan tumbuhan.
2.1.1. Habitat Tumbuh
Attarasa (Litsea cubeba Pers.) tumbuh pada ketinggian 700-2300 meter
dari permukaan laut (Depkes,1980). Banyak terdapat di daerah Jawa, yaitu
disekitar gunung Arjuno, India di sebelah Timur Himalaya, Taiwan, Sumatera,
Kalimantan, Malaya, Borneo, dan Morotai. Tumbuh subur di hutan tropis, hutan
di punggung gunung, tetapi paling banyak dalam semak, cepat menginvansi
tempat terbuka, dan mudah mendominasi daerah terbakar ( Steenlis, Van, 2006).
2.1.2. Sistemetika Tumbuhan
Sistematika tumbuhan attarasa menurut Hutapea, J.R. (1994) adalah
sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Rhamnales
Suku : Lauraceae
Marga : Litsea
2.1.3. Nama Asing
Nama asing tumbuhan Attarasa (Litsea cubeba Pers.) adalah May chang
oleh masyarakat Cina (Anonim, 2009), Ki lemo, Krangeyan (Jawa), Lemo
(Sunda), Krangean (Indonesia) (Depkes, 1980).
2.1.4. Morfologi Tumbuhan
Attarasa mempunyai ciri-ciri berupa pohon, tinggi lebih kurang 15 m.
Batang: tegak, berkayu, bulat, percabangan simpodial, putih kotor. Daun: tunggal,
lonjong, tepi rata ujung runcing, pangkal meruncing, pertulangan menyirip,
panjang 10-14cm, lebar 7-9cm, hijau. Bunga: majemuk, bentuk malai, berkelamin
dua, kelopak hijau muda, bentuk mangkok, berbulu halus, mahkota bulat
melengkung, kepala sari bulat, hijau kehitaman. Buah: bulat, keras, hitam. Biji:
bulat, putih kotor. Akar: tunggang, coklat kehitaman (Hutapea, J.R., 1994).
2.1.5. Kandungan Kimia
Kulit batang dan daun tumbuhan attarasa (Litsea cubeba Pers.)
mengandung saponin, flavonoida, dan tanin (Hutapea, J.R., 1994). Buah
mengandung senyawa asam laurat, asam kaprik, asam oleat, minyak atsiri,
glikosida, resin, dan alkaloid (Perry, M. Lily, 1980).
2.1.6. Penggunaan Tumbuhan
Buah tumbuhan attarasa digunakan sebagai lalapan (Suku Batak Toba),
bahan pembuat parfum (Cina), membuat balsem dan salep (Jawa), mengobati
demam dan mengatasi kedinginan (Kalimantan Timur), (Mackinnon, K., 2000).
Kulit batang digunakan untuk penawar bisa akibat gigitan serangga, dan buah
2.2 Minyak Atsiri
Minyak atsiri disebut juga minyak menguap, minyak ateris, atau minyak
esensial. Dalam keadaan segar dan murni minyak atsiri umumnya tidak berwarna,
namun pada penyimpanan yang lama warnanya berubah menjadi lebih gelap.
Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus terlindung dari pengaruh cahaya, diisi
penuh, ditutup rapat, serta disimpan di tempat yang kering dan gelap (Gunawan &
Mulyani, 2004).
Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu
terdapat pada fraksi atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi, harum,
atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut
penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta
sebagai senyawa cita rasa di dalam industri makanan. Terpena juga sering kali
terdapat dalam fraksi yang berbau, bersama-sama dengan senyawa yang aromatik
seperti fenilpropanoad (Harborne, J.B., 1987).
2.2.1 Keberadaan Minyak Atsiri dalam Tanaman
Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut
kelenjar (famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (famili Piperaceae), di dalam
saluran minyak yang disebut vittae (famili umbelliferae), di dalam rongga-rongga
skizogen dan lisigen (famili Pinaceae dan Rutaceae), terkandung di dalam semua
jaringan (famili Coniferae). Pada bunga mawar, kandungan minyak atsiri
terbanyak terdapat pada mahkota bunga, pada kayu manis banyak ditemui di kulit
batang (korteks), pada famili Umbelliferae banyak terdapat dalam perikarp buah,
pada Menthae sp. terdapat dalam rambut kelenjar batang dan daun, serta pada
2.2.2 Komposisi Kimia Minyak Atsiri
Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan
kimia. Umumnya komponen kimia minyak atsiri terdiri dari golongan
hidrokarbon dan hidrokarbon teroksigenase.
Golongan hidrokarbon terbentuk dari unsur karbon (C) dan hidrogen (H).
golongan hidrokarbon teroksigenase terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen
(H) dan oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah
persenyawaan alkohol, aldehid, keton, dan ester (Ketaren, 1985).
2.3 Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri 2.3.1 Sifat Fisika Minyak Atsiri
Sifat-sifat fisika minyak atsiri, yaitu : Bau yang karakteristik, mempunyai
indeks bias yang tinggi, bersifat optis aktif, dan mempunyai sudut putar yang
spesifik.
Parameter yang digunakan untuk tetapan fisik minyak atsiri antara lain:
a. Bobot Jenis
Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25oC
terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Penentuan bobot jenis
menggunakan alat Piknometer. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting
dalam penentuan mutu dan kemurnian minyak atsiri (Guenther, 1987).
b. Indeks Bias
Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara
dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Jika cahaya melewati media kurang
normal. Penentuan indeks bias menggunakan alat Refraktometer. Indeks bias
berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian (Guenther, 1987).
c. Putaran Optik
Setiap jenis minyak atsiri memiliki kemampuan memutar bidang polarisasi
cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang polarisasi ditentukan
oleh jenis minyak atsiri, suhu, dan panjang gelombang cahaya yang digunakan.
Penentuan putaran optik menggunakan alat Polarimeter (Ketaren, 1985).
2.3.2 Sifat Kimia Minyak Atsiri
Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari kerusakan minyak
yang mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak atsiri adalah proses oksidasi,
hidrolisa, dan polimerisasi (resinifikasi).
a. Oksidasi
Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutama terjadi pada ikatan rangkap
dalam terpen. Peroksida yang bersifat labil akan berisomerisasi dengan adanya air,
sehingga membentuk senyawa aldehid, asam organik, dan keton yang
menyebabkan perubahan bau yang tidak dikehendaki (Ketaren, 1985).
b. Hidrolisis
Proses hidrolisis terjadi pada minyak atsiri yang mengandung ester. Proses
hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dalam molekul ester
sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol. Ester akan terhidrolisis secara
sempurna dengan adanya air dan asam sebagai katalisator (Ketaren, 1985).
c. Resinifikasi
Beberapa fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk resin, yang
(ekstraksi) minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu tinggi selama
penyimpanan (Ketaren, 1985).
2.4 Cara Isolasi Minyak Atsiri 2.4.1 Metode Penyulingan a. Penyulingan dengan Air
Pada metode ini, bahan tumbuhan direbus dalam air mendidih dalam satu
wadah. Minyak atsiri akan dibawah oleh uap air yang kemudian didinginkan
dengan mengalirkanya melalui pendingin. Hasil sulingan adalah minyak atsiri
yang belum murni. Perlakuan ini sesuai untuk minyak atsiri yang tidak rusak oleh
pemanasan (Guenther, 1987).
b. Penyulingan dengan Air dan Uap
Bahan tumbuhan yang akan disuling dengan metode penyulingan air dan
uap ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah
berlubang-lubang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Ketel diisi dengan air sampai
permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan, uap air akan naik bersama
minyak atsiri kemudian dialirkan melalui pendingin. Hasil sulingan adalah
minyak atsiri yang belum murni (Guenther, 1987).
c. Penyulingan dengan Uap
Pada metode ini bahan tumbuhan dialiri dengan uap panas dengan tekanan
tinggi. Uap air selanjutnya dialirkan melalui pendingin dan hasil sulingan adalah
minyak atsiri yang belum murni. Cara ini baik digunakan untuk bahan tumbuhan
2.4.2 Metode Pengepresan
Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan
terhadap bahan berupa biji, buah, atau kulit buah yang memiliki kandungan
minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang
mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir
kepermukaan bahan (Ketaren, 1985).
2.4.3 Ekstraksi dengan Pelarut Menguap
Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang
mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik umumnya untuk
mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air,
terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya
bunga cempaka, melati, mawar, dan kenanga. Pelarut yang umum digunakan
adalah petroleum eter, karbon tetraklorida dan sebagainya (Ketaren, 1985).
2.4.4 Ekstraksi dengan Lemak Padat
Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan,
untuk mendapatkan mutu dan rendemen minyak atsiri yang tinggi. Metode
ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu enfleurasi dan maserasi.
a. Enfleurasi
Pada proses ini, absorbsi minyak atsiri oleh lemak digunakan pada suhu
rendah (keadaan dingin) sehingga minyak terhindar dari kerusakan yang
disebabkan oleh panas. Metode ini digunakan untuk mengekstraksi beberapa jenis
minyak bunga yang masih melanjutkan kegiatan fisiologinya dan memproduksi
b. Maserasi
Pada cara ini, absorbsi minyak atsiri oleh lemak dalam keadaan panas pada
suhu 80oC selama 1,5 jam. Cara ini digunakan terhadap bahan tumbuhan yang bila
dilakukan penyulingan atau enfleurasi akan menghasilkan minyak atsiri dengan
rendemen yang rendah. Setelah selesai pemanasan, campuran disaring
panas-panas, jika perlu kelebihan lemak pada ampas disiram dengan air panas.
Kemudian dilakukan penyulingan untuk memperoleh minyak atsiri (Ketaren,
1985).
2.5 Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS
Analisa komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup rumit
karena minyak atsiri mengandung campuran senyawa dan sifatnya yang mudah
menguap pada suhu kamar. Setelah ditemukan Kromatografi Gas (GC), kendala
dalam analisis komponen minyak atsiri mulai dapat diatasi. Pada penggunaan GC,
efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan
teknologi instrumentasi yang pesat akhirnya dapat menghasilkan suatu alat yang
merupakan gabungan dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama
lain tetapi saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan
spektrometer massa. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai
campuran komponen dalam sampel sedangkan spektrometer massa berfungsi
untuk mendeteksi masing-masing komponen yang telah dipisahkan pada
kromatografi gas (Agusta, 2000).
2.5.1 Kromatografi Gas
Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran
gas lembam (gas pembawa) melalui kolom. Campuran cuplikan akan terbagi
diantara gas pembawa dan fase diam. Fase diam akan menahan komponen secara
selektif berdasarkan koefisien distribusinya, sehingga terbentuk sejumlah pita
yang berlainan pada gas pembawa. Pita komponen ini meninggalkan kolom
bersama aliran gas pembawa dan dicatat sebagai fungsi waktu oleh detektor
(Mc Nair and Bonelli, 1988).
Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom
disebut dengan waktu tambat (waktu retensi) yang diukur mulai saat penyuntikn
sampai saat elusi terjadi (Gritter, dkk., 1991).
Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi,
kolom, fase diam, suhu , dan detektor.
2.5.1.1 Gas Pembawa
Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni,
dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang
dipakai. Keuntunganya adalah karena semua gas ini harus tidak reaktif, dapat
dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki
bertekanan tinggi. Gas pembawa yang sering dipakai adalah helium (He), Argon
(Ar), Nitrogen (N), Hidrogen (H), karbon dioksida (Agusta, 2000).
2.5.1.2 Sistem Injeksi
Cuplikan dimasukkan kedalam ruang suntik melalui gerbang suntik,
biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang
suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom, dan biasanya pada suhu
10-15oC lebih tinggi dari suhu maksimum. Jadi cuplikan diuapkan segera setelah
2.5.1.3 Kolom
Kolom dapat dibuat dari tembaga, baja nir karat, aluminium, dan kaca
yang berbentuk lurus, lengkung, melingkar (Agusta, 2000).
2.5.1.4 Fase Diam
Fase diam dibedakan berdasarkan kepolaranya, yaitu non polar, semi
polar, dan polar. Berdasarkan sifat minyak atsiri yang non polar sampai sedikit
polar, maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom fase diam yang
bersifat non polar, misalnya SE-52 dan SE-54 (Agusta, 2000).
2.5.1.5 Suhu
Tekanan uap sangat tergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor
utama dalam kromatografi gas. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang
berbeda yaitu: suhu injektor, suhu kolom, dan suhu detektor.
a. Suhu Injektor
Suhu pada injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan
sedemikian cepat (Mc Nair and Bonelli, 1988).
b. Suhu Kolom
Pemisahan dapat dilakukan pada suhu tetap (isotermal), atau pada suhu
yang berubah secara terkendali (suhu diprogram). Kromatografi gas suhu
isotermal paling baik digunakan pada analisis rutin atau jika kita mengetahui agak
banyak mengenai yang akan dipisahkan. Pilihan awal yang baik adalah suhu
beberapa derajat dibawah titik didih komponen campuran utama. Pada
kromatografi gas suhu diprogram, suhu dinaikkan mulai dari suhu tertentu sampai
suhu tertentu yang lain dengan laju diketahui dan terkendali dalam waktu tertentu
c. Suhu Detektor
Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan atau fase diam tidak
mengembun (Mc Nair and Bonelli, 1988).
2.5.1.6 Detektor
Menurut Mc Nair and Bonelli, (1988) ada dua detektor yang populer yaitu
Detektor Hantar Termal (DHT) dan Detektor Pengion Nyala (DPN).
2.5.2 Spektrometer Massa
Molekul senyawa organik pada spektrometer massa, ditembak dengan
berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positip yang mempunyai energi
yang tingggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion
yang lebih kecil. Spektrum massa merupakan gambaran antara limpahan relatif
lawan perbandingan massa/muatan (Sastrohamidjojo, 1985).
2.5.2.1 Sistem Pemasukan Cuplikan
Bagian ini terdiri dari suatu alat untuk memasukkan cuplikan, sebuah
makromanometer untuk mengetahui jumlah cuplikan yang dimasukkan, sebuah
alat pembocor molekul untuk mengatur cuplikan kedalam kamar pengion, dan
sebuah sistem. Cuplikan berupa cairan dimasukkan dengan menginjeksikanya
melalui karet silikon kemudian dipanaskan untuk menguapkan cuplikan kedalam
sistem masukan. Cara pemasukan cuplikan langsung kekamar pengionan
dilakukan terhadap senyawa yang sukar menguap dan tidak stabil terhadap panas.
2.5.2.2 Ruang Pengion dan Percepatan
Arus uap dari pembocor molekul masuk ke dalam kamar pengion
ditembak pada kedudukan tegak lurus oleh seberkas elektron dipancarkan dari
ionisasi molekul yang berupa uap dengan kehilangan satu elektron dan terbentuk
ion molekul bermuatan positif, karena molekul senyawa organik mempunyai
elektron berjumlah genap maka proses pelepasan satu elektron menghasilkan ion
radikal.
2.5.2.3 Tabung Analisis
Tabung yang digunakan adalah tabung yang dihampakan, berbentuk
lengkung tempat melayangnya berkas ion dari sumber ion ke pengumpul.
2.5.2.4 Pengumpul Ion dan Penguat
Pengumpul terdiri dari satu celah atau lebih serta silinder Faraday. Berkas
ion membentur tegak lurus pada plat pengumpul dan isyarat yang timbul
diperkuat dengan pelipat ganda elektron.
2.5.2.5 Pencatat
Spektrum massa biasanya dibuat dari massa rendah ke massa tinggi.
Pencatat yang banyak digunakan mempunyai 3-6 galvanometer yang mencatat
secara bersama-sama. Galvanometer menyimpang jika ada ion yang menabrak
lempeng pengumpul, berkas sinar ultraviolet dapat menimbulkan berbagai puncak
pada kertas pencatat yang peka terhadap sinar ultraviolet. Cara penyajian yan
lebih jelas dari puncak-puncak utama dapat diperoleh dengan membuat harga m/z
terhadap kelimpahan relatif (Silverstein, Bassler & Morril, 1986).
2.5.3 Spektrofotometer Infra Merah
Apabila radiasi Inframerah telah mengenai molekul organik, frekuensi
tertentu yang energinya sesuai dengan frekuensi energi vibrasi dan rotasi
atom/gugus atom dalam molekul, akan diabsorbsi dan digunakan untuk eksitasi
radiasi yang terbentuk, khas untuk molekul senyawa organik yang bersangkutan
dan dapat digunakan untuk analisis kuantitatif, sedangkan absorban pada
frekuensi khas tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorbsi
radiasi dan dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.
Identifikasi senyawa yang tidak diketahui dengan mengkaji spektrum
inframerah dapat dilakukan apabila menggunakan suatu sistem identifikasi yang
telah dikembangkan oleh berbagai laboratorium atau perusahaan swasta. Salah
satu sistem yang telah digunakan secara luas adalah Sadler yang memberikan
kode angka kepada setiap senyawa yang sudah dibuat spektrum inframerahnya.
Bilangan kode yang signifikan adalah angka persepuluhan dibelakang bilangan
bulat panjang gelombang dalam μm. Misalnya, antara 2-3 μm terdapat puncak di
2,5 μm, kodenya adalah 5, dan seterusnya. Dengan demikian setiap spektrum
inframerah suatu senyawa mempunyai kode yang terdiri dari 16 angka,
masing-masing antara nol dan sembilan. Ternyata bahwa tidak ada dua spektrum
inframerah yang mempunyai kode sama, kecuali untuk senyawa yang sama
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan sampel, pemeriksaan
karakteristik simplisia, isolasi, dan analisis komponen minyak atsiri buah
tumbuhan attarasa (Litsea cubebe Pers.) secara GC-MS dan Spektrofotometer IR.
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan adalah alat-alat gelas
laboratorium, neraca kasar (ohaus), neraca listrik (Mettler toledo), seperangkat
alat stahl, seperangkat mikroskop binokuler, seperangkat alat destilasi uap (Steam
distillation), Gas Chromatograph-Mass (GC-MS) model Shimadzu QP 2010 S
dan Infra Red Spectrofotometer (IR) model Shimadzu FTIR-8201 PC.
3.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah buah segar dan
buah kering tumbuhan attarasa (Litsea cubeba Pers.), Natrium sulfat anhidrat (p.a)
(E. Merck), toluen (p.a), kloralhidrat (p.a), etanol 95 % (p.a), kloroform (p.a),
florglusin (p.a), Iodium (p.a), Sudan III (p.a), dan air suling.
3.3 Penyiapan Sampel
Penyiapan sampel meliputi pengambilan sampel, identifikasi tumbuhan,
dan pengolahan sampel.
3.3.1 Pengambilan Sampel
Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, tanpa membandingkan
dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel diperoleh dari
Hutaginjang, Desa Hutabulu, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor.
Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 53.
3.3.3 Pengolahan Sampel
a. Pengolahan Sampel Buah segar
Sampel yang digunakan adalah buah segar dan kering dari tumbuhan
attarasa (Litsea cubeba Pers.) yang telah berwarna hijau kebiruan, buah
dibersihkan dari kotoran yang melekat dan dicuci dengan air hingga bersih, lalu
ditiriskan. Gambar buah segar dapat di lihat pada lampiran 2 halaman 54.
b. Pengolahan Sampel Buah Kering / Simplisia
Sebagian sampel buah segar, selanjutnya dikeringkan pada suhu 50-600C
selama 30 jam pada lemari pengering.
3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia 3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik Simplisia
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari
buah kering attarasa. Gambar buah kering seperti pada lampiran 2 halaman 55.
3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk buah kering attarasa.
Caranya: Ditaburkan serbuk simplisia diatas kaca objek yang telah ditetesi
dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati
dibawah mikroskop. Hasil pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat pada lampiran
3.4.3 Penetapan Kadar Air a. Penjenuhan Toluen
Dimasukkan 200 ml toluen ke dalam labu alas bulat, lalu ditambah 2 ml
air suling kemudian alat dipasang, dan didestilasi selama 2 jam. Destilasi
dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam
tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.
b. Penetapan Kadar Air Simplisia
Dimasukkan 5,0 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama kedalam
labu tersebut, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih,
kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air
terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik.
Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen.
Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan
mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume
air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai
dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air
dihitung dalam persen (WHO, 1992). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 9 halaman 63.
3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air
Sebanyak 5,0 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama
24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1
liter) dalam labu bersumbat, sambil sesekali di kocok selama 6 jam pertama,
kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrat
telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot tetap.
Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 7 halaman61.
3.4.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol
Sebanyak 5,0 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama
24 jam dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat, sambil dikocok sesekali
selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring
cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan
sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan
dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot tetap. Kadar dalam
persen sari yang larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 8 halaman 62.
3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2,0 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan
pada 6000C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh
bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
(Depkes RI, 1989). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5 hal. 59.
3.4.7 Penetapan Kadar Abu yang tidak Larut dalam Asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap,
kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989). Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 60.
3.4.8 Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat stahl.
Gambar alat dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 56.
Caranya: Sebanyak 5,0 g buah attarasa yang telah dimemarkan dimasukkan
kedalam labu alas bulat berleher pendek, lalu ditambah air suling sebanyak 300
ml. Labu diletakkan di atas pemanas listrik, labu dihubungkan dengan alat
pendingin dan alat penampung berskala. Diisi buret dengan air hingga penuh,
selanjutnya dilakukan destilasi. Volume minyak atsiri dicatat dan kadar minyak
atsiri dihitung dalam % v/b (Depkes RI, 1979). Hasil selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 10,11 halaman 64-65.
3.5 Isolasi Minyak Atsiri
Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan metode penyulingan uap (Steam
distillation). Penyulingan dilakukan dengan alat destilasi uap. Gambar alat dapat
dilihat pada lampiran 3 halaman 56.
Caranya: Sebanyak 200,0 g sampel dimasukkan kedalam labu alas bulat berleher
panjang 2 L yang telah dirangkai dalam perangkat alat destilasi uap. Destilasi
dilakukan selama 3-4 jam. Minyak atsiri yang telah diperoleh ditampung dalam
corong pisah lalu dipisahkan antara minyak dengan air. Kemudian minyak atsiri
yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat, dikocok dan didiamkan
Minyak yang diperoleh kemudian dianalisis dengan GC-MS dan spektrofotometer
IR. Kemudian dilakukan penetapan parameter fisika yang meliputi penentuan
indeks bias dan penentuan bobot jenis. Bagan isolasi minyak atsiri dapat dilihat
pada lampiran 23,24 halaman 77-78.
3.6 Identifikasi Minyak Atsiri 3.6.1 Penetapan Parameter Fisika 3.6.1.1 Penentuan Indeks Bias
Penentuan indeks bias dilakukan dengan menggunakan alat Refraktometer
Abbe. Gambar alat dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 57.
Caranya : Alat Refraktometer Abbe dihidupkan. Prisma atas dan prisma bawah
dipisahkan dengan membuka klem dan dibersihkan dengan mengoleskan kapas
yang telah dibasahi dengan alkohol. Cuplikan minyak diteteskan ke prisma bawah
lalu ditutup. Melalui teleskop dapat dilihat adanya bidang terang dan bidang gelap
lalu skrup pemutar prisma diputar sedemikian rupa, sehingga bidang terang dan
bidang gelap terbagi atas dua bagian yang sama secara vertikal. Dengan melihat
skala dapat dibaca indeks biasnya. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 14 halaman 68. 3.6.1.2 Penentuan Bobot Jenis
Penentuan bobot jenis dilakukan dengan menggunakan alat Piknometer
Gambar alat dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 57.
Caranya: Piknometer kosong ditimbang dengan seksama. Piknometer
kosong diisi dengan air suling lalu ditimbang dengan seksama. Kemudian
piknometer dikosongkan dan dibilas beberapa kali dengan alkohol kemudian
selanjutnya dilakukan seperti pengerjaan pada air suling. Hasil bobot minyak atsiri
diperoleh dengan mengurangkan bobot piknometer yang diisi minyak atsiri
dengan bobot piknometer kosong. Bobot jenis minyak atsiri adalah hasil yang
diperoleh dengan membagi bobot minyak atsiri dengan bobot air suling dalam
piknometer, kecuali dinyatakan lain dalam monograf keduanya ditetapkan pada
suhu 250C (Depkes RI, 1995). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
12,13 halaman 66-67.
3.6.2 Analisis Komponen Minyak Atsiri
Penentuan komponen minyak atsiri yang diperoleh dari buah segar dan
kering tumbuhan attarasa (Litsea cubeba Pers.) dilakukan dilaboratorium Kimia
Organik FMIPA UGM dengan menggunakan seperangkat alat Infra Red
Spectrofotometer (IR) model Shimadzu FTIR-8201 PC dan seperngkat alat Gas
Chromatograph-Mass Spectrometer (GC-MS) model Shimadzu QP 2010 S.
Kondisi analisis adalah jenis kolom kapiler Rtx-5MS, panjang kolom 30
m, diameter kolom 0,25 mm, suhu injektor 2700C, gas pembawa helium dengan
laju alir 0,5 ml/menit. Suhu kolom terprogram (temperature programming)
dengan suhu awal 600C selama 5 menit, lalu dinaikkan perlahan-lahan dengan rute
kenaikan 10,00C/menit sampai mencapai suhu akhir 2800C yang dipertahankan
selama 30,0 menit.
Cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan membandingkan
spektrum massa dengan komponen minyak atsiri yang diperoleh (unknown)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi – LIPI
Bogor terhadap tumbuhan attarasa yang diteliti adalah jenis Litsea cubeba Pers.,
dari suku Lauraceae.
4.2 Karakterisasi Simplisia Buah Attarasa
Table 1. Hasil Karakterisasi Simplisia Buah Attarasa
No Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Kadar Praktek (%)
1. Penetapan kadar air 5,99
2. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol 19,68
3. Penetapan kadar sari yang larut dalam air 12,25
4. Penetapan kadar abu total 3,87
5. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,06
6. Penetapan kadar minyak atsiri:
- Kadar Minyak atsiri dari buah segar 4,73
- Kadar Minyak atsiri dari buah kering 13,33
Kadar air simplisia buah attarasa telah memenuhi persyaratan MMI,
dengan kadar air tidak lebih dari 10% (Depkes RI, 1989). Pengeringan
dimaksudkan untuk menurunkan kadar air bahan sampai tingkat yang diinginkan.
Dengan kadar air yang cukup aman maka simplisia tidak mudah rusak jika
disimpan dalam jangka waktu yang lama. Apabila simplisia yang dihasilkan tidak
Simplisia dinilai cukup aman apabila mempunyai kadar air kurang dari 10 %
(Syukur & Hermani, 2001).
Penetapan kadar sari simplisia menyatakan jumlah zat yang tersari dalam
air dan etanol. Hasilnya merupakan gambaran zat yang terkandung dalam
simplisia. Dari hasil penelitian diperoleh kadar sari yang larut dalam air lebih
kecil dari pada kadar sari yang larut dalam etanol.
Abu total merupakan senyawa anorganik sisa pemijaran simplisia.
Penentuan kadar abu total sangat penting untuk mengetahui sejauh mana kualitas
penanganan bahan obat selama proses penyiapan simplisia. Penyusun utama abu
total biasanya berupa karbonat, posfat, silikat, serta senyawa-senyawa oksida
(Trease & Evans, 1983).
Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam dilakukan untuk
mengetahui kadar silika dan zat lain yang tidak larut dalam asam seperti
material-material bumi. Silika tidak larut dalam semua asam kecuali HF (Trease & Evans,
1983).
Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap simplisia buah attarasa: bentuk
hampir bulat, permukaan berkerut, warna hitam, garis tengah pada umumnya
berkisar 3-4 mm.
Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia buah tumbuhan
attarasa terdapat hablur kalsium oksalat berbentuk prisma, sel-sel parenkim yang
berisi minyak atsiri, sel batu dari hipodermis, fragmen endokarp, dan butir-butir
pati.
Keberadaan minyak atsiri diidentifikasi dengan menggunakan larutan
mengandung minyak atsiri, pati dengan penambahan beberapa tetes iodium 0,1N
akan terbentuk warna biru, sel batu yang mengandung lignin dengan penambahan
florglusin dan HCl, terbentuk warna merah (Depkes, 1979).
4.3 Identifikasi Minyak Atsiri
Pemeriksaan organoleptis pada minyak atsiri yang diisolasi dari buah
segar dan kering tumbuhan attarasa (Litsea cubeba Pers.) adalah memiliki warna
kuning muda yang jernih, rasa pedas dan getir, serta bau yang aromatik
Tabel 2. Hasil Penetapan Rendemen Minyak Atsiri
No. Sampel Kadar Praktek(%) Kadar Teori (%)
1. Buah attarasa segar 4,73 3 – 5
2. Buah attarasa kering 13,33 -
Sampel buah attarasa kering merupakan hasil pengeringan buah segar
seberat 1000 g, setelah proses pengeringan beratnya menjadi 280 g. Artinya
terjadi penyusutan berat sebesar 72%. Dengan menggunakan berat segar untuk
menghitung volume minyak atsiri yang seharusnya diperoleh dari buah kering
tersebut diperoleh adanya pengurangan kadar minyak atsiri sebesar 18,2%. Ini
menunjukkan adanya kehilangan minyak atsiri cukup besar, yang mungkin terjadi
selama proses pengeringan.
Menurut Sastrohamidjojo, (2004) minyak atsiri yang terdapat dalam
jaringan tanaman sering hilang oleh pemanasan setelah bahan tanaman dipanen,
sejumlah tanaman atau bagian tanaman yang segar mengalami kehilangan minyak
atsiri yang cukup besar pada saat dikeringkan dalam keadaan udara terbuka, tetapi
Tabel 3. Hasil Penentuan Bobot Jenis Minyak Atsiri Hasil Isolasi
Tabel 4. Hasil Penentuan Indeks Bias Minyak Atsiri Hasil Isolasi
No. Sampel Hasil Praktek
Perbedaan bobot jenis dan indeks bias minyak atsiri buah segar dan kering
ini berhubungan erat dengan adanya perubahan kadar komponen penyusun
minyak atsiri tersebut. Komponen penyusun minyak atsiri ini masing-masing
memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda seperti indeks bias, berat jenis,
warna, titik didih, putaran optik, kelarutan dan lain-lain (Sastrohamidjojo, 2004).
Berat jenis berhubungan dengan berat komponen yang terkandung dalam
minyak atsiri. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak,
semakin besar pula nilai berat jenisnya. Terpen teroksigenasi biasanya lebih besar
berat jenisnya dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi. Nilai indeks bias
juga berkaitan dengan komponen penyusun minyak atsiri, semakin banyak
komponen berantai panjang atau komponen bergugus oksigen maka nilai indeks
biasnya akan semakin besar, kadar air juga berpengaruh terhadap indeks bias
4.4 Analisis dengan Spektrofotometer IR
Pemeriksaan dengan spektrofotometer inframerah terhadap minyak atsiri
dari buah tumbuhan attarasa (Litsea cubeba Pers.) memperlihatkan adanya 23
buah puncak absorbsi pada buah segar dan 20 puncak pada buah kering.
Banyaknya jumlah puncak ini menunjukkan bahwa sampel tersusun dari banyak
campuran komponen senyawa sehingga menghasilkan banyak pita serapan pada
spektrum inframerah.
Identifikasi setiap absorbsi ikatan yang khas dari setiap gugus fungsi
merupakan basis dari interpretasi spektrum inframerah. Energi yang dihasilkan
oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita
absorbsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap ikatan kimia atau gugus
fungsi. Metode ini sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa organik dan
dapat digunakan untuk menentukan gugus fungsi (Dachriyanus, 2004).
Gambar 2. Spektrum inframerah minyak atsiri buah kering attarasa
Analisis Spektrofotometri Inframerah digunakan untuk analisis senyawa
murni atau senyawa tunggal untuk tujuan elusidasi struktur, tetapi pada penelitian
ini, spektrofotometer Inframerah digunakan dengan tujuan untuk melihat bentuk
spektrum yang dihasilkan dari minyak atsiri yang berasal dari buah segar dan
kering. Bentuk spektrum ini diperlukan sebagai acuan untuk mengetahui
kemurnian dan keaslian dari pada minyak atsiri. Kemurnian dan keaslian dapat
diketahui dengan cara membandingkan bentuk spektrumnya dengan spektrum
minyak atsiri asli yang digunakan sebagai pembanding, sehingga pemalsuan dapat
dihindarkan.
Spektrofotometer IR memberikan spektrum yang sangat rumit, namun
suatu keuntungan dapat diambil dari kerumitan spektrum itu, dengan
asli, suatu kesesuaian puncak demi puncak merupakan bukti yang kuat tentang
identitasnya (Silverstein, Bassler and Morril, 1986).
4.5 Analisis dengan GC-MS
Analisis dengan Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (GC-MS)
diperlukan karena sangat cocok untuk analisis senyawa-senyawa yang mudah
menguap dan mampu secara cepat dan tepat untuk memisahkan campuran yang
sangat rumit seperti minyak atsiri (Gritter, dkk., 1991). Kromatografi gas dipakai
secara umum untuk memisahkan komponen senyawa minyak atsiri dan juga
dimanfaatkan untuk tujuan kuantitatif, untuk analisis penentuan komponen maka
kromatografi gas dipadukan dengan alat Spektroskopi massa.
Gambar 3.Kromatogram GC-MS minyak atsiri buah segar tumbuhan attarasa
Hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari buah segar tumbuhan attarasa
(Litsea cubeba Pers.) yang diperoleh dengan cara destilasi uap diperoleh 21
puncak, ini berarti minyak atsiri buah segar terdiri dari 21 komponen senyawa
tinggi puncak / luas area di bawah puncak dari senyawa yang dipisahkan, terhadap
tinggi puncak / luas area di bawah puncak dari senyawa acuan standar yang
diketahui konsentrasinya. Perhitungan kadar telah terprogram dalam komputer
yang dirangkai dalam alat GC-MS (Satiadarma, dkk., 2004).
Tabel 7.Waktu tambat dan konsentrasi komponen minyak atsiri dari buah segar
tumbuhan attarasa (Litsea cubeba Pers.) hasil analisis GC-MS.
Komponen penyusun minyak atsiri buah segar tersusun dari senyawa
golongan hidrokarbon yaitu limonene dan golongan hidrokarbon teroksigenase
yaitu Citronella, β-Citronellol, 3- tetradecanol, geraniol, linalool, dan E-citral.
Hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari buah kering tumbuhan attarasa
(Litsea cubeba Pers.) yang diperoleh dengan cara destilasi uap diperoleh 20
puncak, ini berarti minyak atsiri buah kering terdiri dari 20 komponen senyawa
penyusun. Waktu tambat dan konsentrasi komponen minyak atsiri hasil analisis
Gas Chromatograph-Mass Spectrometer (GC-MS) seperti pada tabel 8.
Tabel 8.Waktu tambat dan konsentrasi komponen minyak atsiri dari buah kering
tumbuhan attarasa (Litsea cubeba Pers.) hasil analisis GC-MS.
Senyawa Geraniol tidak termasuk dalam tujuh kadar terbesar pada minyak
atsiri dari buah kering, hal ini mungkin dikarenakan geraniol memiliki sifat yang
lebih mudah menguap saat pengeringan simplisia. Citronella, β-Citronellol, dan 3-tetradecanol juga mengalami penurunan kadar. Sedangkan Limonene, Linalool,
dan Citral kadarnya meningkat.
Komponen penyususn minyak atsiri adalah senyawa-senyawa yang
memiliki sifat yang berbeda-beda, sehingga kecepatanya untuk mengalami
penguapan selama proses pengeringan berbeda-beda. Namun kecepatan
penguapan minyak atsiri tidak hanya ditentukan oleh kemudahanya untuk
menguap, tetapi ditentukan juga oleh derajat kelarutanya dalam air
Fragmentasi dan analisis hasil spektrometer massa komponen minyak atsiri
dari buah segar tumbuhan attarasa (Litsea cubeba Pers.) adalah sebagai berikut:
1. Citronella; Puncak dengan waktu tambat 17,208 menit mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 136, 121, 111, 95, 83, 69, 55, 41.
Gambar 5. Spektrum Senyawa Unknown
Gambar 6. Spektrum data Library
Spektrum massa unknown dibandingkan dengan data library yang memiliki
tingkat similarity indeks tertinggi (97%), maka kemungkinan senyawa tersebut
citronella (C10H18O) dengan rumus bangun seperti pada gambar 7.
CHO
Gambar 7. Rumus bangun citronella
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang
merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan H2O menghasilkan fragmen
[C10H16]+ dengan m/z 136. Pelepasan CH3· menghasilkan fragmen [C9H13]+
dengan m/z 121. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C7H11]+ dengan m/z 95.
menghasilkan fragmen [C4H7]+ dengan m/z 55. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C3H5]+ dengan m/z 41. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 15 halaman 69.
2. β-Citronellol; Puncak dengan waktu tambat 16,258 menit mempunyai, M+
156 diikuti fragmen m/z 138, 123, 109, 95, 81, 69, 55, 41.
Gambar 8. Spektrum massa senyawa unknown
Gambar 9. Spektrum massa data library
Spektrum massa senyawa unknown dibandingkan dengan data library
yang memiliki tingkat similarity indeks tertinggi (91%), maka kemungkinan
senyawa tersebut ß-citronellol (C10H20O), rumus bangun seperti pada gambar 10.
OH
Gambar 10. Rumus bangun ß-Citronellol
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 156 yang
merupakan berat molekul dari C10H20O. Pelepasan H2O menghasilkan fragmen
[C10H18]+ dengan m/z 138. Pelepasan CH3· menghasilkan fragmen [C9H15]+
Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H11]+ dengan m/z 95. Pelepasan CH2
menghasilkan fragmen [C6H9]+ dengan m/z 81. Pelepasan C2H2 menghasilkan
fragmen [C4H7]+ dengan m/z 55. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C3H5]+
dengan m/z 41. Pola fragmentasi selengkapnya seperti lampiran 16 hal. 67.
3. Limonene; Puncak dengan waktu tambat 12,800 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 107, 93, 79, 68, 53, 39.
Gambar 11. Spektrum massa senyawa unknown
Gambar 12. Spektrum massa data library
Spektrum massa unknown dibandingkan dengan data library yang
memiliki tingkat similarity indeks tertinggi (97%), maka kemungkinan senyawa
tersebut Limonene (C10H16) dengan rumus bangun seperti pada gambar 13.
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang
merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3· menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11]+ dengan
m/z 107. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93.
Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C6H7]+ dengan m/z 79. Pelepasan C2H2
menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C3H3]+ dengan m/z 39. Pola fragmentasi seperti lampiran 17 hal 71.
4. 3-Tetradecanol; Puncak dengan waktu tambat 20,483 menit mempunyai M+ 214 diikuti fragmen m/z 196, 185, 125, 111, 97, 83, 59, 55, 41.
Gambar 14. Spektrum massa senyawa unknown
Gambar 15. Spektrum massa data library
Spektrum massa unknown dibandingkan dengan data library yang
memiliki tingkat similarity indeks tertinggi (86%), maka kemungkinan senyawa
tersebut 3-Tetradecanol (C14H30O) dengan rumus bangun seperti pada gambar 16.
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 214 yang
merupakan berat molekul dari C14H30O. Pelepasan H2O menghasilkan fragmen
[C14H28]+ dengan m/z 196. Pelepasan C5H11 menghasilkan fragmen [C9H17]+
dengan m/z 125. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H15]+ dengan m/z 111.
Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H13]+ dengan m/z 97. Pelepasan CH2
menghasilkan fragmen [C6H11]+ dengan m/z 83. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C5H9]+ dengan m/z 69. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C4H7]+
dengan m/z 55. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C3H5]+ dengan m/z 41.
5. Geraniol; Puncak dengan waktu tambat 20,317 menit mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 136, 123, 111, 93, 69, 53, 41.
Gambar 17. Spektrum senyawa unknown
Gambar 18. Spektrum massa data library
Spektrum massa unknown dibandingkan dengan data library yang
memiliki tingkat similarity indeks tertinggi (98%), maka kemungkinan senyawa
tersebut Geraniol (C10H18O) dengan rumus bangun seperti pada gambar 19.
OH